Analisis Presipitasi Penentuan Bilangan Kurva dan

7

3.3.1 Analisis Presipitasi

Analisis presipitasi diperlukan sebagai salah satu masukan dalam model HEC-HMS, yaitu menentukan metode perhitungan hujan wilayah. Dalam penelitian ini, curah hujan wilayah ditentukan berdasarkan bobot setiap stasiun hujan yang dihitung menggunakan metode poligon Thiessen. Gambar 3.2 Konstruksi curah hujan wilayah metode poligon Thiessen Poligon Thiessen diperoleh dengan cara menarik garis bagi tegak lurus pada sisi-sisi segitiga yang menghubungkan titik-titik pengamatan. Gambar 3.2 menyajikan poligon Thiessen dari 4 stasiun hujan yang ada di DAS Ciliwung bagian hulu. Dalam menentukan perkiraan debit banjir, analisis frekuensi berguna untuk meghitung hujan harian maksimum pada berbagai periode ulang T. Persamaan analisis frekuensi yang dikemukakan Chow 1964 memerlukan faktor frekuensi K T yang nilainya tergantung tipe distribusi. Pada penelitian ini hujan harian maksimum dianggap mengikuti distribusi nilai ekstrim Gumbel tipe I, dengan persamaan faktor frekuensi sebagai berikut Haan 1977: ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + − = 1 ln ln 5772 , 7797 , T T K T

3.3.2 Penentuan Bilangan Kurva dan

Impervious Area Besarnya bilangan kurva ditentukan berdasarkan metode yang telah dikembangkan oleh Soil Consrvation Service SCS. McCuen 1982 menyebutkan bahwa bilangan kurva menyatakan pengaruh hidrologi bersama antara tanah, penggunaan lahan, keadaan hidrologi, dan kandungan air tanah sebelumnya. SCS telah mengembangkan sistem klasifikasi tanah menjadi empat kelompok hidrologi tanah Hydrologic Soil Group = HSG. Sifat-sifat tanah berdasarkan pengelompokan HSG tertera pada Tabel 3.1. Kelompok tanah tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu dari ketiga cara berikut: a berdasarkan sifat-sifat tanah, b peta tanah detail, c laju infiltrasi minimum. Tabel 3.2 menyajikan hubungan laju infiltrasi minimum dengan masing-masing kelompok tanah. Tabel 3.1 Kelompok hidrologi tanah menurut SCS dan sifat-sifatnya. HSG Sifat-Sifat Tanah A Pasir dalam, loess dalam, debu yang beragregat B Loess dangkal, lempung berpasir C Lempung berliat, lempung berpasir dangkal, tanah berkadar bahan organik rendah dan tanah berkadar liat tinggi D Tanah- tanah yang mengembang secara nyata jika basah, liat berat, plastis dan tanah-tanah tertentu Richard H McCuen 1982 Tabel 3.2 Hubungan laju infiltrasi minimum dengan kelompok tanah menurut SCS Kelompok Tanah Laju Infiltrasi Minimum mm jam A 203,2 – 304,8 B 101,6 – 203,2 C 25,4 – 101,6 D 0,0 – 25,4 Richard H McCuen 1982 Dalam menentukan keadaan kandungan air tanah KAT sebelumnya seringkali dipergunakan keadaan rata-rata daerah aliran pada keadaan tempat dan waktu tertentu McCuen 1982. SCS menyusun tiga keadaan KAT sebelumnya sebagai berikut: Kondisi I : Tanah dalam keadaan kering tetapi tidak sampai pada titik layu, telah pernah ditanami dengan hasil memuaskan. Kondisi II : Keadaan rata-rata. Kondisi III : Hujan lebat atau ringan dan temperatur rendah telah terjadi dalam lima hari terakhir, tanah jenuh air. 8 SCS memberikan batas jumlah curah hujan untuk setiap kondisi KAT sebelumnya seperti pada Tabel 3.3. Pada penelitian ini, perhitungan proses hujan-limpasan dianggap berlangsung pada musim tumbuh. Tabel 3.3 Batasan jumlah curah hujan pada setiap kondisi KAT sebelumnya. Total curah hujan lima hari sebelumnya mm Kondisi Musim Dorman Musim Tumbuh I 13 35 II 13 – 28 35 – 53 III 28 53 Richard H McCuen 1982 Nilai bilangan kurva untuk keadaan KAT sebelumnya pada kondisi II mengikuti tabel yang disajikan SCS Lampiran 1. Nilai bilangan kurva untuk keadaan KAT sebelumnya pada kondisi I dan III dihitung menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Chow dkk 1988, sebagai berikut: 058 , 10 2 , 4 II CN II CN I CN − = dan, 13 , 10 23 II CN II CN III CN + = Untuk DAS yang terdiri dari beberapa macam tipe tanah dan penggunaan lahan, nilai bilangan kurva ditetapkan sebagai nilai composite gabungan. Bilangan kurva composite ditentukan berdasarkan bobot luas bentuk penggunaan lahan yang ada di dalam DAS USACE 2001. ∑ ∑ = = = n i i n i i i composite A CN A CN 1 1 dimana, CN composite ialah bilangan kurva gabungan untuk seluruh DAS, i menyatakan indeks untuk subdivisi dari DAS dengan tipe penggunaan dan jenis tanah yang sama, dan A i adalah luas subdivisi ke-i. Selain bilangan kurva, parameter yang juga berpengaruh terhadap volume limpasan suatu DAS adalah luas daerah impervious. Impervious area dari suatu DAS adalah luasan dari DAS dimana semua kontribusi dari presipitasi akan menjadi limpasan langsung tanpa mengalami infiltrasi, evaporasi ataupun bentuk kehilangan air lainnya USACE 2001. Penentuan impervious area diperkirakan berdasarkan tipe penggunaan lahan dan faktor imperviousness Tabel 3.4. Tabel 3.4 Faktor imperviousness berdasarkan tipe penggunaan lahan. Penggunaan Lahan Faktor Imperviousness Hutan 0 Tanah Terbuka 5 Agrikultur 5 Residensial 30 Komersial 80 USACE 2000

3.3.3 Penyusunan Basin Model