Sebab-sebab Pemutusan Hubungan Kerja PHK

mengundurkan diri dari pekerjaannya atas dasar alasan pribadi, misalnya karena karyawan mendapatkan tawaran pekerjaan yang lebih baik dari perusahaan semula. b. Lay off, yaitu pemberhentian karyawan karena habis masa kontraknya atau karena karyawan yang bersangkutan tidak dibutuhkan lagi oleh perusahaan. c. Retirement atau pensiun, yaitu pemberhentian karyawan karena karyawan yang bersangkutan telah mencapai usia tertentu. Pada umumnya pemensiunan karyawan ini dilakukan jika karyawan telah mencapai usia 55 tahun sampai 65 tahun, tetapi tergantung dari program masing-masing perusahaan. d. Pemutusan Hubungan Kerja PHK atas kehendak pengusaha. Hal ini dilakukan karena adanya pengurangan aktivitas atau penciutan usaha, atau karena kelalaian karyawan sehingga melanggar disiplin perusahaan.

4. Reaksi-reaksi terhadap Pemutusan Hubungan Kerja PHK

Bagi para karyawan, menghadapi saat-saat berhenti bekerja merupakan suatu malapetaka yang dirasa merebut sumber daya karena pada umumnya pemberhentian kerja karyawan terjadi atas kehendak pengusaha. Oleh karena itu pada umumnya para karyawan bereaksi negatif terhadap Pemutusan Hubungan Kerja PHK, apalagi bila proses pemecatan atau PHK tersebut diawali dengan proses yang tidak mengacu pada peraturan yang ada, seperti yang sudah diatur dalam Undang-undang UU No. 13 tahun 2003 yang menggantikan Undang-undang UU No. 12 tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja PHK di Perusahaan Swasta. Reaksi negatif tersebut antara lain: a. Agresi Karyawan melampiaskan kekecewaannya pada sesuatu yang ada didekatnya yang sebenarnya ditujukan kepada sumber kekecewaannya tersebut. b. Regresi Karyawan menyalurkan kekecewaannya dengan bentuk keluhan karena ia tidak mampu menghapus kekecewaannya tersebut. Keluhan ini dilakukan untuk mendapatkan simpati sekaligus untuk meringankan beban yang ada dalam pikirannya. c. Fiksasi Karyawan menyalurkan kekecewaannya dengan melakukan suatu tindakan yang tidak memliliki tujuan yang jelas, padahal ia sendiri tahu kalau tindakannya tersebut akan sia-sia saja. d. Penyerahan penerimaan Karyawan menyerahkan kegagalan sepenuhnya pada nasib. Ia sama sekali tidak berusaha untuk merubah atau memperbaiki nasibnya agar menjadi lebih baik. e. Rasionalisasi dan proyeksi Karyawan berusaha mendapatkan toleransipenerimaan atas kegagalannya dari pihaknya sendiri. Penerimaan tersebut atas hal yang dicari-cari, bukan berdasarkan kondisi riil yang dihadapinya. Pencarian 13 alasan itu dijadikan dasar bagi pembelaan diri bagi keseimbangan pribadi, yang berhubungan dengan self respect-nya. Kadang-kadang pegawai tersebut memproyeksikan kegagalannya pada orang lain. f. Disorganisasi mengalami gangguan mental Karyawan menjadi tertekan dan frustrasi, sehingga ia mengalami disorganisasi pribadi. Ia mengalami emotional break down, dimana dalam keadaan ini ia dapat mengalami suatu gangguan bicara, bahkan menunjukkan suatu perilaku yang regresif. g. Penarikan diri withdrawal Karyawan mengundurkan diri dari konflik yang dihadapinya. Ia berusaha melupakan kesulitan yang dihadapinya karena ia merasa tidak akan mungkin lagi mendapatkan pekerjaan yang selayak pekerjaan sebelumnya. Karyawan yang menarik diri ini biasanya berpikir secara autistik, berkhayal yang tidak riil, melamun, atau bisa saja merubah dirinya menjadi seorang pemabuk, pecandu, dan sebagainya.

B. Menarik Diri withdrawal

1. Pengertian

Menarik diri withdrawal merupakan suatu pola kelakuan menghindari konflik dengan menarik diri dari masyarakat Ramali Pamoentjak, 2000: 383. Dalam thefreedictionary.com, withdrawal didefinisikan sebagai penghindaran diri dari suatu keterlibatan emosi; pengambilan jarak sosial sebagai penghindaran diri dari suatu keterlibatan