27
BAB II PROSES PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA RELAWAN
PADA ORGANISASI SOSIAL
A. Organisasi Sosial A.1. Pengertian Organisasi Sosial
Organisasi baca organisasi sosial menurut Parsons adalah unit sosial atau pengelompokkan manusia yang sengaja dibentuk dan
dibentuk kembali dengan penuh pertimbangan dalam rangka mencapai tujuan Etzioni; 1985:3. Tentunya batasan ini masih umum untuk
menjelaskan organisasi sosial atau organisasi pelayanan manusia. Sedangkan Donovan dan Jackson 1991:8 secara lebih rinci
mengemukakan batas organsasi yang nampaknya lebih interdisipliner, bahwa:
‘…that organisations are composed of individuals and groups Who come together in order to achieve certain goals and
objective Why. They do this by means of differentiated functions that are intended to be rationally co-ordinated and
directed How through time on a continuous basis When. For them, the What of an organisation is implied by the ‘who’, ‘why’,
‘how’, and ‘when’.
…bahwa organisasi terdiri dari orang-orang dan kelompok Siapa yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan dan
sasaran Mengapa tertentu. Mereka melakukannya dengan cara-cara fungsi yang berbeda-beda yang diarahkan dengan
koordinasi dan perintah yang rasional Bagaimana sesuai dengan waktu yang sinambung Kapan. Untuk itu, Apa yang
28
organisasi lakukan dengan ‘siapa’, ‘mengapa’, ‘bagaimana’, dan ‘kapan’.
Berdasarkan kedua definisi diatas, maka organisasi merupakan unit sosial yang dibangun untuk melakukan sesuatu dengan fungsi dan
posisi berbeda, dan disengaja, sadar, rasional, upaya terencana untuk mengkoordinasikan dan mengarahkan aktivitas sehingga melalui
seperangkat kegiatan dan hubungan yang teratur menghasilkan sesuatu.
Selanjutnya Donovan dan Jackson 1991:7 mengemukakan definisi mengenai organisasi pelayanan manusia, yaitu “A human
service organisation is defined as one in which the prime product is a service that is designed to optimise the welfare of the client”. Artinya
organisasi pelayanan manusia didefinisikan sebagai sesuatu yang produk utamanya adalah pelayanan yang dirancang untuk mencapai
kesejahteraan klien. Batasan organisasi pelayanan manusia tersebut berkaitan dengan penentuan pengetahuan apa mengenai manajemen
efektif dari organisasi lain yang dapat diterapkan dengan tipe organisasi pelayanan sosial ini.
Brown dan Korten 1991:49-50 mengkategorikan organisasi pelayanan manusia dalam sektor ketiga. Ciri khas dari organisasi ini
adalah sifat kerelawanannya yang kental, dimana istilah “voluntary” menunjuk pada tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pelaku dengan
bebas atau secara sukarela, tanpa paksaan. Nilai-nilai inilah yang mendorong mereka untuk memobilisasi kontribusi secara sukarela
tenaga, uang, atau jenis lainnya yang merupakan ekspresi akan nilai-
29
nilainya tersebut. Mereka juga menyatakan bahwa “dari seluruh energi pembangunan yang hampir terabaikan adalah energi kerelawanan
dalam suatu organisasi”. Terdapat karakteristik khusus yang dimiliki oleh energi kerelawanan tersebut sebagimana yang mereka
kemukakan, yaitu: pertama, bahwa energi kerelawanan adalah murah, paling tidak secara keuangan dan politik, dan ada dengan kuantitas
potensi yang luas. Kedua, energi kerelawanan tersebut tidak mudah dikendalikan oleh mekanisme yang digunakan untuk mengontrol
bentuk energi sosial lainnya. Lebih jauh lagi, sulit jika dikatakan tidak mungkin untuk membelinya dan menyimpannya. Dan yang ketiga
bahwa energi kerelawanan adalah sesuatu energi yang mungkin dapat meningkatkan kekuatan energinya sendiri self-reinforcing. Kekuatan
energi inilah yang diantaranya tersalurkan melalui mekanisme tertentu dalam organisasi sosial atau organisasi pelayanan manusia. Dari
pendapat tersebut dapat dilihat bahwa energi kerelawanan merupakan potensi yang besar dan murah, sehingga amat potensial untuk
dikembangkan dan diberdayakan. Namun begitu, jumlah relawan yang besar dan murah, mereka sulit dikendalikan. Energi kerelawanan ini
biasanya ada dan tersalurkan melalui organisasi sosial atau organisasi pelayanan sosial.
