Peta Kerentanan Kabupaten Agam

53 dibawah 0,26 perlu juga karena penanggulangan bahaya longsor harus dilakukan untuk semua kecamatan yang berada di Kabupaten Agam. Hasil Pembobotan pada setiap parameter telah dikompositkan berdasarkan rata-rata geometrik Bobot G dengan nilai Consistency Ratio CR adalah 0.00 konsisten menghasilkan bobot pada setiap indikator dan disajikan dalam Tabel 18. Hasil pembobotan menunjukkan bahwa indikator kerentanan fisik merupakan kriteria paling penting bobot tertinggi dengan nilai 0.35 pada skala maksimal 1, sedangkan pada indikator kerentanan ekonomi mempunyai nilai bobot terendah yaitu sebesar 0.15 pada skala maksimal 1. Mekanisme pembobotan dilakukan dalam penelitian ini untuk membuat zonasi kerentanan di daerah penelitian yang diperhitungkan dengan menggunakan formula V = 0.35 F + 0.33 S + 0.15 E + 0.16 L disajikan dalam Gambar 36. Tabel 19. Matriks penilaian komposit pada bobot indikator Kerentanan Sosial, Fisik Ekonomi, dan Lingkungan di daerah penelitian F S E L Bobot F 1.00 0.95 2.37 2.37 0.35 S 1.05 1.00 2.09 1.84 0.33 E 0.42 0.48 1.00 1.00 0.15 L 0.42 0.54 1.00 1.00 0.16 Sumber : Hasil Analisis Keterangan: F: Fisik,S: Sosial,E:Ekonomi, L: Lingkungan . Gambar 36. Peta Kerentanan Terhadap Longsor Berdasarkan Penggabungan Parameter Sosial, Fisik, Ekonomi, Lingkungan di Kabupaten Agam 54 Hasil perhitungan tersebut secara spasial dapat ditunjukkan pada Gambar 36 dimana kerentanan longsor mendekati nilai 1 menunjukkan tingkat kerentanan yang tinggi, sedangkan kerentanan longsor mendekati nilai 0 menunjukkan tingkat kerentanan yang rendah. Pada peta hasil kerentanan tersebut tampak pada daerah sekitar Danau Maninjau arah utara cenderung memiliki kerentanan yang rendah. Hasil keseluruhan dalam pembahasan ini adalah tingkat kelas kerentanan fisik di Kabupaten Agam dinyatakan lebih tinggi dibandingkan kerentanan ekonomi dan kerentanan lingkungan. Hal ini berkaitan dengan kepadatan bangunan atau areal terbangun serta fasilitas transportasi penunjang di daerah tersebut masih dikatakan kurang memadai. Dapat dilihat dari banyaknya areal pemukiman yang tersebar rata khususnya di pusat kota seperti di Lubuk Basung, Palembayan, Tilatang Kamang, Banuhampu, dimana semakin rusak dan tidak berfungsinya fasilitas transportasi tersebut oleh proses alam yang dapat merusaknya maka semakin tinggi tingkat kerentanannya. Dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Agam berada pada kondisi yang rentan karena persentase kawasan terbangun, di perkotaan sangat tinggi sedangkan persentase jaringan jalan sangat rendah. Sementara kelas kerentanan dengan bobot terbesar setelah kerentanan fisik yaitu kerentanan sosial, dimana tingginya kelas kerentanan sosial lebih disebabkan oleh jumlah penduduk yang tinggi, tingginya persentase jumlah penduduk dengan usia 0-15 tahun dan di atas 50 tahun, serta jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari pada jenis kelamin laki-laki. Dari segi lingkungan, di Kabupaten Agam hutan alam maupun hutan lindung diberi bobot masing-masing 0.46 dan 0.54. Semakin luas hutan yang terdapat di suatu daerah maka tingkat kerentanannya akan semakin tinggi pula. Adapun rendahnya kelas kerentanan sebagian masyarakat di daerah penelitian terhadap bahaya longsor, banyak disebabkan oleh kepadatan penduduk dan penggunaan lahan hutan, dan belum pernah mengalami kejadian longsor. Analisis Risiko Analisis Risiko Longsor