kemungkinan bahan pencemar mengalami proses pengenceran lebih besar daripada perairan yang lebih dangkal.
4.2. Gambaran Umum Hasil Penelitian
Perairan Marina memainkan peranan sangat penting bagi penduduk di sekitarnya dan masyarakat Jakarta umumnya, namun karena pertumbuhan yang
sangat pesat dari industri, pertambahan penduduk, perkembangan infrastruktur, aktivitas pelabuhan dan perkembangan transportasi menjadikan lingkungan
Perairan Marina tidak lagi dapat menanggung segala hasil buangan dari aktivitas- aktivitas tersebut. Tabel 3 berikut ini menampilkan kondisi terkini Perairan
Marina berdasarkan hasil pengukuran terhadap parameter fisika dan kimia. Tabel 3. Nilai rata-rata parameter fisika dan kimia Perairan Marina
Stasiun Parameter
Satu Dua Tiga Baku mutu
Suhu air
o
C Kecerahan m
Kekeruhan NTU TSS mgL
Salinitas ‰ pH
Alkalinitas mgL DO mgL
BOD
5
mgL COD mgL
NH
3
mgL NO
3 -
mgL PO
4 3-
mgL Pb mgL
Cd mgL 29.83
0.82 6.57
19.63 30.67
7.56 121.03
5.04 4.15
302.71 0.263
0.146 0.202
0.092 0.027
33.50 2.32
5.91 18.10
30.89 7.80
118.59 5.29
4.49 303.93
0.269 0.168
0.098 0.108
0.028 30.50
2.25 3.62
11.16 30.67
8.16 124.45
5.94 4.65
309.32 0.270
0.211 0.090
0.129 0.019
28-32 3
5 25
33-34 6.0-9.0
- 5.6-9.0
3-6 200
0.005-0.025 0.008
0.015 0.008
0.001
Keterangan: ; Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut.
;UNESCOWHOUNEP, 1992 tentang baku mutu air laut untuk organisme aquatik.
4.3. Kondisi Fisik Perairan Marina 4.3.1. Suhu Perairan
Suhu Perairan Marina selama penelitian di tiga titik pengamatan berkisar antara 29
- 31
o
C Lampiran 2, sedangkan pengelompokkan data berdasarkan waktu pengambilan disajikan pada Lampiran 3. Kisaran suhu tersebut masih
berada pada level normal, sebagaimana baku mutu Kep.Men.LH. No. 51 tahun
2004 untuk biota laut yaitu antara 28 - 32
o
C, dengan kondisi bervariasi setiap saat siang, malam dan musim. Hal ini berarti bahwa suhu badan air masih
mendukung kehidupan organisme yang ada di dalamnya dan kisaran tersebut juga memperlihatkan bahwa tidak ada lonjakan yang berarti dari suhu. Menurut
Effendi 2003 perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi. Setiap organisme akuatik menginginkan kisaran suhu tertentu batas atas
dan bawah yang sesuai dengan pertumbuhannya. Aktivitas biologis – fisiologis di dalam ekosistem perairan sangat dipengaruhi oleh suhu. Benoit 1971
menyatakan kenaikan suhu akan meningkatkan laju metabolisme pada organisme. Akibat meningkatnya laju metabolisme, akan menyebabkan konsumsi oksigen
meningkat dan selanjutnya akan menurunkan kelarutan oksigen perairan. Pola temperatur ekosistem perairan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas
cahaya matahari, pertukaran panas antara perairan dengan udara sekitarnya dan ketinggian geografis Wetzel, 1975. Selain itu pola temperatur perairan dapat
dipengaruhi oleh faktor antropogenik faktor yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, seperti limbah panas yang berasal dari pendingin pabrik dan
penggundulan DAS, sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung.
4.3.2. Kecerahan dan Kekeruhan
Hasil pengukuran di Perairan Marina memberikan indikasi kecerahan rata- rata antar stasiun memiliki variasi relatif kecil yaitu pada stasiun 1, 2 dan 3
masing-masing sebesar 0.82 m, 2.32 m dan 2.25 m dengan status telah melampaui baku mutu yang diperkenankan yaitu 3 m. Kondisi ini berarti bahwa Perairan
Marina ditinjau dari parameter kecerahan telah tercemar hingga jarak 1000 m dari garis pantai dan kawasan yang paling rendah nilai kecerahannya adalah pada
stasiun 1 yang mewakili muara. Hal ini disebabkan stasiun 1 adalah kawasan yang paling besar menerima masukan limbah dari daratan dan merupakan muara tempat
bertemunya massa air laut dengan salinitas tinggi dengan air tawar sehingga terjadi perbedaan densitas yang dapat mengakibatkan terjadinya turbulensi yang
menyebabkan partikel-partikel mengendap teraduk kembali, sehingga menurunkan nilai kecerahan. Sedangkan pada stasiun 2 dan 3 karena jarak stasiun
yang semakin jauh dari sumber pencemar dan diduga limbah yang masuk telah
mengalami proses penyebaran terangkut ke laut lepas dan terencerkan, sehingga nilai kecerahan relatif lebih baik dari nilai kecerahan di stasiun 1. Terjadinya
penyebaran dan pengenceran di laut didominasi oleh faktor arus, angin dan pasang surut khususnya pada lapisan permukaan Benoit, 1971. Nilai kecerahan yang
rendah berbanding terbalik dengan nilai kekeruhan, hasil pengukuran menunjukkan level relatif tinggi dengan status telah melampaui baku mutu,
khususnya di stasiun 1 dan 2 Tabel 3. Baku mutu nilai kekeruhan yang dipersyaratkan adalah 5 NTU Kep Men LH. No. 51 tahun 2004, sedangkan
nilai kekeruhan rata-rata pada stasiun 1 dan stasiun 2 sebesar 6.57 NTU dan 5.91 NTU. Fenomena ini diduga karena masuknya bahan-bahan tererosi berupa lumpur
dan hasil buangan masyarakat di bagian hulu Sungai Ciliwung yang mengalir langsung ke Muara Marina.