Dengan melekatkan energi kerelawanan pada organisasi sosial maka adalah penting untuk memahami organisasi sosial bagi
pekerjaan sosial dan upaya kesejahteraan sebagaimana proposisi dari Jones dan May 1992:10, bahwa hampir semua pakerja sosial
beroperasi dalam seting keorganisasian. Hal tersebut berimplikasi
30
bahwa para pekerja sosial dan organsisasi sama-sama saling membutuhkan; sifat upaya pekerjaan sosial dan kesejahteraan akan
ditentukan secara signifikan oleh organisasi; para pekerja sosial dan kesejahteraan
memiliki kapasitas
untuk menentukan
dan mempengaruhi organisasi; para pekerja dipahami sebagai anggota
organisasi oleh lainnya dalam organisasi, termasuk pengguna jasa; dan organisasi merupakan lokasi strategis untuk berpartisipasi dalam
proses pembaruan dan perubahan. Mengenai sifat pekerjaan Jones dan May 1992:10
menyatakan bahwa pekerjaan sosial dan kesejahteraan adalah berorganisasi sebagaimana juga sebagai pekerjaan profesional.
Dengan demikian lahan pekerjaan maka organisasi sosial juga merupakan lahan tersendiri yang perlu dipelajari dan dilatihkan secara
khusus pula. Selanjutnya kedua penulis menyatakan tujuan bahwa pekerjaan
sosial dan kesejahteraan berupaya memecahkan masalah dan meningkatkan kapasitas individual, keluarga dan masyarakat, serta
menghubungkan sumber-sumber, pelayanan dan peluang-peluang. Hal ini akan berimplikasi pada tiga hal Jones May; 1992:10, yaitu:
1. The nature of direct practice is shaped by the organizational context sifat praktik langsung ditentukan dalam konteks
keorganisasian 2. Direct consumer work involves extensive dealing with
organizations. upaya penanganan langsung pengguna akan melibatkan upaya organisasi secara ekstensif
31
3. The complexities of care and control roles have to be negitiated in organizational settings. kompleksitas peran
pemeliharaan dan kendali harus dinegosiasikan dalam setting organisasi
Lain halnya dengan tujuan pekerjaan sosial dan kesejahteraan untuk mendukung
efektifitas pelaksanaan
sistem pelayanan,
mengembangkan dan memperbaiki kebijakan sosial, serta mendukung perubahan dan pembangunan sosial. Hal tersebut akan berimplikasi
pada; 1 Pemahaman organisasi dibutuhkan bagi para pekerja sosial yang berperan dalam kebijakan, perencanaan, administrasi dan aksi
sosial, dan 2 Para pekerja sosial garis depan front-line workers membutuhkan keterampilan-keterampilan untuk terlibat dalam proses
politik dalam organisasi. Jones May; 1992:10. Organisasi akan ditentukan oleh kehidupan masyarakatnya,
dan secara khusus memiliki kelebihan dalam kehidupan orang-orang yang tidak beruntung atau yang memerlukan bantuan. Implikasinya
menurut Jones dan May 1992:10-11 adalah 1 Suatu tugas khusus bagi para pekerja untuk mendukung tanggungjawab organisasi
terhadap kebutuhan konsumen, dan 2 para pekerja seharusnya memandang perannya untuk bekerja di organisasi didasarkan pada
prinsip-prinsip cakupan keadilan sosial, persamaan, hak-hak azasi, dan partisipasi.