secara skematis dapat ditentukan berdasarkan kombinasi antara peta bahaya dan peta kerentanan. Pembuatan peta risiko longsor dalam penelitian ini, mengacu pada rumusan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2012 BNPB 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana yang telah dimodifikasi tanpa aspek kapasitas sebagai berikut: R =HxV Dimana : R adalah risiko risk; H adalah bahaya hazard; dan V adalah kerentanan vulnerability. Pada analisis risiko penulis hanya membatasi ruang lingkup analisis yaitu pada risiko rendah, risiko sedang, dan risiko tinggi. Dengan maksud luas wilayah dengan kelas tidak berisiko dianggap tidak termasuk daerah yang mendapat 55 perhatian yang cukup besar bila dibandingkan dengan wilayah dengan risiko rendah, sedang maupun tinggi. Hasil analisis risiko disajikan pada Tabel 20, sedangkan peta risiko di sajikan pada Gambar 37. Dari peta tersebut dan Tabel 20 terlihat bahwa Kabupaten Agam memiliki kelas risiko longsor rendah sampai dengan tinggi. Adapun persentase luas menyebar secara merata di kelas tidak ada risiko, rendah, sedang, dan tinggi. Secara administrasi total luas wilayah yang termasuk ke dalam kelas kerentanan rendah yaitu 54.569,44 ha atau sekitar 22,01 dari total luas Kabupaten, kerentanan sedang seluas 28.851,27 ha atau sekitar 11,64 dari total luas Kabupaten, dan kerentanan tinggi seluas 13.103,15 ha atau 5,28 dari total luas Kabupaten. Lokasi dengan tingkat risiko tinggi terluas terdapat di Kecamatan Palupuh yaitu 4.390,66 ha atau 1,77 dari total luas Kabupaten. Diikuti oleh Kecamatan P Palembayan 1.492,32 atau 0,60 dari total luas Kabupaten. Hal ini disebabkan oleh nilai bahaya dan kerentanan longsor Kecamatan Palupuh tergolong tinggi. Data empiris menunjukkan telah terjadi bencana longsor pada tahun-tahun sebelumnya, seperti pada tahun 1980 sampai 2009, yang terjadi di Kecamatan Palupuh, Tanjung Raya, Palembayan, dan Malalak. Dari hasil observasi lapang penelitian yang dilakukan oleh Fransiska 2014 di Kecamatan Palupuh ditemukan sebanyak 21 jumlah titik longsor, di Kecamatan IV Koto terdapat 12 titik, Tanjung Raya terdapat 20 titik, Matur terdapat 8 titik, dan Palembayan terdapat 3 titik longsor. Wilayah-wilayah tersebut terdapat di atas bentuk lahan tebing kaldera, dan kerucut vulkanik. Dengan demikian kecamatan yang ada di kabupaten agam khususnya Kecamatan Palupuh, Palembayan, Tanjung Raya, dan Malalak harus mendapat perhatian yang lebih terhadap bencana tanah longsor yang akan terjadi dimasa datang. Tabel 20. Luas kelas Risiko Tanah Longsor pada masing-masing Kecamatan di Kabupaten Agam Kecamatan Kelas Risiko Longsor Rendah Ha Sedang Ha Tinggi Ha Ampek Nagari 2.798,61 1,13 2.718,26 1,10 142,76 0,06 Banuhampu 2.636,05 1,06 852,14 0,34 535,45 0,22 Baso 6.714,65 2,71 1.376,23 0,56 1.074,56 0,43 Candung 3.386,18 1,37 1.282,84 0,52 47,55 0,02 IV Koto 3.754,15 1,51 1.648,77 0,66 393,90 0,16 Kamang Magek 4.472,58 1,80 893,95 0,36 2.527,21 1,02 Lubuk Basung 561,82 0,23 779,80 0,31 38,55 0,02 Malalak 2.644,87 1,07 3.210,22 1,29 366,47 0,15 Matur 4.437,58 1,79 1.122,09 0,45 657,93 0,27 Palembayan 6.923,85 2,79 5.243,05 2,11 1.492,32 0,60 Palupuh 7.654,77 3,09 5.340,17 2,15 4.390,66 1,77 Tanjung Raya 3.752,84 1,51 4.013,37 1,62 1.233,07 0,50 Tilatang Kamang 4.831,48 1,95 370,37 0,15 202,71 0,08 Kabupaten Agam 54.569,44 22,01 28.851,27 11,64 13.103,15 5,28 56 Gambar 37. Peta Risiko Longsor Kabupaten Agam