Tingginya bahan-bahan yang masuk ke Perairan Marina melalui Sungai Ciliwung karena dua hal utama. Pertama karena hunian di sepanjang bantaran
Sungai yang mencapai 71.56 dari luas keseluruhan sepanjang sungai Kusriyanto, 2002. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahun memerlukan
ruang untuk tempat tinggal dan usaha. Akibat keterbatasan lahan yang tersedia menyebabkan masyarakat menempati wilayah bantaran sungai sehingga
mengakibatkan daerah aliran sungai yang berfungsi mengatur tata air menjadi semakin sempit Anonim, 2004. Frekuensi masuknya buangan juga diperparah
dengan tingginya erosi, hal ini tidak lepas dari karakteristik jenis tanah di sepanjang Sungai Ciliwung yang bertipe peka terhadap erosi yaitu jenis litosol,
regosol dan andosol. Ketiga jenis tanah tersebut memiliki kestabilan agregat
rendah sehingga rentan tergerus aliran air dan hujan Harijogjo, 2002. Gambaran lain yang dapat ditangkap dari hasil pengukuran kekeruhan
adalah tingkat kekeruhan menurun dengan semakin jauhnya jarak perairan dari garis pantai. Kecenderungan ini dapat disebabkan faktor volume pengencer dan
kedalaman yang semakin bertambah ke arah lepas pantai. Bertambahnya kedalaman suatu perairan akan memberikan ruang relatif lebih besar bagi badan
perairan untuk mendispersikan dan mengencerkan bahan-bahan padatan tersuspensi Hamilton, 1994. Sedangkan pada perairan yang lebih dangkal, selain
volume pengencer relatif lebih terbatas juga kemungkinan faktor pengadukan
turbulensi padatan tersuspensi di dasar perairan oleh gerakan air relatif lebih tinggi, sehingga menyebabkan tingginya nilai kekeruhan turbidity Benoit, 1971;
Triyanto, et al., 2005.
4.3.3. Total Padatan Tersuspensi
Nilai padatan tersuspensi pada setiap stasiun berkisar antara 5.30 - 25.00 mgL Lampiran 2. Nilai tersebut masih jauh berada di bawah standar maksimal
yang diperkenankan bila mengacu pada baku mutu Kep.Men.LH. No. 51 tahun 2004 yaitu 80 mgL. Namun berdasarkan baku mutu badan dunia
UNESCOWHOUNEP 1992 nilai TSS yang diperbolehkan tidak boleh melebihi 22 mgL, dengan demikian kadar TSS di salah satu titik pengamatan
telah menyentuh garis baku mutu yang diperbolehkan Lampiran 2. Total padatan tersuspensi diduga berasal dari daratan berupa bahan-bahan yang terbawa oleh
sungai terutama Kali Ciliwung yang langsung menuju ke Perairan Marina. Penduduk di daerah hulu sungai masih menganggap bahwa sungai merupakan
tempat pembuangan sampah terpanjang di dunia, sedangkan penduduk kota dan wilayah pesisir Laut Marina menganggap laut sebagai tempat sampah terbesar di
dunia. Bahan-bahan buangan yang masuk ke sungai bersumber dari aktivitas industri, domestik dan pertanian. Limbah yang berasal dari daerah bagian hulu
Sungai Ciliwung lebih didominasi oleh limbah pertanian, di bagian hilir didominasi limbah domestik dan industri dan di daerah pesisir beban limbah
pelabuhan serta industri menjadi lebih dominan Soeharsono, 2005. Kontribusi limbah domestik saja diperkirakan mencapai 150.000 tonhari Anonim, 2004.
Akumulasi limbah industri, domestik dan pertanian inilah yang mempengaruhi nilai total padatan tersuspensi Perairan Marina, bahkan diperkirakan 100.000
tontahun lumpur dari Sungai Ciliwung masuk ke Perairan Marina. Perubahan fisik yang terjadi di bagian hulu Sungai Ciliwung berupa
bertambahnya kawasan pemukiman dan pertanian turut memicu besarnya masukan limbah ke Perairan Marina Fakhrudin dan Wibowo, 1998. Daerah
aliran sungai DAS Ciliwung di bagian hulu memiliki curah hujan sangat tinggi berkisar antara 4000 - 4500 mmtahun, sehingga bila terjadi hujan dengan
intensitas tinggi maka peluang masuknya berbagai limbah dan bahan-bahan
tererosi ke Perairan Marina makin besar, yang dikenal dengan banjir kiriman Bogor. Hal ini menunjukkan bahwa daerah hulu Sungai Ciliwung memiliki andil
cukup besar terhadap masuknya limbah ke Perairan Teluk Jakarta khususnya Marina. Kondisi tersebut diperparah dengan tingginya tingkat erosi di bantaran
Sungai Ciliwung. Fakta mengenai erosi ini pernah dilaporkan oleh Fakhrudin dan Wibowo 1998, yang menyebutkan bahwa daerah hulu Sungai Ciliwung
berdasarkan metode sediment yield dikategorikan sebagai kawasan dengan tingkat erosi kerusakan cepat. Data klasifikasi lahan berdasarkan tingkat erosi
ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4. Klasifikasi lahan berdasarkan erosi atau sediment yield
No. Kondisi Lahan
Sediment yield mmtahun
Erosi Tonhatahun
1. 2.
3. 4.
Baik Sedang
Kerusakan cepat Kerusakan sangat cepat
0.60 0.60-1.50
1.50-4.00 4.00
65 65-150
150-330 330
Sumber. Fakhrudin dan Wibowo, 1998.
Nilai parameter TSS rata-rata stasiun 1, 2 dan 3 masing-masing adalah 19.63 mgL, 18.10 mgL dan 11.16 mgL. Data tersebut mengindikasikan
kecenderungan bahwa nilai TSS menurun dengan bertambahnya jarak dari garis pantai semakin ke arah laut. Hasil tersebut bermakna bahwa kandungan TSS
dipengaruhi oleh jarak, dengan stasiun 1 sebagai kawasan bernilai TSS tertinggi. Stasiun 1 sebagai kawasan yang mewakili muara secara langsung sebagai tempat
penampungan bahan-bahan yang masuk melalui sungai, sehingga kandungannya relatif lebih tinggi dibandingkan kawasan yang lebih jauh dari garis pantai. Hal ini
diduga karena pada stasiun 2 dan stasiun 3, jarak sumber limbahnya semakin jauh serta berlangsungnya proses pencucian sehingga bahan pencemar segera
terdispersi dan mengalami pengenceran Barnabe dan Quet, 1997. Menurut Benoit 1971 proses dispersi di perairan laut terjadi karena adanya pengaruh
pergerakan angin. Penurunan kualitas air, terutama TSS dapat menghambat laju fotosintesis tumbuhan air, sedangkan di dasar perairan akan mengakibatkan
sedimentasi yang dapat mengganggu kehidupan organisme di dalamnya termasuk
menutupi karang dan dampak jangka panjang mempercepat terjadinya pendangkalan.
