Analisis Risiko Risk Arahan Mitigasi Bencana Longsor Kabupaten Agam
25
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Karakter Fisik Lokasi Penelitian Curah Hujan
Berdasarkan peta curah hujan yang bersumber dari Stasiun Klimatologi dan Geofisika Kabupaten Agam, serta Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air
Provinsi Sumatera Barat, didapatkan bahwa curah hujan di Kabupaten Agam tergolong sangat tinggi, yaitu 3.000 mmthn berada di sekitar pegunungan yang
berada di sekitar Danau Maninjau Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam Gambar 15.
Keadaan iklim, terutama curah hujan seperti yang dikemukakan oleh Elza 2000, menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Agam
mempunyai curah hujan yang tinggi. Sepanjang pantai barat, meliputi areal yang cukup luas mulai dari Kecamatan-kecamatan Tanjung Mutiara, Ampek Nagari,
Lubuk Basung, sampai Palembayan mempunyai curah hujan antara 4000-5000 mmth. Untuk wilayah tengah dan selatan kabupaten serta sebagian kecil sebelah
timur mempunyai curah hujan antara 3000-4000 mmth, sedangkan curah hujan antara 2000-3000 mmth meliputi wilayah tengah dan utara. Pada umumnya
wilayah Agam tidak mempunyai bulan kering, kecuali di daerah bayangan hujan yang sempit di beberapa Kecamatan-kecamatan, seperti Tilatang Kamang, IV
Angkat Canduang, Kamang Magek dan Palupuh bagian selatan.
Gambar 15. Peta Curah Hujan Daerah Penelitian
26 Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng dalam penelitian ini diturunkan dari data SRTM dengan resolusi spasialnya 30 meter, kemudian dikelaskan menjadi 5 kelas, yaitu
kelas kemiringan lereng 0 - 8 datar hingga landai, kelas kemiringan lereng 8 - 15 agak curam, kelas kemiringan lereng 15 - 30 curam, kelas
kemiringan lereng 30 - 45 sangat curam, dan kelas kemiringan lereng diatas 45 terjal. Hasil Pemetaan kemiringan lereng di Kabupaten Agam disajikan
pada Gambar 16.
Gambar 16. Peta Kemiringan Lereng Daerah Penelitian
Kemiringan 0 – 8, terletak di daerah datar hingga landai seluas
86.777,46 Ha, meliputi kawasan bagian Barat Wilayah Kabupaten Agam Kecamatan Tanjung Mutiara, Lubuk Basung, Ampek Nagari dan sebagian
Tanjung Raya. Kemiringan 8-45, berada di daerah berombak, berbukit sampai terjal seluas 104.537,49 Ha tersebar di bagian Tengah dan Timur Wilayah
Kabupaten Agam Kecamatan Baso, Ampek Angkek, Canduang, Tilatang Kamang, Kamang Magek, Banuhampu, Sungai Pua, IV Koto, Matur. Adapun
untuk kemiringan 45, tersebar daerah kemiringan sangat terjal seluas 32.538,6 Ha yang tersebar di kawasan bagian Selatan dan Tenggara Wilayah Kabupaten
Agam, daerah Bukit Barisan, sekitar Gunung Marapi dan Gunung Singgalang Kecamatan Malalak, Palembayan, Palupuah, sebagian Sungai Pua, Canduang,
Banuhampu, Tanjung Raya, IV Koto dan Matur.
Jenis Batuan
Berdasarkan Peta Geologi skala 1 : 250.000 yang bersumber dari Puslitbang Geologi Bandung, Kementerian ESDM Energi dan Sumber Daya
Mineral terlihat bahwa Kabupaten Agam tersusun oleh formasi batuan vulkanik, batuan sedimen dan batuan aluvial Gambar 17.
27
Gambar 17. Peta Jenis Batuan Daerah Penelitian Wilayah Kabupaten Agam didominasi oleh batuan andesit dari Gunung
Marapi, Gunung Singgalang, Gunung Tandikek, Danau Maninjau, dan Gunung Talamau seluas 152.709,3 ha. Batuan sedimen yang ada terutama dengan jenis
batu kapur meliputi area seluas 10.110,96 ha, adapun untuk batuan endapan alluvium mencapai luas 60.988,32 ha.
