B. PENELITIAN LANJUTAN
1. Pembuatan Minuman Instan Berdasarkan SNI 01-4320-1996, serbuk minuman tradisional adalah
produk bahan minuman berbentuk serbuk atau granula yang dibuat dari campuran rempah-rempah dan gula dengan atau tanpa penambahan bahan
makanan lain atau tambahan makanan yang diizinkan. Syarat serbuk minuman instan disajikan pada Lampiran 2.
Pembuatan minuman instan dilakukan melalui dua tahapan utama yaitu, ekstraksi dan pengeringan. Masing-masing bahan diekstraksi dengan
metode yang berbeda-beda untuk mendapatkan hasil ekstraksi yang optimal Gambar 9. Setelah diektraksi masing-masing ekstrak bahan dicampurkan
sesuai dengan formula yang telah ditetapkan. Kemudian bahan pengisi 10 dan bahan pemanis 20 dimasukkan dalam campuran ekstrak
bahan 70 untuk kemudian dikeringkan dengan alat pengering semprot spray dryer pada suhu 170
o
C sehingga didapat produk minuman instan yang diinginkan Gambar 10.
Gambar 9. Filtrat hasil ekstraksi Gambar 10. Serbuk minuman instan
2. Analisis Produk Akhir a. Rendemen
Nilai rendemen dihitung berdasarkan perbandingan antara berat produk akhir dengan berat total larutan yang masuk ke alat pengering,
kemudian dinyatakan dalam persen. Nilai rendemen yang didapat berkisar antara 18,57-26,77 persen dengan rata-rata 22,65. Histogram pengaruh
faktor perlakuan terhadap rendemen produk disajikan pada Gambar 11.
25,64 26,77
21,40 24,46
21,03 22,49
24,05 19,96
22,16 18,57
5 10
15 20
25 30
R ende
m en
Ekstrak ste vi a Si rup glukosa
Bahan Pemanis
A1 A2
A3 A4
A5
Gambar 11. Histogram rendemen minuman instan Hasil analisis ANOVA Lampiran 4.a menunjukkan bahwa nilai
rendemen produk yang dihasilkan dipengaruhi secara nyata oleh perbandingan formulasi bahan dan penambahan bahan pemanis, tetapi
tidak dipengaruhi oleh interaksi keduanya. Histogram menunjukkan bahwa produk dengan penambahan ekstrak daun stevia menghasilkan
rendemen yang lebih besar dibandingkan penggunaan sirup glukosa. Hal ini dapat disebabkan karena stevia hasil ekstraksi merupakan ekstrak
kasar dengan menggunakan pelarut air. Air menurut Winarno 2002, dapat melarutkan berbagai komponen dalam bahan seperti garam,
vitamin, mineral, karbohidrat dan sejumlah senyawa mikro lainnya. Sehingga total padatan terlarut dalam larutan ekstrak stevia menjadi lebih
tinggi, yang akhirnya berakibat pada tingginya nilai rendemen yang dihasilkan.
Uji lanjut Duncan terhadap faktor perbandingan formulasi bahan menunjukkan bahwa rendemen yang dihasilkan oleh formulasi A1 tidak
berbeda nyata dengan formulasi A4, begitu juga dengan rendemen yang dihasilkan oleh formulasi A3 tidak berbeda nyata dengan formulasi A5.
sedangkan rendemen yang dihasilkan oleh formulasi A2 berbeda nyata terhadap rendemen yang dihasilkan oleh formulasi A1, A4 dan formulasi
A3, A5. b. Kadar Air
Kadar air dalam produk pangan merupakan faktor penting yang mempengaruhi kualitas suatu produk. Menurut Winarno 2002,
kandungan air dalam bahan pangan mempengaruhi daya tahan bahan pangan terhadap serangan mikroorganisme, seperti bakteri, kapang, dan
khamir. Produk pangan dengan kadar air tinggi menyebabkan mikroorganisme akan mudah berkembang biak, sehingga dapat merusak
kandungan nutrisi dalam bahan pangan. Kandungan kadar air juga berpengaruh terhadap stabilitas produk pangan kering. Produk pangan
kering dengan kadar air yang tinggi cenderung membuat produk menjadi mudah mengempal dan saling melengket, sehingga dapat menurunkan
kualitas produk. Berdasarkan standar yang ditetapkan oleh SNI 1996, nilai kadar
air untuk serbuk minuman tradisional maksimal 3 Lampiran 2. Kandungan kadar air tertinggi dari serbuk minuman instan yang
dihasilkan dari penelitian ini adalah 2,96 dengan kisaran antara 1,22- 2,96 persen, sehingga nilai kadar air hasil penelitian ini telah memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh SNI. Histogram yang menggambarkan pengaruh faktor perlakuan terhadap kadar air disajikan pada Gambar 12.