Arahan Mitigasi Tanah Longsor Jenis arahan ditentukan berdasarkan metode penurunan risiko bencana longsor. Peta risiko dianalisis dengan menggunakan peta bahaya dan peta kerentanan longsor serta berdasarkan studi literatur. Arahan mitigasi longsor adalah upaya untuk menurunkan tingkat risiko akibat longsor yang bisa diwujudkan bentuk penurunan tingkat bahaya atau tingkat kerentanan. Uraian tentang arahan tersebut disajikan pada Tabel 21. Adapun wilayah yang diarahkan untuk mitigasi disajikan pada Gambar 38. Arahan penurunan tingkat risiko dilihat dari studi literatur yang terkait dengan penurunan bahaya dan kerentanan longsor atau peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi suatu ancaman longsor. Untuk penentuan arahan mitigasi penulis membatasi wilayah yang akan dianalisis adalah pada wilayah yang mempunyai tingkat risiko sedang dan tinggi. Adapun penjelasan terkait mitigasi untuk penurunan bahaya untuk metode vegetatif dan teknik sipil diuraikan sebagai berikut : Teknik Vegetasi a. Penanaman Tanaman Tahunan Penanaman tanaman tahunan Gambar 39 berfungsi sebagai media untuk intersepsi hujan stratalapis pertama, membentuk sistem perakaran yang dalam dan menyebar, sehingga mengikat massa tanah, guguran daun, ranting dan cabang dapat melindungi permukaan tanah dari pukulan langsung butir-butir hujan, dan menyalurkan air ke sekitar perakaran dan merembeskannya ke lapisan yang lebih dalam serta melepasnya secara perlahan-lahan. 57 Tabel 21. Arahan Mitigasi Longsor Kabuparen Agam No Risiko Faktor Risiko Penyebab Arahan Bahaya Kerentanan Bahaya Kerentanan Bahaya Kerentanan 1. Sedang Tinggi Rendah Slope : 40 Iklim : Bk : 2bln BB : 3-4 bln Rendah T. Sipil berupa : 1. Pembuatan Bangunan Penguat Tebing 2. Bronjong 3. Sumbat jurang bronjong silinder Memberikan Sosialisasi Rawan Longsor 2 Tinggi Tinggi Sedang Slope : 40 Iklim : Bk : 2bln BB : 3-4 bln K.FisikK.Sosial T. Sipil berupa : 1. Pembuatan Bangunan Penguat Tebing 2. Bronjong 3. Sumbat jurang bronjong silinder Mengurangi Kerentanan Masyarakat dalam pemanfaatan lahan dengan mitigasi bencana dalam bentuk sosialisasi lebih diintensifkan bantuan bibit tanaman keras dan pem bangunan insfratruktur 3 Tinggi Tinggi Tinggi Slope : 40 Iklim : Bk : 2bln BB : 3-4 bln K.FisikK.Sosial T. Sipil berupa : 1. Pembuatan Bangunan Penguat Tebing 2. Bronjong 3. Sumbat jurang bronjong silinder 1. Pengosongan permukiman pada kawasan fungsi lindung dan pembatasan pemanfaatan lahan dengan aktivitas yang mendukung fungsi lindung; 2. Regulasi yang tegas sehingga mempermudah dalam pengendalian pemanfaatan ruang; 3. Pendekatan kepada masyarakat agar bersedia untuk direlokasi dan penyediaan lokasi untuk relokasi yang lebih layak untuk kawasan permukiman 58 No Risiko Faktor Risiko Penyebab Arahan Bahaya Kerentanan Bahaya Kerentanan Bahaya Kerentanan 4. Sedang Sedang Sedang Slope : 25-40 Iklim : BK : 2 bln BB 3-4 bln K.FisikK.Sosial 1. Vegetatif yaitu : a. Menanam Tanaman Tahunan b. Membiarkan Semak c. Menanam Rerumputan Mengurangi kerentanan masyarakat dalam pemanfaatan lahan dengan mitigasi bencana dalam bentuk sosialisasi lebih diintensifkan, bantuan bibit tanaman keras dan pembangunan infrastruktur; 2. T. Sipil berupa : a. Bronjong b. Trap-trap terasering 5. Tinggi Sedang Tinggi Slope : 40 Iklim : Bk : 2bln BB : 3-4 bln K.FisikK.Sosial 1. Vegetatif yaitu : a. Menanam Tanaman Tahunan b. Membiarkan Semak c. Menanam Rerumputan 