8 SCS memberikan batas jumlah curah hujan
untuk setiap kondisi KAT sebelumnya seperti pada Tabel 3.3. Pada penelitian ini, perhitungan
proses hujan-limpasan dianggap berlangsung pada musim tumbuh.
Tabel 3.3 Batasan jumlah curah hujan pada setiap kondisi
KAT sebelumnya.
Total curah hujan lima hari sebelumnya mm
Kondisi Musim Dorman
Musim Tumbuh I
13 35
II 13 – 28
35 – 53 III
28 53
Richard H McCuen 1982
Nilai bilangan kurva untuk keadaan KAT sebelumnya pada kondisi II mengikuti tabel
yang disajikan SCS Lampiran 1. Nilai bilangan kurva untuk keadaan KAT
sebelumnya pada kondisi I dan III dihitung menggunakan persamaan yang dikemukakan
oleh Chow dkk 1988, sebagai berikut:
058 ,
10 2
, 4
II CN
II CN
I CN
− =
dan, 13
, 10
23 II
CN II
CN III
CN +
= Untuk DAS yang terdiri dari beberapa
macam tipe tanah dan penggunaan lahan, nilai bilangan kurva ditetapkan sebagai nilai
composite gabungan. Bilangan kurva composite ditentukan berdasarkan bobot luas
bentuk penggunaan lahan yang ada di dalam DAS USACE 2001.
∑ ∑
= =
=
n i
i n
i i
i composite
A CN
A CN
1 1
dimana, CN
composite
ialah bilangan kurva gabungan untuk seluruh DAS, i menyatakan
indeks untuk subdivisi dari DAS dengan tipe penggunaan dan jenis tanah yang sama, dan A
i
adalah luas subdivisi ke-i. Selain bilangan kurva, parameter yang
juga berpengaruh terhadap volume limpasan suatu DAS adalah luas daerah impervious.
Impervious area dari suatu DAS adalah luasan dari DAS dimana semua kontribusi dari
presipitasi akan menjadi limpasan langsung tanpa mengalami infiltrasi, evaporasi ataupun
bentuk kehilangan air lainnya USACE 2001. Penentuan impervious area diperkirakan
berdasarkan tipe penggunaan lahan dan faktor imperviousness Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Faktor imperviousness berdasarkan tipe
penggunaan lahan.
Penggunaan Lahan Faktor
Imperviousness Hutan 0
Tanah Terbuka 5
Agrikultur 5 Residensial 30
Komersial 80
USACE 2000
3.3.3 Penyusunan Basin Model
Representasi dari kondisi fisik suatu DAS dikonfigurasi dalam basin model. Sistem yang
terdiri dari elemen-elemen hidrologi dihubungkan dalam suatu jaringan untuk
mensimulasi proses limpasan. Terdapat tujuh elemen hidrologi yang tersedia dalam HEC-
HMS, dimana masing-masing elemen mewakili bagian dari total respon suatu DAS terhadap
presipitasi dengan menggunakan sebuah model matematika, yaitu:
• Subbasin
Subbasin atau subDAS merupakan elemen yang hanya memiliki satu outflow yang
diperoleh berdasarkan data meteorologi curah hujan dan evaporasi dengan memperhitungkan
loss, curah hujan efektif, serta aliran dasar. • Reach
Elemen reach yang memiliki satu atau
lebih inflow dan hanya satu outflow,
merupakan elemen dimana proses routing terjadi. Outflow dihitung menggunakan salah
satu dari beberapa metode yang tersedia dalam model saluran terbuka open channel flow
model. • Reservoir
Reservoir memiliki satu atau lebih inflow dan satu outflow terhitung. Elemen ini dapat
digunakan pada model reservoir, danau dan kolam.
• Source
Source merupakan elemen yang tidak memiliki inflow dan hanya memiliki satu
outflow. Source digunakan untuk
merepresentasikan kondisi batas terhadap basin model, misalnya outflow terukur dari reservoir
atau tinggi muka air tanah regional yang tidak termodelkan.
9 • Junction
Junction dapat memiliki lebih dari satu inflow dan lebih dari satu outflow. Biasanya
digunakan untuk merepresentasikan sebuah pertemuan sungai atau aliran.
• Diversion
Diversion memiliki dua outflow dengan satu atau lebih inflow. Elemen ini dapat
digunakan untuk merepresentasikan bendungan yang mengalihkan aliran kedalam kanal-kanal
atau saluran. • Sink
Sink dapat memiliki lebih dari satu inflow, tetapi tidak ada outflow. Sinks digunakan untuk
merepresentasikan titik terendah dari suatu area drainase atau outlet dari suatu basin model.
Penyusunan basin model juga mencakup perhitungan pada 4 submodel utama:
1 Loss Model
Bagian dari presipitasi yang hilang akibat infiltrasi, intersepsi, evaporasi dan bentuk
kehilangan lainnya sebelum menjadi limpasan precipitation loss dianalisis dalam loss model.
Pada dasarnya perhitungan loss model bertujuan untuk mencari curah hujan efektif,
yaitu curah hujan yang menyebabkan terjadinya limpasan. Pada penelitian ini,
perhitungan dilakukan menggunakan metode SCS curve number.
Perhitungan curah hujan efektif dengan metode SCS mempertimbangkan faktor
penggunaan dan penutupan lahan. Curah hujan efektif Pe, dihitung menggunakan persamaan:
S Ia
P Ia
P Pe
+ −
− =
2
dimana P adalah volum total curah hujan, Ia adalah kehilangan air awal atau initial
abstraction initial loss, dan S merupakan potential maximum retention. Nilai Ia dapat
ditentukan berdasarkan persamaan:
Ia = 0,2 S Potential maximum retention ditentukan
berdasarkan parameter bilangan kurva CN yang ditentukan berdasarkan tabel bilangan
kurva yang disusun oleh SCS untuk berbagai tipe penggunaan dan penutupan lahan.
Persamaan empiris untuk menentukan nilai S adalah:
CN CN
S 254
25400 −
=
SI
2 Direct Runoff Model
Perhitungan limpasan langsung yang berasal dari curah hujan efektif dianalisis
dalam direct runoff model. Dalam penelitian ini, analisis limpasan langsung dilakukan
menggunakan tiga metode hidrograf satuan sintetik, yaitu: Snyder, SCS, dan Clark.
• Hidrograf Satuan Snyder
Snyder 1938 mengembangkan hidrograf satuan sintetik berdasarkan studinya di daerah
pengaliran Appalachian Highlands. Parameter masukan yang diperlukan untuk metode Snyder
meliputi time lag dan koefisien puncak. Persamaan time lag yang diperoleh Snyder
untuk DAS yang berukuran 10-10.000 mil
2
adalah:
3 ,
c ms
t l
L L
C t
=
dimana, t
l
= time lag jam, merupakan
interval waktu antara saat terjadi curah hujan maksimum sampai
dengan saat terjadinya debit puncak,
C
t
= koefisien yang menggambarkan variasi kemiringan dan simpanan
DAS, L
ms
= panjang sungai utama km,
L
c
= panjang saluran utama dari titik terdekat ke pusat DAS km.
Koefisien C
t
memiliki nilai yang bervariasi menurut topografi, dari daerah dataran sampai
pegunungan. Nilai C
t
hasil penelitian Snyder diperoleh berkisar antara 1,8–2,2 dengan rata-
rata 2. Semakin curam kemiringan DAS maka akan semakin kecil nilai C
t
yang dihasilkan. Viessman et al 1977.
Debit puncak, Q
p
cfs, ditentukan berdasarkan fungsi dari time lag, koefisien
simpanan C
p
, dan luas daerah pengaliran A mil
2
, sebagai berikut:
l p
p
t A
C Q
640 =
Nilai koefisien simpanan C
p
bervariasi antara 0,4 sampai 0,8. Nilai C
p
yang besar menunjukkan time lag yang kecil dan
berkorelasi dengan nilai C
t
yang kecil pula.
• Hidrograf Satuan SCS
Metode yang dikembangkan oleh Soil Conservation Service untuk pembuatan
hidrograf satuan sintetik didasarkan atas hidrograf tak berdimensi dimensionless, yang
10 merupakan hasil analisis pada sejumlah besar
hidrograf satuan alami dari berbagai DAS dengan luas dan kondisi geografis yang
beragam. Metode SCS hanya memerlukan penentuan nilai waktu puncak time to peak
atau time of rise, t
p
dan debit puncak, Q
p
. Persamaannya adalah sebagai berikut:
l p
t D
t +
= 2
dimana, t
p
= waktu puncak jam, merupakan selang waktu antara mulai
terjadinya hujan sampai debit puncak,
D = durasi hujan jam, ditentukan dengan persamaan D = 0,133 t
c
, dengan
t
c
adalah waktu konsentrasi,
t
l
= time lag jam. Dan persamaan debit puncak:
p p
t A
C Q
= dimana, C merupakan konstanta konversi,
bernilai 2,08 dalam SI, atau 484 dalam foot- pound system, dan A merupakan luas DAS.