2,86 2,29
2,96 2,55
2,79 1,78
1,58 1,81
1,22 1,58
0.5 1
1.5 2
2.5 3
K a
d a
r A ir
Ekstrak ste via Sirup glukosa
Bahan Pemanis
A1 A2
A3 A4
A5
Gambar 12. Histogram kadar air minuman instan Berdasarkan histogram pada Gambar 12, diketahui bahwa
penambahan ekstrak stevia memberikan nilai kadar air yang lebih tinggi dibandingkan penambahan sirup glukosa. Hasil uji lanjut Duncan
Lampiran 5.c juga menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun stevia berbeda nyata dengan penambahan sirup glukosa. Hal ini dapat
disebabkan karena berbedanya konsentrasi larutan dari masing-masing bahan pemanis. Ekstrak stevia yang digunakan dalam penelitian ini
memiliki konsentrasi 5 bv sedangkan sirup glukosa menurut SNI 01- 2978-1992 Tabel 4 kandungan air maksimal yang diperbolehkan adalah
20 bb, artinya pada volume yang sama ekstrak stevia mengandung minimal 95 ml air sedangkan sirup glukosa mengandung maksimal 20 ml
air, sehingga kandungan air larutan ekstrak stevia lebih banyak dibandingkan kandungan air pada sirup glukosa.
Hasil analisis ANOVA Lampiran 5.a menunjukkan bahwa nilai kadar air produk yang dihasilkan dipengaruhi secara nyata oleh
perbandingan formulasi bahan dan penambahan bahan pemanis, tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi keduanya. Hasil uji lanjut Duncan
terhadap faktor perbandingan formulasi bahan Lampiran 5.b menunjukkan bahwa terdapat dua kelompok keragaman, yaitu kelompok
pertama formulasi A1, A3, dan A5 yang memberikan pengaruh berbeda nyata dengan kelompok dua, yaitu formulasi A2 dan A4.
c. Kadar Abu Kadar abu merupakan parameter untuk menunjukkan nilai
kandungan bahan anorganik mineral yang ada di dalam suatu bahan atau produk. Semakin tinggi nilai kadar abu maka semakin banyak kandungan
bahan anorganik di dalam produk tersebut. Komponen bahan anorganik di dalam suatu bahan sangat bervariasi baik jenis maupun jumlahnya.
Kandungan bahan anorganik yang terdapat di dalam suatu bahan diantaranya kalsium, kalium, fosfor, besi, magnesium, dan lain-lain.
Kadar abu yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 0,68-0,87 persen dengan rata-rata kadar abu 0,77. Nilai kadar abu ini
memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh SNI 1996 bahwa nilai maksimal untuk kadar abu pada serbuk minuman tradisional adalah 1,5.
Histogram yang menggambarkan pengaruh faktor perlakuan terhadap kadar abu disajikan pada Gambar 13.
0,87 0,83
0,78 0,77
0,70 0,84
0,81 0,73 0,74
0,68
0.0 0.1
0.2 0.3
0.4 0.5
0.6 0.7
0.8 0.9
1.0
Ka d
a r A
b u
Ekstrak ste vi a Sirup gl ukosa
Bahan Pemanis
A1 A2
A3 A4
A5
Gambar 13. Histogram kadar abu minuman instan Hasil analisis ANOVA Lampiran 6.a menunjukkan bahwa nilai
kadar abu produk yang dihasilkan dipengaruhi secara nyata oleh
perbandingan formulasi bahan dan penambahan bahan pemanis, tetapi tidak dipengaruhi oleh interaksi keduanya. Uji lanjut Duncan terhadap
faktor perbandingan formulasi bahan Lampiran 6.b menunjukkan bahwa formulasi A3 tidak berbeda nyata dengan formulasi A4, tetapi kedua
formulasi ini berbeda nyata dengan formulasi yang lain. Begitu juga dengan antar masing-masing formulasi saling berbeda nyata dengan
formulasi yang lainnya. d.
