Gambaran Iklim Investasi di Beberapa Negara

4.2. Gambaran Iklim Investasi di Beberapa Negara

Menurut Bank Dunia, untuk memulai bisnis di Indonesia para pemodal membutuhkan waktu 151 hari, hanya sedikit lebih cepat dibandingkan negara Laos dan Timor Leste. Waktu yang diperlukan memang sangat panjang karena para pemodal harus melewati 12 prosedur. Sedangkan biaya untuk memulai usaha yang harus dikeluarkan para investor mencapai 101,7 persen dari PDB per kapita. Ditambahkannya, untuk sekadar mendapatkan perizinan di Indonesia, pemodal harus menghabiskan waktu 224 hari. Kondisi ini diperburuk oleh adanya praktek korupsi yang merebak di berbagai lembaga pemerintahan. Untuk memperlancar proses perizinan, pemodal terpaksa menyerahkan sejumlah uang. Tidak jarang, setelah menerima uang permintaan pemodal untuk mendirikan usaha tidak segera diselesaikan. Itu sebabnya, ada pemodal yang menyarankan korupsi dilegalkan agar pengusaha mendapatkan kepastian. Regulasi di Indonesia dinilai sangat lemah dan hampir mencakup semua aspek, yaitu seperti regulasi di bidang perpajakan, ketenagakerjaan, perizinan, kepemilikan properti, investasi, dan lain sebagainya. Regulasi yang lemah menyebabkan ketidakpastian kebijakan, ketidakpastian hukum, pungutan liar dan berbagai tindak korupsi merajalela. 32.9 48.2 45.4 20.9 22.4 29.5 27.3 41.5 57.9 37.4 14.5 35.2 36.8 29.5 35.8 29.4 19.1 33.8 22.3 23 45.7 15.6 11.4 26.5 Cina Indonesia Bangladesh India Malaysia Pilipina Neg a ra Persentase Masalah tindak kriminal Masalah ketidakpercayaan thd pengadilan ttg hak proverti Masalah korupsi Masalah ketidakpastian kebijakan Sumber: Laporan World Bank 2005. Gambar 4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Iklim Investasi di Beberapa Negara Survei yang dilakukan oleh Bank Dunia mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan iklim investasi pada suatu negara, dengan mengukur persentase dari faktor-faktor tersebut yaitu memeringkatkan pilihan angka yang terdiri atas lima tingkatan dari nilai terendah sampai tertinggi yaitu bukan merupakan hambatan, hambatan kecil, hambatan sedang, hambatan besar dan hambatan yang sangat besar. Berdasarkan Gambar 4.2. negara Malaysia tidak mengalami hambatan mengenai masalah ketidakpastian kebijakan sebesar 22,4 persen, masalah korupsi sebesar 14,5 persen, masalah ketidakpercayaan terhadap pengadilan mengenai hak proverti sebesar 19,1 persen dan masalah tindak kriminalitas sebesar 11,4 persen yang mengganggu kegiatan iklim investasi. Kenyataan ini sangat jauh jika dibandingkan dengan Indonesia yang digolongkan mengalami hambatan sedang mengenai masalah ketidakpastian kebijakan sebesar 48,2 persen dan masalah korupsi sebesar 41,5 persen. Sedangkan masalah ketidakpercayaan terhadap pengadilan mengenai hak properti sebesar 29,5 persen dan masalah tindak kriminalitas sebesar 23 persen yang merupakan hambatan kecil. Negara Indonesia hanya sedikit lebih baik jika dibandingkan dengan Bangladesh dengan masalah tingkat korupsi sebesar 57,9 persen, masalah ketidakpercayaan terhadap pengadilan mengenai hak properti sebesar 35,8 persen dan masalah tindak kriminalitas sebesar 45,7 persen yang tergolong mengalami hambatan sedang. 