Persamaan empiris yang digunakan SCS untuk menentukan parameter time lag, adalah:
5 ,
7 ,
8 ,
1900 1
aws S
L t
ms l
+ =
dimana, L
ms
= panjang sungai utama ft,
aws = kemiringan rata-rata DAS ,
S = potential maximum retention in.
= 1000CN -10, CN = Bilangan kurva untuk berbagai
tipe penggunaan lahan.
• Hidrograf Satuan Clark
Bentuk hidrograf satuan sintetik model Clark pada dasarnya ditentukan berdasarkan
parameter waktu konsentrasi t
c
, koefisien simpanan DAS R dan diagram luas-waktu.
Johnstone and Cross 1949, dalam USACE 2000 mengenalkan salah satu persamaan untuk
mencari waktu konsentrasi jam:
5 ,
, 5
⎟⎟ ⎠
⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
= ars
L t
ms c
dengan L
ms
adalah panjang sungai utama mil, dan ars adalah kemiringan saluran atau slope
channel ftmil. Clark menunjukkan bahwa nilai parameter
koefisien simpanan storage coefficient, R. dapat dihitung sebagai aliran di titik inflection
point pada sisi menurun falling limb dari suatu hidrograf dibagi dengan fungsi waktu
terhadap aliran dtdQ.
Diagram luas-waktu menentukan jumlah luasan simpanan DAS yang memberikan
kontribusi pada debit luaran DAS sebagai fungsi waktu yang dinyatakan sebagai bagian
dari waktu konsentrasi USACE 2000. Persamaan yang digunakan HEC-HMS untuk
kurva luas-waktu adalah:
⎪ ⎪
⎭ ⎪
⎪ ⎬
⎫
⎪ ⎪
⎩ ⎪
⎪ ⎨
⎧ ≥
⎟⎟ ⎠
⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
− −
≤ ⎟⎟
⎠ ⎞
⎜⎜ ⎝
⎛ =
2 :
, 1
414 ,
1 1
2 :
, 414
, 1
5 ,
1 5
, 1
c c
c c
t
t t
untuk t
t t
t untuk
t t
A A
dimana, A
t
adalah luas kumulatif yang terkontribusi pada waktu t, dan A adalah luas
total DAS.
3 Baseflow Model
Aliran dasar terjadi akibat limpasan yang berasal dari kejadian presipitasi terdahulu yang
tersimpan secara temporer dalam suatu DAS, ditambah dengan limpasan subpermukaan yang
tertunda dari suatu kejadian hujan. Pada
penelitian ini, metode perhitungan aliran dasar yang digunakan adalah exponential recession
model. Hubungan antara aliran dasar pada periode t Q
t
dan aliran dasar awalpada t=0 Q
o
adalah USACE 2000:
t o
t
k Q
Q =
dengan k merupakan konstanta resesi. Parameter baseflow model yang diperlukan
HEC-HMS sebagai masukan meliputi aliran dasar awal, konstanta resesi dan aliran
threshold aliran saat dimulainya kurva resesi pada sisi yang menurun dari sebuah hidrograf.
Ketiga parameter tersebut ditetapkan berdasarkan analisis terhadap hidrograf
pengamatan.
4 Routing Model
Routing model didasarkan atas konsep penelusuran banjir yang digunakan untuk
mensimulasi rambatan gelombang aliran air melalui sungai dan waduk. Penelitian ini
menggunakan metode Muskingum yang didasarkan pada persamaan kontinuitas dan
hubungannya dengan simpanan yang bergantung pada inflow dan outflow.
11 Parameter yang diperlukan adalah travel
time k dan faktor pembobot x. Travel time atau waktu tempuh aliran dari titik inlet sampai
outlet, ditentukan melalui hubungan antara kecepatan aliran Vw dengan panjang sungai
L melalui persamaan:
w
V L
K =
Berdasarkan Hukum Seldon, kecepatan gelombang banjir ditetapkan sebagai berikut:
dy dQ
B V
w
1 =
dimana B adalah lebar atas permukaan saluran, dan dQdy adalah slope rating curve pada titik
representatif saluran. Faktor pembobot x dalam metode
Muskingum berkisar antara 0 sampai 0,5 dengan rata-rata 0,2 untuk aliran alami. Pada
penelitian, penentuan nilai x diperoleh dari hasil trial-error pada saat kalibrasi, dengan
menggunakan nilai rata-rata sebagai nilai masukan awal.
3.3.4 Kalibrasi