4.4. Kualitas Kimia Perairan Marina 4.4.1. pH dan Alkalinitas
Perairan Marina memiliki nilai pH antara 7 - 8.57. Kisaran tersebut masih berada pada kategori yang layak untuk kegiatan sektor perikanan. Berdasarkan
kriteria UNESCOWHOUNEP 1992 tentang parameter kualitas air untuk menopang kehidupan organisme perairan, rentang pH yang diperbolehkan adalah
6.0 - 9.0, dengan demikian nilai pH Perairan Marina belum melampaui batas toleransi yang dianjurkan. Hasil pengukuran pH yang relatif tidak bervariasi ini
kemungkinan disebabkan karena adanya sistem penyangga buffering capacity yang tergambar dari nilai alkalinitas. Nilai alkalinitas pada penelitian ini berkisar
antara 144.710 - 130.781 mgL Lampiran 2. Hariyadi 2002 menyatakan bahwa nilai alkalinitas 100 dikategorikan relatif tinggi. Nilai alkalinitas menunjukkan
daya atau kapasitas buffer perairan, yakni sifat perairan terhadap perubahan pH, sehingga dapat dikatakan bahwa kapasitas penyangga Perairan Marina relatif
tinggi, yang berarti pH perairan tidak mudah berubah. Namun demikian bukan berarti pH di perairan laut tidak dapat berubah secara drastis, karena apabila
terjadi pembebanan limbah perairan terus menerus baik berasal dari limbah domestik maupun industri, maka akan terjadi perubahan pH secara signifikan.
Perubahan pH dengan rentang yang sangat jauh akan membahayakan kelangsungan hidup organisme. Nilai pH yang sangat rendah akan menyebabkan
mobilitas berbagai senyawa logam berat terutama aluminium yang bersifat toksik semakin tinggi. Kondisi tersebut akan membahayakan bagi kelangsungan hidup
biota air, sedangkan pH yang tinggi, akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam perairan akan terganggu Wetzel, 1975. Kenaikan
pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang bersifat toksik bagi organisme.
4.4.2. Oksigen Terlarut DO
Nilai rata-rata oksigen terlarut Perairan Marina pada stasiun 1, 2 dan 3, masing-masing sebesar 5.04 mgL, 5.30 mgL dan 5.94 mgL, sehingga dapat
disimpulkan nilai oksigen terlarut pada ketiga stasiun relatif merata dengan kondisi belum melampaui baku mutu yang berlaku yaitu 5 mgL Kep.Men.LH.
No. 51 tahun 2004. Menurut Kennish 1992 tetap terjaganya konsentrasi oksigen terlarut perairan laut karena faktor angin dan arus. Lebih lanjut dinyatakan
kuatnya angin dan arus akan mempengaruhi kelarutan oksigen perairan, karena salah satu sumber oksigen berasal dari atmosfer. Tiupan angin akan menekan
udara ke permukaan laut, sehingga difusi udara dari atmosfer ke permukaan laut berlangsung maksimal dan pada gilirannya dapat meningkatkan kadar oksigen
terlarut terutama pada lapisan permukaan. Konsentrasi oksigen perairan berasal dari dua sumber yaitu dari difusi udara dan proses fotosintesis tumbuhan air.
Proses fotosintesis selain menghasilkan karbohidrat juga memproduksi oksigen. Meskipun demikian konsentrasi DO Perairan Marina tetap harus diwaspadai
karena nilai hasil pengamatan di atas telah berada pada level menghawatirkan, dengan kata lain hampir mendekati baku mutu, bahkan bila mengacu kepada baku
mutu badan dunia UNESCOWHOUNEP 1992 yaitu 5.6 - 9.0 mgL, maka DO pada stasiun 1 dan 2 telah dikategorikan tercemar.
Kondisi tersebut menggambarkan minimnya kandungan oksigen terlarut di Perairan Marina. Faktor yang mempengaruhi rendahnya konsentrasi oksigen
terlarut di Perairan Marina diduga ada kaitannya dengan melimpahnya limbah organik, terutama yang berasal dari masukan Sungai Ciliwung. Dugaan ini sejalan
dengan temuan Michael, et al. 1993 yang melaporkan hasil penelitiannya bahwa konsentrasi oksigen di Chesapeake Bay 1 mgL sebagai dampak tingginya
kandungan bahan organik perairan. Oksigen terlarut perairan dipengaruhi bahan organik yang terdapat di dalamnya karena mikroorganisme pengurai
membutuhkan oksigen untuk perombakannya, sehingga ketersediaan oksigen perairan menjadi rendah. Kandungan limbah organik di Perairan Marina berasal
dari aktivitas di sepanjang Kali Ciliwung, baik hulu maupun hilir sebagai sungai yang langsung mengalir ke Muara Marina. Buangan tanpa pengolahan terlebih
dahulu akan menyumbangkan limbah dalam bentuk padatan tersuspensi dan bahan
buangan yang memerlukan oksigen. Hal ini menyebabkan terhambatnya regenerasi oksigen karena terjadi konsumsi oksigen oleh mikroorganisme untuk
merombak bahan buangan yang memerlukan oksigen. Faktor lain yang diduga menjadi penyebab rendahnya nilai oksigen terlarut adalah suhu rata-rata Perairan
Marina yang relatif tinggi yaitu pada stasiun 1, 2 dan 3 masing-masing sebesar 29.83
o
C, 33.50
o
C dan 30.50
o
C. Tingginya suhu di Perairan Marina, tidak lepas dari pengaruh pemanasan global. Barnabe dan Quet 1997 menyatakan bahwa
telah terjadi peningkatan suhu rata-rata tahunan laut global sebesar 0.75
o
Ctahun dengan peningkatan maksimum sebesar 2.2
o
Ctahun. Peningkatan tersebut bersumber dari sejumlah aktivitas manusia yang menghasilkan emisi-emisi seperti
CO
2
dengan peningkatan 30 dalam kurun waktu 10 tahun, chlorofluoro carbon CFC 25, bahkan methana mencapai 100. Data-data tersebut dicatat pada
periode tahun 1983-1993.