Jenis organisasi pelayanan manusia itu sendiri dapat dikategorikan berdasarkan kegiatan bidang lingkup garapan, jenis
penanganan, dan berdasarkan wilayah atau juga berdasarkan
32
teknologi yang dipergunakan dalam mengolah “raw material” oleh badan pelayanan sosial. Jika berdasarkan wilayah tentunya ada
organisasi pelayanan manusia tingkat daerah, organisasi pelayanan manusia tingkat nasional dan organisasi tingkat internasional.
Selanjutnya berdasarkan jenis lingkup dan bidang garapan pelayanan dari organisasi sosial, Friedlander 1980:5-10 mengemukakan
beberapa jenis pelayanan sosial yang diusahakan melalui organisasi sosial yaitu:
1. Bantuan sosial public assistance; 2. Asuransi sosial social insurance;
3. Pelayanan kesejahteraan keluarga family welfare services; 4. Pelayanan kesejahteraan anak Child welfare services;
5. Pelayanan kesehatan dan pengobatan Health and medical services;
6. Pelayanan kesejahteraan jiwa Mental hygiene services; 7. Pelayanan koreksional Correctional services;
8. Pelayanan kesejahteraan pemuda pengisian waktu luang youth leissure-time services;
9. Pelayanan kesejahteraan bagi veteran veteran services; 10. Pelayanan ketenagakerjaan employment services;
11. Pelayanan bidang perumahan housing services; 12. Pelayanan sosial internasional international social services
13. Pelayanan kesejahteraan sosial masyarakat community social services
33
Sebagaimana dikemukakan oleh Hasenfeld 1983:4-7 bahwa organisasi pelayanan manusia dapat dilihat berdasarkan ‘materi atau
bahan dasar’-nya dan penggunaan teknologi transformasi yang digunakan. Berdasarkan jenis bahan dasarnya yang dilayani yaitu
manusia, terdiri dari dua dimensi yaitu manusia yang berfungsi secara normal normal functioning dan yang tidak berfungsi secara normal
malfunctioning. Ketidaknormalan atau penyimpangan tersebut dapat dilihat berdasarkan fisik, psikologis dan sosial. Bahan dasar raw
material manusia dengan kategori yang berfungsi secara normal normal functioning dan yang tidak berfungsi secara normal
malfunction maka dibutuhkan cara-cara, metode dan teknik-teknik yang berbeda dalam memprosesnya.
Berdasarkan hal tersebut Hasenfeld mengemukakan bahwa terdapat tiga jenis teknologi pelayanan yang digunakan oleh organisasi
pelayanan, yaitu: a. Pemrosesan-manusia
people-processing technologies;
tujuannya memberikan status atau label sosial tertentu terhadap klien sehingga dapat ditentukan jenis pelayanan apa
yang diperlukan selanjutnya. b. Pemeliharaan-manusia people-sustaining technologies. Pada
jenis ini berupaya untuk mencegah, memelihara dan mempertahankan kesejahteraan klien, tetapi tidak berupaya
mengubah secara langsung atribut atau perilaku klien.
34
c. Perubahan-manusia people-changing technologies; teknologi ini adalah untuk merubah atribut atau sikap serta perilaku klien
agar dapat meningkatkan kesejahteraannya. Apabila digambarkan dalam suatu matrik antara kedua dimensi
yaitu bahan dasar manusia atau tipe kliennya yang berfungsi normal dan tidak normal, dan penggunaan teknologi dalam pelayanan
manusia, maka didapat enam jenis tipologi organisasi pelayanan manusia, sebagai terlihat dalam gambar berikut:
Tabel 2.1.: Matrik Tipologi Organisasi Pelayanan Manusia
Jenis Klien Pemrosesan
Manusia Pemeliharaan
Manusia Perubahan
Manusia Jenis I
Jenis III Jenis V
Fungsional
BPS Badan Akreditasi
Jaminan Sosial Rumah
Peristirahan Sekolah Umum
Pramuka PKBI
Jenis II Jenis IV
Jenis VI
Malfunctioning Klinik diagnostik
Pengadilan anak Rumah
Perawatan Panti asuhan
Rumah sakit Pusat
rehabilitasi korban Narkotik
Sumber: Hasenfeld, 1983. Human service Organization, hal. 4-7.