Menurut Peta Geologi Lembar Padang Kastowo, dkk., 1996 dalam Mubekti et,al 2006 umur formasi geologi wilayah Kabupaten Agam digolongkan
dalam era Kuarter, Tersier, Mesozoikum dan Paleozoikum yang terdiri atas endapan permukaan, batuan gunungapi, batuan sedimen, batuan metamorf, dan
batuan terobosan.
Formasi batuan Pra Tersier, Tersier, dan Kuarter terdiri dari batuan endapan permukaan, sedimen, metamorfik, vulkanik dan intrusi. Batuan induk
yang berasal dari zaman Pra Tersier terdiri dari batuan sedimen, vulkanik, dan intrusi. Batuan yang berasal dari zaman Tersier atau peralihan Tersier ke Kuarter
berupa batuan vulkanik yang terdiri dari lahar, aglomerat dan koluvium. Adapun batuan dari zaman Kuarter terdiri dari endapan permukaan dan vulkanik seperti
batuan vulkanik yang terdapat di Gunung Merapi, Gunung Singgalang, dan Danau Maninjau.
Jenis Tanah
Berdasarkan peta tanah skala 1:250.000 Puslittanak, 1990, jenis tanah di Kabuapaten Agam, umumnya terbentuk dari bahan induk tuff andesit, abu vulkan,
dan alluvium. Sebaran jenis tanah di Kabupaten Agam disajikan pada Gambar 18.
28
Gambar 18. Peta Jenis Tanah daerah Penelitian Terlihat areal dengan untuk jenis tanah Mediteran mempunyai luas sebesar
9.338 Ha, sedangkan untuk jenis tanah terluas adalah Andosol yaitu 116.895 Ha yang tersebar hampir di seluruh Kecamatan Kabupaten Agam, yaitu meliputi
Kecamatan Palembayan, Kecamatan Ampek Nagari, Kecamatan Lubuk Basung, Kecamatan Malalak, Kecamatan IV Koto, Kecamatan Banuhampu, Kecamatan
Canduang, Kecamatan Kamang Magek.
Penggunaan Lahan
Berdasarkan peta penggunaan lahan dari interpretasi citra Landsat 8 pada tahun 2013 jenis penggunaan lahan yang ada di Kabupaten Agam terdiri dari
hutan, perkebunan, ladangtegalan, pemukiman, sawah, semak belukar dan tubuh air Gambar 19
Berdasarkan peta tersebut, penggunaan lahan yang paling dominan di Kabupaten Agam adalah sawah, yaitu seluas ±119.860,1 Ha atau sekitar 53.54
dari luas wilayah. Kemudian Hutan seluas 78.528,33Ha atau sekitar 35.07 yang merupakan daerah konservasi air yang berfungsi memberikan perlindungan bagi
daerah di bawahnya. Kebun menempati urutan ketiga, yaitu ±24.238,98 ha dan 10.83 dari total luas wilayah, luasan Perkebunan ini relatif cukup tinggi jika
mengingat bahwa Kabupaten Agam seharusnya berfungsi sebagai kawasan lindung dan kawasan pertanian.
29
Gambar 19. Peta Penggunaan Lahan Daerah Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahaya Longsor
Bahaya hazard merupakan ancaman yang dihadapi masyarakat yang berasal dari peristiwa alam seperti banjir, gempa bumi dan lain-lain yang
bersifat ekstrim dan dapat berakibat buruk atau dapat menciptakan keadaan yang tidak menyenangkan seperti yang ditunjukkan dengan tingkat kerusakan pada
suatu lokasi tertentu Bollin et al. 2003; Noor 2011, dalam Silviani 2013. Adapun tanah longsor merupakan salah satu dari peristiwa alam yang dapat terjadi
karena kondisi-kondisi tertentu dari kemiringan lereng, geologi, tanah, hidrologi, dan penggunaan lahan. Dengan demikian bahaya longsor adalah ancaman
terjadinya tanah longsor di waktu mendatang yang berpotensi merusak atau membawa korban. Longsor dapat terjadi karena proses alami seperti curah hujan,
getaran bumi, dan non alami seperti aktifitas manusia, ataupun kombinasi dari keduanya. Pemetaan bahaya longsor merupakan upaya dasar yang sangat penting
untuk mendukung program-program pembangunan, seperti perencanaan wilayah, mitigasi bencana, pengelolaan DAS dan sebagainya. Pemetaan bahaya longsor
untuk Kabupaten Agam telah dilakukan oleh Fransiska 2014 dan akan dipakai dalam penelitian ini. Peta tersebut disajikan pada Gambar 10. Berikut akan di
tampilkan luas bahaya dan peta bahaya longsor Kabupaten Agam yang mengacu pada Fransiska 2014 pada Gambar 20 dan Tabel 10.
30 Tabel 10. Luas wilayah berdasarkan kelas bahaya longsor pada masing-masing
Kecamatan Kabupaten Agam
Kecamatan di Kabupaten Agam
Bahaya Rendah
Bahaya Sedang
Bahaya Tinggi Tidak
Bahaya Total
Ampek Nagari 2.242,97
3.383,09 346,85
21.166,52 27.139,44
Banuhampu 2.287,75
1.354,29 734,21
2.441,07 6.817,33
Baso 5.956,57
1.491,52 2.083,37
547,34 10.078,79
Candung 1.866,50
1.787,47 1.136,44
464,96 5.255,36
IV Koto 2.771,01
2.140,73 1.092,57
2.032,16 8.036,47
Kamang Magek 3.239,06
1.001,99 3.982,11
519,27 8.742,43
Lubuk Basung 716,23
871,53 45,07
24.756,03 26.388,85
Malalak 2.482,80
3.864,03 488,93
4.059,54 10.895,30
Matur 2.575,06
1.855,09 2.105,74
2.777,44 9.313,32
Palembayan 5.132,45
6.800,94 2.517,30
19.201,01 33.651,70
Palupuh 4.574,80
6.785,74 7.077,57
5.859,97 24.298,09
Tanjung Mutiara 14,91
47,52 0,18
20.363,10 20.425,72
Tanjung Raya 1.866,98
5.520,99 1.898,17
4.463,55 13.749,69
Tilatang Kamang 4.389,50
317,89 735,35
130,25 5.572,98
Total 4.0116,6
37.222,8 24.243,9
108.782 210.365,48
Gambar 20. Peta Bahaya Kabupaten Agam
31
Kelas Bahaya Longsor di Kabupaten Agam
Peta bahaya longsor Gambar 10 dihasilkan dari penilaian melalui pendekatan bentang lahan landscape, dimana satuanlahan land unit digunakan
sebagai satuan analisis untuk menilai bahaya longsor. Satuan lahan tersebut dihasilkan dari kombinasi antara peta bentuk lahan, peta kemiringan lereng, dan
peta penutupanpenggunaan lahan Fransiska,2014. Hasil penelitian Fransiska 2014 menunjukkan bahwa kelas bahaya rendah di Kabupaten Agam mempunyai
luas ± 40.116,6 ha, kelas bahaya sedang 37.222,8 ha. Kelas bahaya longsor tinggi mempunyai luas ± 24.243,9 ha. Dari Tabel 9 terlihat bahwa Kecamatan Palupuh,
Kamang Magek, dan Tanjung Raya perlu mendapatkan perhatian utama karena mempunyai kelas bahaya longsor sedang dan tinggi yang relatif luas.
