Diagnostik Model Regresi Variabel bebas akan mempengaruhi variabel terikat. 1. Pengujian Terhadap Model

bebas yang tidak perlu. Bahkan untuk model yang memiliki kecocokan yang rendah Adjusted R-squared dapat memiliki nilai yang negatif. Nilai Adjusted R- squared dapat dihitung sebagai berikut Gujarati, 1993: ∑ e² i N-K Ř² = 1- ∑y² i N-1 dimana k adalah banyaknya parameter dalam model termasuk faktor intersep. Persamaan di atas dapat disederhanakan seperti di bawah ini: σ² Ř² = 1- S² y dimana σ² adalah varians residual dan S² y adalah varians sampel dari Y.

4. Diagnostik Model Regresi

1. Uji Normalistas Uji kenormalan diperlukan pada pengujian hipotesis dan penyusunan selang kepercayaan bagi parameter. Pengaruh ketidaknormalan sisaan terhadap pengujian dan penyusunan selang kepercayaan adalah bahwa taraf nyata yang berkaitan dengan pengujian dan selang kepercayaan tidak lagi sesuai dengan yang ditentukan. Secara eksplorasi, pemeriksaan terhadap asumsi kenormalan dapat dilakukan dengan histogram sisaan maupun plot normal. Apabila bentuk sebaran uji kenormalan berbentuk garis lurus atau tidak setangkup, maka sisaan dapat dikatakan menyebar normal. Jika terjadi masalah ketidaknormalan dapat dilakukan dengan mentransformasikan peubah respon menjadi bentuk yang lebih normal. Secara teori, transformasi tersebut ada apabila sebaran dari variabel respon dapat diketahui. Transformasi ini berguna untuk mengatasi kemenjuluran sebaran sisaan dan ketidaklinearan fungsi regresi. 2. Heteroskedastisitas Menurut Gujarati 1993 suatu model regresi linear harus memiliki varians penyebaran yang sama. Menurutnya, jika asumsi ini tidak dipenuhi maka akan terdapat masalah heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas tidak merusak sifat ketakbiasan dan konsistensi dari penaksir OLS, tetapi penaksir yang dihasilkan tidak lagi mempunyai varians minimum efisien. Konsekuensi bila terjadi heteroskedastisitas, maka akan berakibat: 1. Estimasi dengan menggunakan OLS tidak akan memiliki varians yang minimum atau estimator tidak efisien. Dalam penyampelan berulang penaksir OLS secara rata-rata sama dengan nilai populasi sebenarnya sifat tak bias dan dengan meningkatnya ukuran sampel sampai tak terhingga penaksir OLS mengarah pada nilai sebenarnya sifat konsistensi tetapi variansnya tidak lagi minimum bahkan jika besarnya sampel meningkat secara tak terbatas. 2. Tidak dapat diterapkannya uji nyata tidaknya koefisien atau selang kepercayaan dengan menggunakan formula yang berkaitan dengan nilai varians penyebaran. Pengujian heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah ada variabel yang diamati mengandung informasi yang lebih dibandingkan dengan variabel yang lainnya. Dengan demikian, pengamatan ini seharusnya mendapatkan bobot yang lebih besar dibandingkan yang lain. Hal ini dapat diketahui dengan menggunakan metode kuadrat terkecil terboboti. Plot sisaan yang dapat dipergunakan untuk pengujian heteroskedastisitas adalah plot antara sisaan dengan dugaan respon. Apabila ragam sisaan homogen, maka seharusnya plot antara sisaan tersebut tidak memiliki pola apapun. Sedangkan apabila ragam sisaan tidak homogen, maka plot sisaan tersebut akan berpola. Solusi dari masalah heteroskedastisitas adalah mencari transformasi model asal sehingga model yang baru akan memiliki error-term dengan varians yang konstan. 3. Multikolinieritas Multikolinieritas adalah adanya hubungan linear yang sempurna atau pasti, di antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Tanda-tanda adanya multikolinieritas adalah Gujarati, 1993: 1. Tanda tidak sesuai yang diharapkan. 2. R²-nya tinggi tetapi uji individu tidak banyak yang nyata atau bahkan tidak ada yang nyata. 3. Korelasi sederhana antar variabel individu tinggi r ij tinggi. 4. R² r ij ² menunjukkan adanya multikolinearitas. Masalah multikolinier dapat diketahui melalui ukuran korelasi linear antara dua variabel yang disebut koefisien korelasi hasil kali Pearson. Koefisien korelasi dapat dirumuskan sebagai berikut Gujarati, 1993: n ∑X 1 X 2 – ∑X 1 X 2 s x rX 1 X 2 = = b √ n∑X 1 ² - ∑X 1 ² √ n∑X 2 ² - ∑X 2 ² s y RSS = n-1s ² y -b ² s ² x dimana RSS adalah jumlah kuadrat residual Residual sum of squares. Kedua sisi persamaan dibagi dengan n-1 s² y diperoleh hubungan: RSS r² = 1 - n-1 s² y Karena RSS dan S² y keduanya tidak pernah negatif, maka dapat disimpulkan bahwa r² nilainya pasti antara 0 dan 1. Akibatnya, r mungkin mengambil nilai dari –1 sampai +1 akan terjadi bila RSS = 0 dan semua titik sampel terletak tepat pada suatu garis lurus yang mempunyai kemiringan negatif. Bila semua titik sampel terletak tepat pada suatu garis lurus yang mempunyai kemiringan positif, maka RSS = 0 dan diperoleh nilai +1. Hubungan linear sempurna terdapat antara nilai- nilai X dan Y dalam sampel, bila r = +1 atau –1. Bila r mendekati +1 atau –1, hubungan antara dua peubah itu kuat dan terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya. Akan tetapi bila r mendekati 0, hubungan linear antara X dan Y sangat lemah atau mungkin tidak ada hubungan sama sekali. Pengujian multikolinearitas juga dapat dilakukan dengan menghitung nilai VIF atau Variance Inflation Factor. Nilai VIF ini mengukur seberapa besar ragam dari dugaan koefisisen regresi akan meningkat apabila antar peubah penjelas terdapat masalah multikolinier. Menurut Montgomery dan Peck dalam Modul Praktikum STK 212 Metode Statistika II, Institut Pertanian Bogor terdapat multikolinearitas apabila nilai VIF lebih besar dari 5 atau antara nilai 5 sampai 10, jika nilai VIF lebih kecil dari 5 maka dapat dikatakan tidak ada multikolinearitas. Tindakan perbaikan dari masalah ini adalah Gujarati, 1993: 1. Menggunakan extraneous atau informasi sebelumnya. 2. Mengkombinasikan data cross-sectional dan data deretan waktu. 3. Meninggalkan variabel yang sangat berkorelasi. 4. Mentransformasikan data. 5. Mendapatkan tambahan data baru.

3.3. Metode Evaluasi Kebijakan Iklim Investasi