Dalam tipologi tersebut maka MCR-PKBI dengan ‘raw material’- nya manusia fungsional dan dengan teknologi perubahan manusia
untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman akan kesehatan reproduksi bagi remaja; dapat dikategorikan dalam tipe kelima.
35
Banyaknya jenis pelayanan sosial yang ada dimasyarakat akan sangat tergantung pada ragam permasalahan dan struktur masyarakat
itu sendiri dalam menanggapi berbagai masalah yang berkembang. Demikian pula dengan berbagai perspektif mengenai jenis pelayanan
sosial akan memperjelas pemahaman proses kegiatan atau penyelenggaraan pelayanan sosial oleh organisasi tersebut. Hal ini
sesuai dengan pendapat Hasenfeld 1983:9-10 bahwa “Human services, as a class of organizations, share a unique set of
characteristics because they all work with and on people”. Artinya pelayanan manusia, sebagai suatu jenis organisasi terdiri dari
seperangkat karakteristik unik karena bekerja bersama dan dengan orang-orang. Selanjutnya dia mengemukakan karakteristik dari
organisasi pelayanan sosial atau manusia, sebagai berikut: 1. Fakta bahwa material dasarnya raw material adalah terdiri
dari orang-orang dengan sejumlah nilai-nilai moral yang mempengaruhi aktifitas organisasi sosial.
2. Tujuan dari organisasi pelayanan manusia adalah samar- samar vague, berarti-dua ambiguous, dan bermasalah
problematic. 3. Moral ambigu yang mengitari pelayanan manusia juga
menunjukkan organisasi pelayanan sosial bergerak dalam lingkungan bergolak, artinya lingkungan tersebut terdiri dari
banyak kepentingan kelompok yang berbeda-beda. 4. Organisasi pelayanan manusia harus beroperasi dengan
teknologi yang
tidak menentukan
dengan tidak
36
menyediakan pengetahuan yang lengkap mengenai bagaimana mencapai hasil yang diharapkan.
5. Aktivitas utama dalam organisasi pelayanan manusia terdiri dari hubungan antara staf dan klien. Tidak menutup
kemungkinan para staf dalam organisasi sosial lebih banyak terdiri dari para relawan yang harus berhubungan dengan
kliennya. 6. Karena keutamaan hubungan staf dan klien, maka posisi
dan peran staf lini staf profesional secara khusus adalah penting dalam organisasi pelayanan manusia.
7. Organisasi pelayanan
manusia miskin
pengukuran mengenai efektifitas yang reliabel dan valid, dan mungkin,
lebih mampu bertahan terhadap perubahan dan inovasi. Apabila melihat karakteristik kelima dari ciri organisasi sosial, yaitu
aktivitas utama dalam kegiatan pelayanan adalah hubungan antara staf dan klien, maka kepuasan klien dalam berhubungan dengan staf
merupakan salah satu indikasi dari kemampuan staf dalam memberikan pelayanan. Ketidakjelasan tujuan, inefektifnya teknologi
yang digunakan, dan lemahnya pengukuran yang reliabel dan valid dari organisasi pelayanan sosial juga merupakan kelemahan yang dimiliki
oleh organisasi pelayanan manusia. Pendapat lainnya mengenai karakteristik organisasi pelayanan
manusia dikemukakan oleh Martin 1985:2, bahwa :
37
1. The purpose of human service organisations is to meet the socially recognised needs of people. Tujuan
organisasi pelayanan manusia adalah memenuhi kebutuhan orang yang diakui secara sosial
2. Human service organisations are based on values accepted by all or a subtantial part of the society in
which they operate. Organisasi pelayanan manusia didasarkan pada nilai-nilai yang diterima oleh semua
atau sebagian penting anggota masyarakat dimana mereka beroperasi
3. Human service organisations are committed to protecting and promoting the wellbeing both of the direct
consumers of their services and of society generally. Organisasi pelayanan manusia memiliki tanggung
jawab untuk melindungi dan mendukung kesejahteraan baik kepada pengguna jasa langsung dan masyarakat
pada umumnya
4. Human service organisations are mandated and resourced by all or a substantial part of the public,
through statutory resources or donations, and operate without a profit-making purpose. Organisasi pelayanan