4.4.3. BOD
5
Nilai BOD
5
rata-rata Perairan Marina di stasiun 1, 2 dan 3 masing-masing sebesar 4.15 mgL, 4.49 mgL dan 4.65 mgL, dengan demikian nilai BOD
5
pada Perairan Marina masih memenuhi kriteria baku mutu untuk kehidupan biota laut,
bahkan jauh di bawah ambang batas yang ditentukan yaitu 20 mgL Kep.Men.LH. No. 51 tahun 2004. Meskipun demikian tetap harus diwaspadai
karena sesungguhnya nilai-nilai BOD
5
yang diperoleh telah mendekati ambang tercemar, bila mengacu pada baku mutu UNESCOWHOUNEP 1992 yaitu
tidak lebih dari 6.0 mgL. Hasil ini juga dapat bermakna adanya kemungkinan dominasi bahan-bahan pencemar toksik di Perairan Marina yang dapat
menghambat aktivitas mikroba perombak bahan organik. Menurut Effendi 2003 pada perairan yang banyak mengandung bahan-bahan toksik dapat mengakibatkan
nilai BOD
5
yang diperoleh kurang akurat karena bahan-bahan toksik yang terdapat dalam sampel air dapat menghambat bahkan mematikan mikroorganisme
perombak bahan organik.
4.4.4. COD
Berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan nilai COD rata-rata Perairan Marina di stasiun 1, 2 dan 3 masing-masing sebesar 302.71 mgL, 303.93 mgL
dan 309.32 mgL. Nilai-nilai tersebut tidak saja telah melampaui baku mutu yaitu 200 mgL UNESCOWHOUNEP, 1992, namun juga jauh lebih besar dari nilai
COD hasil pemantauan kualitas Perairan Teluk Jakarta secara umum yang berkisar antara 28.88 - 38.46 mgL Aboejowono, 2000, kemudian pada tahun
2004 nilai COD Teluk Jakarta berkisar antara 60.19 - 114.56 mgL, dan untuk Marina sebesar 66.02 mgL BPLHD, 2004. Hasil ini memberikan gambaran
bahwa Perairan Marina telah tercemar khususnya oleh limbah organik dengan kecenderungan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kondisi tersebut juga
mengindikasikan bahwa bahan pencemar di Perairan Marina diduga didominasi oleh bahan organik yang sifatnya sulit terdegradasi seperti selulosa, fenol,
polisakarida , lignin, benzene dan bahan-bahan lainnya.
4.4.5. NH
3
dan NO
3 -
Konsentrasi amoniak NH
3
di Perairan Marina berkisar antara 0.143 - 0.478 mgL. Kisaran nilai tersebut pada beberapa titik pengamatan Lampiran 2
belum melampaui baku mutu bila mengacu kepada Kep.Men.LH No. 51 tahun 2004 yaitu 0.3 mgL, namun tetap harus diwaspadai karena bila mengacu pada
ketentuan badan dunia UNESCOWHOUNEP, 1992 yaitu 0.005 - 0.025 mgL, maka nilai NH
3
Perairan Marina telah jauh melampaui baku mutu. Kandungan amoniak di Perairan Marina diduga berasal dari sejumlah aktivitas antropogenik
seperti industri, domestik serta kegiatan pertanian. Goldman Horne 1983 menyatakan bahwa sumber NH
3
di perairan berasal dari proses difusi udara atmosfer limbah industri, domestik dan pertanian
yang masuk ke badan perairan melalui erosi tanah. Sedangkan Kennish 1997 menambahkan bahwa selain dari kegiatan domestik dan pertanian sumber
amoniak juga berasal dari pemecahan nitrogen organik protein dan urea dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air hasil dekomposisi bahan
organik tumbuhan dan biota air yang mati. Selain itu limbah aktivitas metabolisme biota akuatik berupa tinja juga mengeluarkan amonia. BPLHD
2004 menyebutkan bahwa kadar NH
3
di sepanjang Teluk Jakarta berasal dari daratan melalui pupuk limbah pertanian maupun berasal dari limbah domestik
berupa sampah organik yang mengalami proses pembusukan. Kandungan nitrogen dalam bentuk nitrat NO
3 -
pada stasiun 1, 2 dan 3 adalah 0.146 mgL, 0.168 mgL dan 0.211 mgL. Hasil pengukuran di ketiga
stasiun tersebut telah melampaui baku mutu menurut Kep.Men.LH. No. 51 tahun 2004 yaitu 0.008 mgL. Nilai konsentrasi nitrat pada penelitian ini juga relatif
lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil pemantauan BPLHD 2004 yaitu kandungan nitrat di Muara Marina sebesar 0.100 mgL. Hasil tersebut
menggambarkan bahwa Perairan Marina telah tercemar oleh nitrat, meskipun nitrat merupakan bentuk utama nitrogen di perairan dan sebagai nutrien utama
bagi pertumbuhan tanaman dan alga, namun kadar nitrat yang tinggi 0.2 mgL berpotensi mengakibatkan terjadinya eutrofikasi pengayaan perairan Effendi,
2003. Goldmen dan Horne 1983 menyatakan bahwa nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik, namun konsumsi air yang mengandung kadar nitrat
yang tinggi akan menurunkan kapasitas darah untuk mengikat oksigen.
4.4.6. PO
4 3-
Konsentrasi posfat rata-rata pada stasiun 1, 2 dan 3 Perairan Marina masing-masing sebesar 0.202 mgL, 0.098 mgL dan 0.09 mgL. Kadar PO
4 3-
pada ketiga stasiun tersebut bila dibandingkan dengan baku mutu
UNESCOWHOUNEP 1992 yaitu 0.005 - 0.020 mgL dan Kep.Men.LH. No. 51 tahun 2004
≤ 0.015, maka kadar PO
4 3-
pada setiap titik pengamatan telah melampaui batas toleransi untuk kehidupan biota laut, dengan kata lain Perairan
Marina telah tercemar fosfat. Keberadaan posfat di perairan biasanya relatif kecil, bahkan lebih sedikit daripada kadar nitrogen, karena sumber posfat lebih sedikit
dibandingkan dengan sumber nitrogen di perairan Effendi, 2003. Meskipun demikian, kandungan posfat akan meningkat bila mendapatkan masukan dari luar
antropogenik Kennish, 1992. Hal inilah yang diduga menjadi penyebab tingginya kandungan posfor di Perairan Marina. Kennish 1992 melaporkan
bahwa sumber antropogenik Posfor berasal dari limbah industri dan domestik khususnya detergen. Limpasan air dari daerah pertanian yang menggunakan
pupuk saat terjadi erosi juga memberikan kontribusi cukup besar bagi keberadaan posfor di perairan.
4.4.7. Logam Pb dan Cd
Kandungan logam berat dalam air laut secara alami umumnya kecil, tetapi apabila dijumpai kadar logam yang tinggi, berarti telah terjadi pencemaran.
Pencemaran kadar logam berat di perairan pantai lebih banyak disebabkan oleh kegiatan manusia di daratan sekitarnya dan biasanya berasal dari limbah industri.