20 40 60 80 100 China Indonesia Bangladesh India Malaysia Pilipina Brasil Rusia Ne g a ra Persentase Masalah perizinan Masalah administrasi perpajakan Masalah tarif pajak Masalah fasilitas pendanaan Sumber: Laporan World Bank 2005. Gambar 4.3. Perbandingan Masalah Perizinan Memulai Usaha, Masalah Administrasi Perpajakan, Masalah Tarif Pajak dan Masalah Pendanaan Gambar 4.3. merupakan survei yang dilakukan oleh Bank Dunia mengenai masalah perizinan memulai usaha, masalah administrasi perpajakan, masalah tingkat tarif pajak dan masalah penyediaan pendanaan bagi delapan negara tersebut, dengan mengukur persentase dari faktor-faktor tersebut yaitu memeringkatkan pilihan angka yang terdiri atas lima tingkatan dari nilai terendah sampai tertinggi yaitu bukan merupakan hambatan, hambatan kecil, hambatan sedang, hambatan besar dan hambatan yang sangat besar. Negara India, Malaysia dan Pilipina tidak mengalami hambatan yang berarti mengenai masalah perizinan memulai usaha, masalah administrasi perpajakan, masalah tingkat tarif pajak dan masalah penyediaan fasilitas dana. Masalah penyediaan fasilitas pendanaan untuk kegiatan iklim investasi merupakan masalah terbesar dibandingkan dengan perizinan memulai usaha, administrasi perpajakan dan tingkat tarif pajak untuk kasus negara Indonesia. Berdasarkan grafik Gambar 4.3. dapat disimpulkan bahwa masalah perizinan memulai usaha, masalah administrasi perpajakan, masalah tingkat tarif pajak dan masalah penyediaan dana merupakan hambatan yang sangat besar bagi negara Bangladesh dan Brasil, dan merupakan yang terburuk di antara kedelapan negara tersebut. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Albania Armenia Azerbaijan Banglades Belarusia Bosnia Bulgaria China Rep.Ceko Eritrea Estonia Georgia Hungaria Indonesia Kazakhstan Kruasia Kyrgyzstan Latvia Lithuania Macedonia Moldova Pakistan Polandia Rumania Rusia Serbia Slovakia Slovenia Tajikistan Turki Ukraina Uzbekistan Ne g a ra Persentase Masalah korupsi Masalah pembayaran suap Sumber: Laporan World Bank 2005. Gambar 4.4. Masalah Korupsi dan Masalah Pembayaran Suap dalam Berinvestasi Survei yang dilakukan oleh Bank Dunia mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan iklim investasi pada suatu negara, dengan mengukur persentase dari faktor-faktor tersebut yaitu memeringkatkan pilihan angka yang terdiri atas lima tingkatan dari nilai terendah sampai tertinggi yaitu bukan merupakan hambatan, hambatan kecil, hambatan sedang, hambatan besar dan hambatan yang sangat besar. Berdasarkan. Gambar 4.4. masalah korupsi dan masalah pembayaran suap untuk memulai kegiatan investasi di berbagai negara merupakan salah satu hambatan sedang. Bagi negara Indonesia, masalah korupsi merupakan 41,9 persen dan masalah pembayaran suap sebanyak 50,9 persen yang artinya kedua masalah ini masih tergolong penghambat dalam berinvestasi di Indonesia. Melalui grafik ini dapat disimpulkan bahwa masalah korupsi dan masalah pembayaran suap merupakan hambatan terbesar berada di negara Bangladesh yaitu masing-masing sebesar 57,9 persen dan 97,8 persen. Para pengusaha selama ini mengeluhkan tingkat tarif pajak yang terlalu tinggi, jenis pajak yang terlampau banyak, pajak berganda dan posisi petugas pajak yang terlampau tinggi. Sistem perpajakan di Indonesia sama sekali tidak mencerminkan kesetaraan antara wajib pajak dengan petugas pajak. Sistem perpajakan di Indonesia terlalu memberatkan para pengusaha. Survei Bank Dunia menunjukkan, pengusaha harus membayar pajak sebesar 38,8 persen dari keuntungan kotor. Selain menghabiskan dana yang besar, para pengusaha harus memberikan waktu hingga 560 jam per tahun untuk mengurusi pembayaran pajak. Peraturan ketenagakerjaan juga terlampau memberatkan pemodal. Pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja PHK tetap mendapatkan uang pesangon meski pekerja dipecat lantaran melakukan tindak kriminal.

26.7 23