Masalah ketersediaan sarana lembaga keuangan dan fasilitas listrik sama pentingnya jika dibandingkan dengan pengaruh berbagai indikator-indikator
lainnya yang tidak dapat diabaikan oleh pemerintah. Para investor sangat membutuhkan lembaga keuangan di negara yang akan diinvestasikan karena
dibutuhkan modal dalam bentuk mata uang negara tersebut. Demikian halnya juga jika kekurangan fasilitas listrik, karena tenaga listrik merupakan salah satu
kebutuhan utama dalam menjalankan suatu usaha. Melalui grafik di atas dapat diketahui bahwa masalah ketersediaan sarana
lembaga keuangan dan masalah fasilitas listrik merupakan hambatan yang terbesar bagi negara Bangladesh masing-masing sebesar 45,7 persen dan 73,2 persen.
Selanjutnya diikuti oleh negara Albania dengan masalah ketersediaan sarana lembaga keuangan sebesar 20,1 persen dan masalah fasilitas listrik sebanyak 57,1
persen.
4.3. Iklim Investasi di Cina, India dan Uganda
Cina dan India telah mengalami pertumbuhan yang sangat mengesankan pada tahun-tahun terakhir ini, yaitu berhasil mengurangi tingkat kemiskinan
dalam jumlah yang sangat besar. Tingkat pertumbuhan perekonomian Cina rata- rata sebesar 8 persen setahunnya selam 20 tahun terakhir dan presentase penduduk
yang hidup di bawah 1 dollar per hari jatuh dari 64 persen pada tahun 1981 menjadi kurang dari 17 persen pada tahun 2001. Pertumbuhan ekonomi India
telah meningkat dari rata-rata 2,9 persen setahun pada tahun 1970-an menjadi 6,7 persen pada pertengahan tahun 1990-an dan persentase penduduknya yang hidup
di bawah pendapatan 1 dollar per hari jatuh dari 54 persen pada tahun 1980 menjadi 34 persen pada tahun 2000.
Cina mengawali iklim investasi yang baik dengan reformasi sistem kepemilikan properti dengan menciptakan suatu insentif baru yang bermanfaat
besar bagi perekonomiannya. India memulainya dengan mengurangi pembatasan perdagangan dan distorsi lain yang meliputi suatu bagian yang signifikan dalam
perekonomiannya. Kedua bentuk reformasi tersebut ditujukan untuk menangani kendala utama serta diimplementasikan dengan cara-cara yang memberikan
keyakinan bagi perusahaan untuk melakukan investasi. Dan reformasi-reformasi awal tersebut selanjutnya diikuti oleh perbaikan-perbaikan yang berkelanjutan
guna mengatasi kendala-kendala yang pada awalnya kurang mengikat serta memperkuat arah kebijakan pemerintah untuk masa yang akan datang.
Hasil dari perbaikan iklim investasi tersebut mengakibatkan PDB per kapita di Cina meningkat 10 kali lipat dari 440 dollar tahun 1980 menjadi 4.475
dollar pada tahun 2002 dalam harga internasional dan di India hampir empat kali lipat dari 670 dollar pada tahun 1980 menjadi 2.570 dollar pada tahun 2002.
Kedua negara tersebut melakukan pengentasan kemiskinan secara dramatis, masing-masing negara dengan caranya sendiri. Namun keduanya
mempertahankan upaya untuk meningkatkan kesempatan dan insentif bagi perusahaan untuk melakukan investasi dengan produktif.
10 20
30 40
50 60
70
1990 1999
1981 2000
1990 2002
Cina India Uganda P
er se
n tase
Investasi Swasta Kemiskinan
Sumber: Laporan World Bank 2005.
Gambar 4.7. Pertumbuhan Investasi Swasta Terhadap Tingkat Kemiskinan di Cina, India dan Uganda
Negara Uganda juga merasakan dampak dari membaiknya iklim investasi di negaranya. Sejak tahun 1990-an Uganda memulai suatu program untuk
memperbaiki iklim investasinya melalui peningkatan stabilitas makro ekonomi, pembatalan pengambilalihan hak properti dari pemerintah terdahulu, pengurangan
bentuk-bentuk pembatasan atas perdagangan, sistem perpajakan dan peradilan yang di reformasi, adanya partisipasi dan kompetisi sektor swasta dalam bidang
telekomunikasi dan dewasa ini upaya untuk memperbaiki peraturan dunia usaha terus berlangsung. Sementara masih banyak tantangan yang harus dihadapi,
upaya-upaya ini telah membuahkan hasil. Porsi kontribusi investasi swasta dalam PDB telah meningkat lebih dari
dua kali lipat antara tahun 1999 sampai dengan 2000. PDB per kapita bertumbuh lebih dari 4 persen dari tahun 1993 sampai dengan 2002 8 kali rata-rata dari
negara-negara di kawasan Afrika Sub-Sahara. Persentase populasi yang hidup di
bawah garis kemiskinan turun dari 56 persen pada tahun 1992 menjadi 35 pada tahun 2000.
4.4. Hasil Estimasi Fungsi Regresi