Kandungan logam berat yang diamati pada Perairan Marina adalah timbal Pb dan kadmium Cd.
Nilai rata-rata konsentrasi timbal pada stasiun 1, 2 dan 3 berturut-turut adalah 0.92 mgL, 0.108 mgL dan 0.129 mgL. Nilai tersebut telah jauh
melampaui baku mutu yang diperkenankan. Batas maksimal kandungan logam Pb untuk biota laut yang tertuang dalam Kep.Men.LH. No. 51 tahun 2004 yaitu 0.01
mgL, dengan demikian Perairan Marina telah tercemar oleh timbal. Tingginya konsentrasi Pb di Perairan Marina diduga kuat berasal dari air buangan industri.
Konsentrasi unsur Pb yang masuk ke perairan bersumber dari aktivitas manusia, terutama dari limbah industri, perkotaan dan pertanian Sumadhiharga, 1995.
Mulyono 2000 melaporkan hasil penelitiannya bahwa Pb merupakan logam berat dengan konsentarsi paling tinggi yang terdapat pada ikan di Teluk Jakarta.
Hal ini terjadi karena Pb tidak hanya berasal dari daratan, namun juga dari udara melalui hasil pembakaran kendaraan bermotor. Emisi Pb terutama berasal dari
buangan gas kendaraan bermotor. Emisi tersebut merupakan hasil samping dari pembakaran yang terjadi
dalam mesin-mesin kendaraan. Timbal sebagai hasil samping dari pembakaran ini berasal dari senyawa tetrametil-Pb dan tetraetil-Pb yang selalu ditambahkan
dalam bahan bakar kendaraan bermotor dan berfungsi sebagai anti ketuk anti- knock
pada mesin-mesin kendaraan. Timbal pada lapisan udara dalam bentuk tetraetil
-Pb akan terurai membentuk trietil-Pb, dietil-Pb dan monoetil-Pb. Semua senyawa uraian dari tetraetil-Pb tersebut sulit larut dalam minyak, namun dapat
larut dengan baik dalam air dan Pb dari udara dapat masuk ke badan perairan terutama melalui bantuan air hujan Palar, 2004.
Logam berat kadmium Cd yang terdeteksi di Perairan Marina di stasiun 1, 2 dan 3 berturut-turut adalah 0.057 mgL, 0.001 mgL dan 0.017 mgL, seperti
halnya logam timbal, maka konsentrasi kadmium juga telah melewati ambang batas yang diperbolehkan untuk mendukung kehidupan biota laut yaitu antara
0.001 mgL Kep.Men.LH. No. 51 tahun 2004. Kondisi ini memperlihatkan bahwa Perairan Marina telah tercemar oleh logam Cd, terutama pada muara yang
terindikasi dari nilai Cd di stasiun 1 tertinggi dibandingkan stasiun 2 dan 3. Hal ini disebabkan muara merupakan pintu dari aliran sungai yang menuju ke laut
sebagai pembawa pencemar Cd. Sumber pencemar Cd ini diduga berasal dari limbah domestik yang mengalir melalui sungai terutama Kali Ciliwung. Logam
Cd sangat banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti sebagai bahan pewarna dalam industri plastik, elektroplanting, fotografi dan penggunaan
lainnya.
4.5. Kualitas Biologi Perairan Marina 4.5.1. Komposisi Jenis dan Kepadatan Makrozoobenthos
Makrozoobenthos yang dapat dikumpulkan pada penelitian ini berjumlah 1638 individu dari 9 genus. Bila dilihat dari jumlah jenis pada setiap stasiun
pengamatan, maka genus Mactra sp. menduduki urutan tertinggi Gambar 4, 5 dan 6.
Komposisi Makrozoobenthos di Pantai Marina Ancol Stasiun 1
98 1
1 Venerupis deccusata
Chione undotella Tellina
Mactra
Gambar 4. Komposisi makrozoobenthos stasiun 1 Perairan Marina
Komposisi makrozoobenthos di Perairan Marina stasiun 1
Komposisi Makrozoobenthos di Pantai Marina Ancol Stasiun 2
1 3
94 1
1
Chione undotella Mactra
Lucina muricata Divaricella divaricata
Barbatia Chamelea gallina
Gambar 5. Komposisi makrozoobenthos stasiun 2 Perairan Marina
Komposisi MAkrozoobenthos di Pantai Marina Stasiun 3
98 2
Venerupis deccusata Chione undotella
Tellina Mactra
Lucina muricata
Gambar 6. Komposisi makrozoobenthos stasiun 3 Perairan Marina Dominasi Jenis Mactra sp. dengan interval jumlah kepadatan sangat jauh
dibandingkan jenis lain ini mengindikasikan bahwa pada Perairan Marina telah tercemar karena dijumpainya spesies dominan di Perairan Marina yaitu Mactra sp
bentuk-bentuk makrozoobenthos yang ditemukan di Perairan Marina ditampilkan di Lampiran 6. Data tersebut juga memberikan gambaran bahwa jenis benthos
yang mampu bertahan di Perairan Marina adalah jenis-jenis tertentu, dan kondisi ini mengakibatkan munculnya dominasi jenis tertentu. Hasil tersebut juga
memberikan gambaran bahwa keragaman jenis makrozoobenthos sangat sedikit
Komposisi makrozoobenthos di Perairan Marina stasiun 2
Komposisi makrozoobenthos di Perairan Marina stasiun 3
yaitu hanya 9 jenis yang dijumpai. Data komposisi dan kepadatan makrozoobenthos secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5.
4.5.2. Kelimpahan Fitoplankton
Kelimpahan fitoplankton pada Perairan Marina di setiap stasiun secara umum didominasi oleh jenis Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp Gambar 7, 8
dan 9. Gambaran ini bermakna bahwa dari aspek kelimpahan fitoplankton di lingkungan Perairan Marina, telah terjadi ketidakseimbangan lingkungan karena
munculnya dominasi jenis tertentu. Ketidakseimbangan tersebut diduga menyangkut keadaan fisik dan kimia lingkungan yang membuat sebagian besar
organisme tertekan. Perubahan lingkungan fisik dan kimia dalam, tempo cepat akan berdampak pada kelimpahan jenis masing-masing fitoplankton. Hal ini
karena fitoplankton memiliki umur yang sangat singkat. Faktor fisik dan kimia yang dimaksud antara lain intensitas cahaya matahari, suhu, nutrien, konsentrasi
logam berat dan struktur komunitas fitoplankton. Goldman dan Horne 1983 menyatakan bahwa struktur komunitas fitoplankton selain ditentukan oleh kondisi
fisika dan kimia perairan juga dipengaruhi faktor internal fitoplankton bersangkutan.