Densitas Kamba
Densitas kamba merupakan sifat fisik bahan pangan kering yang berupa tepung atau biji-bijian yang dinyatakan dalam gml. Densitas
kamba suatu bahan menunjukkan bahwa pada bobot yang sama bahan tersebut membutuhkan volume yang lebih besar; atau pada volume yang
sama bahan tersebut memberikan bobot yang lebih besar. Karena itu densitas kamba yang lebih kecil lebih menguntungkan secara ekonomis
karena lebih menghemat ruang pada saat penyimpanan dan lebih memudahkan pada saat proses transportasi. Namun, bukan berarti
densitas kamba yang lebih besar tidak menguntungkan, karena saat penjualan produk, pada volume kemasan yang sama kita dapat menjual
produk dengan bobot yang lebih rendah; atau pada bobot netto yang sama kita dapat menjual produk dengan volume yang lebih besar,
sehingga terkesan produk tersebut lebih banyak atau lebih besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai densitas kamba
berkisar antara 0,58-0,61 gml dengan rata-rata 0,593 gml Lampiran 3. Nilai terbesar didapat pada formulasi A1 dengan penambahan bahan
pemanis ekstrak stevia, sedangkan nilai terendah didapat pada formulasi A4 dengan penambahan bahan pemanis ekstrak stevia dan formulasi A5
dengan penambahan bahan pemanis sirup glukosa. Histogram yang menggambarkan pengaruh faktor perlakuan terhadap densitas kamba
disajikan pada Gambar 14.
0,61 0,60
0,59 0,59 0,58
0,60 0,60 0,59
0,58 0,59
0.55 0.56
0.57 0.58
0.59 0.60
0.61 0.62
0.63 0.64
0.65
D e
n sit
a s K
a m
b a
g m
l
Ekstrak ste vi a Si rup gl ukosa
Bahan Pemanis
A1 A2
A3 A4
A5
Gambar 14. Histogram densitas kamba minuman instan Histogram menunjukkan bahwa nilai densitas kamba hasil
penambahan ekstrak daun stevia tidak jauh berbeda dengan penambahan sirup glukosa. Hal ini juga dibuktikan pada analisis ANOVA bahwa
perlakuan penambahan bahan pemanis tidak memberikan beda nyata terhadap densitas kamba produk. Hasil analisis ANOVA terhadap
perbandingan formulasi bahan memberikan beda nyata hanya pada tingkat kepercayaan 95. Uji lanjut Duncan terhadap faktor
perbandingan formulasi bahan Lampiran 7.b menunjukkan bahwa formulasi A1 tidak berbeda nyata dengan formulasi A2 tetapi
memberikan beda nyata terhadap formulasi yang lain; formulasi A2 memberikan beda nyata terhadap formulasi A4 tetapi tidak berbeda nyata
terhadap formulasi yang lain; formulasi A3 memberikan beda nyata terhadap formulasi A1 tetapi tidak berbeda nyata terhadap formulasi yang
lain; formulasi A4 memberikan beda nyata terhadap formulasi A1 dan A2 tetapi tidak memberi beda nyata terhadap formulasi A3 dan A5; dan
formulasi A5 sama seperti formulasi A3 memberikan beda nyata terhadap formulasi A1 tetapi tidak berbeda nyata terhadap formulasi yang lain.
e. Kelarutan
Kelarutan merupakan tingkat kemampuan produk kering berupa tepung, serbuk atau biji-bijian untuk larut di dalam air. Semakin tinggi
nilai kelarutan yang diperoleh maka semakin baik mutu produk yang dihasilkan, karena proses penyajiannya akan menjadi lebih mudah..
Histogram yang menggambarkan pengaruh faktor perlakuan terhadap kelarutan produk disajikan pada Gambar 15.
93,49 93,26
93,35 93,37
93,48 94,35
94,50 94,63 94,66
94,43
92.0 92.5
93.0 93.5
94.0 94.5
95.0
Ke la
r u
ta n
Ekstrak ste vi a Si rup gl ukosa
Bahan Pemanis
A1 A2
A3 A4
A5
Gambar 15. Histogram kelarutan minuman instan Berdasarkan histogram pada Gambar 15, diketahui bahwa
penambahan sirup glukosa memberikan nilai kelarutan yang lebih tinggi dibandingkan penambahan ekstrak stevia. Voight 1994 menyatakan
bahwa air dalam produk berpengaruh kuat terhadap stabilitas, kemampuan reaksi, dan kelarutan produk yang dihasilkan. Hatasura
2004 juga menambahkan bahwa kadar air yang tinggi pada bahan akan menurunkan tingkat kelarutan produk, keberadaan air dapat mengganggu
proses rekonstitusi, sehingga terjadi penggumpalan pada waktu penambahan air sebelum dikonsumsi. Data hasil penelitian Lampiran 3
menunjukkan bahwa kadar air produk dengan penambahan ekstrak stevia mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air produk
dengan penambahan sirup glukosa. Hal ini sesuai dengan data hasil
kelarutan yang menunjukkan bahwa ekstrak stevia dengan kadar air yang lebih tinggi mempunyai kelarutan yang rendah dan sirup glukosa dengan
kadar air yang lebih rendah mempunyai kelarutan yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kelarutan berkisar
antara 93,26-94,66 persen dengan nilai rata-rata 93,952. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa serbuk minuman instan hasil
penelitian ini memiliki kelarutan yang baik dalam air Hasil analisis ANOVA Lampiran 8.a menunjukkan bahwa faktor
perbandingan formulasi bahan tidak memberikan beda nyata terhadap nilai kelarutan produk. Begitu juga dengan interaksi antara perbandingan
formulasi bahan dengan penambahan bahan pemanis tidak berbeda nyata terhadap kelarutan produk. Sedangkan penambahan bahan pemanis
memberikan beda nyata terhadap kelarutan produk. Hasil uji lanjut Duncan terhadap penambahan bahan pemanis menunjukkan bahwa
penambahan bahan pemanis ekstrak stevia berbeda nyata dengan penambahan sirup glukosa.
f. Kadar Vitamin C Menurut Silalahi 2006, dalam sistem biologis, vitamin C
merupakan antioksidan yang larut dalam air. Vitamin C dengan mudah dapat menangkap spesies oksigen dan nitrogen reaktif, seperti
superoksida, radikal hidroperoksil, radikal nitrogen oksida, dan asam hipoklorit. Sehingga vitamin C dapat berperan untuk mencegah reaksi
kerusakan oksidatif terhadap biomolekul. Silalahi 2006 juga menambahkan, untuk mencegah berbagai penyakit dan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh, konsumsi vitamin C yang banyak dianjurkan. Bahkan kebutuhan minimal vitamin C yang dipakai selama
ini 60 mghari perlu ditingkatkan menjadi dua kali lipat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kadar Vitamin C
berkisar antara 7,72-14,54 mg dengan nilai rata-rata 10,27 mg dalam setiap satu gram serbuk minuman instan Lampiran 3. Berdasarkan hasil
tersebut dapat diketahui bahwa setiap 6 gram serbuk minuman instan dari
campuran teh hijau, pegagan, dan daun jeruk purut ini mampu menggantikan kebutuhan minimal harian vitamin C bagi manusia, yaitu
60 mghari.
14,54 9,96
11,72 8,46
8,84 13,52
9,46 10,44
7,72 8,11
2 4
6 8
10 12
14 16
Vi ta
m in
C m
g
Ekstrak ste vi a Si rup glukosa
Bahan Pemanis
A1 A2
A3 A4
A5
Gambar 16. Histogram kadar vitamin C minuman instan Berdasarkan histogram pada Gambar 16, diketahui bahwa
penambahan ekstrak stevia memberikan nilai kadar vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan penambahan sirup glukosa. Hasil analisis ANOVA
Lampiran 9.a menunjukkan bahwa faktor perbandingan formulasi bahan, faktor penambahan bahan pemanis dan interaksi antar kedua faktor
perlakuan memberikan beda nyata terhadap kadar vitamin C produk. Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor perbandingan formulasi bahan
menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada masing-masing perlakuan. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa penambahan ekstrak
stevia berbeda nyata dengan penambahan sirup glukosa terhadap kadar vitamin C. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada interaksi antar kedua
faktor perlakuan, yaitu masing-masing sampel memberikan pengaruh yang berbeda nyata satu sama lainnya.
g. Uji Total Fenol Uji total fenol dilakukan untuk mengetahui banyaknya jumlah
fenol dalam suatu sampel yang dihitung berdasarkan nilai absorbansi sampel yang disesuaikan dengan nilai absorbansi asam tanat. Uji total
fenol penting untuk dilakukan karena beberapa senyawa turunan fenol, yaitu vitamin E dan flavonoid diketahui mempunyai kemampuan
antioksidan yang dapat menghambat kerja radikal bebas. Menurut silalahi 2006, vitamin E merupakan antioksidan yang larut dalam lemak yang
dapat menangkap radikal bebas dan menghalangi reaksi berantai peroksidasi lipid. Sedangkan flavonoid menurut Silalahi 2006
merupakan senyawa yang dapat berperan sebagai penangkap radikal bebas karena mengandung gugus hidroksil. Flavonoid juga bersifat
sebagai reduktor yang dapat bertindak sebagai donor hidrogen terhadap radikal bebas.
Turunan fenol, yaitu polifenol dalam teh menurut Silalahi 2006 mempunyai sifat protektif terhadap kanker. Secara umum polifenol
bersifat meredam radikal bebas baik melalui delakolisasi elektron dan membentuk ikatan hidrogen intramolekul maupun dengan penataan
kembali struktur molekulnya. Fenol sendiri merupakan senyawa siklik benzena yang memiliki gugus OH. Mekanisme kerja antioksidan dari
turunan fenol menurut Silalahi 2006 dapat digambarkan seperti Gambar 17.
OH O
•
O O
+ R
o
RH + • H
• H
Fenol Radikal bebas
Radikal bebas yang tidak reaktif Gambar 17. Mekanisme kerja antioksidan dari turunan fenol
Hasil analisis ANOVA Lampiran 12.a menunjukkan bahwa faktor perbandingan formulasi bahan, faktor penambahan bahan pemanis
dan interaksi antar kedua faktor perlakuan memberikan beda nyata terhadap kadar nilai total fenol produk yang dihasilkan. Histogram yang
menggambarkan pengaruh faktor perlakuan terhadap nilai total fenol tersebut disajikan pada Gambar 18.
49,35 46,75
47,17 46,02
45,50 46,13
42,69 42,38
42,79 42,06
40 41
42 43
44 45
46 47
48 49
50
T o
ta l F
e no
l ppm
Ekstrak ste vi a Si rup glukosa
Bahan Pemanis
A1 A2
A3 A4
A5
Gambar 18. Histogram nilai total fenol minuman instan Hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor perbandingan formulasi
bahan Lampiran 12.b menunjukkan bahwa formulasi A2 tidak berbeda nyata dengan formulasi A3, tetapi kedua formulasi ini berbeda nyata
terhadap formulasi yang lain. Begitu juga dengan antar masing-masing formulasi saling berbeda nyata terhadap formulasi yang lainnya. Uji
lanjut Duncan terhadap faktor interaksi antar kedua perlakuan menunjukkan bahwa formulasi A1B1 berbeda nyata terhadap semua
formulasi yang lain, begitu juga dengan formulasi A5B1 berbeda nyata terhadap semua formulasi yang lainnya. Sedangkan formulasi A1B2 tidak
berbeda nyata dengan formulasi A4B1; formulasi A2B1 tidak berbeda nyata dengan formulasi A3B1; formulasi A2B2 tidak berbeda nyata
dengan formulasi A3B2 dan A4B2; serta formulasi A3B2 tidak berbeda nyata dengan formulasi A5B2.
3. Uji Aktivitas Antioksidan Uji aktivitas antioksidan dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan sampel produk untuk menghambat terjadinya proses oksidasi pada asam linoleat. Proses oksidasi tersebut dapat diketahui karena adanya
struktur diena terkonjugasi. Menurut White 1995, asam yang mengandung dua ikatan rangkap terkonjugasi menunjukkan penyerapan pada panjang
gelombang 230-234 nm. Oleh karena itu pengukuran diena terkonjugasi dilakukan dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 234 nm.
Pada penelitian ini digunakan minyak kedelai murni, karena menurut Bailey dalam Ketaren 1996 minyak kedelai mengandung 15-64 asam
linoleat. Komposisi minyak kedelai lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Komposisi asam lemak pada minyak kedelai Komposisi kimia
Persentase Asam lemak tidak jenuh
• Linoleat • Oleat
• Linolenat • Arakhidonat
85 15-64
11-60 1-12
1,5
Asam lemak jenuh • Palmitat
• Stearat • Arakhidat
• laurat 15
7-10 2-5
0,2-1 0,2-1
Asam linoleat pada suhu 37
o
C selama penyimpanan akan teroksidasi dengan memperlihatkan pergeseran posisi ikatan rangkap karena terjadinya
isomerisasi dan pembentukan konjugatnya Fatimah, 2005. Diena terkonjugasi yang dihasilkan dapat diukur dengan spektrometer UV pada
panjang gelombang 234 nm. Semakin banyak diena terkonjugasi yang dihasilkan maka semakin tinggi nilai absorbansi yang terukur. Adanya
penambahan antioksidan akan menghambat terbentuknya diena terkonjugasi sehingga nilai absorbansi yang terukur akan semakin kecil. Pada pengujian
ini, sampel sebanyak 0,1 ml ditambahkan ke dalam emulsi asam linoleat. Pembanding yang digunakan adalah kontrol tanpa penambahan sampel dan
suplemen vitamin C dosis tinggi You C-1000. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sampai pada
penyimpanan hari ke-7 semua sampel produk memiliki nilai konsentrasi diena terkonjugasi yang lebih rendah dibandingkan kontrol. Artinya semua
sampel produk mampu menghambat terjadinya proses oksidasi Lampiran 13. Kandungan diena terkonjugasi terendah terdapat pada sampel produk
A1B1, sedangkan yang tertinggi terdapat pada sampel produk A5B2. Suplemen vitamin C menunjukkan konsentrasi kandungan diena
terkonjugasi yang paling rendah dibandingkan dengan kontrol dan sampel produk, artinya suplemen vitamin C tersebut memiliki kandungan
antioksidan yang cukup tinggi. Berdasarkan kurva pada Gambar 21, dapat dilihat bahwa semua
sampel yang diujikan mengalami kenaikan jumlah diena terkonjugasi secara linier setiap harinya hingga hari ke-7 yang memiliki kandungan diena
terkonjugasi tertinggi, walaupun pada beberapa sampel nilai yang terukur mengalami penurunan pada hari tertentu. Hal ini menurut Sejati 2002 dapat
disebabkan oleh stabilitas emulsi pada sampel. Ketidakstabilan dapat disebabkan karena antioksidan yang dalam hal ini larut dalam air tidak dapat
melindungi minyak kedelai murni dari oksidasi secara sempurna. Fatimah 2005 menerangkan bahwa efektivitas antioksidan dalam sistem minyak
utuh dan sistem emulsi dipengaruhi oleh polaritas larutan, substrat lipid, pH, sistem emulsi OW atau WO, konsentrasi, waktu oksidasi, metode yang
digunakan dalam menentukan oksidasi lipid, pengemulsi, adanya ingredien lain, stabilitas relatif antioksidan, serta kemampuan mendonasi atom
hidrogen.
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0 7.0
8.0
1 2
3 4
5 6
7
Hari ke- D
ie n
a Te
rk on
ju g
a s
i
m m
o l
k g
m in
yak x
1 00
A1B1 A2B1
A3B1 A4B1
A5B1
Gambar 19. Kurva kandungan diena terkonjugasi produk dengan penambahan ekstrak stevia
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0 7.0
8.0
1 2
3 4
5 6
7
Hari ke- D
ie n
a Te
rk on
ju ga
s i
m m
o l
kg m
in y
a k
x 100 A1B2
A2B2 A3B2
A4B2 A5B2
Gambar 20. Kurva kandungan diena terkonjugasi produk dengan penambahan sirup glukosa
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0 7.0
8.0
1 2
3 4
5 6
7
Hari ke- D
ie n
a Te
rk on
ju g
a s
i
m m
o l
k g
m in
yak x
1 00
Kontrol A1B1
A2B1 A3B1
A4B1 A5B1
C-1000 A1B2
A2B2 A3B2
A4B2 A5B2
Gambar 21. Kurva kandungan diena terkonjugasi produk
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan bahan pemanis berpengaruh nyata terhadap kandungan diena terkonjugasi
Lampiran 14.a. penambahan bahan pemanis ekstrak stevia menunjukkan nilai kandungan diena terkonjugasi yang lebih rendah dibandingkan
penambahan sirup glukosa. Hal ini dapat disebabkan karena ekstrak stevia kemungkinan mempunyai kandungan bahan aktif antioksidan yang mampu
menghambat oksidasi, sedangkan sirup glukosa merupakan karbohidrat murni yang tidak memberikan pengaruh terhadap aktivitas antioksidan. Hasil
analisis sidik ragam juga menunjukkan bahwa lama oksidasi berpengaruh nyata terhadap konsentrasi diena terkonjugasi yang terbentuk. Semakin lama
waktu oksidasi maka semakin banyak diena terkonjugasi yang terbentuk. Uji lanjut Duncan terhadap sampel menunjukkan bahwa masing-masing sampel
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kandungan diena terkonjugasi Lampiran 14.c.
Analisis regresi hanya dilakukan terhadap sampel dengan penggunaan bahan pemanis sirup glukosa, dengan asumsi bahwa penggunaan bahan
pemanis tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai diena terkonjugasi. Hasil analisis Lampiran 15 menunjukkan bahwa daun jeruk purut tidak
mempunyai korelasi terhadap kandungan diena terkonjugasi, sedangkan teh hijau mempunyai korelasi negatif dan pegagan memberikan korelasi positif
terhadap kandungan diena terkonjugasi. Hal ini berarti bahwa semakin banyak teh hijau yang digunakan pada formula maka semakin rendah nilai
diena terkonjugasi yang terukur, yang berarti kemampuan produk untuk menghambat proses oksidasi pun semakin baik.
4. Uji Organoleptik Uji organoleptik merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui
tingkat kesukaan atau ketidaksukaan panelis terhadap suatu produk. Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji hedonik
kesukaan terhadap sepuluh sampel produk minuman instan. Produk minuman instan yang diujikan dibuat dengan melarutkan 5
gram serbuk instan dalam 100 ml air. Jumlah perbandingan ini diperoleh
secara trial dan error. Panelis sebanyak 30 orang diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya dengan memberikan penilaian dalam bentuk skala
terhadap rasa, warna, dan aroma minuman instan yang diujikan. Kesukaan tertinggi diperoleh dari selisih terbesar jumlah kumulatif
panelis yang menyatakan suka dan jumlah kumulatif panelis yang menyatakan tidak suka. Jumlah kumulatif yang menyatakan suka merupakan
gabungan dari jumlah panelis yang menyatakan suka skala 4 dan sangat suka skala 5. Sedangkan jumlah kumulatif yang menyatakan tidak suka
merupakan gabungan dari jumlah panelis yang menyatakan tidak suka skala 2 dan sangat tidak suka skala 1. Form penilaian uji hedonik dapat dilihat
pada Lampiran 16. a. Rasa
Rasa adalah tanggapan rangsangan kimiawi yang dapat dinilai oleh indera pencicip lidah. Hasil penilaian respon panelis terhadap rasa
minuman instan dapat dilihat pada lampiran 17 dan dinyatakan dalam bentuk histogram pada Gambar 22.
10 20
30 40
50
J u
m la
h P
a ne
lis
A1B1 A1B2 A2B1 A2B2
A3B1 A3B2 A4B1 A4B2 A5B1 A5B2
Minuman Herbal Instan
Sangat tidak suka Tidak suka
Biasa Suka
Sangat suka
Gambar 22. Histogram respon panelis terhadap rasa minuman instan Berdasarkan histogram pada Gambar 22 dapat dilihat bahwa respon
kesukaan tertinggi terhadap rasa diperoleh pada perlakuan A1B2 yaitu dengan persentase kumulatif sebesar 26,67. Sedangkan respon kesukaan
terendah diperolah pada perlakuan A2B1, A2B2, dan A5B2 dengan
persentase kumulatif sebesar 6,67. Berdasarkan histogram dapat dilihat juga bahwa Respon ketidaksukaan tertinggi terhadap rasa diperoleh pada
perlakuan A2B1 dan A3B1 yaitu dengan persentase kumulatif sebesar 80. Sedangkan respon ketidaksukaan terendah diperolah pada perlakuan
A3B2 dengan persentase kumulatif sebesar 36,67. b.