1. Pengosongan permukiman pada kawasan fungsi lindung dan pembatasan pemanfaatan lahan dengan aktivitas yang mendukung fungsi lindung; 2. T. Sipil berupa : a. Bronjong b. Trap-trap terasering 2. Regulasi yang tegas sehingga mempermudah dalam pengendalian pemanfaatan ruang; 3.Pendekatan kepada masyarakat agar bersedia untuk direlokasi dan penyediaan lokasi untuk relokasi yang lebih layak untuk kawasan permukiman 6. Sedang Rendah Tinggi - K.FisikK.Sosial 1. Vegetatif yaitu : a. Menanam Tanaman Tahunan b. Membiarkan Semak c. Menanam Rerumputan 1. Pengosongan permukiman pada kawasan fungsi lindung dan pembatasan pemanfaatan lahan dengan aktivitas yang mendukung fungsi lindung; 2. Regulasi yang tegas sehingga mempermudah dalam pengendalian pemanfaatan ruang; 3. Pendekatan kepada masyarakat agar bersedia untuk direlokasi dan penyediaan lokasi untuk relokasi yang lebih layak untuk kawasan permukiman 59 Gambar 38. Peta Arahan Mitigasi Longsor Kabupaten Agam 60 Pemilihan tanaman tahunan yang akan ditanam adalah yang mudah beradaptasi dengan lingkungan setempat, relatif cepat tumbuh, perakarannya rapat dan dalam. Dalam pelaksanaan mitigasi masyarakat dianjurkan untuk menanam pohon untuk meningkatkan stabilitas lereng. Pepohonan dapat membentuk sistem perakaran yang dalam dan menyebar, sehingga mengikat massa tanah. Pohon yang dipilih selain yang mudah beradaptasi dengan kondisi lereng dan lingkungan setempat juga harus mempunyai perakaran rapat dan dalam serta massa pohonnya tidak terlalu berat seperti tanaman bambu jenis ringan atau kecil supaya tidak mudah tumbang. Gambar 39. Pepohonan Berkanopi Lebat, Berakar Dalam Sebagai Pengendali Longsor Yang Efektif b. Pembiaran Semak Tumbuh Dengan adanya semak tumbuh Gambar 40 maka semak tersebut berfungsi sebagai media intersepsi air hujan pada stratalapisan kedua setelah pepohonan. Semak tersebut mengikat massa tanah di lapisan yang lebih dangkal, menghasilkan guguran daun, ranting dan cabang yang dapat melindungi permukaan tanah dari pukulan langsung butir-butir hujan, menyalurkan air ke sekitar perakaran dan melepasnya secara perlahan-lahan. Pemilihan tanaman : mudah beradaptasi, relatif cepat tumbuh, perakaran dalam, kanopi lebat, tahan pemangkasan. Contoh tanaman semak yaitu : sadagori Sida acuta, opo- opohahapaan Flemingia sp., orok-orok Crotalaria sp., dll. Cara penanaman : Bisa dikombinasi dengan pepohonan, ditanam dengan jarak yang rapat, menggunakan biji agar perakarannya dalam dan kuat BBSLDP,2007. Gambar 40. Flemingia, salah satu jenis semak pengendalian longsor 61

c. Penanaman Rumput

Penanaman rumput Gambar 41 berfungsi sebagai media intersepsi hujan pada stratalapisan ketiga setelah pepohonan dan semak. Rumput menghasilkan eksudat akar sebagai pemantap agregat tanah, melindungi permukaan tanah dari pukulan langsung butir-butir hujan, menyalurkan air ke sekitar perakarannya dan kemudian melepas air secara perlahan-lahan. Pemilihan jenis rumput yaitu rumput yang mudah tumbuh pada tanah yang kurang subur, tumbuh rapat, merayap dan atau mempunyai perakaran yang rapat dan dalam, serta tahan terhadap pemangkasan. Gambar 41. Vetiver yang Ditanam Rapat Sebagai Pengendali Longsor Teknik Sipil Upaya pengendalian tanah longsor metode teknik sipil antara lain berupa membangun bangunan penguat tebing, bronjong, perbaikan drainase, baik drainase permukaan seperti saluran pembuangan air waterway maupun drainase bawah tanah, serta