Spesies Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. merupakan fitoplankton dari kelompok diatom yang bersifat non toxic, namun berpotensi menimbulkan
blooming Wood, 1987. Menurut Arinardi, et al. 1997 Skeletonema dapat
dijadikan sebagai indikator untuk mengestimasi pencemaran dari unsur hara, karena Skeletonema sp. akan melimpah di perairan dengan kadar nutrien tinggi.
Fitoplankton jenis Chaetoceros sp. memiliki kelebihan yaitu kemampuannya mensintesis zat hara yang tinggi, sehingga populasinya di suatu perairan lebih
dominan dan melimpah Sahubawa, 2001. Sahubawa 2001 sebagaimana mengutip Miyata dan Hatori 1986 menyatakan bahwa fitoplankton kelompok
diatom memiliki kemampuan konsumsi nutrisi yang besar serta dapat menyimpan senyawa nitrat dan fosfat sebagai cadangan makanan dalam sel. Hasil ini juga
memberikan indikasi kemungkinan bahwa dominasi Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp.
karena keduanya merupakan spesies “endemik” artinya bukan berasal dari tempat lain sehingga memiliki daya toleransi tinggi terhadap
lingkungannya. Dugaan tersebut setidaknya berdasarkan fakta bahwa hasil pemantauan yang dilakukan BPLHD DKI 2004 di sepanjang Teluk Jakarta
menunjukkan jenis Skeletonema sp. dan Chaetoceros sp. juga dominan. Data kelimpahan fitoplankton Perairan Marina di setiap stasiun dapat dilihat pada
Lampiran 6.
Kelimpahan fitoplankton stasiun1.
2 1
1 64
32 Coscinodiscus
Peridinium Thallassionema
Ceratium Nitzchia
Skeletonema Chaetoceros
Gambar 7. Kelimpahan fitoplankton stasiun 1 Perairan Marina
Kelimpahan fitoplankton stasiun 2
57 43
Coscinodiscus Peridinium
Thallassionema Ceratium
Nitzchia Skeletonema
Chaetoceros
Gambar 8. Kelimpahan fitoplankton stasiun 2 Perairan Marina
Kelimpahan fitoplankton stasiun 3
55 45
Coscinodiscus Peridinium
Thallassionema Ceratium
Nitzchia Skeletonema
Chaetoceros
Gambar 9. Kelimpahan fitoplankton stasiun 3 Perairan Marina
Rendahnya kelimpahan fitoplankton pada penelitian ini kemungkinan juga disebabkan oleh besarnya bahan-bahan berupa limbah yang masuk ke Perairan
Marina, sehingga menurunkan kecerahan perairan dan meningkatkan kekeruhan. Kekeruhan yang tinggi akan menghambat penetrasi cahaya dan mengganggu
sistem pernapasan dan proses fotosintesis yang dilakukan oleh biota air termasuk fitoplankton, bahkan tingkat kekeruhan yang terlampaui tinggi dapat
menyebabkan kematian golongan fitoplankton tertentu seperti copepods Uriarte and Villate, 2005. Kelimpahan fitoplankton dari waktu ke waktu dapat berubah
sesuai dengan perubahan kondisi lingkungan perairan. Satu spesies dapat lebih dominan dari spesies lainnya pada interval waktu yang relatif pendek sepanjang
tahun Marshall, 2005.
4.6. Kualitas Sedimen Perairan Marina
Kualitas sedimen yang berada di dasar perairan akan mempengaruhi kualitas air di sekitarnya, disamping itu kualitas sedimen juga dapat menunjukkan
adanya proses sedimentasi dari limbah yang terbawa dari darat maupun akibat kegiatan di perairan. Pengamatan kualitas sedimen pada penelitian ini yaitu
kandungan logam Pb dan Cd serta tekstur.
4.6.1. Kandungan Logam Sedimen
Kandungan logam berat sedimen yang diteliti adalah Pb dan Cd. Konsentrasi Pb dan Cd pada sedimen penting untuk diketahui karena sedimen
merupakan salah satu sumber pencemar, terutama bila terjadi akumulasi dalam waktu yang lama. Nilai rata-rata kandungan Pb dan Cd ditampilkan pada Tabel 5
berikut. Tabel 5. Nilai rata-rata kandungan Pb dan Cd sedimen Marina
Kandungan logam mgkg pada stasiun Logam
Satu Dua Tiga
Pb Cd
0.973 0.217
0.834 0.282
0.826 0.319
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa kandungan logam Pb dan Cd pada masing-masing stasiun relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan
kandungan logam berat yang terlarut dalam air, dengan sebaran relatif merata. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa proses akumulasi logam berat dalam
sedimen telah berlangsung dalam periode relatif lama. Unsur logam berat terlarut dalam air akan dipengaruhi proses hidrodinamika seperti pasang surut, ombak,
gelombang, arus dan sebagainya. Kemudian lambat laun logam berat akan mengendap ke dasar perairan. Posisi Perairan Marina persis berhadapan dengan
daratan Pantai Ancol, sehingga proses pencemaran relatif lebih besar dan penyebaran bahan pencemar, khususnya logam berat akan lebih merata. Meskipun
demikian dalam periode relatif lama, kandungan logam berat dalam air akan mengendap dan terakumulasi pada sedimen.
Data untuk logam Pb pada sedimen Perairan Marina Tabel 5 bila dibandingkan dengan Penelitian di Teluk Jakarta secara umum yang dilaporkan
oleh Suharsono 2005 jauh lebih rendah yaitu 27.6 - 70.1 mgkg. Hal ini diduga berkaitan dengan komposisi tekstur sedimen Perairan Marina yang relatif kasar
yaitu pasir Riani, et al., 2005. Menurut Hutabarat dan Evans 1985 terdapat hubungan antara kandungan bahan pencemar dengan ukuran partikel sedimen.
Sedimen dengan fraksi halus seperti lumpur dan liat memiliki persentase kandungan bahan pencemar relatif lebih tinggi daripada sedimen kasar. Hal
tersebut disebabkan adanya gaya tarik menarik elektrokimia antara partikel sedimen dengan partikel mineral, pengikatan oleh partikel organik dan pengikatan
oleh sekresi lendir organisme. Penyebaran konsentrasi yang relatif merata juga terlihat pada parameter
kadmium Cd dan sebagaimana data Pb, logam Cd juga menunjukkan konsentrasi yang relatif tinggi, setidaknya bila dibandingkan dengan kandungan
Cd pada perairan Tabel 5. Data hasil pengukuran kedua logam tersebut menunjukkan bahwa proses akumulasi logam berat dalam sedimen telah
berlansung dalam periode yang relatif lama. Kandungan logam berat yang masuk ke Perairan Marina umumnya berasal dari aktivitas industri yang masuk melalui
sungai terutama Sungai Ciliwung, selain itu kedua logam juga dapat berasal dari kawasan sekitar pantai dan laut melalui sarana transportasi khususnya logam Pb
yang digunakan dalam bahan bakar transportasi untuk menaikkan nilai oktan pada kendaraan.
4.6.2. Tekstur Sedimen
Sedimen perairan laut dangkal merupakan lingkungan yang sangat komplek, karena berasal dari beberapa sumber seperti sedimen dari daratan yang
dibawa air sungai dan sedimen dari laut. Sedimen di dalam perairan akan terbawa oleh gerakan arus dan gelombang, sesuai dengan ukuran dan densitasnya.
Kondisi tekstur sedimen Perairan Marina di ketiga stasiun didominasi oleh kandungan pasir dengan komposisi pasir pada stasiun 1, 2 dan 3 masing-masing
sebesar 67.375 , 85.655 dan 68.560 . Fraksi kedua tertinggi adalah debu dan terakhir fraksi liat. Fraksi sedimen Perairan Marina sesuai ukuran partikel
ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai rata-rata persentase tekstur sedimen
Fraksi sedimen Stasiun
Pasir Debu Liat
Satu Dua
Tiga 67.375
85.655 68.560
23.566 8.575
17.340 9.065
5.765 6.39
Kondisi dominan fraksi pasir di Perairan Marina diduga karena oleh
posisi Perairan Marina yang terletak persis di depan daratan Pantai Ancol yang merupakan kawasan gelombang atau ombak pecah, sehingga menimbulkan
kondisi dinamis. Kawasan dengan kondisi demikian, dapat menyebabkan fraksi yang berukuran besar dan berat seperti pasir dapat lebih mengendap dibandingkan
fraksi halus, dengan kata lain partikel yang berukuran lebih besar akan lebih cepat mengendap di dasar perairan sedangkan partikel yang lebih kecil akan terbawa
jauh ke lautan dan akhirnya mengendap di daerah yang relatif tenang, dan kemungkinan inilah yang menjadi penyebab tingginya fraksi pasir di Perairan
Marina. Dugaan tersebut diperkuat oleh penyataan Syamsudin dan Kardana 1996 bahwa pengendapan sedimen ke arah laut dipengaruhi oleh ombak, arus
laut dan pasang surut. Nybakken 1992 menyatakan partikel yang lebih besar mengendap lebih cepat daripada partikel yang lebih kecil dan arus yang kuat
mempertahankan partikel dalam suspensi lebih lama daripada arus yang lemah. Oleh karena itu, substrat pada tempat yang arusnya kuat akan dominan partikel
kasarnya pasir atau kerikil, karena hanya partikel besar yang akan mengendap, sedangkan jika perairan tenang dan arus lemah, lumpur halus akan mengendap.
Fraksi sedimen erat hubungannya dengan kandungan oksigen dan ketersediaan nutrien dalam sedimen. Sedimen yang didominasi fraksi pasir
memiliki kandungan oksigen relatif lebih besar dibandingkan sedimen berstruktur halus. Hal ini karena sedimen berpasir terdapat pori udara yang memungkinkan
terjadinya pencampuran yang lebih intensif, tetapi sedimen dominan pasir relatif rendah kandungan nutrien. Kondisi sebaliknya terdapat pada sedimen dengan
fraksi substrat lebih halus, walaupun oksigen relatif terbatas namun cukup tersedia nutrien dalam jumlah lebih besar Wood, 1987. Jenis sedimen yang disukai oleh
mikroorganisme benthos adalah kombinasi dari ketiga fraksi pasir, debu dan liat. Menurut Wood 1987 terdapat hubungan antara kandungan bahan organik dan
ukuran pertikel sedimen. Sedimen dengan dominasi fraksi halus memiliki persentase bahan organik lebih tinggi daripada sedimen kasar.
Fraksi sedimen tertinggi kedua adalah debu atau lumpur, yang dapat menunjukkan bahwa tingkat sedimentasi Perairan Marina relatif tinggi. Material
sedimen Perairan Marina diduga berasal dari daratan yang dibawa melalui sungai terutama Kali Ciliwung. Suharsono 2005 menyebutkan bahwa material yang
mengendap di Teluk Jakarta berasal dari sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta, termasuk Perairan Marina sebagai bagian dari kawasan Teluk Jakarta. Khusus
untuk Sungai Ciliwung bersama dengan dua sungai besar lainnya yaitu Sungai Cisadane dan Sungai Citarum diperkirakan dapat mengangkut lumpur hingga 4 - 7
juta m
3
tahun Suharsono, 2005. Pertambahan penduduk dan pembangunan ekonomi di sekitar Pantai Marina dan di sepanjang Sungai Ciliwung menuntut
untuk membangun infrastruktur dan fasilitas seperti perumahan, hotel, industri, jalan, sarana rekreasi dan sebagainya. Perubahan lahan fasilitas-fasilitas tersebut
menyebabkan menyusutnya lahan bervegetasi sehingga memacu terjadinya erosi dan sedimentasi. Sedimen merupakan hasil proses alam sebagai hasil dari erosi di
daratan dan terbawa ke laut melalui sungai. Sedimen dapat juga berasal dari pengadukan kembali upwelling dari sedimen yang sebelumnya telah mengendap
di dasar laut Hamilton, 1989.
Kontributor sedimen utama Perairan Marina berasal dari Sungai Ciliwung. Sungai tersebut tidak hanya langsung bermuara ke Perairan Marina, namun juga
melalui kawasan-kawasan pemukiman. Daerah hulu DAS Ciliwung terbentang mulai dari lereng bagian utara Gunung Pangrango, Gunung Gede dan Puncak,
kemudian lereng selatan Gunung Mega Mendung, lalu menyempit di daratan Ciawi. Menurut Fakhrudin dan Wibowo 1998 karakteristik jenis tanah di aliran
Sungai Ciliwung turut memicu tingginya sedimentasi Sungai tersebut yaitu jenis tanah andosol dan latosol. Andosol merupakan jenis tanah yang peka terhadap
erosi karena karakteristiknya sebagai tanah yang telah mengalami perkembangan lanjut, struktur remah, konsistensi gembur dan bersifat licin. Sedangkan tanah
latosol memiliki karakteristik diantaranya berkembang lanjut, tekstur lempung,
struktur remah hingga gumpal. Kondisi keduanya mudah tercuci oleh air hujan dan aliran air yang melaluinya, sehingga sungai yang melaluinya banyak
mengandung lumpur, bahkan pada satu musim penghujan di saat banjir, Sungai Ciliwung dapat mengangkut lebih dari 100.000 ton lumpur Suharsono, 2005.