Analisis Kerentanan dan Risiko Tanah Longsor
Analisis Kerentanan
Kerentanan vulnerability adalah suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam
menghadapi ancaman bencana BNPB, 2012. Dalam hal ini kerentanan dapat dibedakan menjadi kerentanan fisik, kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, dan
kerentanan lingkungan. Dalam penelitian ini, analisis tingkat kerentanan di daerah-daerah bahaya dilakukan pada wilayah bahaya rendah sedang dan tinggi
sedangkan di daerah tidak berbahaya tidak di nilai. Hasil analisis terhadap kerentanan tersebut akan dibahas sebagai berikut :
1. Kerentanan Fisik
Kerentanan Fisik VF ditentukan berdasarkan parameter ketersediaan Fasilitas Kritis FK, dan Penggunaan Lahan PL. Untuk penggunaan lahan data
yang diperlukan adalah data permukiman atau lahan terbangun, sedangkan untuk Fasilitas Kritis FK, data yang diperlukan adalah data jalan primer dan jalan
sekunder. Data jalan didapat dari Peta RBI Kabupaten Agam tahun 2006 dan digunakan untuk menghitung kerapatan jalan. Jarak antar jalan dihitung dengan
menggunakan fungsi jarak Line Distance seperti terlihat pada Gambar 21. Wilayah cakupan untuk kerentanan fisik telah dipotong berdasarkan peta bahaya
longsor tingkat sedang dan tinggi.
Proses selanjutnya dilakukan normalisasi dengan menggunakan fungsi Fuzzy Membership FSM agar setiap parameter mempunyai batas keseragaman
dan standarisasi skala nilai yang sama. Setiap parameter yang terstandarisasi dalam pendekatan fungsi FSM memiliki nilai absolut yang terletak pada rentang
nilai minimal 0 dan maksimal 1.
32
a
b
Gambar 21. Zonasi fasilitas transportasi dan penggunaan lahan lahan
terbangunpermukiman di daerah penelitian. a Jalan Primer b Jalan Sekunder.
33 Pembobotan terhadap parameter fasilitas kritis dilakukan dengan AHP
melalui metode Perbandingan Berpasang PB berdasrkan pendapat beberapa pakar responden. Pendapat pakar yang dianalisis menghasilkan bobot pada
setiap variabel seperti yang disajikan dalam Tabel 11. Dari hasil pembobotan pada Tabel 10, terlihat bahwa Jalan Primer mempunyai bobot tertinggi dengan nilai
0.77 pada skala maksimal 1. Urutan selanjutnya adalah Jaringan jalan Sekunder berturut-turut mempunyai nilai bobot sebesar 0.23.
Hasil zonasi kerapatan jalan fasilitas kritis dalam analisis spasial disajikan dalam Gambar 22. Gambar tersebut menunjukkan zonasi pada a variabel
fasilitas jalan primer, b fasilitas jalan sekunder. Makna zonasi tersebut adalah bahwa, semakin rapat sarana transportasi yang tersedia di daerah penelitian, maka
konstribusi kerentanan sarana transportasi semakin tinggi yaitu dengan nilai absolut mendekati 0, dan begitu pula sebaliknya dengan nilai absolut mendekati 1.
Tabel 11. Matriks penilaian komposit pada bobot sub-indikator ketersediaan
Fasilitas Kritis di daerah penelitian
JP JS
Bobot JP
1 3.32
0.77 JS
0.30 1
0.23 Keterangan: JP: jalan primer, JS: rasio jenis sekunder.
Berdasarkan mekanisme pembobotan tersebut, maka analisis kerentanan terhadap Fasilitas Transportasi FT di daerah penelitian diperhitungkan dengan
menggunakan formula FK = 0.77 JP + 0.23 JS.
Gambar 22. Peta Kerentanan Fasilitas Transportasi ST
34 Gambar 22 menunjukkan bahwa beberapa lokasi yang memiliki
konstribusi kerentanan Fasilitas Transportasi yang tinggi meliputi beberapa kecamatan, yaitu : Palupuh, Kamang Magek, Tilatang Kamang, Baso, IV Koto,
Canduang, Banuhampu. Adapun, lokasi yang memiliki konstribusi kerentanan Fasilitas Transportasi yang rendah meliputi kecamatan-kecamatan, seperti:
Kecamatan Malalak, Ampek Nagari, Tanjung Raya, Matur, Palembayan.