dam pengendali sistem bangunan permanen check dam, maupun trap-trap terasering. Berikut dijelaskan mengenai teknik sipil. a. Bangunan Penguat Tebing Bangunan penguat tebing berfungsi untuk menahan longsoran tanah pada tebing yang sangat curam kemiringan lebih dari 100 yang sudah tidak mampu dikendalikan secara vegetatif. Pembuatan dan pemeliharaan tebing dapat pula dibuat berbentuk teras-teras. Bentuk bangunan sipil dapat berupa dinding yang terbuat dari semen atau batu yang disusun secara rapat bisa dalam anyaman kawat. Jika terbuat dari semen, perlu dilengkapi dengan lubang-lubang dari paralon untuk mengalirkan kelebihan air memperlancar drainase. Pada bagian atas dari dinding tebing ditanami pepohonan untuk memperkuat dan membantu meresapkan air ke lapisan tanah yang lebih dalam. Konstruksi bangunan penahan tergantung dari besarnya volume longsor itu. Jika longsor termasuk kategori ‘kecil’ maka konstruksi bangunan penahan bisa agak sederhana dan tidak terlalu mahal. Namun apabila longsor termasuk kategori ‘besar’, maka konstruksi bangunan penahan sangat sulit dan mahal 62 Gambar 42 Untuk membuat rancangan dan mendirikan bangunan penahan longsor seperti ini diperlukan tenaga ahli yang berpengalaman. Proyek semacam ini kurang diprioritaskan pada kawasan pertanian. Gambar 42. Bangunan penguat tebing b. Bronjong Bronjong Gambar 43 berfungsi sebagai penahan material longsor dengan volume yang kecil. Konstruksi bangunan ini dapat berupa bahan-bahan yang tersedia di tempat misalnya bambu, batang dan ranting kayu, adapun untuk menanggulangi longsor dengan volume besar maka bronjong dibuat dari batu yang disusun dalam anyaman kawat. Sistem ini cocok kalau batu yang ada tidak terlalu besar diameter antara 30-40 cm dan dari batuan lepas. Bronjong biasanya dilengkapi dengan pengait bangunan sedalam 50 cm pada bagian bawah di sisi jurang. Secara teknis ketebalan minimum bronjong adalah 30 cm, ketebalan dasar bronjong sama atau kira-kira 34 dari tinggi bronjong, untuk pengelolaan bronjong agar tetap berfungsi maka diperlukan pengontrolan secara rutin. Gambar 43. Bronjong batu

c. Sumbat Jurang Bronjong Silinder

Sumbat Jurang Bronjong Silinder berfungsi untuk menahan material longsor dan sedimen. Sumbat jurang Gambar 44 terdiri dari anyaman kawat berbentuk silinder sosis yang diisi dengan batu. Sistem ini lebih fleksibel dan 63 lebih murah dari sistem bronjong. Pembuatan dan Pemeliharaan : Kawat dianyam berbentuk seperti sosis atau silinder dan diisi dengan batu. Bronjongan berbentuk sosis ini disusun memotong jurang. Ikatkan beberapa bronjongan satu sama lainnya. Jika bagian atas bronjongan silinder sudah penuh dengan sedimen, ditambahkan susunan bronjongan berikutnya. Gambar 44. Bronjong Silinder

d. Trap-trap Terasering Trap-trap terasering Gambar 45 berfungsi sebagai penahan longsoran

tanah pada tebinglahan yang curam, memperkuat lahan berteras, agar bidang olah dan tampingan teras lebih stabil dan melengkapi dan memperkuat cara vegetatif. Pembuatannya adalah lahan dibuat berbentuk teras-teras. Tampingan teras diperkuat dengan semen atau batu yang disusun bisa dalam anyaman kawat. Untuk mengalirkan kelebihan air memperlancar drainase, dilengkapi dengan lubang-lubang dari paralon pada bagian tampingannya. Pada bidang olah ditanami pepohonan untuk memperkuat dan membantu meresapkan air ke lapisan tanah yang lebih dalam. Gambar 45. Trap-trap terasering dari batu