manusia memperoleh kewenangan dan sumber oleh semua atau sebagian penting masyarakat umum, yaitu
sumber-sumber dan donasi menurut undang-undang dan bergerak tanpa tujuan mencari keuntungan
5. Human service organisations are therefore accountable to all or a substantial part of the public as well as to their
consumers. Organisasi pelayanan manusia dengan demikian dapat dipertanggung-jawabkan kepada semua
atau sebagian penting masyarakat umum demikian pula kepada para pengguna jasanya
6. Access to and usage of human services are wholly or predominantly controlled by the providers rather than
consumers of services. Akses dan penggunaan pelayanan manusia secara keseluruhan atau terutama
38
dikendalikan oleh
penyedia pelayanan
daripada penggunanya
7. Human service organisations provide services that may operate
with imprecise
methodes. Organisasi
pelayanan manusia menyediakan pelayanan yang mungkin menggunakan metode yang tidak tepat.
8. The outcomes of human services may be uncertain and unpredictable. Hasil dari pelayanan manusia mungkin
tidak pasti atau sulit diprediksi. 9. Human services are generally provided through
professional relationship between staff and client within a formal organisational structure. Pelayanan manusia
umumnya disediakan melalui hubungan profesional antara staf dan klien dalam suatu struktur organisasi
formal.
Karakteristik yang dikemukakan oleh Martin melengkapi karakteristik organisasi pelayanan manusia yang telah dikemukan oleh
Hasenfeld sebelumnya. Terdapat beberapa kesamaan pandangan antara Martin dan Hasenfeld mengenai karakteristik tersebut, misalnya
mengenai ketidaktepatan metode atau teknologi yang dipergunakan, hasil dari pelayanan manusia yang sulit ditentukan juga berkaitan
dengan lemahnya pengukuran hasil yang reliabel dan valid, dan keduanya memandang penting hubungan antara staf dan klien atau
penerima pelayanan. Selanjutnya dalam penyelenggaraan pelayanan sosial maka
kebijakan-kebijakan yang dibuat dalam organisasi pelayanan manusia tidak mungkin dapat diterapkan tanpa manajemen pelayanan sosial.
39
Berkaitan dengan manajemen pelayanan, Ginsberg 1995: 2 menyatakan, bahwa:
“Without management, it is doubtful that services could be provided. In many cases, the nature and quality of the
services would be even more heavily influenced by the nature and quality management than by the laws in public
program or board decisions in voluntary program that create the services”.
Tanpa manajemen, maka diragukan sebuah pelayanan sosial dapat tersedia dengan baik, bahkan sifat dan
kualitas pelayanan sosial akan sangat dipengaruhi oleh sifat dan kualitas manajemen daripada aturan yang dibuat
atau oleh keputusan para anggota dewan.
Dengan demikian suatu organisasi pelayanan sosial sudah seharusnya dikelola secara profesional. Artinya berbagai aspek manajemen
merupakan syarat tercapainya tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi pelayanan.
Salah satu persoalan manajemen yang perlu memperoleh perhatian tersendiri dalam organisasi pelayanan sosial adalah
berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia. Terdapat tiga komponen sumber daya manusia dalam organisasi pelayanan sosial
yang perlu diperhatikan yaitu: dewan, staf, dan tenaga relawan. Mengenai tenaga relawan, seringkali sejumlah organisasi sosial amat
tergantung dengan kehadiran dan partisipasi mereka. Sebagaimana dikemukakan oleh Weinbach 1994:110 mengenai kemanfaatan dari
40
keberadaan para relawan dalam pelaksanaan organisasi pelayanan manusia, bahwa;
There are obvious benefit to social work manager in the use of volunteer. The Most obvious of these is that
volunteers can perform many jobs at minimal cost. While they are not “free” in the sense that they require
supervisory time and are usually reimbursed for some of their expenses travel, meals, etc, volunteers provide
many services, thereby freeing up paid staff to other work.