Parameter berikutnya untuk menilai kerentanan fisik adalah penggunaan lahan dalam hal ini berupa penggunaan lahan permukiman lahan terbangun.
Penggunaan lahan pemukiman areal terbangun seperti yang tersaji pada Gambar 23 menunjukkan lokasi keberadaan segala bentuk aktivitas utama dari penduduk
di suatu wilayah. Dengan demikian penggunaan lahan ini merupakan representasi dari kawasan budidaya terbangun di daerah penelitian. Data yang digunakan pada
penelitian ini didapatkan dari Fransiska 2014 yang diperoleh dari hasil intrepetasi citra landsat TM 7 Tahun 2013. Lahan terbangun sebagai lokasi
aktivitas penduduk dalam kerentanan dijustifikasi sebagai berikut : semakin besar area permukiman maka akan memberikan konstribusi tingkat Kerentanan Fisik
yang semakin tinggi dengan nilai absolut mendekati 1, sebaliknya semakin kecil permukiman maka akan memberikan konstribusi tingkat kerentaran fisik yang
semakin rendah dengan nilai absolut mendekati 0.
A
a
35
b
Gambar 23. a Zonasi Parameter Penggunaan Lahan Areal Terbangun, b
Zoom in Lokasi Yang Diberi Kotak Pada penelitian ini, perhitungan total Kerentanan Fisik VF didaerah
penelitian dilakukan berdasarkan penggabungan total dari parameter Fasilitas Kritis
FK, dan
Penggunaan Lahan
PL pada
kategori lahan
terbangunpermukiman. Hasil pembobotan dari AHP Tabel 12 menunjukkan bahwa ketersediaan bangunan dalam penggunaan lahan permukiman memiliki
bobot 0.64 dan sarana transportasi memiliki bobot 0.36. Berdasarkan mekanisme pembobotan tersebut, maka analisis Kerentanan Fisik di daerah penelitian
diperhitungkan dengan menggunakan formula VF = 0.77 PL + 0.23 SJ. Dalam hal ini semakin besar nilai absolut yang tersaji dengan nilai mendekati 1,
maka hal tersebut menunjukkan tingkat kerentanan fisik yang tinggi, dan semakin kecil nilai absolutnya menunjukkan tingkat kerentanan fisik yang rendah.
Tabel 12. Matriks penilaian komposit pada bobot indikator Kerentanan Fisik di
daerah penelitian
PL FK
Bobot PL
1 3.32
0.77 FK
0.30 1
0.23 Keterangan: PL: Penggunaan Lahan, ST : Sarana Transportasi.
Secara keseluruhan hasil penilaian kerentanan fisik di Kabupaten Agam
Gambar 24 menunjukkan bahwa tingkat Kerentanan Fisik tinggi berada dekat dari pusat kota yaitu di lokasi dengan sarana transportasi tinggi, seperti di
Kecamatan - kecamatan : Baso, Canduang, Banuhampu, IV Koto, Tilatang Kamang, Kamang Magek. Adapun beberapa lokasi di daerah penelitian yang
memiliki tingkat Kerentanan Fisik rendah meliputi : Kecamatan Palembayan, IV Nagari, Tanjung Raya, Malalak.
36
Gambar 24. Zonasi Kerentanan Fisik VF Kabupaten Agam Dari Penggabungan Parameter Sarana Transportasi dan Penggunaan
Lahan. 2. Kerentanan Sosial
Parameter yang terkait dalam kerentanan sosial ini meliputi Jumlah Penduduk JP, Rasio Jenis Kelamin JK, Rasio Penduduk Cacat RC, dan
Rasio Kelompok Umur RU. Untuk mengetahui Kerentanan Sosial di daerah penelitian dibutuhkan data informasi sebarandistribusi penduduk yang didapat
dari penggunaan lahan khususnya areal pemukimanareal terbangun daerah penelitian. Hal ini disebabkan penggunaan lahan merupakan salah satu informasi
penting untuk membentuk dasar pendekatan model distribusi penduduk Gallergo et al. 2011; Lung et al. 2013 dalam Yulianto, 2014.