Pengaruh persepsi kepemimpinan transformasional dan faktor demografik terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi
TERHADAP KESIAPAN DALAM MENGHADAPI
PERUBAHAN MEKANISME KERJA ORGANISASI
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh:
AZKYA MILFA LAENSADI NIM : 1110070000062
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
MENGHADAPI PERUBAHAN MEKANISME KERJA ORGANISASI
ikripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh:
/.zkya Milfa Laensadi
NIM: 1t 10070000062
Pembimbing
I
Desi Yustari Muchtar. M.Psi. Psi.
NIP. 1982 1 2142008012006
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIYERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(3)
Skripsi
bedudul
"PENGARUH
PERSEPST
KEPEMIMPTNANTRA},ISFORMASIONAL
DAN
FAKTOR
DEMOGRAFIK TERIIADAPKESIAPAN
DALAM
MENGHADAPI
PERUBAIIAN
MEKANISMEKERJA
ORGANTSASI" telah diujikan dalam siding munaqasyah FakultasPsikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 30 Maret 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana psikologi (S.Psi) pada Fakultas Psikologi.
Iakarta,9 April2015
Sidang Munaqasyah
Prof. Dr. Abdul Muiib. M.Ae. M.Si
NrP. 196806t4 t99704
I
001 NIP. 19720823 199906I
A02Anggota
Drs. Sofiandv Zakaria. NI.Psi
NIDN. 03-1505-4701
Liany Luzvinda. M.Si
NrP. 1 97802t 62007102001
Desi Yustari Nluchtar" M.Psi. Psi.
NIP. 19821 214 200801 2 006
ilt Dekan / Ketua
(4)
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (Sl) di UIN SyarifHidayatullah Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkansesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerimasanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
NIM.
1110070000062tv
(5)
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
To improve is to change;
to be perfect is to change often.
-Winston Churchill-
-My success is only by Allah-
Karya ini kupersembahkan kepada orang tuaku
tersayang, M. Jamil Laena dan Fadlilah Husain
yang telah mendampingiku di sepanjang perjalanan
hidupku. Semoga ini merupakan kado yang berharga
dan membuat kalian bangga.
(6)
B) Maret 2015
C) Azkya Milfa Laensadi
D) Pengaruh Kepemimpinan Transformasional dan Faktor Demografik terhadap Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan Mekanisme Kerja Organisasi
E) xiii + 74 halaman + lampiran
F) Seiring lingkungan manusia yang dinamis, maka perubahan organisasi akan terus terjadi, terutama pada institusi pendidikan. Untuk menghadapinya secara efektif, para anggota organisasi, khususnya para pegawai, harus mempunyai kesiapan agar perubahan mendapatkan hasil yang positif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah adanya pengaruh dari kepemimpinan transformasional dan faktor demografik terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi Penulis berasumsi bahwa persepsi dari kepemimpinan transformasional (challenge the process, inspire a shared vision, enable others to act, model the way, dan encourage the heart) dan faktor demografik (jenis posisi jabatan kerja dan jumlah tanggungan) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi.
Penelitian ini dilakukan dengan sampel 122 dosen dan karyawan IAIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah nonprobability sampling. Dalam penelitian ini instrumen data yang digunakan adalah Readiness for Change Scale dan Leadership Practices Inventory. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan dari persepsi dari kepemimpinan transformasional dan faktor demografik terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi, terutama pada variabel kepemimpinan transformasional dari dimensi challenge the process dan inspire a shared vision, serta dari variabel faktor demografik yaitu jenis posisi jabatan kerja.
G) Bahan Bacaan: 8 Buku + 9 Jurnal + 2 Tesis
(7)
B) March 2015
C) Azkya Milfa Laensadi
D) The Effect of Perceived Transformational Leadership and Demographical Factors on Readiness for Organizational Work Mechanism Change
E) xiii + 74 pages + appendix
F) Because of dynamically human environment, organization will continually implement changes, especially in educational institution. To face it effectively, organization member, in particular the employees, must have readiness in order the changes get positive results. The purpose of this study was to examine the effect of perceived transformational leadership and demographical factors on readiness for organizational work mechanism change. The author assumed that perception of transformational leadership (challenge the process, inspire a shared vision, enable others to act, model the way, and encourage the heart) and demographical factors (job position and numbers of dependent) have a significant effect on readiness for organizational work mechanism change.
Sampel of this study are 122 lecturers and administrative employees of Sultan Thaha Saifuddin State Institut of Islamic Sudies (IAIN) Jambi. This study uses nonprobability technique sampling. This study uses data instrument that is Readiness for Change Scale and Leadership Practices Inventory.
The result of this study showed that there is significant effect of perception of transformational leadership and demographical factors on readiness for organizational work mechanism change, especially transformational leadership variable from challenge the process and inspire a shared vision dimensions, also demographical factor that is job position.
G) References: 8 Books + 9 Journals + 2 Thesis
(8)
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kekuatan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya.
Banyak pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat dan ketulusan hati perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.
2. Bapak Drs. Akhmad Baidun, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan dukungan, perhatian dan doa kepada penulis.
3. Ibu Desi Yustari Muchtar, M.Psi., Psi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran serta ide-ide dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Drs. Sofiandy Zakaria, M.Psi selaku penguji 1 dan Ibu Liany Luzvinda, M.Si selaku penguji 2 yang telah memberikan arahan dan masukan dalam perbaikan skripsi ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan ilmu, wawasan, serta pengetahuan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan kepada penulis, serta kepada seluruh civitas akademik Fakultas Psikologi atas bantuannya.
6. Pimpinan serta dosen dan karyawan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Thaha Saifuddin (STS) Jambi sebagai responden yang telah bersedia mengizinkan dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
7. Untuk kedua orang tua, Ayahanda M. Jamil Laena dan Ibunda Fadlilah Husain yang telah memberikan kasih sayang serta dukungan moril maupun materil yang sangat berharga bagi penulis selama masa perkuliahan ini. Serta keluarga
(9)
besar lainnya, nenek, om, tante, dan sepupu-sepupu khususnya Kak Icha, Kak Uchi, Kak Inna, Kak Emi, dan Ayyin.
8. Untuk keluarga besar kelas B angkatan 2010 yang telah menjadi bagian hidup penulis selama perkuliahan Qory, Isti, Katty, Saul, Retno, Adila, Sunny, Ainun, Nisyub, Isnia, Shintia, Ajeng, Ila, Anita, Syifa, Viny, Chintya, Gina, Tyyas, Putri, Estu, Niken, Fadhila, Acing, Winda, Yuni, Aini, Sabe, Danar, Didik, Hilmi, Bobby, Lian, Haris, Iki, Gian, Dery, dan Adit.
9. Para sahabat dari SMA, Natasya Andrea, Ardita Febrini, Melati D.W., dan Dian Kumala. Untuk Chita Kalinda dan Kirana Kusuma serta Intan Suryani yang telah memberikan bantuan ilmu yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini.
10.Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan doa pada penulis selama penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Semoga penelitian ini memberikan manfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Jakarta, 30 Maret 2015
Penulis
(10)
HALAMAN PERSETUJUAN………... ii
HALAMAN PENGESAHAN ………...……… iii
LEMBAR PERNYATAAN …...…...………..………... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……….... v
ABSTRAK ………...…... vi
KATA PENGANTAR ………..…. viii
DAFTAR ISI ………...…………... x
DAFTAR TABEL ……….. xii
DAFTAR GAMBAR ………. xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ……….... 1-9 1.1 Latar Belakang Masalah ………. 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ………... 7
1.2.1 Pembatasan masalah ……… 7
1.2.2 Perumusan masalah ………... 7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ………... 8
1.3.1 Tujuan penelitian ………. 8
1.3.2 Manfaat penelitian ………... 8
1.4 Sistematika Penulisan ………. 9
BAB 2 LANDASAN TEORI ………. 10-36 2.1 Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan Mekanisme Kerja Organisasi ………... 10
2.1.1 Definisi kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi ....………... 10
2.1.2 Dimensi dan pengukuran kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi ………. 19
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi.... 20
2.2 Persepsi Kepemimpinan Transformasional ………..….. 21
2.2.1 Definisi persepsi kepemimpinan transformasional ..… 21
2.2.2 Dimensi kepemimpinan transformasional ……….… 27
2.2.3 Pengukuran kepemimpinan transformasional …….... 30
2.3 Faktor Demografik ………. 31
2.4 Kerangka Berpikir ………..…… 32
2.5 Hipotesis Penelitian ……… 35
BAB 3 METODE PENELITIAN ……….… 37-53 3.1 Target Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ………...…. 37
3.1.1 Target populasi dan sampel penelitian ……….... 37
3.1.2 Teknik pengambilan sampel ……...……… 37
(11)
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ……….…... 39
3.4 Uji Validitas Konstruk ……….... 42
3.4.1 Uji validitas konstruk kesiapan dalam menghadapi perubahan organisasi ………...…... 44
3.4.2 Uji validitas konstruk kepemimpinan transformasional ……….… 45
3.5 Teknik Analisis Data ………..……… 52
BAB 4 HASIL PENELITIAN ……….. 54-65 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ……….. 54
4.2 Analisis Deskriptif ………..… 55
4.3 Kategorisasi Skor ………... 56
4.4 Uji Hipotesis Penelitian ………..… 58
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian ………... 58
4.4.2 Proporsi varians ………... 63
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ……….. 66-72 5.1 Kesimpulan ……….… 66
5.2 Diskusi ……… 67
5.3 Saran ………... 70
5.3.1 Saran metodologis ………... 70
5.3.2 Saran praktis ……….... 71
DAFTAR PUSTAKA ……… 73
LAMPIRAN ………... 75
(12)
Perubahan 40 Tabel 3.2 Blueprint Skala Kepemimpinan Transformasional 41 Tabel 3.3 Muatan Faktor Item Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan 45 Tabel 3.4 Muatan Faktor Item Challenge the Process 46 Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Inspire a Shared Vision 48 Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Enable Others to Act 49
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Model the Way 50
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Encourage the Heart 52
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian 54
Tabel 4.2 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian 55
Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor 57
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian 57
Tabel 4.5 Model Summary Analisis Regresi 59
Tabel 4.6 ANOVA Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV 59
Tabel 4.7 Koefisien Regresi 60
Tabel 4.8 Proporsi Varians dari Masing-masing IV 63
(13)
Gambar 3.1 Path Diagram Variabel Kesiapan dalam Menghadapi
Perubahan 44
Gambar 3.2 Path Diagram Variabel Kepemimpinan Transformasional
Challenge the Process 46
Gambar 3.3 Path Diagram Variabel Kepemimpinan Transformasional
Inspire a Shared Vision 47
Gambar 3.4 Path Diagram Variabel Kepemimpinan Transformasional
Enable Others to Act 49
Gambar 3.5 Path Diagram Variabel Kepemimpinan Transformasional
Model the Way 50
Gambar 3.6 Path Diagram Variabel Kepemimpinan Transformasional
Encourage the Heart 51
(14)
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini dibahas tentang latar belakang masalah penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
1.1Latar Belakang Masalah
Dengan adanya peningkatan lingkungan yang dinamis, organisasi terus-menerus dihadapkan dengan kebutuhan untuk melaksanakan perubahan dalam strategi, struktur, proses, dan budaya (Armenakis, et al., 1993). Menangani perubahan secara efektif adalah salah satu tantangan yang paling kritis yang dihadapi organisasi pada masa kini. Sejarah menunjukkan bahwa organisasi yang terus-menerus dan secara konsisten bangkit untuk menghadapi tantangan tersebut adalah organisasi yang paling berhasil (Madsen, et al., 2006).
Salah satu instansi yang selalu membuat perubahan di organisasinya, baik kecil maupun besar, adalah institusi pendidikan. Siswa dan para pendidik diharuskan untuk menerapkan kebijakan-kebijakan pendidikan, terutama kurikulum, yang terus mengalami perubahan seiring adanya pergantian menteri pendidikan. Terlebih lagi di perguruan tinggi, yang mana di era globalisasi ini merupakan salah satu kunci terbangunnya peradaban bangsa. Sumber daya manusia dididik dengan sedemikian rupa di perguruan tinggi agar dapat mengaplikasikan kemampuannya di tengah masyarakat kelak.
(15)
Beberapa bentuk perubahan-perubahan yang terjadi pada organisasi di perguruan tinggi contohnya perubahan status perguruan tinggi, pergantian kepemimpinan baik rektor maupun dekan beserta jajarannya yang mengubah kebijakan lama atau mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru, perkembangan teknologi yang menjadi lebih canggih dan serba online, kebijakan remunerasi, dan lain sebagainya. Tentunya pegawai institusi pendidikan juga harus beradaptasi dalam menghadapi perubahan-perubahan ini. Maka dari itu, institusi pendidikan tidak hanya mengikuti kebijakan dari menteri pendidikan, juga berusaha meningkatkan mutu masing-masing perguruan tinggi dengan pengembangan kemampuan dan keahlian para pegawai yaitu dosen dan karyawan, yang mempunyai peran penting terhadap kemajuan pendidikan mahasiswanya. Dosen dan karyawan juga harus siap dalam menghadapi perubahan-perubahan tesebut agar tercapai tujuan organisasi yang dinginkan bersama.
Salah satu contoh kasus perubahan yang terjadi adalah perubahan teknologi dalam pengunaan absen handkey. Perubahan ini merupakan perubahan mekanisme yang terjadi sebagai bagian proses perubahan organisasi. Menurut surat edaran No. In.08/R/Kp. 01.2/1054/2014 berdasarkan hasil rapat pimpinan tahun 2014 di IAIN STS Jambi yang berpedoman pada PP No. 53 tahun 2010, para karyawan dan dosen wajib melakukan absen handkey sebanyak dua kali, yaitu saat kedatangan dan saat pulang kerja, karena mesin absen hanya akan memvalidasi data kehadiran jika pegawai melakukan proses keduanya. Jumlah jam kerja yang wajib dipenuhi adalah 7.5 jam perharinya. Dari hasil wawancara dengan salah satu karyawan di IAIN STS Jambi, dijelaskan bahwa dengan adanya
(16)
perubahan cara pengambilan absen, dari manual menggunakan tanda tangan menjadi lebih canggih menggunakan mesin absen handkey, maka mengakibatkan para penggunanya harus melakukan adaptasi. Penggunaan sistem manual yaitu tanda tangan memberikan kesempatan untuk pegawai bolos tidak masuk kerja dan tanda tangannya dirapel pada satu hari. Pegawai tersebut mengungkapkan bahwa setelah adanya mesin absen handkey, mayoritas para karyawan dan dosen datang lebih pagi dan rajin melakukan absen bahkan pada sore hari. Namun masih banyak yang mengeluhkan perubahan tersebut dan juga ada yang datang terlambat ataupun tidak melakukan absen pagi maupun sore.
Perubahan organisasi yang berhasil dapat terjadi hanya jika anggota dari organisasi tersebut ikut mendukung perubahan yang terjadi (Piderit, dalam Wittenstein, 2008). Aspek yang paling penting dari gagal atau tidaknya suatu perubahan adalah kesiapan para anggota organisasi. Kesiapan dalam menghadapi perubahan adalah salah satu faktor yang berkontribusi terhadap efektivitas dari penerapan perubahan di dalam organisasi. Menurut Hanpachern (dalam Holt, 2003), kesiapan dalam menghadapi perubahan adalah tingkat dimana individu secara mental, psikologis, dan fisiknya rela dan siap untuk berpartisipasi dalam aktivitas perkembangan organisasi. Kesiapan karyawan dalam menghadapi perubahan adalah tantangan bagi setiap organisasi dan sering terlupakan dalam perencanaan dan penerapan (Backer, dalam Madsen, et al., 2006).
Kesiapan tercermin dalam kepercayaan, sikap, dan intensi anggota organisasi mengenai sejauh mana perubahan dibutuhkan dan juga kapasitas organisasi agar dapat membuat perubahan itu sukses (Armenakis, et al., 1993).
(17)
Rafferty et al (2013) mengungkapkan bahwa individu yang siap dalam menghadapi perubahan organisasi menghasilkan perilaku yang suportif terhadap perubahan, sikap kerja yang positif, dan komitmen pada organisasinya.
Kesiapan yang rendah dikaitkan dengan keyakinan bahwa organisasi tidak mampu melakukan perubahan dengan sukses (Armenakis et al., dalam Rafferty & Simons, 2006). Banyak pihak di dalam organisasi mungkin melihat perubahan organisasi yang terencana itu sebagai hal yang positif dan mungkin merasa siap terhadap perubahan tersebut, namun banyak juga yang tidak berpikir demikian (Hanpachern, et al., 1998). Menurut Backer (dalam Madsen, et al., 2006), jika karyawan tidak merasa siap, maka perubahan yang berhasil jangka panjang tidak dapat terjadi.
Kesiapan dalam menghadapi perubahan dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam penelitian sebelumnya, beberapa variabel ditemukan memiliki hubungan yang signifikan dengan kesiapan dalam menghadapi perubahan, seperti job knowledge and skills; management-leadership relationship; work positions; active-passive jobs; organizational commitment; social relationship in the workplace; supervisor and peer relations; present employment status; number of dependents; psychological capital; leadership transformational; dan rational thinking (Hanpachern, et al., 1998; Cunningham, et al., 2002; Madsen, et al., 2005, 2006; Shah & Shah, 2010; Saragih, et al., 2013)
Salah satu faktor adalah dari penelitian oleh Saragih et al (2013) dalam artikel yang berjudul “Individual attributes of change readiness in Indonesian television companies experiencing corporate transformational change – a
(18)
quantitative approach using structural equation modeling” diungkapkan bahwa perilaku kepemimpinan transformasional secara signifikan mempunyai hubungan langsung yang positif dengan kesiapan karyawan dalam menghadapi perubahan organisasi. Secara teoritis, dalam perubahan radikal dan setingkat korporasi, manager sebaiknya mengaplikasikan gaya kepemimpinan transformasional (Burnes, dalam Saragih et al, 2013).
Kepemimpinan transformasional bukan hanya merupakan posisi jabatan, namun suatu kumpulan praktek dan perilaku yang mana berfungsi sebagai pedoman bagi para pemimpin untuk mencapai prestasi mereka atau untuk melakukan hal-hal yang luar biasa (Kouzes & Posner, dalam Abu-Tineh, et al., 2008). Pemimpin yang transformasional dapat membimbing dan mengarahkan para bawahannya agar mencapai tujuan mereka.
Faktor lainnya diungkapkan juga dalam penelitian Hanpachern, et al. (1998) yang berjudul “An extension of the theory of margin: A framework for assessing readiness for change”, faktor demografik yaitu jenis posisi jabatan kerja terbukti mempengaruhi kesiapan karyawan dalam menghadapi perubahan organisasi. Karyawan yang bekerja di posisi managerial lebih siap menghadapi perubahan dibandingkan karyawan di posisi operasional (Hanpachern et al, 1998).
Selain itu, dari penelitian Shah & Shah (2010) yang berjudul “Relationships between employee readiness for organizational change, supervisor and peer relations and demography” diungkapkan bahwa faktor demografi yaitu jumlah tanggungan yang dimiliki seorang karyawan mempengaruhi kesiapannya dalam menghadapi perubahan organisasi. Karyawan yang memiliki lebih banyak
(19)
tanggungan merasa lebih terbuka dan siap dalam menghadapi perubahan organisasi (Shah & Shah, 2010).
Dalam penelitian-penelitian sebelumnya (Hanpachern et al, 1998; Shah & Shah, 2010) juga diujikan usia dan jenis kelamin sebagai faktor demografik yang mempengaruhi kesiapan dalam menghadapi perubahan. Walaupun hasil dalam penelitian tersebut tidak signifikan, di dalam penelitian kali ini akan digunakan usia dan jenis kelamin sebagai bagian faktor demografik agar lebih banyak informasi dari hasil yang akan didapatkan.
Berdasarkan fenomena dan hasil penelitian-penelitian terdahulu tersebut, penelitian mengenai pengaruh perilaku kepemimpinan transformasional dan faktor demografik terhadap kesiapan karyawan dalam menghadapi perubahan pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Thaha Saifuddin (STS) Jambi penting untuk dilakukan. IAIN STS Jambi merupakan salah satu Institut Islam Negeri yang secara aktif sedang mempersiapkan diri secara substansial dan kelembagaan untuk meningkatkan mutu profesionalitas, penguatan nilai dan moral, pengembangan kajian dan penelitian, pengabdian dan pemberdayaan masyarakat. Institusi ini berganti pemimpin pada tahun 2011. Pada penelitian di institusi ini, peneliti berfokus pada perubahan ketentuan dalam surat edaran No. In.08/R/Kp. 01.2/1054/2014 yang berpedoman pada PP No 53 tahun 2010 berdasarkan hasil rapat pimpinan tahun 2014 mengenai pelaksanaan absen handkey, jam kerja, apel kedisiplinan, pakaian dinas dan mekanisme pembayaran uang makan di lingkungan IAIN STS Jambi.
(20)
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka penelitian akan mengambil judul “Pengaruh Persepsi Kepemimpinan Transformasional dan Faktor Demografik terhadap Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan Mekanisme Kerja Organisasi”.
1.2Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1Pembatasan Masalah
Agar permasalahan dalam penelitian ini tidak meluas, maka dilakukan pembatasan masalah yang hanya mengenai pengaruh kepemimpinan transformasional dan faktor demografik terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan. Adapun batasan konstruk variabel yang diteliti adalah sebagai berikut: 1. Kesiapan dalam menghadapi perubahan yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada tingkat kesiapan individu untuk berpartisipasi dalam aktivitas perkembangan organisasi perihal perubahan mekanisme kerja.
2. Persepsi kepemimpinan transformasional yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada persepsi individu mengenai perilaku pemimpin dalam mengubah dan memotivasi karyawan untuk mencapai prestasi organisasi. 3. Faktor demografik dalam penelitian ini yaitu jumlah tanggungan, jenis posisi
jabatan kerja, usia dan jenis kelamin. 1.2.2Perumusan Masalah
1. Apakah kepemimpinan transformasional dan faktor demografik memberikan pengaruh terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi?
(21)
2. Aspek apakah dari variabel kepemimpinan transformasional dan faktor demografik yang memberikan pengaruh terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi?
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh kepemimpinan transformasional dan faktor demografik terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi.
1.3.2Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang psikologi industri dan organisasi, mengenai kesiapan dosen dan karyawan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi, persepsi kepemimpinan transformasional, dan faktor demografik.
2. Secara praktis, penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi IAIN STS Jambi dalam pengembangan organisasi yang berkaitan dengan persepsi kepemimpinan transformasional sehingga dapat meningkatkan kesiapan dosen dan karyawan dalam menghadapi perubahan dan perkembangan yang terjadi di organisasi.
(22)
1.4Sistematika Penulisan
Pada penulisan laporan penelitian ini, penulis menggunakan Pedoman Penyusunan dan Penulisan Skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang sesuai dengan teknik penulisan menurut APA (American Psychological Association). Adapun sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut:
BAB 1 : Pendahuluan
Mencakup latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penelitian.
BAB 2 : Kajian Teori
Mencakup hal-hal mengenai teori-teori perubahan organisasi, kesiapan dalam menghadapi perubahan, kepemimpinan transformasional, dan faktor demografik.
BAB 3 : Metode Penelitian
Mencakup populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel; variabel penelitian dan definisi operasional variabel; instrumen pengumpulan data; uji validitas konstruk; dan teknik analisis data.
BAB 4 : Hasil Penelitian
Mencakup hal-hal mengenai analisis deskriptif subjek dan uji hipotesis data hasil penelitian.
BAB 5 : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran
Mencakup rangkuman keseluruhan dari penelitian, dan diskusi serta saran mengenai penelitian-penelitian selanjutnya.
(23)
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan Mekanisme Kerja Organisasi 2.1.1Definisi Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan Mekanisme Kerja
Organisasi
A. Definisi Perubahan Organisasi
Mengatur perubahan secara efektif adalah salah satu dari tantangan paling kritis yang dihadapi organisasi pada saat ini. Sejarah menunjukkan bahwa organisasi yang secara konsisten bangkit untuk memenuhi tantangan tersebut adalah yang paling sukses (Madsen, et al., 2006). Menurut McNabb dan Sepic (dalam Madsen, et al., 2006), perubahan adalah proses “mengubah aksi, reaksi, dan interaksi orang untuk memindahkan keadaan organisasi saat itu menuju keadaan yang diinginkan pada masa depan”.
Perubahan adalah membuat hal-hal menjadi berbeda (Robbins & Judge, 2012). Ketika perubahan terjadi di dalam organisasi, itu berarti bahwa beberapa hal berbeda dari sebelumnya. Perubahan biasanya berarti bahwa hubungan otoritas, prosedur komunikasi, tanggung jawab, atau sikap pegawai harus diperbaiki. Tidak semua perubahan membutuhkan penyesuaian yang signifikan dari pegawai; perubahan adalah kejadian sehari-hari di mayoritas iklim kerja. Perubahan membutuhkan penyesuaian dan modifikasi dalam kebiasaan, prosedur, dan hubungan kerja.
(24)
Perubahan adalah kejadian sehari-hari, namun tidak semua perubahan yang menangkap perhatian dan mendorong pemimpin organisasi dan para pemilik kepentingan lainnya untuk bertindak. Biasanya bukan kejadian sehari-hari yang membuat dampak pada pemikiran orang-orang yang bertanggung jawab dengan organisasi. Ketika kita memikirkan tentang perubahan organisasi, kita mengacu pada tingkat perbedaan yang membuat dampak besar atau signifikan pada cara orang berpikir tentang organisasi mereka. Bagaimana pegawai menjalankan pekerjaannya dapat dipengaruhi oleh perubahan tersebut (Mills, et al., 2009). Perubahan datang dalam banyak ukuran, dapat berkisar dari perubahan organisasi keseluruhan, mungkin melibatkan semua departemen dan jabatan di dalam organisasi, hingga perubahan yang lebih kecil yang mungkin hanya melibatkan satu jabatan individu (Harris & Hartman, 2002).
Menurut Mills et al (2009), perubahan organisasi dapat didefinisikan sebagai pengubahan aspek inti dari pengoperasian organisasi. Aspek-aspek inti tersebut mencakup struktur, teknologi, budaya, kepemimpinan, tujuan, atau personel dari suatu organisasi. Pengubahan terhadap elemen-elemen ini dapat berkisar antara resktrukturisasi departemen tunggal hingga restrukturisasi keseluruhan institusi atau instansi; pengenalan mesin baru hingga perubahan lengkap pada cara pengaturan produksi; perubahan dalam pemikiran kelompok atau departemen hingga pembenahan mendasar dari simbolisme institusi; pergantian CEO atau pengenalan tim manajemen yang baru; pengenalan dari produk atau layanan baru hingga pemikiran ulang dari cara mendasar penerapan bisnis; dan perubahan organisasi dapat berkisar antara penutupan departemen
(25)
terpilih hingga ekspansi dari semua departemen. Bukan skala dari perubahan tersebut yang penting, namun seberapa besar dampaknya dirasakan di dalam organisasi (Mills, et al., 2009).
Berdasarkan beberapa definisi perubahan organisasi di atas, dapat disimpulkan bahwa perubahan organisasi adalah pengubahan aspek-aspek dalam organisasi, yang berkisar dari perubahan kecil hingga perubahan organisasi keseluruhan, yang berdampak pada bagaimana organisasi melaksanakan kegiatannya sehari-hari.
Dalam penelitian ini difokuskan pada perubahan mekanisme kerja organisasi, yaitu perubahan dalam penggunaan sistem absen, dari absen manual tanda tangan menjadi sistem absen mesin handkey. Menurut Schermerhorn, et al., (2002), organisasi memiliki berbagai mekanisme untuk mendapatkan informasi yang berguna, salah satunya adalah menggunakan sistem teknologi informasi, yang mana dalam penelitian ini adalah mesin handkey yang digunakan untuk memuat data absen seluruh dosen dan karyawan di IAIN STS Jambi.
Robbins dan Judge (2012) mengidentifikasi enam kekuatan spesifik yang bertindak sebagai stimulan dari perubahan, yaitu:
1) Sifat dari Angkatan Kerja (Nature of the workforce). Hampir semua organisasi harus beradaptasi dalam lingkungan yang memiliki banyak budaya, perubahan demografik, dan meningkatnya imigrasi dan outsourcing.
2) Teknologi. Teknologi terus-menerus mengubah pekerjaan dan organisasi. Tidak sulit untuk membayangkan ide bahwa kantor dapat menjadi konsep kuno dalam waktu dekat. Contohnya seperti lebih banyak perangkat genggam
(26)
dan komputer mobile yang lebih murah dan lebih cepat serta muncul dan tumbuhnya situs jaringan sosial (social networking sites).
3) Kejutan Ekonomi (Economic shocks). Sektor perumahan dan keuangan baru-baru ini mengalami kejutan ekonomi yang luar biasa, menyebabkan adanya eliminasi, kebangkrutan, atau akuisisi dari beberapa perusahan terkenal di Amerika. Puluhan ribu pekerjaan hilang dan tidak pernah kembali. Setelah bertahun-tahun turunnya jumlah kebangkrutan, resesi global menyebabkan bangkrutnya beberapa produsen mobil, pengecer, dan beberapa organisasi lainnya. Contohnya seperti bangkit dan jatuhnya pasar perumahan global dan keruntuhan sektor finansial serta resesi global.
4) Kompetisi. Kompetisi adalah berubah. Kompetitor dapat muncul dari mana saja. Organisasi yang berhasil akan cepat tanggap, mampu mengembangkan produk baru dan memasarkannya dengan cepat. Dengan kata lain, mereka akan fleksibel dan akan membutuhkan dunia kerja yang responsif dan fleksibel pula. Contohnya seperti kompetitor global, merger dan konsolidasi, serta meningkatnya regulasi perdagangan pemerintah.
5) Tren Sosial. Tren sosial tidak tetap statis. Konsumen yang biasanya saling tidak mengenal, sekarang bertemu dan berbagi informasi produk di dalam ruang chat atau halaman blog. Institusi harus terus-menerus menyesuaikan produk dan strategi pemasaran untuk lebih sensitif terhadap perubahan tren sosial. Contohnya seperti meningkatnya kesadaran lingkungan dan lebih banyak konektivitas dan multitasking.
(27)
6) Politik Dunia. Pendukung terkuat globalisasi bahkan tidak dapat membayangkan bagaimana politik dunia akan berubah dalam beberapa tahun mendatang. Kita telah melihat seperangkat krisis finansial besar yang telah mengguncang pasar global, peningkatan yang dramatis dalam kekuatan dan pengaruh dari Cina, dan guncangan dramatis pada pemerintah sepanjang dunia Arab. Melalui dunia industrialisasi, bisnis telah berada pada pengawasan baru, terutama pada sektor perbankan dan finansial.
Perubahan organisasi terdiri dari dua tipe, yaitu perubahan internal yang juga merupakan perubahan terencana, dan perubahan eksternal yang juga merupakan perubahan tidak terencana.
1. Perubahan Internal
Perubahan internal juga merupakan perubahan yang terencana. Perubahan terencana adalah aktifitas perubahan yang disengaja dan berorientasi tujuan . Tujuan dari perubahan terencana yaitu berusaha untuk meningkatkan kemampuan dari organisasi untuk beradaptasi pada perubahan di lingkungannya dan juga berusaha untuk mengubah perilaku pegawai (Robbins & Judge, 2012).
Intensi dari perubahan terencana biasanya positif. Perubahan terencana bermula dari dalam organisasi dan melibatkan perubahan yang bertujuan meraih hal-hal yang sebelumnya belum dapat diraih atau meraih tujuan dengan lebih efektif, lebih efisien, atau lebih memuaskan. Perubahan terencana melibatkan tahap-tahap terencana yang diambil dari inisiatif dari organisasi itu sendiri. Perubahan dapat digunakan sebagai respon untuk mengatasi masalah yang ada. Jika perubahan direncanakan dalam konteks tujuan ini, maka konsumen,
(28)
pemegang kekuasaan, pegawai, dan publik dapat mengambil manfaat dari hasil perubahan. Semua kelompok dapat mengambil manfaat secara bersamaan. Namun, ada kalanya ketika perubahan dapat muncul sebagai manfaat hanya untuk satu kelompok saja (Harris & Hartman, 2002).
2. Perubahan Eksternal
Ada waktunya ketika perubahan disebut sebagai hasil dari faktor eksternal dari organisasi. Perubahan tersebut mungkin hasil dari faktor ekonomi, teknologi, hukum, atau sosial. Faktor-faktor ini sering manghasilkan perubahan tak terencana, yaitu perubahan yang tidak terprediksi (Harris & Hartman, 2002).
Kondisi ekonomi dapat menyebabkan pekerjaan diciptakan atau dihilangkan. Pegawai baru dipekerjakan atau pegawai lama diberhentikan. Organisasi mengalami downsizing atau organisasi melakukan merger. Sumber daya dikuras habis atau surplus diciptakan. Lama pegawai bekerja lebih sedikit atau individu dibutuhkan untuk bekerja melebihi waktu yang mereka inginkan. Beberapa perkembangan teknologi akhir-akhir ini, seperti komputer, memiliki dampak yang signifikan di tempat kerja. komputer dapat mendesain, mengamati, dan mengatur proses kerja dalam cara yang hampir tanpa batas. Komputer telah diinstal pada robot, yang mana mengganti buruh manusia di berbagai tempat. Komunikasi menjadi cepat dan instan pada basis seluruh dunia (Harris & Hartman, 2002).
Psikolog Kurt Lewin (dalam Schermerhorn, et al., 2002) menyatakan bahwa usaha perubahan apapun dipandang sebagai proses dengan tiga fase yang berbeda, yaitu unfreezing, changing, dan refreezing, semuanya harus dijalankan
(29)
dengan baik agar perubahan dapat berhasil. Ia juga menyatakan bahwa kita dapat menjadi asyik dengan fase changing dan mengabaikan pentingnya fase unfreezing dan freezing.
1. Fase Unfreezing
Pada model Lewin, unfreezing adalah tanggung jawab manajerial dalam mempersiapkan situasi untuk berubah. Ini melibatkan pembuktian sikap dan perilku yang keliru untuk membuat perasaan ingin sesuatu yang baru. Unfreezing difasilitasi oleh tekanan lingkungan, kinerja yang menurun, pengenalan masalah, atau kesadaran bahwa orang lain telah menemukan cara yang lebih baik, dan hal lainnya. Banyak perubahan yang tidak pernah dicoba atau mereka gagal hanya karena dimulai dengan situasi yang tidak ‘dicairkan’ dengan benar. Ketika manajer gagal untuk mengawasi lingkungan mereka, menyadari tren yang penting, atau merasakan kebutuhan untuk berubah, organisasi mereka pelan-pelan dapat menderita dan menghilangkan sisi kompetitif mereka. Walaupun ada sinyal yang menunjukan bahwa perubahan dibutuhkan, mereka tidak sadar atau memberikan perhatian khusus hingga semuanya terlambat. Sebaliknya, organisasi yang terbaik dipimpin oleh orang-orang yang selalu waspada dan memahami pentingnya “unfreezing” dalam proses perubahan.
2. Changing
Tahap changing melibatkan pengambilan tindakan untuk memodifikasi situasi dengan mengubah hal-hal, seperti orang, tugas, struktur, atau teknologi dari organisasi. Lewin mempercayai bahwa banyak agen perubahan cenderung pada perangkap kegiatan. Mereka memotong tahap unfreezing dan mulai mengubah
(30)
hal-hal secara premature atau terlalu cepat. Walaupun intensi mereka mungkin benar, namun situasinya belum disiapkan untuk perubahan dengan benar. Hal ini sering menyebabkan kegagalan. Mengubah sesuatu cukup sulit dalam situasi apaun, apalagi tanpa fondasi yang kuat.
3. Refreezing
Tahap akhir dari proses perubahan terencana adalah refreezing. Dirancang untuk mempertahankan momentum dari suatu perubahan dan pada akhirnya dilembagakan sebagai bagian dari rutin normal, refreezing mengamankan manfaat penuh dari perubahan yang tahan lama. Refreezing melibatkan penguatan secara positif hasil yang dinginkan dan menyediakan dukungan lebih ketika menghadapi kesulitan. Ini melibatkan evaluasi kemajuan dan hasil, dan menilai biaya dan manfaat dari perubahan. Hal ini membolehkan dibuatnya modifikasi dalam perubahan untuk meningkatkan keberhasilan dari waktu ke waktu. Ketika semuanya tidak selesai dan tahap refreezing dilupakan, perubahan sering diabaikan setelah waktu yang singkat atau tidak diimplementasikan secara utuh. B. Definisi Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan
Kesiapan, yang mana serupa dengan konsep unfreezing dari Lewin, direfleksikan pada kepercayaan, sikap, dan intensi anggota organisasi mengenai jangkauan dimana perubahan dibutuhkan dan kapasitas organisasi untuk membuat perubahan tersebut berhasil. Kesiapan adalah pelopor kognitif terhadap perilaku, baik resisten atau mendukung usaha perubahan (Armenakis, et al., 1993). Sedangkan menurut Hanpachern (dalam Holt, 2003), kesiapan dalam menghadapi perubahan
(31)
adalah tingkat dimana individu secara mental, psikologis, dan fisiknya rela dan siap untuk berpartisipasi dalam aktivitas perkembangan organisasi.
Menurut Holt, et al. (dalam Rafferty, et al., 2013), kesiapan akan perubahan adalah jangkauan dimana secara kognitif dan secara emosional cenderung untuk menerima, merangkul, dan mengadopsi rencana khusus yang dengan sengaja mengubah keadaan yang tetap. Sedangkan menurut Eby, et al. (dalam Rafferty, et al., 2013), kesiapan akan perubahan dikonseptualisasikan dalam istilah persepsi individual mengenai aspek khusus dari lingkungannya— jangkauan dimana organisasi dirasakan siap mengambil perubahan yang berskala besar. Kesiapan akan perubahan organisasi merefleksikan kenyataan penafsiran yang unik dari individual mengenai organisasi.
Kesiapan melibatkan kebutuhan akan perubahan yang terlihat, perasaan kemampuan seseorang untuk mencapai perubahan dengan berhasil dan suatu kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses perubahan (Cunningham, et al., dalam Rafferty, et al., 2013). Menurut Jones, et al., (dalam Rafferty, et al., 2013), gagasan dari kesiapan akan perubahan dapat didefinisikan sebagai jangkauan dimana pegawai memegang pandangan positif mengenai kebutuhan akan perubahan organisasi (contohnya penerimaan perubahan), serta jangkauan dimana pegawai mempercayai bahwa perubahan tersebut mungkin memiliki implikasi positif untuk diri mereka dan organisasi yang lebih luas.
Hanpachern (dalam Holt, 2003) mengimplikasikan bahwa kesiapan dapat dievaluasikan dengan menilai intensi spesifik dari target perubahan untuk ikut terlibat dari perilaku mendukung atau menghalangi perubahan. Hanpachern
(32)
mengukur sejauh mana responden bersedia untuk promote (memajukan/mempromosikan), participate in (ikut berpartisipasi), atau or resist (menentang)perubahan organisasi.
Berdasarkan definisi kesiapan dalam menghadapi perubahan dari berbagai tokoh yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa kesiapan dalam menghadapi perubahan adalah jangkauan dimana secara kognitif dan secara emosional rela dan siap untuk mencapai perubahan dengan berhasil dan berpartisipasi dalam proses perubahan.
Dengan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka definisi tentang kesiapan dalam menghadapi perubahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dari Hanpachern (dalam Holt, 2003), yang menjelaskan bahwa kesiapan dalam menghadapi perubahan adalah tingkat dimana individu secara mental, psikologis, dan fisiknya rela dan siap untuk berpartisipasi dalam aktivitas perkembangan organisasi.
2.1.2Dimensi dan Pengukuran Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan Menurut Hanpachern (dalam Holt, 2003) dimensi-dimensi dari kesiapan dalam menghadapi perubahan adalah (1) promoting change, dimana individu mempromosikan dan memajukan program-program perubahan yang terjadi; (2) participating change, dimana individu ikut berpartisipasi dalam program perubahan; dan (3) resisting change, dimana individu enggan dan menunjukkan resistensi untuk ikut berubah.
(33)
Untuk mengetahui kesiapan dalam menghadapi perubahan pada individu dapat digunakan beberapa alat ukur. Salah satunya adalah The Readiness for Change Questionaire milik Holt (2003).
Alat ukur lainnya adalah TheReadiness for Change Scale yang digunakan untuk mengukur perubahan . Skala ini dikembangkan oleh Hanpachern (1997). Skala ini berisi 14 item yang bertujuan untuk mengukur tiga dimensi dari kesiapan menghadapi perubahan, yaitu promoting change, participating change, dan
resisting change. Inti dari skala ini adalah respon-respon individu pada item-item pada skala ini merefleksikan sejauh mana responden bersedia untuk memudahkan proses perubahan yang terjadi.
Dalam penelitian ini digunakan alat ukur dari Hanpachern (1997) sesuai dengan teori dari Hanpachern mengenai kesiapan dalam menghadapi perubahan. 2.1.3Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesiapan dalam Menghadapi
Perubahan
Kanter (dalam Hanpachern, 1998) menyatakan bahwa untuk partisipasi perubahan yang sesuai, penting untuk memiliki individu yang ingin dan siap untuk terlibat dalam proses. Metode partisipatif tampaknya akan berhasil hanya ketika orang-orang terbuka dan siap akan perubahan. McNabb dan Sepic (dalam Hanpachern, 1998) menyatakan bahwa budaya organisasi dan iklim operasi mempengaruhi kesiapan menghadapi perubahan.
Rafferty, et al., (2013) mengungkapkan bahwa evaluasi keseluruhan dari seorang individu bahwa ia siap untuk menghadapi perubahan organisasi dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
(34)
1. Keyakinan individu (a) bahwa perubahan itu diperlukan, (b) bahwa ia memiliki kemampuan untuk berhasil dalam melaksanakan perubahan, dan (c) bahwa perubahan akan memiliki hasil yang positif bagi pekerjaannya.
2. Tanggapan emosional afeksi yang positif saat ini dan yang berorientasi pada masa depan terhadap suatu perubahan tertentu.
Dari ulasan yang dilakukan oleh Rafferty, et al., (2013) diungkapkan anteseden dari kesiapan untuk berubah secara kognitif dan afektif. Pada analisis tingkat individual, ulasan mereka mengusulkan bahwa penggunaan yang efektif dari proses manajemen perubahan, mencakup komunikasi, partisipasi, dan kepemimpinan, akan berhubungan secara positif dengan keyakinan positif mengenai perubahan dan dengan afek positif tentang perubahan, yang mana akan berkontribusi kepada evaluasi keseluruhan yang positif pula bahwa seseorang siap dalam menghadapi perubahan. Selain itu, ulasan ini juga mengindikasikan bahwa karyawan yang menampilkan ciri psikologis yang positif (contohnya konsep diri yang positif dan toleransi terhadap resiko) akan melaporkan lebih banyak keyakinan positif dan respon afektif terhadap perubahan, yang mana akan berkontribusi pada penilaian evaluatif keseluruhan yang positif pula bahwa seseorang siap dalam menghadapi perubahan.
2.2Persepsi Kepemimpinan Transformasional
2.2.1Definisi Persepsi Kepemimpinan Transformasional A. Definisi Persepsi
(35)
Perilaku di tempat kerja tidak hanya merupakan hasil dari kebutuhan dan dorongan dari orang-orang yang terlibat, melainkan juga hasil dari persepsi mereka. Pegawai memiliki persepsi mengenai diri mereka sendiri, orang-orang di sekitar mereka, peran-peran yang dimainkan, dan sebagainya. Persepsi-persepsi ini mempengaruhi pandangan dan tindakan para pegawai.
Harris dan Hartman (2002) mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman sensori dimana seorang individu mengamati suatu perilaku, peristiwa, atau kondisi, kemudian membentuk intrpretasi dari faktor-faktor yang diamati tersebut, dan selanjutnya membangun sikap serta membolehkan observasi terebut sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku individu tersebut. Persepsi diraih dari semua aspek dari lingkungan individu, seperti diri sendiri, orang lain, komponen produksi, pelanggan, masyarakat umum, dan sebagainya. Objek di lingkungan dapat berubah secara terus menerus, maka dari itu persepsi pasti terus terjadi pembaruan.
Menurut Robbins dan Judge (2012), persepsi adalah proses dimana individu-individu mengatur dan menginterpretasikan impresi sensori mereka untuk memberikan arti pada lingkungannya. Walaupun begitu, apa yang kita persepsikan pada hakekatnya dapat berbeda dari kenyataan objektifnya.
Sedangkan menurut Schermerhorn, et al., (2002), persepsi adalah proses dimana orang-orang memilih, mengatur, menginterpretasikan, mendapatkan kembali, dan merespon pada informasi-informasi di sekitar mereka. Persepsi adalah jalan untuk membentuk impresi mengenai diri sendiri, orang lain, dan pengalaman hidup sehari-hari. Persepsi juga berfungsi sebagai saringan dimana
(36)
informasi-informasi datang sebelum persepsi tersebut memiliki efek pada orang-orang. Karena persepsi dipengaruhi oleh banyak faktor, orang yang berbeda mungkin memberikan persepsi yang berbeda pula pada suatu situasi yang sama. Sejak orang-orang berperilaku berdasarkan persepsi mereka, konsekuensi dari perbedaan ini dapat berpengaruh besar pada apa yang terjadi nantinya.
Berdasarkan dari definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses dimana individu mengamati suatu perilaku, peristiwa, atau kondisi untuk memberikan impresi mengenai diri sendiri, orang lain, dan pengalaman hidup sehari-hari. Dalam penelitian ini, yang dipersepsikan adalah kepemimpinan transformasional pimpinan di IAIN Sultan Thaha Saifudin Jambi. B. Definisi Kepemimpinan
Robbins dan Judge (2012) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian dari visi atau seperangkat tujuan. Organisasi membutuhkan kepemimpinan dan manajemen yang kuat untuk efektifitas yang optimal. Saat ini dibutuhkan pemimpin untuk menantang keadaan yang tetap, menciptakan visi masa depan, dan menginspirasi anggota organisasi untuk ingin mencapai visi tersebut. Juga dibutuhkan manajer untuk membuat rencana yang detail, menciptakan struktur organisasi yang efisien, dan mengawasi operasional dari hari ke hari.
Bavelas (dalam Sadler, 2003) menggambarkan perbedaan antara kepemimpinan sebagai proses dan kepemimpinan sebagai kualitas pribadi. Namun, ada arti lainnya; kepemimpinan juga sebagai suatu peran dalam kelompok dan organisasi dan dapat juga mengacu pada orang-orang yang bertanggung jawab
(37)
atas nasib dari suatu negara atau suatu institusi. Jika dilihat lebih dalam terhadap kepemimpinan sebagai proses, dapat dibagi menjadi beberapa bagian.
1. Prosesnya melibatkan hal-hal, seperti pengaruh, perilaku teladan dan persuasi. 2. Melibatkan interaksi antara para pelaku tindakan yang keduanya adalah
pemimpin dan pengikut.
3. Sifat dari interaksi tersebut terpengaruh oleh situasi disekitarnya.
4. Prosesnya memiliki berbagai hasil, yang mayoritas adalah pencapaian tujuan, namun juga hasil menengah seperti komitmen individu terhadap tujuan tertentu, peningkatan kohesi kelompok, penguatan atau perubahan dari budaya organisasi.
Kepemimpinan juga didefinisikan sebagai proses oleh beberapa ahli lainnya. Menurut Drath dan Palus (dalam Yukl, 2008), kepemimpinan adalah proses menalar apa yang dilakukan orang bersama-sama sehingga orang akan memahami dan berkomitmen. Smircich dan Morgan (dalam Yukl, 2008) ikut mengungkapkan bahwa kepemimpinan disadari dalam proses dimana satu atau lebih individu sukses dalam upaya untuk membingkai dan menetapkan realitas orang lain. Sedangkan menurut Rauch dan Behling (dalam Yukl, 2008), kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas-aktifitas dari suatu kelompok yang terorganisir menuju pencapaian tujuan.
Kepemimpinan yang didefinisikan sebagai kemampuan seseorang diutarakan oleh Schein (dalam Yukl, 2008) bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk melangkah keluar budaya dan untuk memulai proses perubahan evolusioner yang lebih adaptif. House, et al. (dalam Yukl, 2008) juga
(38)
mengungkapkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seorang individu untuk mempengaruhi, memotivasi, dan memungkinkan orang lain untuk berkontribusi menuju keefektifan dan keberhasilan suatu organisasi.
Definisi lain yang mengungkapkan kepemimpinan sebagai perilaku adalah dari Hemphill dan Coons (dalam Yukl, 2008) yang mendefinisikan kepemimpinan sebagai perilaku dari seorang individu dalam mengarahkan aktifitas-aktifitas sebuah kelompok menuju tujuan bersama.
Berdasarkan dari definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu untuk mempengaruhi, memotivasi, mengarahkan aktifitas-aktifitas sebuah kelompok menuju tujuan bersama.
C. Definisi Kepemimpinan Transformasional
Teori kepemimpinan transformasional sangat dipengaruhi oleh James McGregor Burns (dalam Yukl, 2008), yang menulis buku terlaris tentang kepemimpinan politik. Burns membandingkan kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan yang transformasional tertarik pada nilai moral dari pengikutnya dalam upaya agar meningkatkan kesadaran mereka mengenai masalah-masalah etika dan agar menggerakkan tenaga dan sumber daya mereka untuk membangun institusi. Kepemimpinan yang transaksional memotivasi pengikutnya dengan tertarik pada kepentingan pribadi mereka dan saling bertukar manfaat. Bagi pemimpin institusi, kepemimpinan transaksional berarti menyediakan gaji dan tunjangan lainnya sebagai imbalan atas usaha kerja pegawai.
(39)
Setelah ide dari Burns tersebut, terdapat penelitian yang lebih empiris dari versi tersebut yang diformulasikan oleh Bass (dalam Yukl, 2008) dibandingkan peneliti lainnya. Inti dari teori ini adalah perbedaan antara kepemimpinan transformasional dan transaksional. Dua tipe kepemimpinan dijelaskan dalam hal perilaku komponen yang digunakan dalam mempengaruhi pengikut dan efek dari pemimpin pada pengikutnya. Pada kepemimpinan transformasional, para pengikut merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan rasa hormat terhadap pemimpinnya, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari apa yang diekspektasikan. Menurut Bass, pemimpin mengubah dan memotivasi pengikutnya dengan (1) membuat mereka lebih sadar akan pentingnya hasil dari tugas, (2) mendorong mereka untuk melampaui kepentingan pribadi mereka demi organisasi atau tim, dan (3) mengaktifkan kebutuhan tingkat tinggi mereka. Sebaliknya, kepemimpinan transaksional melibatkan proses pertukaran yang mungkin menghasilkan kepatuhan pengikut terhadap permintaan pemimpin namun tidak mungkin membangkitkan antusiasme dan komitmen pada sasaran tugas. Bagi Bass, kepemimpinan transformasional dan transaksional adalah proses yang berbeda, namun tidak saling eksklusif.
Kouzes dan Posner (dalam Abu-Tineh, et al., 2008) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional merupakan suatu kumpulan praktek dan perilaku yang mana berfungsi sebagai pedoman bagi para pemimpin untuk mencapai prestasi mereka dan melakukan hal-hal yang luar biasa.
Kepemimpinan transformasional melibatkan perubahan dengan memimpin individu atau kelompok menuju tingkat kinerja yang lebih tinggi. Pemimpin
(40)
mengamati situasi terlebih dahulu untuk melihat bagaimana kinerja sehari-hari terlaksana. Pemimpin kemudian bertanggung jawab untuk meningkatan kinerja ke tingkat yang lebih tinggi. Peran pemimpin ini mengkomunikasikan ekspektasi kinerja yang lebih tinggi, melihat pelatihan dan perlengkapan tersedia, dan membantu individu untuk dapat merasa mampu bekerja di tingkat yang lebih tinggi. Pemimpin juga meningkatkan tingkat motivasi pegawai (Harris & Hartman, 2002).
Berdasarkan definisi kepemimpinan transformasional di atas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional adalah kumpulan praktek dan perilaku bagi pemimpin dalam mengubah dan memotivasi bawahannya menuju tingkat kinerja yang lebih tinggi dalam mencapai tujuan organisasi bersama.
Dengan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka definisi tentang kepemimpinan transformasional yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dari Kouzes dan Posner (dalam Abu-Tineh, et al., 2008), yang menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional merupakan suatu kumpulan praktek dan perilaku yang mana berfungsi sebagai pedoman bagi para pemimpin untuk mencapai prestasi mereka dan melakukan hal-hal yang luar biasa.
2.2.2Dimensi Kepemimpinan Transformasional
Formulasi asli dari teori kepemimpinan milik Bass (dalam Yukl, 2008) mencakup tiga tipe perilaku transformasional: idealized influence, intellectual stimulation, dan individualized consideration.
1. Idealized influence adalah perilaku yang memicu emosi dan identifikasi bawahan dengan pemimpinnya. Menetapkan suatu contoh keberanian dan
(41)
dedikasi, dan membuat pengorbanan diri untuk memberikan keuntungan pada bawahannya adalah contoh dari tipe perilaku ini.
2. Intellectual stimulation adalah perilaku yang meningkatkan kesadaran bawahan akan masalah-masalah dan mempengaruhi bawahan untuk melihat masalah dari perspektif yang baru.
3. Individualized consideration berisi pemberian dukungan, dorongan, dan pembinaan pada para bawahan.
Revisi dari teori ini menambahkan perilaku transfomasional lainnya yang disebut “inspirational motivation,” yang isinya mengkomunikasikan suatu visi yang menarik, dan menggunakan simbol-simbol untuk fokus pada usaha bawahan (Bass & Avolio, dalam Yukl, 2008).
Kouzes dan Posner (dalam Abu-Tineh, et al., 2008) menyatakan bahwa kepemimpinan bukanlah sebuah posisi, melainkan koleksi dari praktek dan perilaku. Praktek ini tersaji sebagai pedoman bagi pemimpin untuk meraih pencapaian atau memperoleh hal-hal yang luar biasa. Praktek ini terlihat menjadi komponen penting dari konsep kepemimpinan transformasional. Kouzes dan Posner mengembangkan model kepemimpinan yang memiliki lima elemen, yaitu sebagai berikut:
1. Challenging the Process
Challenging the process adalah jalan hidup bagi pemimpin transformasional. Baik dengan membuat ide baru atau menyadari dan mendukung ide baru, pemimpin menunjukkan keinginan untuk menantang sistem agar mengubah ide ini menjadi tindakan dan mendapatkan produk baru, proses, dan servis yang diadopsi. Mereka
(42)
mencari kesempatan menantang yang menguji keahlian dan kemampuan mereka dan mencari cara inovatif untuk meningkatkan organisasi mereka. Pemimpin transformasional berkeinginan untuk mengubah keadaan yang ada. Mereka bereksperimen dan mengambil resiko dengan pendekatan baru. Bagi mereka, belajar adalah perilaku seumur hidup. Agar berhasil, pemimpin harus siap untuk membuat kesalahan karena setiap langkah yang salah membuka pintu ke kesempatan baru. Mereka belajar dari kesalahan mereka daripada menyalahkan orang lain (Kouzes & Posner, dalam Abu-Tineh, et al., 2008).
2. Inspiring a Shared Vision
Inspiring a shared vision adalah penting untuk membawa orang-orang di organisasi manapun bersama-sama membantu perkembangan komitmen menuju masa depan bersama yang diinginkan. Pemimpin transformasional percaya bahwa mereka dapat membuat perbedaan dengan membayangkan masa depan dan menciptakan gambaran yang unik dan ideal dari apa organisasi akan menjadi. Mereka menginspirasikan visi tersebut pada pengikut mereka dengan pandangan yang positif dan penuh harapan. Mereka mengeluarkan antusiasme dan semangat untuk visi umum dari orang lain melalui penggunaan keaslian dan keahlian dari metaphor, symbol, bahasa positif, dan energi personal (Kouzes & Posner, dalam Abu-Tineh, et al., 2008).
3. Enabling Others to Act
Enabling others to act adalah memelihara kolaborasi dan pemberdayaan, melibatkan orang lain dalam perencanaan dan memberikan mereka kebebasan memilih dalam proses pengambilan keputusan. Aspek ini membolehkan pengikut
(43)
untuk melakukan pekerjaan mereka dan untuk menyadari potensi penuh mereka. Pemimpin transformasional berjuang untuk menciptakan atmosfer kepercayaan dan martabat manusia dan untuk membantu setiap orang untuk merasa mampu dan kuat. Mereka mempertimbangkan kebutuhan dan ketertarikan dari orang lain dan membiarkan mereka merasa seperti memikul kepemilikan dan tanggung jawab pada organisasi (Kouzes & Posner, dalam Abu-Tineh, et al., 2008).
4. Modeling the Way
Pemimpin transformasional menetapkan contoh dan membangun komitmen melalui tindakan sehari-hari yang membuat kemajuan dan momentum. Mereka menciptakan program hebat da kemudian menetapkan contoh kepada yang lainnya. (Kouzes & Posner, dalam Abu-Tineh, et al., 2008).
5. Encouraging the Heart
Pemimpin transformasional memainkan peran khusus dalam mnghargai pencapaian individu atau kelompok, karena mereka adalah pribadi yang paling menonjol di dalam organisasi dan mengabdi sebagai peran teladan. Dengan merayakan pencapaian bersama-sama, pemimpin memberi kesempatan orang-orang merasa bahwa mereka adalah bagian dari kelompok dan bagian dari sesuatu yang signifikan. Ketika pemimpin mendorong pegawai mereka melalui rekognisi dan perayaan, mereka menginspirasi mereka untuk bekerja lebih baik lagi (Kouzes & Posner, dalam Abu-Tineh, et al., 2008).
2.2.3Pengukuran Kepemimpinan Transformasional
Untuk mengetahui kepemimpinan transformasional pada individu dapat digunakan beberapa alat ukur. Salah satunya adalah alat ukur milik Bass dan
(44)
Avolio (1991) yaitu Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ). Alat ukur ini berisi pernyataan dengan pilihan ganda dan pilihan isian.
Alat ukur lainnya yaitu The Leadership Practices Inventory digunakan untuk mengukur kepemimpinan transformasional. Skala ini dikembangkan oleh Kouzes dan Posner (1995). Skala ini berisi 30 item yang bertujuan untuk mengukur lima dimensi kepemimpinan transformasional dari model kepemimpinan yang dikemukakan oleh Kouzes dan Posner (1995), yaitu challenge the process, inspire a shared vision, enable others to act, model the way, dan encourage the heart.
Dalam penelitian ini digunakan alat ukur milik Kouzes dan Posner, sesuai dengan teori mereka mengenai kepemimpinan transformasional.
2.3Faktor Demografik
Faktor demografik yang digunakan dalam penelitian ini adalah jabatan kerja, jumlah tanggungan, usia, dan jenis kelamin. Dalam penelitian Hanpachern, et al. (1998) diungkapkan bahwa faktor demografik yaitu jenis posisi jabatan kerja terbukti mempengaruhi kesiapan karyawan dalam menghadapi perubahan organisasi. Karyawan yang bekerja di posisi managerial lebih siap menghadapi perubahan dibandingkan karyawan di posisi operasional (Hanpachern et al, 1998).
Selain itu, dalam penelitian Shah dan Shah (2010) diungkapkan bahwa faktor demografi yaitu jumlah tanggungan yang dimiliki seorang karyawan mempengaruhi kesiapannya dalam menghadapi perubahan organisasi. Karyawan
(45)
yang memiliki lebih banyak tanggungan merasa lebih terbuka dan siap dalam menghadapi perubahan organisasi (Shah & Shah, 2010).
Dalam penelitian ini ditambahkan usia dan jenis kelamin sebagai bagian dari faktor demografik sesuai dengan teori demografik dari Robbins dan Judge (2012). Menurut Robbins dan Judge (2012), demografi organisasi merupakan tingkat dimana anggota unit kerja mempunyai atribut demografik yang umum, seperti umur, jenis kelamin, ras, tingkat pendidikan, atau lama bekerja di organisasi.
2.4Kerangka Berpikir
Kesiapan dalam menghadapi perubahan adalah tingkat dimana individu secara mental, psikologis, dan fisiknya rela dan siap untuk berpartisipasi dalam aktivitas perkembangan organisasi (Hanpachern, dalam Holt, 2003). Salah satu faktor yang mempengaruhi kesiapan karyawan dalam menghadapi perubahan adalah kepemimpinan transformasional.
Kepemimpinan transformasional adalah koleksi dari praktek dan perilaku yang tersaji sebagai pedoman bagi pemimpin untuk meraih pencapaian atau memperoleh hal-hal yang luar biasa (Kouzes & Posner, dalam Abu-Tineh, et al., 2008). Di dalam kepemimpinan transformasional ini terdapat lima dimensi, yaitu: challenging the process, inspiring a shared vision, enabling others to act, modeling the way, dan encouraging the heart.
Pemimpin yang memiliki sikap kepemimpinan challenging the process akan lebih inovatif dalam meningkatkan organisasi dan juga berani mengambil
(46)
resiko sehingga para karyawannya akan lebih siap. Pemimpin yang memiliki sikap kepemimpinan inspiring a shared vision akan memberikan gambaran yang ingin dicapai organisasi pada masa depannya. Dengan memberikan gambaran masa depan yang positif dan menguntungkan, maka para karyawan akan lebih siap dalam menghadapi perubahan. Pemimpin yang memiliki sikap kepemimpinan enabling others to act akan lebih demokratis dan memberikan kebebasan bagi karyawannya untuk bekerja sesuai cara mereka masing-masing. Dengan ini karyawan tidak akan merasa diatur dan terkekang sehingga karyawan akan lebih mudah dan siap dalam menghadapi perubahan. Pemimpin yang memiliki sikap kepemimpinan modeling the way akan membangun komiten dan memberikan contoh teladan pada karyawannya. Dengan itu, para karyawan akan memahami dan menteladani sikap yang dimiliki oleh pemimpin dan lebih siap dalam menghadapi perubahan. Pemimpin yang memiliki sikap kepemimpinan encouraging the heart selalu merekognisi pencapaian dari masing-masing karyawannya. Dengan itu, karyawan akan merasa dihargai atas usahanya dan akan merasa terlibat dalam organisasi sehingga para karyawan tersebut akan merasa siap dalam menghadapi perubahan.
Kemudian faktor lain yang juga mempengaruhi kesiapan karyawan dalam menghadapi perubahan adalah faktor demografik. Faktor demografik adalah ukuran, distribusi territorial, dan komposisi populasi dari tingkat perubahan, kematian, perpindahan daerah, dan mobilitas sosial (perubahan status) (Hauser & Duncan, dalam Micklin & Poston, 2005). Dari faktor demografik ini, digunakan jenis posisi jabatan kerja seorang karyawan dalam organisasi, jumlah tanggungan
(47)
yang dimiliki karyawan tersebut serta usia dan jenis kelaminnya. Diperkirakan bahwa dari jenis jabatan kerja dosen dan karyawan, dosen yang lebih siap dalam menghadapi perubahan, karena dosen lebih terbuka terhadap situasi yang baru dan lebih mudah beradaptasi. Dalam penelitian ini juga diperkirakan bahwa semakin banyak jumlah tanggungan yang dimiliki akan semakin besar tingkat kesiapan dalam menghadapi perubahan, karena adanya pengeluaran yang semakin besar akan membuat karyawan lebih terbuka akan kesempatan untuk organisasi menjadi lebih maju.
Berikut ini adalah skema kerangka berpikir:
(48)
2.5Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua variabel yang akan dianalisis pengaruhnya. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi sedangkan variabel independen adalah kepemimpinan transformasional dan faktor demografik.
1. Hipotesis Mayor
H1 : Ada pengaruh dari kepemimpinan transformasional dan faktor demografik
terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi.
2. Hipotesis Minor
H2 : Ada pengaruh dimensi challenge the process dari variabel kepemimpinan
transformasional terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi.
H3 : Ada pengaruh dimensi inspire a shared vision dari variabel kepemimpinan
transformasional terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi.
H4 : Ada pengaruh dimensi enable others to act dari variabel kepemimpinan
transformasional terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi.
H5 : Ada pengaruh dimensi model the way dari variabel kepemimpinan
transformasional terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi.
(49)
H6 : Ada pengaruh dimensi encourage the heart dari variabel kepemimpinan
transformasional terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi.
H7 : Ada pengaruh dari jenis jabatan kerja terhadap kesiapan dalam
menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi.
H8 : Ada pengaruh dari jumlah tanggungan terhadap kesiapan dalam
menghadapi perubahan mekanisme kerja organisasi.
H9 : Ada pengaruh dari usia terhadap kesiapan dalam menghadapi perubahan
mekanisme kerja organisasi.
H10 : Ada pengaruh dari jenis kelamin terhadap kesiapan dalam menghadapi
(50)
Dalam bab ini akan dibahas mengenai populasi dan sampel, variabel-variabel penelitian dan definisi operasionalnya, instrumen penelitian, pengujian validitas konstruk, dan teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian.
3.1Target Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel 3.1.1Target Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan dan dosen IAIN STS Jambi. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 122 orang.
3.1.2 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan nonprobability sampling. Dalam desain nonprobability sampling, elemen-elemen dalam populasi tidak memiliki kemungkinan pasti untuk dipilih sebagai subjek sampel. Ini berarti bahwa penemuan dari penelitian sampel tidak dapat digeneralisasikan pada populasi (Sekaran, 2003).
3.2Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.2.1Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah: 1. Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan 2. Kepemimpinan Transformasional
(51)
a. Dimensi Challenge the Way b. Dimensi Inspire a Shared Vision c. Dimensi Enable Others to Act d. Dimensi Model the Way e. Dimensi Encourage the Heart 3. Faktor Demografik
a. Jenis Posisi Jabatan Kerja b. Jumlah Tanggungan c. Usia
d. Jenis Kelamin
Adapun yang dijadikan variabel terikat (Dependent Variable) adalah kesiapan karyawan dalam menghadapi perubahan, dimana yang menjadi variabel bebas (Independent Variable) adalah kepemimpinan transformasional dan faktor demografik.
3.2.2Definisi Operasional Variabel
Pada penelitian ini, definisi operasional yang digunakan variabel yaitu kesiapan karyawan dalam menghadapi perubahan, kepemimpinan transformasional dan faktor demografik adalah sebagai berikut:
1. Kesiapan Karyawan dalam Menghadapi Perubahan
Kesiapan karyawan dalam menghadapi perubahan adalah tingkat dimana individu secara mental, psikologis, dan fisiknya rela, siap, dan prima untuk berpartisipasi dalam aktivitas perkembangan organisasi. Kesiapan ini memiliki
(52)
tiga dimensi, yaitu high promoting change, high participating change, dan low resisting change (Hanpachern, dalam Holt, 2003).
2. Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional merupakan suatu kumpulan praktek dan perilaku yang mana berfungsi sebagai pedoman bagi para pemimpin untuk mencapai prestasi mereka atau untuk melakukan hal-hal yang luar biasa. Kepemimpinan transformasional ini memiliki lima dimensi yaitu challenge the process, inspire a shared vision, enable others to act, model the way, dan encourage the heart (Kouzes & Posner, dalam Abu-Tineh, et al., 2008). 3. Faktor Demografik
Faktor demografik yang digunakan di penelitian ini adalah jenis posisi jabatan kerja, jumlah tanggungan, usia, dan jenis kelamin.
3.3Instrumen Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, digunakan dua macam kuesioner untuk mengumpulkan data di lapangan. Kuesioner pertama berisi identitas diri yang mencakup nama, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status pernikahan, jumlah tanggungan, posisi jabatan kerja pada perusahaan. Kuesioner kedua berisi skala pengukuran variabel kesiapan karyawan dalam menghadapi perubahan dan kepemimpinan transformasional.
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah model skala semantic diferensial dan skala Likert. Jawaban dari setiap instrumen dalam penelitian ini memiliki tingkatan dari yang tertinggi hingga yang terendah. Pada penelitian ini
(53)
digunakan dua macam skala, yaitu yang pertama adalah 7 poin skala semantik diferensial untuk pengukuran kesiapan dalam menghadapi perubahan, yang mana dari 1 (sangat tidak sesuai) hingga 7 (sangat sesuai) dan yang kedua adalah 10 poin skala Likert untuk pengukuran kepemimpinan transformasional, yang mana dari 1 (hampir tidak pernah) hingga 10 (hampir selalu).
Pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari dua alat ukur. Adapun dua alat ukur tersebut adalah sebagai berikut:
1. Alat Ukur Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan
Untuk mengukur kesiapan dalam menghadapi perubahan pada penelitian ini menggunakan The Readiness for Change Scale yang dikembangkan oleh Hanpachern (1997). Skala ini berisi 14 item yang bertujuan untuk mengukur tiga dimensi kesiapan menghadapi perubahan, yaitu high promoting change, high participating change, dan low resisting change. Peneliti mengambil skala ini dari penelitian Madsen, et al. (2005).
Tabel 3.1
Blueprint Skala Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan
Variabel Indikator Item Jumlah Contoh Item Participating Berpartisipasi
dalam proses perubahan
1, 2, 3, 9, 10, 12
6 Saya memiliki keinginan untuk menjadi bagian dalam sebuah projek baru terkait perubahan yang terjadi
Promoting Mendukung adanya perubahan
4, 6, 7, 14 4 Saya memiliki keinginan untuk mengubah cara saya bekerja karena adanya perubahan
Resisting Menolak untuk berubah
5, 8, 11, 13 4 Saya memiliki keinginan untuk mencari jalan untuk membuat suatu perubahan gagal
(54)
2. Alat Ukur Kepemimpinan Transformasional
Untuk mengukur kepemimpinan transformasional pada penelitian ini menggunakan The Leadership Practices Inventory yang dikembangkan oleh Kouzes dan Posner (1995). Skala ini berisi 30 item yang bertujuan untuk mengukur lima dimensi kepemimpinan transformasional yang dikemukakan oleh Kouzes dan Posner (1995), yaitu model the way, inspire a shared vision, challenge the process, enable others to act, dan encourage the heart. Peneliti mengambil skala ini dari disertasi milik Sessoms (2003).
Tabel 3.2
Skala Kepemimpinan Transformasional
Variabel Indikator Item Jumlah Contoh Item
Challenge the Process Pemimpin menunjukkan keinginan untuk menantang sistem agar mengubah ide
menjadi tindakan
1, 6, 11, 16, 21, 26
6 Atasan saya menantang
orang-orang untuk mencoba pendekatan yang baru dan inovatif untuk pekerjaan mereka
Inspire a Shared Vision Pemimpin membayangkan dan menciptakan gambaran masa depan organisasi yang ideal
2, 7, 12, 17, 22, 27
6 Atasan saya
mendeskripsikan suatu gambaran yang menarik tentang bagaimana masa depan kita kelak
Enable Others to Act Pemimpin menciptakan atmosfer kepercayaan dan martabat manusia untuk membantu setiap orang untuk merasa mampu dan
kuat
3, 8, 13, 18, 23, 28
6 Atasan saya aktif
mendengarkan berbagai macam sudut pandag yang berbeda
Model the Way Pemimpin menetapkan contoh
dan membangun komitmen melalui
tindakan sehari-hari
4, 9, 14, 19, 24, 29
6 Atasan saya memegang
teguh janji dan komitmen yang ia buat
Encourage the Heart Pemimpin mendorong karyawan mereka melalui rekognisi dan perayaan pencapaian
5, 10, 15, 20, 25, 30
6 Atasan saya memuji
orang-orang yang menyelesaikan pekerjaannya dengan baik
(55)
3.4Uji Validitas Konstruk
Pengujian dilakukan terhadap validitas konstruk kedua instrumen yang dipakai, yaitu kesiapan karyawan dalam menghadapi perubahan dan kepemimpinan transformasional.
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kevalidan dari instrumen (kuesioner) yang digunakan dalam pengumpulan data yang diperoleh dengan cara mengkorelasi setiap skor variabel jawaban responden dengan total skor masing-masing variabel, kemudian hasil korelasi dibandingkan dengan nilai kritis pada taraf siginifikan 0,05.
Peneliti menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan bantuan software LISREL 8.70 untuk menguji validitas instrumen penelitian ini. Logika dari CFA menurut Umar (2011) adalah sebagai berikut:
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk mengukurnya. Kemampuan ini diseut faktor, sedangkan pengukuran terhadap faktor ini digunakan melalui analisis terhadap respon atas item-itemnya. 2. Diteorikan setiap item hanya mengukur salah satu faktor saja, begitupun juga
tiap subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun subtes bersifat unidimensional.
3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks korelasional antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matriks korelasi ini disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data empiris, yang disebut matriks S. Jika
(56)
teori tersebut benar (unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan
antara matriks ∑ - matriks S atau bisa juga dinyatakan dengan ∑-S = 0.
4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi square. Jika hasil chi square tidak signifikan (p-value > 0,05), maka hipotesis nihil tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat diterima bahwa item ataupun sub tes instrument hanya mengukur satu faktor saja.
5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifkan atau tidak mengukur apa yang hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian didrop dan sebaliknya.
6. Selanjutnya, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan faktornya negatif, maka item tersebut harus didrop. Sebab hal ini tidak sesuai dengan sifat item, yang bersifat positif (favourable).
7. Seluruh item dihitung skor faktornya. Skor faktor dihitung untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Jadi penghitungan skor faktor ini tidak menjumlahkan item-item variabel seperti pada umumnya, tetapi dihitung true score pada tiap skala. Skor faktor yang dianalisis adalah skor faktor yang bermuatan positif dan signifikan. Adapun rumus T-Score yaitu:
Tskor = (10 x faktor skor) + 50
(57)
Langkah terakhir setelah didapatkan faktor skor yang telah diubah menjadi T skor, nilai baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis regresi berganda.
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan Pada uji validitas skala ini peneliti menguji apakah 14 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur kesiapan dalam menghadapi perubahan saja. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-Square = 299.85, df = 77, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.155. Oleh sebab itu, peneliti melakukan 21 kali modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 72.02, df = 56, P-value = 0.07337, RMSEA = 0.049. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) diterima bahwa seluruh item terbukti mengukur satu faktor saja yaitu kesiapan dalam menghadapi perubahan.
Gambar 3.1 Path Diagram Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikansi item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu
(58)
di-drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5 berikut.
Tabel 3.3
Muatan Faktor Item Kesiapan dalam Menghadapi Perubahan
ITEM LAMBDA STANDARD
ERROR
T-VALUE SIG
Item01 0.48 -0.09 5.46
Item02 0.43 -0.09 4.78
Item03 0.46 -0.09 5.17
Item04 0.76 -0.08 9.65
Item05 -0.31 -0.09 -3.32
Item06 0.81 -0.08 10.52
Item07 0.74 -0.08 9.14
Item08 0.61 -0.09 7.00
Item09 0.76 -0.08 9.47
Item10 0.73 -0.08 9.19
Item11 -0.55 -0.09 -6.22
Item12 0.75 -0.08 9.33
Item13 -0.25 -0.09 -2.60
Item14 0.84 -0.07 11.23
Keterangan : Tanda = Signifikan (t>1.96); = Non-Signifikan
Berdasarkan tabel di atas, terdapat 3 item yang tidak signifikan karena memiliki nilai koefisien t < 1.96 dan muatan faktornya negative yaitu item 5, 11, dan 13. Dengan demikian, bobot nilai pada item 5, 11, dan 13 tidak ikut dianalisis dalam perhitungan faktor skor. Yang menjadi catatan adalah ada beberapa item yang berkorelasi dengan item lain lebih dari empat kali, diantaranya ialah item 6, 7, 9, 10, 13.
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Kepemimpinan Transformasional
1. Challenge the Process
Pada uji validitas skala ini peneliti menguji apakah 6 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur dimensi challenge the process dari variabel kepemimpinan transformasional saja. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata fit dengan Chi-Square = 10.67, df =
(59)
9, P-value = 0.29875, RMSEA = 0.039. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) diterima bahwa seluruh item terbukti mengukur satu faktor saja yaitu dimensi challenge the process dari variabel kepemimpinan transformasional.
Gambar 3.2 Path Diagram Challenge the Process
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikansi item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di-drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.4 berikut.
Tabel 3.4
Muatan Faktor Item Challenge the Process
ITEM LAMBDA STANDARD
ERROR
T-VALUE SIG
Item01 0.65 -0.09 7.63
Item02 0.61 -0.09 7.03
Item03 0.79 -0.08 9.75
Item04 0.67 -0.09 7.81
Item05 0.80 -0.08 10.01
Item06 0.72 -0.08 8.67
Keterangan : Tanda = Signifikan (t>1.96); = Non-Signifikan
Berdasarkan tabel di atas, dilihat dari muatan faktor (lambda) dan t-value, setiap item dikatakan signifikan. Hal tersebut dikarenakan koefisien muatan faktor tiap item loyalitas nasabah yang positif dan t-value > 1.96.
(1)
17.Atasan saya menunjukkan kepada orang-orang bagaimana keinginan jangka panjang dapat direalisasikan dengan menyusunnya dalam suatu visi bersama.
Hampir Tidak Pernah
Sesekali Cukup
Sering
Hampir Selalu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
18.Atasan saya mendukung keputusan orang-orang yang masing-masing telah mereka buat sendiri.
Hampir Tidak Pernah
Sesekali Cukup
Sering
Hampir Selalu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
19.Atasan saya memiliki filosofi kepemimpinan yang jelas.
Hampir Tidak Pernah
Sesekali Cukup
Sering
Hampir Selalu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
20.Atasan saya memberikan pengakuan terhadap orang-orang yang menunjukkan komitmennya terhadap nilai-nilai yang berlaku di organisasi ini.
Hampir Tidak Pernah
Sesekali Cukup
Sering
Hampir Selalu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
21.Atasan saya bereksperimen dan mengambil resiko meskipun ada kemungkinan untuk gagal.
Hampir Tidak Pernah
Sesekali Cukup
Sering
Hampir Selalu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
22.Atasan saya menularkan rasa antusias dan positif tentang berbagai kemungkinan yang akan terjadi di masa depan.
Hampir Tidak Pernah
Sesekali Cukup
Sering
Hampir Selalu
(2)
23.Atasan saya memberikan kebebasan dan pilihan kepada orang-orang untuk memutuskan bagaimana cara mereka bekerja.
Hampir Tidak Pernah
Sesekali Cukup
Sering
Hampir Selalu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
24.Atasan saya memastikan bahwa kami dapat menentukan tujuan yang ingin dicapai, membuat rencana yang konkret, serta membangun tolak ukur keberhasilan untuk proyek dan program yang kami kerjakan.
Hampir Tidak Pernah
Sesekali Cukup
Sering
Hampir Selalu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
25.Atasan saya menemukan cara-cara untuk merayakan keberhasilan.
Hampir Tidak Pernah
Sesekali Cukup
Sering
Hampir Selalu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
26.Atasan saya berinisiatif untuk mengatasi hambatan walaupun hasilnya tidak pasti.
Hampir Tidak Pernah
Sesekali Cukup
Sering
Hampir Selalu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
27.Atasan saya berbicara dengan sungguh-sungguh mengenai makna dan tujuan yang lebih tinggi tentang pekerjaan kami.
Hampir Tidak Pernah
Sesekali Cukup
Sering
Hampir Selalu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
28.Atasan saya memastikan bahwa orang-orang dapat berkembang dalam
pekerjaannya dengan mempelajari keterampilan baru serta mengembangkan diri mereka sendiri.
Hampir Tidak Pernah
Sesekali Cukup
Sering
Hampir Selalu
(3)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
29.Atasan saya membuat kemajuan pada setiap langkah dalam mencapai tujuan.
Hampir Tidak Pernah
Sesekali Cukup
Sering
Hampir Selalu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
30.Atasan saya memberikan banyak apresiasi dan dukungan kepada anggota tim atas kontribusi mereka.
Hampir Tidak Pernah
Sesekali Cukup
Sering
Hampir Selalu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(4)
1. SYNTAX READINESS FOR CHANGE
UJI VALIDITAS RFC DA NI=14 NO=122 MA=KM LA
ITEM01 ITEM02 ITEM03 ITEM04 ITEM05 ITEM06 ITEM07 ITEM08 ITEM09 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14
KM SY FI=RFC.COR SE
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14/ MO NX=14 NK=1 LX=FR TD=SY
LK RFC
FR LX 1 1 - LX 14 1
FR TD 2 1 TD 11 10 TD 13 5 TD 4 3 TD 13 6 TD 12 7 TD 7 6 TD 6 4 TD 9 5 TD 10 8 TD 13 9 TD 9 8 TD 11 1 TD 10 1 TD 9 7 TD 12 10 TD 13 11 TD 6 5 TD 10 7 TD 3 2 TD 3 1
PD
OU SS TV MI
2. SYNTAX CHALLENGE THE PROCESS
UJI VALIDITAS CHALLENGE DA NI=6 NO=122 MA=KM LA
ITEM01 ITEM02 ITEM03 ITEM04 ITEM05 ITEM06 KM SY FI=CHALLENGE.COR
SE
1 2 3 4 5 6/
MO NX=6 NK=1 LX=FR LK
CHALLENGE
FR LX 1 1 - LX 6 1 PD
OU SS TV MI
3. SYNTAX INSPIRE A SHARED VISION
UJI VALIDITAS INSPIRE DA NI=6 NO=122 MA=KM LA
ITEM01 ITEM02 ITEM03 ITEM04 ITEM05 ITEM06 KM SY FI=INSPIRE.COR
SE
1 2 3 4 5 6/
MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY LK
INSPIRE
FR LX 1 1 - LX 6 1 FR TD 2 1 TD 3 1 PD
(5)
4. SYNTAX ENABLE OTHERS TO ACT
UJI VALIDITAS ENABLE DA NI=6 NO=122 MA=KM LA
ITEM01 ITEM02 ITEM03 ITEM04 ITEM05 ITEM06 KM SY FI=ENABLE.COR
SE
1 2 3 4 5 6/
MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY LK
ENABLE
FR LX 1 1 - LX 6 1 FR TD 6 5 TD 5 1 TD 3 2 PD
OU SS TV MI
5. SYNTAX MODEL THE WAY
UJI VALIDITAS MODEL DA NI=6 NO=122 MA=KM LA
ITEM01 ITEM02 ITEM03 ITEM04 ITEM05 ITEM06 KM SY FI=MODEL.COR
SE
1 2 3 4 5 6/
MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY LK
MODEL
FR LX 1 1 - LX 6 1 FR TD 6 5 TD 5 4 PD
OU SS TV MI
6. SYNTAX ENCOURAGE THE HEART
UJI VALIDITAS ENCOURAGE DA NI=6 NO=122 MA=KM LA
ITEM01 ITEM02 ITEM03 ITEM04 ITEM05 ITEM06 KM SY FI=ENCOURAGE.COR
SE
1 2 3 4 5 6/
MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY LK
ENCOURAGE
FR LX 1 1 - LX 6 1 FR TD 5 1
PD
(6)
REGRESSION
/MISSING LfSTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA
/cRrrnRra:PrN(.05)
PouT (. 10)/uooRreru
loBpgNorNT RFC
/IIuTHoo=g}JTER CHALLENGE fI'JSPIRE E}JABLE MODEL ENCOURAGE JE}JISJABATAN JUM], AHTANGGUNGAN USIA JENISKELAMIN.
Regression
IDataSetl]
C: \Users\azkya\Desktop\Untitl-ed1. savVariables Entered/Removeda
Model
Variables Entered
Variables
Removed Method
1 JENISKELAMI
N, INSPIRE, JENISJABAT AN,
JUMLAHTAN GGUNGAN, USIA, ENCOURAGE , ENABLE, MODEL, CHALLENGEb
Enter
a. Dependent Variable: RFC
b. All requested variables entered.
Model Summary
J\{odel R D C^,,a,^
Adjusted R Square
Std. Error of
the Estimate
1 .5304 .281 .223 8.43251
a. Predictors: (Constant), JENISKELAMIN, INSPIRE, JENISJABATAN, JUMLAHTANGGUNGAN, USIA, ENCOURAGE, ENABLE, MODEL, CHALLENGE
ANOVAA
Model
Sum of
Souares df Mean Souare F Sio.
1 Ranraqqinn
Residual Total
?1 16 4n'l 7964.007
fi47s.448
a 112
12',1
346.156 71.107
4"868 000(,
a. Dependent Variable: RFC
b. Predictors: (Constant), JENISKELAMIN, INSPIRE, JENTSJABATAN, JUMLAHTANGGUNGAN, USIA, ENCOURAGE, ENABLE, MODEL, CHALLENGE