4.7. Beban Pencemaran Perairan Marina
Tingkat pencemaran yang terjadi di Perairan Marina dari waktu ke waktu semakin tinggi, hal ini disebabkan beban pencemaran yang masuk ke dalam
Perairan Marina kian meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitas di sekitar perairan serta di bagian hulu sungai yang mengalir ke
Muara Marina. Beban pencemaran Perairan Marina dari limbah berbagai kegiatan di luar kawasan Marina yang masuk melalui Sungai Ciliwung didekati
berdasarkan nilai beberapa parameter indikator pencemaran dan debit sungai. Hasil analisis beban pencemaran pada beberapa parameter ditampilkan pada Tabel
7. Tabel 7 menunjukkan bahwa bahan pencemar yang memberikan kontribusi pencemaran tertinggi adalah COD sebesar 4582.176 tonbulan. Nilai tersebut jauh
lebih besar ± 50 kali lebih besar dibandingkan BOD
5
. Metcalf and Eddy 1991 menyatakan bahwa perbedaan konsentrasi COD dan BOD
5
biasanya terjadi pada perairan tercemar berat karena bahan organik yang diuraikan secara kimia lebih
besar dibandingkan secara biologi. Nilai COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik yang dapat
didegradasi secara biologi biodegradable maupun sukar didegradasi non biodegradable
Benoit, 1971. Sedangkan BOD
5
menggambarkan jumlah bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis yaitu jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroba untuk mendekomposisi bahan organik. Hasil penentuan COD dan BOD
5
dapat memberikan gambaran keberadaankandungan pencemar dari golongan bahan organik, dengan demikian dapat dikatakan bahwa bahan
pencemar organik yang masuk ke Perairan Marina relatif dominan. Pasokan bahan organik diduga berasal dari penduduk sekitar pelabuhan seperti pemukiman dan
buangan dari kegiatan pelabuhanpariwisata, serta yang tidak kalah penting adalah beragam aktivitas di sepanjang bantaran Sungai Ciliwung yang menuju ke muara.
Setelah COD, TSS memberikan kontribusi pencemar tertinggi kedua yaitu 297.929 tonbulan. Besarnya sumbangan TSS dapat menimbulkan sedimentasi di
daerah muara yang pada akhirnya menyebabkan pendangkalan. Dampak lainnya akan mempengaruhi intensitas cahaya matahari ke dalam badan air, khususnya di
kawasan estuari. Tingginya nilai TSS akan diikuti dengan peningkatan kekeruhan, sehingga menimbulkan permasalahan di kawasan estuari, karena fungsinya
sebagai daerah peralihan dan pertemuan antara dua massa air yang berbeda. Massa air laut dengan salinitas lebih tinggi bertemu dengan air tawar, sehingga
terjadi perbedaan densitas yang dapat mengakibatkan terjadinya turbulensi yang berdampak pada partikel-partikel mengendap teraduk kembali. Tingginya pasokan
TSS dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jumlah dan aktivitas penduduk di sepanjang Sungai Ciliwung, kondisi tanah, kelerengan dan curah hujan Harijogjo,
et al ., 2002. Tingkat hunian di pinggir Sungai Ciliwung terus bertambah setiap
tahun. Hal ini ditandai dengan penyempitan Sungai Ciliwung yang semestinya memiliki lebar 60 meter, menjadi hanya 15 meter. Persentase penggunaan lahan di
sepanjang Sungai Ciliwung mencapai 71.56 yaitu untuk penggunaan lahan pertanian, pemukiman serta industri Harijogjo, 2002. Sedangkan dari aspek
fisik, bantaran Sungai Ciliwung didominasi jenis tanah andosol dan latosol coklat serta latosol coklat kemerahan yang mencapai luas 32.89 luas wilayah. Kedua
jenis tanah ini diketahui rentan terhadap erosi, terutama bila terjadi hujan. Curah hujan rata-rata di daerah hulu DAS Ciliwung sangat tinggi berkisar antara 4000-
4500 mmtahun Fakhrudin dan Wibowo, 1998. Kondisi tersebut diperparah
dengan tingkat kelerengan relatif tinggi yaitu 40 di sekitar 40.20 luas wilayah DAS Ciliwung.
Tabel 7. Nilai beban pencemar beberapa parameter yang masuk ke Muara Marina melalui Sungai Ciliwung
Beban pencemar tonbulan Parameter Satuan
I II III
Rerata
TSS BOD
COD NH
3
NO
3 -
PO
4 3-
Pb Cd
mgL mgL
mgL mgL
mgL mgL
mgL mgL
364.967 57.673
6118.610 2.524
0.244 3.712
4.117 0.272
378.962 74.475
5336.436 7.236
0.849 0.229
0.015 0.954
149.859 56.311
2291.481 2.158
5.548 2.250
0.045 0.005
297.929 62.819
4582.176 3.973
2.214 2.064
1.392 0.410
Beban limbah yang mewakili pencemar dari golongan nutrien yaitu NH
3
, NO
3 -
, dan PO
4 3-
masing-masing sebesar 3.973 tonbulan, 2.214 tonbulan dan 2.064 tonbulan. Pasokan limbah NH
3
, NO
3 -
dan PO
4 3-
diduga tidak hanya berasal dari kegiatan pertanian melalui pemupukan, namun juga dapat berasal dari
aktivitas perkotaan. Konsentrasi amoniak dan nitrat dapat berasal dari aktivitas domestik, karena kandungan limbah domestik pada umumnya terdiri atas
karbohidrat, lemak dan protein. Penguraian zat nutrisi lemak dan protein akan menghasilkan amoniak dan nitrat. Kandungan fosfat selain berasal dari kegiatan
pemupukan dan industri kimia, juga dari detergen yang digunakan masyarakat luas, bahkan detergen diperkirakan memberikan kontribusi unsur posfat di
perairan Sungai Ciliwung mencapai 50 . Hal ini karena di dalam detergen mengandung poliphosphat yang terdapat pada surfaktan linier alkylbenzene
Anonim, 2006.
4.8. Kapasitas Asimilasi Perairan Marina