Jelas banyak sekali manfaat yang diperoleh dan dapat dilakukan oleh manajer pekerjaan sosial dengan memanfaatkan relawan.
Banyak pekerjaan yang dapat dilakukan oleh para relawan dengan biaya yang murah. Sementara itu mereka relawan tidak
memperoleh ‘bayaran” dalam arti mereka membutuhkan masa supervisi dan biasanya memperoleh sejumlah biaya penggantian
perjalanan, makan dst., para relawan memerlukan sejumlah pelayanan, oleh karenanya tidak dibayar seperti staf tetap.
A.2. Relawan
Relawan menurut DuBois dan Miley 1992:90 yaitu “volunteer or person who provide services without salary, play a significant role in
the delivery of social sevices”. Walaupun relawan merupakan orang- orang yang tidak memperoleh bayaran dalam pekerjaannya, namun
mereka memiliki peranan yang penting dalam penyediaan pelayanan sosial. Relawan juga dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat
dilakukan oleh staf tetap yang dibayar.
41
Lebih jauh Weinbach 1994:110-111 mengemukakan, bahwa relawan umumnya lebih sulit dikendalikan daripada staf tetap yang
dibayar. Mereka bekerja di organisasi dengan tidak didasari kebutuhan ekonomi; lainnya mungkin bersedia memberikan pelayanan jika
mereka suka namun jika sudah tidak senang mereka pergi. Para relawan umumnya bukan profesional dan tidak memiliki nilai-nilai dan
etika yang sama dengan profesional dan juga staf non proferional. Sedangkan Brammer 1999:14 membedakan berdasarkan struktur
pertolongan yaitu profesional, para profesional dan relawan volunteer, yang diilustrasikannya sebagai berikut:
Professional helper. Examples: Social workers, human service workers, psychologist, teachers, mental health counselors,
school counselors, physicians, nurses, psychiatrists, marriage and family therapists, and legal counselors with specialized
training and legal responsibility. Penolong profesional. Contohnya: para pekerja sosial, pekerja pelayanan manusia,
psikolog, guru, konselor kesehatan mental, konselor sekolah, dokter, perawat, psikiater, ahli terapi pernikahan dan keluarga,
konselor hukum dengan pelatihan dan tanggung jawab hukum khusus
Paraprofessional helper. Examples: trained interviewers, receptionists, aided in mental health and rehabilitation, and
persons in correctional, educational, employment, and social agency
setting. Penolong
paraprofesional. Contohnya:
Pewawancara terlatih, resepsionis, tenaga bantuan dalam kesehatan dan rehabilitasi mental, dan orang-orang dalam
seting lembaga pemasyarakatan, pendidikan ketenagakerjaan, dan badan-badan sosial
Volunteers. Nonpaid person with short-term training in basic helping skills and agency orientation. Relawan. Orang yang
42
tidak dibayar dengan memperolah pelatihan singkat mengenai dasar-dasar keterampilan dan orientasi organisasi
Satu persoalan mendasar berkaitan dengan perkembangan relawan adalah: Apa yang memotivasi orang untuk secara sungguh-
sungguh mencurahkan sumber daya personal, energi emosional, dan waktu bagi kerelawanan. Paling tidak terdapat sepuluh alasan
mengapa orang mau menjadi relawan, menurut Wolf 1990:70-71, yakni:
- Sense of self-satisfaction kepuasan diri
- Altruism altruisme, rasa ingin menolong sesama
- Companionshipmeeting people berkumpul bertemu
orang -
Learning about a field mempelajari sesuatu -
Creating maintaining an organisasi mencipta atau mengelola organisasi
- Developing professional contacts mengembangkan
kemampuan profesional -
Getting ahead in the corporation memperoleh posisi pemimpin perusahaan
- Getting trainingexperience memperoleh pelatihan
pengalaman -
Providing entry to a particular organization memasuki organisasi tertentu
- Social panache kepuasan sosial tertentu
Dari berbagai alasan seseorang menjadi relawan tersebut, nampaknya Wolf tidak bermaksud untuk membuat urutan mengenai
faktor mana yang paling dominan sehingga orang mau menjadi relawan. Namun begitu persoalan kerelawanan ini seringkali dikaitkan
43
dengan sifat altruisme, yaitu sifat untuk membantu atau menolong orang lain yang mengalami kesulitan hidup. Bahkan apabila ditelusuri
kemunculan berbagai badan pelayanan sosial selalu tidak terlepas dari dorongan altruistik untuk membantu orang lain.
Flashman dan Quick 1985:86 mengemukakan pendapatnya mengenai altruistik dalam kaitan dengan kerelawanan, yaitu:
1. Altruisme merupakan faktor motivasional utama dalam perilaku relawan.
2. Membuat pembagian antara egoistik dan altruisme secara jelas. Kita perlu menyadari bahwa kita hidup dalam suatu
kesatuan sistem dimana kehidupan masing-masing kita saling mempengaruhi kita semua.
3. Sebagai suatu tanggapan kreatif terhadap banyak tantangan yang dihadapi di dunia, kita memasuki abad
keduapuluh akan ditandai munculnya hubungan secara pararel baik dalam altruisme dan aktifitas kerelawanan.
Kerelawanan telah
menjadi bagian
dari pengalaman
kemanusiaan. To volunteer menjadi relawan adalah pilihan untuk berbuat dengan sikap rasa tanggungjawab sosial yang seharusnya
diakui, tanpa suatu kepentingan nyata yang ingin dicapai secara nyata. Ellis dan Noyles 1990:112 menekankan pentingnya konsep kemauan
volition dalam batasan relawan : The choice to act must be without coercion pilihan untuk bertindak tanpa paksaan.
44
Mengenai kerelawanan IPPF International Planned Parenthood Federation dalam Munajat 1996:3, suatu organisasi internasional
yang bergerak di bidang keluarga berencana mendefinisikan relawan volunteer sebagai orang-orang yang rela memberikan waktu dan
kemampuannya untuk kesejahteraan kelompok atau masyarakat tanpa imbalan materi. Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan
oleh Suparlan dan Wardhana 1997:135, diperoleh kesimpulan mengenai segi kualifikasi kepribadian teladan dari relawan yang sangat
khas, yaitu: peka dan peduli terhadap penderitaan orang lain yang dilandasi oleh rasa cinta kasih sesama; terpanggil untuk menolong
sesama; rendah hati, dan tulus ikhlas dalam melaksanakan pengabdian; memiliki sifat kesamaan yang universal serta menghargai
harkat dan martabat orang lain. Mitchell
1986 dalam
DuBois dan
Miley 1992:90,
menyebutkan terdapat empat jenis relawan, yaitu: 1. Policymaking volunteers serve on task forces, review
panels, committees, and board. Relawan yang aktif dalam pembuatan keputusan melakukan kegiatan satuan
tugas, mengulas panel, kepanitiaan dan dewan
2. Administrative volunteers provide office support through activities such as word processing, coordinating
schedules, and
working on
mailings. Relawan
administratif memberikan dukungan ketatausahaan
melalui aktivitas
seperti pengolahan
kata, mengkoordinasi jadwal, dan menangani surat menyurat
3. Advocacy volunteers provide support through fund-raising efforts, writing letters and calling legislators, providing
testimoni at public hearings, organizing community
45
support, and working on public relations. Relawan advokasi
memberikan dukungan
melalui usaha
penggalangan dana, penulisan surat dan mempengaruhi kebijakan, memberikan kesaksian pada dengar pendapat
umum, mendukung pengorganisasian masyarakat, dan bekerja pada hubungan masyarakat
4. Direct-service volunteers may be involved in activities such as counseling, recreation and tutoring. The trend is
to link clients, especially those who lack a supportive social network, with tranined volunteers as a part of an
overall intervention plan. Frequently, trained volunteers staff telephone crisis lines, or hot lines, referring callers to
appropriate community resourches. Relawan pelayanan langsung mungkin terlibat dalam aktivitas seperti halnya
konseling, rekreasi dan pengajaran. Perkembangan yang ada berhubungan dengan klien, khususnya terhadap
mereka yang kurang akan dukungan jaringan sosial, dengan melatih relawan sesuai dengan keseluruhan
rencana kegiatan intevensi. Seringkali staf relawan dilatih untuk menerima panggilan telepon darurat, atau hot lines,
merujuknya pada sumber-sumber masyarakat yang sesuai.
Secara lebih rinci Trecker 1971:106, mengemukakan klasifikasi relawan yang juga dapat dilihat sebagai jenis relawan, yaitu sebagai
berikut; 1. Identifiers of human conditions or problems requiring
social welfare services; Pengidentifikasi kondisi atau masalah manusia yang membutuhkan pelayanan
kesejahteraan sosial
46
2. Initiator and maker of policy in agencies created to prevent, control, or treat the social condition; Inosiator
dan pembuat kebijakan yang dibuat dalam badan-badan sosial untuk mencegah, mengedalikan atau mengatasi
kondisi sosial tertentu 3. Contributors of service based on knowledge, skill, and
interest; Kontributor
pelayanan berdasar
pada pengetahuan, keterampilan, dan kepentingan
4. Solicitors of
public and
voluntary support;
Pengumpulan dukungan umum dan sukarelawan 5. Spokesmen and interpreters of agency program and
problems to which they directed; Juru bicara dan penterjemah program badan sosial dan permasalahan
yang akan ditangani 6. Reporters of community reactions, critical or positive, to
the agency’s program; and Reporter reaksi dari masyarakat baik kritikan atau tanggapan positif,
terhadap program-program badan sosial 7. Collaborators in community planning activities for the
purpose of modifying of designing services to meet changing social conditions. Mitra kerjasama dalam
perencanaan aktivitas masyarakat dengan tujuan memodifikasi rancangan pelayanan agar sesuai dengan
perubahan dan kondisi sosial.
47
Apabila melihat pendapat di atas, nampak dukungan para relawan mempunyai kontribusi penting dalam program pelayanan sosial oleh
karena itu perlu program rekrutmen, penugasaan yang jelas, pelatihan, koordinasi, supervisi, dukungan dan umpan balik yang efektif. Perlu
dipahami bahwa pengkategorian relawan sebagai telah dikemukakan oleh para ahli tersebut didasarkan pada jenis kegiatan yang dilakukan
oleh para relawan. Jika melihat keahlian para relawan melaksanakan tugas maka
kiranya dapat dibagi menjadi dua yaitu relawan yang ahli dan relawan yang kurang ahli. Tipologi ini didasarkan pada kontribusi yang diberikan
oleh para relawan, dan latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh para relawan. Relawan ahli umumnya cenderung memberikan
kontribusi gagasan dan pemikiran sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Sedangkan pada relawan yang kurang ahli, maka kontribusi
yang diberikan oleh mereka cenderung pada tenaga dan keikutsertaan mengikuti kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan.
Lebih jauh DuBois dan Miley 1992:91 menyatakan bahwa relawan harus menyadari akan pentingnya kerahasiaan. Jangan
sampai informasi mengenai kasus khusus menjadi bahan pembicaraan di kalangan relawan secara informal yang mungkin akan sampai pada
klien. Bedakan antara peranan profesional dan kebutuhan relawan secara jelas; relawan seharusnya melengkapi, bukannya menggantikan
profesional.
48
Berkaitan dengan sifat dan karakteristik kerelawanan yang melekat pada diri relawan maka akan menuntut keahlian tertentu bagi
para relawan. Sehingga, sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, perlu diatur dan dikelola sumber daya relawan ini dengan baik, agar
sesuai dengan tujuan dari organisasi pelayanan sosial. Dalam hal ini diperlukan manajemen sumber daya relawan.
B. Pengertian Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia