58
3. Manajemen kurang
responsif terhadap
kekurangan keterampilan dari karyawan organisasinya.
Dari pendapat tersebut maka terdapat tiga faktor yang harus diperhatikan dalam rangka membuat program pelatihan, khususnya
berkaitan dengan keterampilan-keterampilan yang harus dikuasai oleh sumber daya manusia organisasi tersebut. Sehingga diperlukan analisa
kebutuhan secara lebih mendalam mengenai kebutuhan pelatihan yang akan diselenggarakan.
C. Tahap-tahap Pendidikan dan Pelatihan Relawan
Suatu rancangan pelatihan dan pengembangan relawan organisasi sosial perlu diterapkan pada setiap tahap proses
perencanaan keorganisasian. Pelatihan relawan akan menjembatani menghilangkan perbedaan-perbedaan antara apa yang relawan
pahami mengenai suatu tugas, harapannya sendiri terhadap bagaimana mereka melakukan tugas tersebut, dan level kinerjanya
ketika diberi peluang kerja. Program pelatihan yang efektif bagi relawan dikembangkan
ketika kebutuhan akan tugas dan pekerjaan telah teridentifikasi dengan jelas, serta kebutuhan organisasi dan relawan telah diketahui dan
dibawa ke dalam pengembangan program pelatihan. Hal-hal yang melandasi program pelatihan yang efektif menurut Lulewicz 1995:84:
a identifikasi kebutuhan pengetahuan pekerjaan apa yang dibutuhkan,
59
b kebutuhan keterampilan-keterampilan
apa yang
akan dikembangkan, dan
c motivasi relawan seperti apa yang akan dikembangkan atau dibangun.
Ketiga hal tersebut merupakan bagian penting dalam rangka perolehan manfaat organisasi sosial yaitu adanya energi dan pelayanan para
relawan committed, motivated, dan lebih terfokus pada pencapaian sasaran organisasi.
Dalam rangka
menghindari kegagalan
dalam menyelenggarakan pelatihan dan pengembangan maka diperlukan
langkah-langkah persiapan. Pada gambar berikut memperlihatkan bagaimana tahapan pendahuluan dalam persiapan program latihan
dan pengembangan Handoko, 1994:108
Bagan 2.1.: Langkah pendahuluan dalam persiapan program Latihan
dan Pengembangan
Bagan 2.2. memperlihatkan langkah pendahuluan yang perlu dipersiapkan, yaitu penilaian dan identifikasi kebutuhan-kebutuhan,
menentukan sasaran-sasaran latihan dan pengembangan, kemudian
Penilaian dan Identifikasi
kebutuhan- kebutuhan
Prinsip-Prinsip Belajar
Isi Program Sasaran –sasaran
Latihan dan Pengembangan
60
ditentukan isi program pelatihan dan prinsip-prinsip pelatihan atau prinsip pembelajarannya.
Selanjutnya Lulewicz 1995:85-86 mengemukakan bahwa program pelatihan harus didesain dengan kebutuhan khusus dari
organisasi dan relawannya, oleh karena itu pertanyaan mendasar dalam rangka membuat program pelatihan adalah:
1. Apa masalah kebutuhan program yang akan dihasilkan atau apa tujuan dari program pelatihan?
2. Standaracuan apa bagi kinerja relawan? 3. Keterampilan apa yang perlu dikuasasi relawan saat ini?
4. Apakah pelatihan merupakan suatu solusi atau metode yang tepat?
5. Jika demikian, apa sasaran pendidikan yang akan dijalankan program pelatihan?
6. Apa metode pelatihan terbaik untuk mencapai hasil yang diinginkan tersebut?
7. Apakah kebutuhan-kebutuhan relawan dan organisasi harus diakui dalam rangka mengembangkan suatu program
pelatihan? 8. Apa sumber daya organisasi yang diperlukan?
9. Apakah sumber daya relawan akan diperlukan? 10. Apakah pengeluaran sumber daya untuk melatih relawan
akan memberikan hasil yang diharapkan? 11. Sekali lagi apakah pelatihan merupakan solusi atau metode
yang tepat?
61
Jawaban terhadap pertanyaan tersebut akan menjadi faktor yang diperhitungkan dalam proses perencanaan strategi organisasi
dan operasional. Hanya jika pertanyaan tersebut muncul dan selama jawaban
perencanaan strategis
dan operasional
mampu mengidentifikasi dan mengalokasi sumber-sumber yang dibutuhkan
organisasi secara efektif untuk memberikan kualitas program yang akan mencapai misi dan tujuannya. Keberhasilan suatu program
pelatihan akan tergantung pada organisasi dalam mengidentifikasi sumber dan potensia yang ada dan bagaimana menyesuaikannya
secara tepat dengan peluang-peluang yang ada baik untuk pelatihan jangka pendek atau jangka panjang. Perencanaan dengan cara
demikian akan mampu membedakan antara keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi dengan jalannya program relawan.
Selanjutnya dalam merancang program pelatihan yang efektif Lulewicz 1995: 86 menyatakan terdapat tahap-tahap untuk rencana
program pelatihan relawan yang efektif adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui tujuan organisasi dalam proses perencanaan
strategis 2. Mengetahui program berjalan-relawan yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan organisasi 3. Mengetahui sumber-sumber organisasi yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan program 4. Mengetahui sumber-sumber relawan yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan program pelatihan dan organisasi
62
Saat tujuan-tujuan organisasi, pemrograman, dan relawan telah diketahui, deskripsi posisi kerja dan standar kinerja masing-masing
program dan beragam tugas relawan dalam setiap program harus dikembangkan. Hal-hal tersebut harus sudah dilakukan sebelum
mengetahui kebutuhan dan sumber-sumber relawan dapat dipenuhi. Ketika pekerjaan tersebut telah terpenuhi, lihat aplikasi dan wawancara
untuk relawan akan membantu menentukan posisi yang paling tepat bagi relawan dalam organisasi dan membantu memperjelas pelatihan
dan pengembangan yang sesuai bagi relawan dengan kepemimpinan atau memperluas peluang dalam organisasi.
Berbagai model pelatihan telah banyak dikembangkan. Model- model pelatihan itu antara lain adalah: model pelatihan keterampilan
kerja, model strategi pelatihan, model lima langkah model tujuh langkah, model sembilan langkah, dan model pelatihan partisipatif
Soedjana, 2001:18. Gambaran umum tentang model-model pelatihan tersebut akan diuraikan sebagai berikut.
Model pelatihan keterampilan kerja skill tarining for the job yang dikembangkan oleh Gensi 1966. Model ini mencakup empat
langkah kegiatan yang ditempuh dalam penyelenggaraan pelatihan, yaitu:
1. Pertama, mengkaji alasan penyelenggaraan pelatihan dan menetapkan program pelatihan. Dalam langkah ini
dilakukan penelaahan faktor-faktor penyebab tentang perlunya
pelatihan. Kegiatan
lainnya mencakup
identifikasi kebutuhan, penentuan tujuan pelatihan, analisis isi latihan, dan pengorganisasian program
pelatihan.
63
2. Kedua, merancang tahapan pelaksanaan pelatihan. Kegiatannya
mencakup penentuan
pertemuan- pertemuan baik formal maupun informal selama
pelatihan, dan pemahaman terhadap masalah-masalah yang dihadapi para peserta pelatihan.
3. Ketiga, memilih strategi sajian yang efektif. Kegiatannya mencakup pemilihan dan penentuan jenis-jenis sajian,
pengkondisian lingkungan termasuk di dalamnya penggunaan saran belajar dan alat bantu, serta
pemilihan dan penetapan media interaksi.
4. Melaksanakan program pelatihan dan menilai hasil pelatihan.
Kegiatannya meliputi
transformasi pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai berdasarkan
program pelatihan, serta evaluasi tentang perubahan tingkah laku peserta setelah mengikuti program
pelatihan. Soedjana, 2001:18-19
Otto dan Glaser 1970, dalam Soedjana 2001:19, mengemukakan Model Pengembangan Strategi Pelatihan. Model ini
terdiri atas lima langkah kegiatan. Pertama, menganalis masalah pelatihan. Kedua, merumuskan dan mengembangkan tujuan-tujuan
pelatihan. Ketiga, memilih bahan pelatihan, media belajar, metode dan teknik pelatihan. Keempat, menyusun kurikulum dan unit, mata
pelatihan, dan topik bahasan dalam pelatihan. Kelima, melakukan penilaian terhadap hasil pelatihan.
Parker mengembangkan Model Rancang Bangun Pelatihan dan Evaluasi Training Design and Evaluation Model sebagaimana dimuat
Soedjana dalam buku “Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif” 2001:19. Model ini terdiri dari tujuh tahapan kegiatan. Ketujuh
tahapan kegiatan itu adalah: 1 menganalisis kebutuhan-kebutuhan
64
pelatihan, 2 merumuskan tujuan-tujuan pelatihan, 3 merancang kurikulum pelatihan, 4 merancang atau memilih metode dan teknik
pelatihan, 5 merancang pendekatan untuk penilaian pelatihan, 6 melaksanakan program pelatihan, dan 7 melakukan pengukuran
terhadap hasil pelatihan. Tahapan-tahapan tersebut merupakan kegiatan berangkai dan berurutan.
Berdasarkan beberapa
model pelatihan
yang telah
dikemukakan sebelumnya, Soedjana 2001: 22-230 mengemukakan suatu model yang dinamakan Model Pelatihan Partisipatif Participatory
Training Model. Model pelatihan ini mencakup 10 langkah kegiatan berurutan yang dapat dilihat pada bagan 2.2
Langkah pertama,
rekrutmen peserta
pelatihan. Kegiatan ini berkaitan dengan pendaftaran calon dan seleksi peserta
didik peserta pelatihan. Persyaratan peserta mencakup jumlah dan mutu calon peserta pelatihan. Jumlah peserta pelatihan ditentukan
sesuai dengan kebutuhan dan daya dukung pelatihan, serta karakteristik internal dan karakteristik eksternal. Menurut Soedjana
2001:230 yang termasuk dalam karakteristik internal berkaitan dengan kebutuhan, minat, pengalaman, tugaspekerjaan, latar
belakang pendidikan, dan lain sebagainya. Sedangkan yang termasuk dalam karakteristik eksternal, yaitu menyangkut lingkungan keluarga,
pergaulan, status sosial ekonomi, cara belajar, dan pemilikan sumber- sumber belajar. Persyaratan tersebut dapat dilakukan secara tertulis
atau tidak tertulis.
65
Bagan 2.2 : Langkah Kegiatan Model Pelatihan Partisipatif
Langkah kedua, mengidentifikasi kebutuhan, sumber, dan kemungkinan hambatan. Menurut Soedjana 2001:24, kebutuhan
mencakup kebutuhan pelatihan dan kebutuhan belajar. Kebutuhan pelatihan yaitu jarak antara kemampuan yang dimiliki peserta latihan
Rekrutmen Peserta
Identifikasi Kebutuhan, Sumber dan Hambatan
Tujuan Umum dan Tujuan Khusus
Alat Evaluasi Akhir Peserta
Alat Evaluasi Awal Peserta
Urutan Kegiatan, Bahan Belajar, Metode Teknik
Pelatihan Pelatih
Evaluasi Awal Peserta
Evaluasi Program Pelatihan
Evaluasi Akhir Peserta
Pelaksanaan Proses Pelatihan
66
pada suatu saat dengan kemampuan baru yang harus atau ingin dimiliki pada saat setelah pelatihan. Adapun kebutuhan belajar dalam
pelatihan adalah keinginan yang dirasakan atau dinyatakan oleh peserta latih untuk memiliki pengetahuan, keterampilan, nilai, dan atau
sikap tertentu yang ingin dipelajari untuk memperoleh kemampuan baru yang diinginkan tersebut.
Langkah ketiga, menurut Soedjana 2001:24-25, merumuskan dan menentukan tujuan umum goals dan tujuan khusus objectives
pelatihan. Lebih jauh jauh, rumusan tujuan umum menjelaskan tentang hasil atau perubahan yang akan dicapai setelah program pelatihan
selesai diselenggarakan. Fungsi tujuan utama menjadi arahan utama bagi penyelenggara program dan merupakan tolok ukur keberhasilan
program pelatihan. Sedangkan tujuan khusus pelatihan diditikberatkan pada perubahan tingkah laku peserta pelatihan yang menyangkut
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai yang berkaitan dengan kompetisi yang harus dimiliki oleh peserta selama atau setelah
pelatihan. Tujuan khusus ini dirumuskan secara konkrit, rinci, perubahan tingkah lakunya dapat diukur dan diobservasi, serta
pernyataannya dengan kata kerja transitif. Langkah keempat, menyusun alat penilaian awal dan alat
penilaian akhir pelatihan. Alat penilaian peserta pelatihan. Alat penilaian awal akan digunakan untuk menilai pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan nilai yang berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki oleh peserta latihan pada saat permulaan mengikuti
program pelatihan. Sedangkan alat penilaian akhir digunakan untuk
67
mengetahui perubahan perilaku yang berkaitan dengan kemampuan yang harus dimiliki peserta pelatihan pada saat akhir pelatihan.
Soedjana 2001:25 menyebutkan istilah untuk pelatihan awal adalah pretes tes wiwitan dan penilaian peserta didik pada akhir latihan
adalah sequence atau postes tes wekasan. Latihan
kelima, menyusun
urutan kegiatan
pelatihan, menentukan bahan belajar, dan memilih metode dan teknik
pembelajaran. Urutan kegiatan pelatihan mencakup rangkaian aktivitas keseluruhan program pelatihan dan jadwal kegiatan bulanan,
mingguan, serta harian selama program pelatihan berlangsung. Aktivitas keseluruhan mencakup kegiatan pembukaan, pelaksanaan,
dan penutuan pelatihan. Bahan belajar mencakup ranah kognisi, skills, dan afeksi yang berkaitan dengan kemampuan baru tersebut. Ruang
lingkup scope dan urutan sequence bahan belajar disesuaikan dengan tujuan-tujuan khusus yang akan dicapai. Tujuan-tujuan khusus
tersebut dijadikan acuan dalam menyusun pengalaman belajar peserta pelatihan, sedangkan bahan belajar disusun menjadi isimateri untuk
pengalaman belajar peserta latih. Bahan belajar disusun secara menyeluruh, dimulai dari tingkatan yang sederhana menuju kepada
tingkatan yang lebih beragam. Mengenai metode dan teknik pembelajaran,
Soedjana 2001:26
mengungkapkan, dipilih
berdasarkan kecocokan dan tingkat dukungan terhadap intensitas kegiatan pembelajaran partisipatif.
Langkah keenam, pelatihan bagi para pelatih. Soedjana 2001:26-27 menyatakan, bahwa pelatih atau fasilitator atau
68
penamaan lainnya bagi yang membelajarkan peserta latihan merupakan pemegang peran utama dalam program pelatihan. Oleh
karena itu pelatih, baik perorangan ataupun kelompok perlu memahami program pelatihan secara menyeluruh, urutan kegiatan, ruang lingkup
materi pelatihan, dan berbagai metode serta teknik yang digunakan dalam pelatihan. Bentuk kegiatan pelatihan untuk pelatih dapat berupa
lokakarya, penataran, pelatihan, dan lain sebagainya. Langkah ketujuh, melaksanakan penilaian awal tes wiwitan
bagi peserta pelatihan. Alat penilaian ini dapat berbentuk tes awal atau pretes. Ranah yang dinilai mencakup pengetahuan, keterampilan,
sikap dan nilai yang berkaitan dengan kemampuan yang akan dipelajari atau diperoleh dalam pelatihan. Bentuk tes ini dapat berupa
tes lisan, tes tertulis, dan tes perbuatan tes performance.Tes tertulis dapat bercorak esei dan ebjektif. Salah satu bentuk tes objektif yang
dapat digunakan dalam penilaian awal adalah pernyataan peserta oppinionnare Soedjana, 2001:27.
Langkah kedelapan, implementasi atau pelaksanaan proses pelatihan. Soedjana 2001:27 berpendapat, bahwa proses pelatihan
inilah yang menjadi inti pembelajaran. Dalam proses ini terjadi interaksi yang dinamis antara peserta pelatihan, pelatih, dan materi
pembelajaran yang menjadi kepedulian pelatih dan peserta pelatihan. Kegiatan pembelajaran dalam proses pelatihan didasarkan atas urutan
kegiatan, materi, metode, teknik dan alat bantu pembelajaran yang telah disusun sebelumnya. Namun, sesuai dengan perkembangan
selama pelatihan, modifikasi terhadap hal-hal tersebut dapat dilakukan
69
oleh pelatih atau penyelenggara program pelatihan berdasarkan kebutuhan. Selama proses pelatihan, pelatih dapat melakukan evaluasi
proses dalam bentuk tes sumatif. Langkah kesembilan, melakukan penilaian akhir bagi peserta
pelatihan. Penilaian ini dapat disebut tes akhir atau post-tes. Ranah yang dinilai pada saat akhir pelatihan adalah sama dengan ranah yang
dinilai pada saat awal pelatihan. Materi tes berupa pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai mengenai kemampuan yang dipelajari
atau diperoleh dalam pelatihan. Alat penilaian akhir yang digunakan adalah sama dengan alat penilaian yang digunakan pada awal
pelatihan Soedjana, 2001:27. Langkah kesepuluh, melakukan evaluasi program pelatihan.
Menurut Soedjana 2001:28 evaluasi program pelatihan adalah upaya mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data atau informasi untuk
dijadikan masukan bagi pengambil keputusan mengenai program pelatihan tersebut.
Secara ringkas Schuller dan Jackson membagi tahap pelatihan tersebut dalam tiga tahap, yaitu tahap penilaian, tahap latihan dan
pengembangan dan tahap evaluasi. Sebagaimana terlihat dalam Bagan 2.3.
70
Bagan 2.3. :Modul Program Latihan, Schuller Jackson, 1997:331
Organisasi sosial perlu mengetahui apakah kegiatan-kegiatan pelatihan dan pengembangannya mencapai hasil yang diinginkan.
Tahap Penilaian
Mancapai Tujuan Menilai Kebutuhan
Instruksi •
Organisasi •
Pekerjaan •
Orang •
Demografi
Tahap Evaluasi Tahap Latihan dan
Pengembangan
Mengevaluasi latihan Mengembangkan
kriteria
Memantau latihan Menguji peserta
latihan terlebih dahulu
Membentuk kondisi untuk pemeliharaan
Melakukan latihan Menyeleksi media
latihan prinsip belajar
Mengevaluasi transfer
Sumber: I.I. Goldstein, “Training: Program Development Education”, 1986, Hal: 8.
71
Evaluasi pelatihan perlu dilakukan dalam rangka perbaikan program pelatihan di masa mendatang, sebagaimana dikemukakan oleh
McKenna dan Beech 2001:218 bahwa “pada akhir sesi pelatihan para peserta pelatihan diminta mengisi kuesioner yang menyatakan
bagian pelatihan mana yang paling bermanfaat, relevan dan menarik. Hasilnya bisa bermanfaat bagi pelatih, dan bisa mengarah pada
perbaikan di masa yang akan datang”. Metode evaluasi ini banyak banyak sekali digunakan dalam pelatihan-pelatihan dengan sebutan
lain evaluasi post test. Namun begitu metode tersebut mempunyai kelemahan-kelemahan, diantaranya:
1. Respon-respon positif mungkin diberikan karena peserta pelatihan senang dengan pertemuan dalam pelatihan itu,
mungkin terhibur oleh instruktur. Respon-respon seperti ini tidak akan memberikan pandangan apa pun tentang efektifitas sesi-
sesi pelatihan. 2. Para peserta pelatihan merasa bahwa sesi pelatihan
bermanfaat dan relevan terhadap keadaan kerja mereka, namun sayangnya penilaian ini didasarkan atas kurangnya
kesadaran mereka tentang kebutuhan pelatihan. 3. Karena kedekatan waktu evaluasi, yang dilakukan pada akhir
sesi latihan, maka tidak ada informasi tentang pentransferan ke tempat kerja.
72
Schuller dan
Jackson mengemukakan
bahwa untuk
mengevaluasi efektifitas sosialisasi, latihan dan pengembangan dapat dilakukan dengan melihat 4 empat komponen 1997:356-358, yaitu:
1. Reaksi peserta 2. Belajar
3. Perubahan perilaku atau kinerja 4. Hasil
Keempat komponen tersebut lebih diperjelas dengan jenis evaluasi Kirkpatrick 1993 dalam Schuller dan Jackson 1997:76 yang
masih dijadikan standar untuk mengukur efektifitas pelatihan, dengan uraian masing-masing komponen sebagai berikut:
1. Reaksi peserta partisipan terhadap program. Jenis evaluasi ini dilakukan adminitrator program mengenai bagaimana relevansi
pelatihan terhadap peserta partisipan dan bagaimana mereka merasakan pelatihan tersebut. Hal tersebut akan memberikan
jawaban terhadap apakah pelatihan telah jelas dan seandainya sesuai dengan ketentuan organisasi dan sasaran pendidikan.
Informasi tesebut dapat dikumpulkan melalui bentuk-bentuk reaksi atau wawancara pasca pelatihan.
2. Apa yang peserta partisipan telah pelajari dari program. Evaluasi khusus ini untuk mengetahui apakah peserta partisipan telah
memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang diinginkan menurut sasaran program pendidikan pelatihan. Hal tersebut dapat
73
dipenuhi dengan menguji dasar pengetahuan atau keterampilan peserta. Tesnya dapat termasuk ujian paparan tertulis a paper-
and-pencil terhadap keseluruhan pengetahuan atau berkaitan dengan permainan peran atau simulasi yang peserta didik inginkan
untuk mengulang situasi tersebut dengan cara mengetahui perkembangan keterampilan baru yang dapat diamati. Misalkan,
jika sasaran suatu program pelatihan terfokus pada serangkaian tahapan pendidikan yang mulai memasuki pendidikan bagaimana
bernegosiasi, suatu aktifitas yang diikuti partisipan untuk menguji keterampilan akan menyebutkan pengamat apakah tujuan
pelatihan telah tercapai. 3. Perubahan perilaku peserta. Jenis evaluasi ini memfokuskan pada
apakah pengetahuan, keterampilan, atau sikap-sikap telah berhasil pada tugas-tugas. Sering disebut transfer of training, ini merupakan
salah satu dari sekian banyak kesulitan teknik evaluasi untuk diterapkan. Wawancara, pengamatan kerja oleh supervisi atau
mentor relawan, daftar pertanyaan kuesioner untuk partisipan, menjawab panggilan telepon, serta focus group adalah teknik-
teknik yang digunakan untuk membantu administrator pengelola mengetahui,
jika program
pelatihan benar-benar
dapat memperbaiki kinerja relawan. Sekali lagi, pengalaman khusus
diperlukan untuk membangun pertanyaan dan ceklis yang mendukung semua teknik yang diperlukan untuk mengevaluasi
pada level ini.
74
Mencari jawaban
terhadap ukuran
evaluasi ini
membutuhkan kelengkapan ukuran sebelumnya: apa yang relawan pelajari dari program pelatihan. Hal ini perlu untuk membatasi
sebab kesalahan relawan untuk menerapkan hasil pendidikan pada tugas. Karena lingkungan dimana relawan bekerja dapat
mengakibatkan hasil pelatihan tidak terimplementasi dengan berhasil, hal ini penting untuk mengetahui tingkat keterampilan
yang relawan capai pada saat pelatihan berakhir. Adminisartor pelatihan perlu memasukan perhitungan faktor-faktor kemungkinan
lain dalam lingkungan relawan yang dapat mencegah aplikasi pengetahuan dan keterampilan baru yang telah dipelajari. Jika
terbukti penguatan pemaksaan keorganisasian apa relawan pelajari tidak ada investasi dalam pelatihan menjadi sia-sia.
4. Bagaimana perubahan perilaku mempengaruhi organisasi. Krein dan Weldon 1994 dalam Soedjana 2001:93-94 menyatakan
bahwa jenis evaluasi ini mungkin memiliki nilai terbesar bagi organisasi nonprofit dan paling sulit pengukurannya. Mengevaluasi
suatu program pelatihan pada level ini memberikan informasi mengenai apa efek program pelatihan misalkan terhadap ukuran
organisasi seperti pengurangan biaya, perbaikan kualitas, meningkatkan komentar pavorit dari pelanggan, menurunkan
jumlah file pengaduan complaint, dan meningkatkan keuntungan dan produktivitas. Items bisnis penting yang biasanya diukur pada
level ini karena merupakan bukti pelatihan sebagai penyebab tunggal adalah sulit dibatasi. Beberapa bidang bisnis lebih mudah
75
untuk diukur daripada lainnya. Aspek anggaran seperti peningkatan keuntungan atau pengurangan biaya dapat diketahui
melalui sistem pra dan pasca tracking. Namun begitu, pada banyak bagian tertentu, perlu spesialisasi pengetahuan dan keterampilan
ke dalam strategi pengembangan evaluasi. Mengembangkan rancangan studi menggunakan kelompok eksperimental dan kontrol
secara hati-hati akan diketahui apakah variabel lainnya mungkin akan mempengaruhi perubahan perilaku memerlukan ahli khusus
dan mungkin perlu biaya. Berdasarkan
berbagai pendapat mengenai
tahap-tahap pendidikan dan pelatihan yang telah dikemukakan sebelumnya,
nampak terlihat bahwa setiap ahli mengembangkan sejumlah tahapan yang berbeda. Namun dari beberapa pendapat tersebut juga terlihat
bahwa sesungguhnya terdapat kesamaan mengenai tahapan apa saja yang mesti dilalui dalam pendidikan dan pelatihan. Misalkan saja untuk
tahap penilaian dalam program pelatihan yang dikembangkan oleh Schuler Jackson, serupa dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Soedjana mengenai identifikasi kebutuhan, sumber dan hambatan. Demikian pula untuk tahapan-tahapan berikutnya, cebderung tidak
terdapat perbedaan yang berarti. Berdasar pada alasan tersebut itu pula, maka dalam penelitian ini cenderung untuk menggunakan
pendapat dari Soedjana untuk kepentingan analisis berikutnya, disamping pendapat ahli lainnya sebagai pelengkap analisis.
76
D. Metode dan Teknik Pelatihan dan Pengembangan