Warna Warna suatu minuman akan sangat berpengaruh terhadap daya tarik
konsumen pada suatu minuman. Warna pada minuman herbal biasanya diperoleh secara alami dari zat warna yang terdapat pada tanaman herbal
tersebut seperti zat antosianin, kurkumin ataupun brazilin. Warna pada herbal yang berupa daun-daunan juga sangat dipengaruhi oleh tingginya
kadar klorofil pada herbal tersebut. Pada penelitian ini, secara umum warna minuman instan selain dipengaruhi oleh zat warna yang terkandung
dalam bahan juga sangat dipengaruhi oleh penambahan bahan pemanis yang digunakan. Pengujian memperlihatkan bahwa secara umum terdapat
dua jenis warna pada minuman herbal instan, yaitu warna coklat kehitaman pada perlakuan dengan penambahan ekstrak stevia B1 dan
warna kuning kecoklatan pada perlakuan dengan penambahan sirup glukosa B2.
Hasil perlakuan penambahan bahan pemanis ini sangat berpengaruh nyata terhadap respon kesukaan panelis. Berdasarkan histogram pada
Gambar 23, dapat dilihat bahwa respon kesukaan panelis terhadap warna minuman herbal instan dengan penambahan ekstrak stevia B1 sangatlah
rendah, yaitu dengan persentase kumulatif sebesar 0-6,67 . Sedangkan respon kesukaan panelis terhadap warna minuman herbal instan dengan
penambahan sirup glukosa sebesar 43,33-66,67 . Rendahnya nilai kesukaan panelis terhadap minuman dengan
penambahan ekstrak stevia dapat disebabkan karena warna ekstrak stevia yang dihasilkan memiliki warna hitam, sehingga menyebabkan campuran
minuman menjadi kehitaman dan tidak menarik. Sedangkan minuman dengan penambahan sirup glukosa memiliki warna kekuningan seperti
minuman teh pada umumnya, hal ini dikarenakan sirup glukosa merupakan cairan kental yang tidak berwarna yang tidak memberikan
pengaruh terhadap campuran minuman yang dihasilkan.
10 20
30 40
50 60
70
J u
m la
h P
a ne
lis
A1B1 A1B2
A2B1 A2B2 A3B1 A3B2
A4B1 A4B2 A5B1 A5B2
Minuman Herbal Instan
Sangat tidak suka Tidak suka
Biasa Suka
Sangat suka
Gambar 23. Histogram respon panelis terhadap warna minuman instan c.
Aroma Aroma adalah bau yang dapat dirangsang oleh syaraf-syaraf
olfaktori yang terdapat dalam ronggga hidung Peckam dalam Yusuf, 1969. Aroma pada minuman herbal biasanya dipengaruhi oleh kandungan
minyak atsiri pada bahan herbal tersebut yang dapat menghasilkan bau- bauan tertentu yang khas.
Berdasarkan histogram pada Gambar 23 diketahui bahwa respon kesukaan panelis tertinggi terhadap aroma minuman herbal instan terdapat
pada perlakuan A2B2 sebesar 36,67 dan terendah pada perlakuan A2B1 sebesar 6,67. Respon kesukaan panelis terhadap aroma ini dapat
disebabkan karena minuman herbal instan yang dibuat memiliki aroma teh yang khas, selain itu juga mengeluarkan aroma daun jeruk purut walaupun
dalam kadar yang relatif kecil. Sedangkan penambahan pegagan pada minuman, secara umum tidak memberikan pengaruh terhadap aroma
produk yang dihasilkan.
Histogram juga menunjukkan bahwa Respon panelis terbanyak cenderung memilih aroma yang netralbiasa terhadap semua produk.
Kecenderungan tersebut dapat disebabkan karena aroma yang mestinya dapat dihasilkan pada produk banyak yang menghilang atau teruapkan
selama proses ekstraksi. Sehingga aroma yang dapat diikat olah bahan pengisi pada proses pengeringan menjadi lebih kecil.
10 20
30 40
50 60
70
J u
m la
h P
a ne
lis
A1B1 A1B2
A2B1 A2B2 A3B1 A3B2
A4B1 A4B2 A5B1 A5B2
Minuman Herbal Instan
Sangat tidak suka Tidak suka
Biasa Suka
Sangat suka
Gambar 24. Histogram respon panelis terhadap aroma minuman instan
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN