Manfaat Pendidikan dan Pelatihan

170 hanya menyampaikan materi saja untuk selanjutnya dikembangkan sendiri oleh relawan. Bahkan staf Multimedia sendiri menyatakan bahwa apabila dilihat dari keseharian pendidikan dan pelatihan di Divisi Mutimedia mungkin kebanyakan gagal, karena walaupun sudah memperoleh materi pelatihan ketika mereka berhadapan dengan komputer, relawan sering mengalami hambatan.

B. Manfaat Pendidikan dan Pelatihan

terhadap Kegiatan Pelayanan Para n Relevansi kegiatan pendidikan dan pelatihan dengan bidang kegiatan yang dilaksanakan oleh para relawan amat erat, karena dengan diadakan kegiatan pendidikan dan pelatihan memang untuk mendukung kegiatan pelayanan. Mengenai manfaat pelatihan diperoleh khususnya berkaitan dengan kegiatan pelayanan dan munculnya kebutuhan pelatihan, salah seorang relawan konseling, mengemukakan: “…menurut ku amat terkait banget. Soalnya materi itu sendiri muncul karena kebutuhan. Aku kasih contoh konseling, karena aku banyak terlibat di konseling. Di Konseling ada banyak kasus yang barkaitan dengan payudara atau tentang kista, kita tahu dan pernah dapet di pelatihan. Cuma kalau mereka remaja tanya lebih jauh lagi, kita tidak tahu. Maka kita cari dokternya. Nah baru dari situ, kita ngerasa bahwa kita perlu pelatihan ini. Jadi pelatihan atau pengayaan tiap bulan itu muncul dari kebutuhan temen-temen. Misalnya lagi ada banyak kasus yang kita tidak bisa tanganin, akan diperkaya. Tania, Februari 2000 171 Jenis materi yang disampaikan dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan di MCR tergantung pada jenis pelatihannya. Pada jenis pelatihan dasar, maka materi pendidikan dan pelatihan adalah sama. Sedangkan untuk pelatihan lanjutan pengayaan amat terkait dengan bidang atau divisinya. Seperti halnya materi-materi pelatihan yang yang terkait dengan divisi IEC, sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang staf MCR yang sebelumnya juga meniti karier sebagai relawan, bahwa pendidikan dan pelatihan sangat terkait dengan kegiatan pelayanan, khususnya berkaitan dengan ‘job description’s. Dia menyatakan bahwa “kalau di divisi IEC sendiri jobdes-nya, mereka relawan bisa memberikan informasi mengenai KRR Kesehatan Reproduksi Remaja, terus pelatihan dan pendidikannya pun yang dikasih berupa materi-materi KRR sama teknik fasilitator, bagaimana mereka berbicara di depan umum, bagaimana mereka menjangkau ke remaja soalnya sasaran kita adalah remaja. Jadi pendidikan dan pelatihan yang dilakukan untuk mengetahui tentang KRR dan MCR.” Rita, Maret 2000 Mengenai manfaat lain yang diperoleh oleh para relawan dari materi pendidikan dan pelatihan antara lain adalah berbagai keterampilan yang dipergunakan dalam kegiatan penyampaian materi tentang kesehatan reproduksi remaja, serta penguasaan teknik dalam mengelola suasana kelompok, sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang relawan di divisi IEC, bahwa: “…nyambung banget dan banyak manfaatnya, karena semuanya terpakai. Kegiatan ceramah melalui games 172 dalam pelatihan, itu terpakai. Bagaimana menyampaikan materi? Bagaimana mengelola suasana? Atau memanfaatkan games? Itu semuanya terpakai. Biasanya materi diperoleh dari kasus-kasus yang muncul dan ditangani oleh MCR. Apa yang didapat di pelatihan menjadi bahan untuk melakukan pelayanan di masing-masing divisi. Rizwan, Februari 2000 Dengan demikian, divisi IEC memerlukan teknik-teknik yang dipergunakan dalam penyampaian informasi kepada remaja, diantaranya teknik presentasi, komunikasi interpersonal, memimpin diskusi kelompok dan lain-lain. Nampaknya teknik-teknik tersebut memang amat diperlukan, khususnya bagi para relawan yang berada di divisi ini. Sebab para relawan di divisi ini kegiatan utamanya adalah KIE komunikasi, informasi dan edukasi kepada sasarannya yaitu para remaja. Karena sasarannya adalah para remaja, sehingga diperlukan berbagai teknik yang dalam penyampaian informasi mengenai kesehatan reproduksi remaja KRR dapat sesuai dengan ‘gaya’ dan tahap perkembangan remaja. Beberapa relawan menyatakan bahwa jenis pelatihan yang sudah diberikan amat membantu mereka dalam pelaksanaan kegiatan mereka. Semua materi yang dberikan dalam pelatihan yang diadakan oleh MCR bermanfaat dan terpakai. Tingginya tingkat relevansi pendidikan dan pelatihan dengan kegiatan pelayanan informasi kesehatan reproduksi kesehatan remaja dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja dapat dipahami mengingat bebeberapa hal, yaitu: 173 1. Materi pelatihan telah disesuaikan dengan kebutuhan masing- masing divisi; 2. Pemberi materi atau fasilitator pelatihan adalah orang-orang yang ahli dibidangnya, sehingga para relawan memperoleh sumber materi dari ahlinya langsung 3. Metode pelatihan lebih variatif, tidak monoton dan membosankan; sehingga peserta tetap antusias untuk mengikuti pelatihan Selain masalah keterkaitan materi pelatihan dengan kegiatan, pada materi-materi pelatihan pengayaan yang diselenggarakan di masing-masing divisi, dilakukan berdasarkan kebutuhan relawan akan materi tersebut. Staf divisi tersebut sebelumnya telah melakukan need assessment akan kebutuhan materi pelatihan apa yang akan diselenggarakan atau para relawan menemui persoalan atau kasus spesifik yang tidak ditemui materinya dalam pelatihan. Misalkan di divisi konseling, ingin mengetahui perkembangan payudara, khususnya berkaitan dengan gejala mengenai kanker payudara atau kelainan- kelainan lainnya yang dihadapi remaja. Berkenaan dengan hal tersebut, maka diadakan kegiatan pengayaan. Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh relawan adalah berkaitan juga dengan masing-masing divisi yang ada di MCR. Masing- masing relawan memiliki kegiatan yang berbeda-beda. Divisi IEC, para relawan selain kegiatan administratif, secara spesifik menyelenggarakan kegiatan-kegiatan ceramah, menjadi narasumber, mengorganisasi kegiatan diskusi panel, melakukan diskusi kelompok 174 remaja FGD. Sebagaimana yang dinyatakan oleh salah seorang relawan, “bahwa para relawan fasilitator memberikan informasi tentang KRR kesehatan reproduksi remaja, membuat material development untuk artikel-artikel – soalnya kita punya mading majalah dinding untuk ke sekolah- sekolah, kita bikin mading mengenai materi kespro dan permasalahan remaja lainnya yang akan disebarkan ke sekolah-sekolah. Jadi salah satu job-desnya mereka musti mampu membuat material development untuk artikel. Selain itu jobdes IEC, fasilitator musti jadi pendamping remaja, baik itu di sekolah maupun di YC youth center serta memberikan kontribusi dalam jaringan kerja sama, soalnya ‘kan pengembangan jaringan di sini antar lembaga dan sekolah, dan antar MCR dengan lembaga lainnya” Eky, Maret 2000 Sedangkan relawan yang memberikan kegiatan konseling ada di divisi ‘youth clinic’ YC yang terbagi menjadi dua divisi yaitu divisi konseling dan divisi medis. Divisi konseling melakukan kegiatan pelayanan konseling mengenai kesehatan reproduksi remaja, baik konseling surat, telepon, atau tatap muka, serta lewat e-mail. Terdapat beberapa tahapan atau persyaratan yang dilalui oleh relawan di konseling, bahwa sebelum melakukan konseling, seperti dinyatakan oleh staf konseling, yaitu “…untuk relawan baru belum bisa menerima konseling, itu namanya masa magang. Menjawab surat, e-mail bisa melalui edit dan disupervisi oleh yang lebih senior mengenai kurangnya dimana. Terus untuk yang tatap muka hanya boleh oleh mereka yang 175 punya pendidikan khusus, atau tingkatan tertentu tingkat akhir.” Nindi, Februari 2000 Selanjutnya divisi medis memberikan pelayanan medis kepada remaja, khususnya para siswa SLTA. Klinik tersebut ada di MCR, para relawan piket bergantian, namun divisi ini juga sering juga melakukan kegiatan pelayanan ‘on the spot clinic’ dengan mendatangi sekolah- sekolah, bersamaan dengan kegiatan divisi lainnya. Biasanya divisi IEC mengadakan kegiatan ceramah di sekolah tertentu, maka relawan dari divisi media ikut serta. Untuk divisi multimedia, terdiri dari kegiatan ‘maintenance’ yaitu menjaga dan memelihara agar komputer berjalan dengan baik; ‘pelatihan buat target’ yaitu mensosialisasikan pelatihan, merencanakan, menyelenggarakan, dan menjangkau sekolah; dan ‘web development’ yaitu mendisain web, membuat materi, wajib meng- upload, menjaga kesimbungan web; dan terakhir ‘media development’ yaitu membuat atau mendesain support media untuk MCR sampai tahap produksi. Tiap kegiatan dipegang oleh penanggungjawab, dengan yang satu atau dua orang anggota. Setiap relawan diharapkan dapat membuat tulisan mengenai kesehatan reproduksi remaja atau topik lainnya yang berkaitan dengan hal tersebut. Selanjutnya tulisan tersebut akan dimuat dalam media yang ada di MCR. Selain itu para relawan di masing-masing divisi diharapkan juga dapat mengikuti rapat-rapat yang diselenggarakan oleh divisi atau seluruh divisi. 176 Pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga relawan perlu dilihat dan diukur keberhasilan dalam melaksanakan pekerjaannya. Setiap divisi mengembangkan tolok ukur masing-masing dalam mengukur kinerja relawannya. Tolok ukur yang dikembangkan pada masing-masing divisi secara kuantitas didasarkan pada target atau perolehan sasaran remaja dari kegiatan yang dilakukan. Pencapaian tersebut diukur berdasarkan pada target masing-masing divisi, artinya jika divisi tersebut telah mencapai target yang telah ditetapkan sebelumnya maka hal itu menunjukkan kinerja relawan dan staf dalam divisi tersebut adalah baik. Target yang dimaksudkan disini, menurut mereka adalah terlaksananya kegiatan. Dengan demikian jika divisi tersebut berhasil, maka itu merupakan keberhasilan staf, keberhasilan staf, dan keberhasilan partisipan di divisi tersebut. Sebagaimana pernyataan salah seorang staf MCR, berikut; Tolak ukur keberhasilannya, MCR punya indikator performance, maksudnya kita punya rencana kegiatan dan target untuk rencana kegiatan, misalnya baik itu dari frekuensi maupun partisipan, untuk mengetahui tolok ukur keberhasilannya dilihat dari itu, ya secara kuantitas dilihat dari pencapaian mereka. Jadi maksudnya kita punya target rencana, baik partisipan maupun frekuensi, indikatornya dapat dilihat dari situ, kalau seandainya target tercapai, dapat atau bisa dikatakan relawan tersebut berhasil melakukan kegiatan atau pelayanan di lembaga ini. Afie, Januari 2000 Target yang harus dicapai juga berkaitan dengan lembaga donor yang membiayai kegiatan MCR selama ini, yaitu UNFPA. Walaupun titik berat keberhasilan tersebut masih cenderung pada kuantitas target, namun 177 pihak MCR berupaya menjaga kualitas keberhasilan. Pendidikan dan pelatihan yang diadakan selama ini, baik pelatihan dasar, pelatihan lanjutan, pengayaan dan pelatihan khusus memang diperuntukkan untuk menjaga kualitas kerja relawan. Selain target yang telah ditetapkan, frekuensi atau aktifitas relawan untuk mengikuti kegiatan- kegiatan yang telah ditetapkan juga menjadi patokan untuk mengukur keberhasilan relawan. Evaluasi setiap kegiatan juga digunakan untuk mengetahui mengetahui kinerja relawan, dengan demikian dapat diketahui sejauhmana mereka berhasil atau tidaknya dalam melaksanakan kegiatan. Selain itu, tolok ukur dapat dilihat pula dari aktifitas relawan dalam setiap kegiatannya, misalkan dengan pendapat staf berikut: “Kayanya keberhasilan para relawan dilihat dari hasil- hasil yang mereka capai, misalnya berapa kali mereka ceramah, mungkin itu bisa jadi ukuran untuk mengukur berhasil enggaknya, maksudnya ini keberhasilan kerja, kerja mereka bagus apa ‘gak, mungkin itu tadi, karena semakin banyak orang minta panggilan, minta fasilitatornya si ini dong itu mungkin bisa kita ukur jadi keberhasilan, terus soalnya ngukur keberhasilan kerja gak bisa ngukur kuantitasnya…” Fandi, Februari 2000 Dari pendapat tersebut dapat dilihat, bahwa pengakuan atas kemampuan relawan dalam melakukan suatu kegiatan dapat dijadikan sebagai cara efektif dalam melihat keberhasilan relawan. Tetapi selain kemampuan yang dijadikan ukuran keberhasilan relawan, staf lain menyatakan bahwa yang terpenting dan dijadikan ukuran adalah komitmen relawan. Tingginya komitmen relawan tersebut dapat dilihat 178 dari kesungguhan mereka untuk aktif dalam kegiatan-kegiatan di MCR. Relawan yang memiliki komitmen yang tinggilah yang dihargai di MCR. Apabila melihat buku Panduan Pengelolaan Youth Center, bahwa evaluasi dilakukan untuk mengetahui efek dan dampak yang diharapkan oleh program-program yang dilaksanakan oleh MCR sesuai dengan perencanaan. Sedangkan cara yang dikembangkan untuk mengevaluasi program tersebut antara lain: 1 Dengan cara built-in berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan selama 4 kali melalui laporan triwulan. Evaluasi dilakukan oleh personel proyek atau pengurus pusat, daerah, atau cabang. 2 Evaluasi untuk kegiatan pemberian informasi kesehatan reproduksi melalui ceramah atau pelatihan yang dilakukan dengan menggunakan pre-test dan post-test. 3 Evaluasi terhadap dampak dan efek yang ditimbulkan oleh keberadaan Youth Center dilakukan dengan cara focus group discussion. Evaluasi yang disebutkan tersebut masih dalam kerangka dasar, sedangkan evaluasi kegiatan pelatihan untuk relawan itu sendiri belum jelas. Selama ini pre-test dan post-test masih merupakan satu satunya cara untuk mengevaluasi kegiatan pelatihan yang telah dilakukan. Belum ada kajian atau penelitian secara khusus yang melihat dampak pendidikan dan pelatihan kepada para relawan, dalam pelaksanaan pekerjaannya. Selama ini masih berdasarkan pengamatan dan diskusi 179 secara informal. Namun begitu bukan berarti tidak perbaikan terhadap pola pendidikan dan pelatihan yang telah dilakukan. Bentuk-bentuk pelatihan pengayaan enrichment merupakan upaya mengingat kembali atau memperdalam pengetahuan dan keterampilan relawan demi kelancaran tugas mereka dalam kegiatan MCR. Kepuasan yang diperoleh relawan dengan beraktifitas di MCR beraneka ragam, dari kepuasan sosial, psikologi dan ekonomis. Namun sebagian besar kepuasan yang diperoleh nampaknya mengarah kepada kepuasan sosial-psikologis. Seperti diungkapkan oleh salah seorang relawan: “… waduh puas sekali, saya senang menjadi relawan, bisa dapat kesempatan mengembangkan diri, keluar negeri, bisa belajar banyak. Yang membuat saya kerasan menjadi relawan di MCR adalah suasana kekeluargaan, dan yang terpenting banyaknya kesempatan di MCR untuk berkembang, asal mau“ Rizwan, Februari 2000. Demikian pula dengan pernyataan dari staf yang juga pernah menapaki menjadi relawan sebelumnya, bahwa : “kepuasan pertama bagi relawan baru adalah ‘kepuasan diterima dalam kelompok’ biasanya itu. Ada semacam ‘penerimaan’ bagi relawan baru oleh relawan lama. Biasanya relawan yang fleksibel dan aktif pasti dia mudah diterima. Dan kepuasan lainnya kalau dia memperoleh kesempatan untuk mengikuti kegiatan tertentu yang belum tentu diperoleh oleh lainnya. Ada kepuasan bahwa relawan dapat mengembangkan diri di MCR. Saya dulu malu berbicara di depan umum atau di depan forum tertentu, tetapi sekarang sudah terbiasa dan terlatih, learning by doing. Banyak yang relawan MCR yang dulunya tidak bisa apa-apa, sekarang banyak yang mampu. “Eva, Januari 2000 180 Apabila dilihat pernyataan tersebut nampak bahwa kepuasan tersebut tidak secara langsung diberikan oleh lembaga MCR, tetapi relawan yang mampu memanfaatkan kesempatan dan peluang yang ada di lembaga lah yang akan memperoleh manfaat. Dengan bersikap fleksibel dan mau belajar, maka manfaat dan kepuasan itu akan diperolehnya. Manfaatnya antara lain pada pengembangan diri dan kemampuan yang makin meningkat pada diri relawan. Selain kepuasan tersebut, relawan juga merasa puas apabila kegiatan yang dilakukannya berhasil terlaksana, dan hal yang demikian itu membuat relawan senang. Rasa puas ketika orang-orang disekitarnya mengucapkan selamat, adalah kepuasan yang membuat relawan merasa dihargai atas kerja mereka. Bagi para relawan yang berlatar belakang pengetahuan psikologi, kesejahteraan sosial pekerjaan sosial, dan kedokteran; mereka merasa puas karena telah dapat mengaplikasikan ilmunya dalam kegiatan pertolongan. Kepuasan tersebut makin bertambah ketika ‘mitra’ yang dia tangani puas atas bantuan pertolongan yang mereka berikan. Jenis penghargaan lainnya yang diberikan MCR kepada relawan antara lain terdapat penggantian uang transport bagi relawan. Besarnya uang pengganti transport amat tergantung pada keaktifan relawan, misalkan relawan sering hadir ke MCR untuk melakukan kegiatan- kegiatan lembaga. Apabila dilihat dari jumlah yang berkisar antara seratus ribu hingga seratus lima puluh ribu rupiah diberikan per bulan, dengan minimal kehadiran 12 jam per minggu, maka jumlah tersebut 181 tidak cukup. Selain uang tersebut yang dibayarkan perbulan, ada pula uang pengganti transport dan makan apabila relawan pergi mengikuti kegiatan, misalkan kunjungan ke sekolah tertentu. Menurut salah seorang staf untuk ongkos dan makan hal itu sudah cukup. Apabila diperbandingkan ‘uang pengganti transport’ antara staf full time, staf partime dan relawan, adalah 1:2:6. Namun dari relawan tersebut, besarnya jumlah uang diterima tidak menjadi persoalan, sebab mereka umumnya memahami bahwa MCR merupakan lembaga non profit. Bahkan mereka banyak memperoleh manfaat yang banyak dengan beraktifitas di lembaga tersebut. Apabila dikaitkan dengan motivasi relawan, memang kebutuhan untuk mencari pengalaman dan pengembangan diri lebih tinggi dari sekedar memperoleh materi. Selain itu relawan juga memperoleh kesempatan mengikuti berbagai kegiatan pengembangan pengetahuan atau mengikuti pendidikan dan pelatihan, dengan diutus menjadi peserta pelatihan, kursus atau seminar baik dalam negeri atau ke luar negeri. Beberapa relawan ada yang diutus menjadi peserta ke Malaysia, Jepang atau dalam negeri ke Bali, kegiatan pertemuan relawan sedunia. Dan kesempatan untuk diikut-sertakan dalam kegiatan pengembangan tersebut hanya untuk relawan saja; staf dan senior coordinator SC tidak lagi. Mengenai jenjang karier bagi para relawan di MCR akan terkait dengan komitmen mereka untuk aktif di lembaga tersebut. Sebab tidak semua relawan yang awalnya diterima di MCR dapat bertahan seluruhnya, misalkan terdapat penerimaan 20 orang tahun lalu, tahun 182 berikutnya jumlah relawan baru tersebut telah berkurang setengahnya. Biasanya relawan yang memiliki komitmen yang baik dengan rangkaian kegiatan yang pernah diikutinya maka besar kemungkinan ia akan naik kariernya menjadi staf atau senior coordinator SC. Pergantian staf dan SC tersebut biasanya terjadi 1 satu tahun sekali, demikian pula dengan penerimaan relawan baru. Bagi posisi staf dan senior coordinator memang diutamakan berasal dari tenaga relawan. Dengan pengalaman pernah menjadi relawan diharapkan mereka memahami dan mendalami persoalan dan pekerjaannya di MCR. Hasil penelitian lainnya adalah berkaitan dengan motivasi relawan. Relawan di MCR-PKBI Propinsi Jawa Barat ternyata memiliki beragam motivasi untuk menjadi relawan. Beragamnya motivasi yang berbeda dari relawan MCR-PKBI juga dapat menjadi alasan mengapa angka ‘turn over’ keluar masuk di lembaga tersebut tinggi. Motivasi awal untuk menjadi tenaga relawan terkadang dipengaruhi oleh pengenalan awal mereka terhadap lembaga tersebut. Banyak relawan yang sebelumnya tidak mengetahui kegiatan MCR, sebagian lagi hanya mengenal sebagian saja, dan yang mengetahui tentang lembaga tersebut. Bagi mereka yang telah mengenal kegiatan lembaga tersebut sebelumnya, motivasinya semakin kuat untuk aktif di lembaga tersebut. Motivasi relawan untuk beraktifitas dalam suatu organisasi akan berpengaruh terhadap keseriusan dan kinerja mereka dalam aktifitas berikutnya. Namun begitu motivasi dapat berubah seiring dengan 183 berjalannya waktu dan pengalaman aktivitas mereka dalam berorganisasi. Sebagaimana diungkapkan oleh salah seorang relawan yang menyatakan bahwa: “Motivasi yang paling kuat adalah pertama untuk menambah pengalaman dan mengaplikasikan ilmu. Menurutku rekan-rekan yang lain pun secara keseluruhan memiliki motif yang sama dengan saya, rata-rata yang datang kesini mencari pengalaman dan mengaplikasikan apa yang dia sudah dapat di bangku kuliah.” Lani, Februari 2000 Lain halnya dengan relawan lainnya yang memiliki motivasi mengisi waktu luang sambil menerapkan bidang keilmuan yang sedang digelutinya di bangku kuliah “Dulu masih jaman kuliah ya… pengen mengisi waktu luang, soalnya di kampus ‘gak ikut kegiatan apa-apa, jadi cari kegiatan di luar, terus kebetulan ada teman yang kasih tau MCR, ‘ya udah iseng coba ikut masuk MCR, ternyata seru juga, terus program-programnya juga seru, terus ‘kan karena Tania kuliah di Fikom jadi bisa menerapkan ilmu kuliah dan kebetulan pas di MCR, Tania ditempatkan dibagian humas yang merupakan bagian yang berhubungan dengan komunikasi, juga sebagai fasilitator dan lain-lain.” Tania, Februari 2000 Mengisi waktu luang, mencari pengalaman baru, serta mengaplikasikan ilmu yang mereka dapat di bangku kuliah atau juga terdapat program yang menarik minat adalah beberapa motif tenaga relawan untuk beraktivitas di Mitra Citra Remaja MCR. Seperti juga diungkapkan oleh 184 relawan di bagian konseling, yang mengemukakan latar belakang masuk di terima di MCR dan motivasinya, bahwa “… aku masuk MCR tahun 1997, awalnya karena latar belakang ku psikologi karena disini ada hotline, konseling langsung. Terus makin kesini yang teman-temanku banyak yang berguguran, Cuma aku makin lama mengenal MCR, aku berfikir memang perlu adanya MCR. mengenai motivasi, dulu teman-temanku yang sama-sama dengan aku, mau cari wawasan karena kuliahku di psikologi, yang di dago pojok itu kan jauh, sempet lama.” Dian, Februari 2000 Motivasi yang sama umumnya juga dikemukakan relawan lainnya di bagian konseling yaitu mengenai keberadaan hotline services di Mitra Citra Remaja MCR. Selain itu ada juga terdapat relawan yang senang dengan persoalan remaja, karena hal tersebut amat menarik untuknya. Namun begitu nampaknya motivasi untuk mengisi waktu luang dan mencari pengalaman merupakan motivasi yang paling kuat selain motivasi untuk pengembangan diri, dan menambah pengetahuan. Seperti pernyataan relawan berikut: “Kalau motivasi awal, ya namanya mahasiswa, suka pengen banyak kegiatan di luar kampus, yaitu kegiatan lain di luar kampus, tapi lama kelamaan motivasi saya adalah pengembangan diri. Jadi saya mesti mencari pengalaman, berorganisasi dan sebagainya, yang mana dikampus saya belum tentu dapat” Rizwan, Februari 2000 185 Ternyata banyak faktor yang mendorong orang menjadi relawan, sebagaimana diungkapkan oleh para relawan diatas. Bahkan sebagian dari relawan mengungkapkan bahwa sebaiknya relawan memilki motivasi dan sifat-sifat yang sesuai dengan kerelawanan. Dalam perkembangan selanjutnya, sejalan dengan aktivitas relawan di lembaga MCR, banyak pergeseran yang terjadi dalam motivasi relawan. Pergeseran motivasi tersebut cenderung kearah makin memperkuat motivasi sebelumnya. Pergeseran terjadi ketika motivasi para relawan yang ada sejak awal harus menyesuaikan dengan tujuan dan misi dari organisasi tersebut. Barangkali tidak tepat apabila digunakan kata pergeseran, kata ‘penyesuaian’ nampaknya lebih tepat. Sehingga sikap mereka terehadap motivasi apa yang sebaiknya ada pada diri relawan juga perlu dikemukakan. Beberapa relawan yang diwawancara mengemukakan juga motivasi yang semestinya ada pada relawan di MCR. Motivasi tersebut antara lain motivasi untuk mengembangkan masyarakat, pengabdian diri, niat untuk memajukan lembaga, mau belajar dan mencari pengalaman. Sebab menurut mereka, yang didapat dengan motivasi tersebut adalah manfaat-manfaat yang bersifat non materi. Misalkan mereka dapat mengembangkan diri mereka, melatih keterampilan, baik keterampilan berkomunikasi, atau keterampilan komputer yang tersedia di MCR. Sebagaimana dinyatakan oleh salah seorang staf yang sebelumnya menjadi relawan: “Relawan adalah orang yang bekerja tanpa imbalan, jadi sebaiknya motivasi yang ada yaitu untuk 186 mengembangkan masyarakat, memberikan sumbangan yang nyata kepada MCR yang berkaitan dengan Remaja, sekurang-kurangnya memberikan informasi KRR KIE- red. Jadi sebaiknya motivasi yang ada pada diri relawan adalah pengabdian diri…..” Sinta, Januari 2000 Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dilihat bahwa motivasi pengembangan diri dan sikap mau belajar ada pada diri relawan. Dengan motivasi tersebut maka banyak manfaat yang diperoleh, karena hampir semua fasilitas untuk pengembangan diri itu sendiri telah tersedia di MCR. Para relawan tinggal memanfaatkannya dengan baik. Komitmen atau rasa tanggung jawab relawan terhadap permasalahan kesehatan reproduksi remaja KRR, yang diwujudkan dengan aktifitas mereka di lembaga MCR, akan membuat mereka memperoleh manfaat maksimal. Penyesuaian motivasi awal dengan motivasi setelah mereka mulai mengetahui tujuan, misi serta gerak aktifitas organisasi. Hal tersebut dapat dipahami mengingat banyak informasi yang telah mereka dapat, sekaligus mereka menjalani aktifitas yang ada di lembaga tersebut. Sekarang relawan tidak sekedar tahu, tetapi memahami seluk beluk lembaga itu sendiri. Dengan demikian motivasi tersebut mengalami penyesuaian seiring dengan bertambahnya pengetahuan dan keterampilan tenaga relawan. ------------------------ 187 BAB V PROSES PENDIDIKAN DAN PELATIHAN TENAGA RELAWAN Keberadaan relawan dalam organisasi sosial khususnya di Mitra Citra Remaja MCR Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia PKBI Propinsi Jawa Barat begitu penting, mengingat jumlah mereka yang cukup banyak dan peran mereka dalam kegiatan pelayanan langsung kepada klien. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan kehadiran mereka dalam suatu organisasi sosial. Hal ini sesuai dengan pendapat Weinbach lihat Bab II, hal. 31 mengenai kemanfaatan dari keberadaan para relawan dalam pelaksanaan pelayanan manusia. Artinya kehadiran relawan memberi banyak manfaat, antara lain selain diperoleh tenaga yang cukup potensial, juga biaya yang dikeluarkan cukup murah. Dengan jumlah relawan yang cukup banyak sekitar 40 orang, lihat Bab I hal. 7 Mitra Citra Remaja MCR, organisasi sosial yang berada dibawah koordinasi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia PKBI Propinsi Jawa Barat, memiliki tugas: 1 memberikan informasi, pendidikan, konseling dan pelayanan kesehatan kepada remaja, khususnya kesehatan reproduksi remaja; 2 Memberikan informasi, pendidikan atau pelatihan, konseling yang berorientasi masa depan; dan 3 Peduli dengan masalah-masalah remaja dan menunjukkannya melalui aksi atau rekomendasi. Agar para relawan 188 dapat melaksanakan 3 tiga tugas pokok tersebut dengan baik maka perlu dilakukan kegiatan pendidikan dan pelatihan. Melalui pendidikan dan pelatihan diharapkan para relawan memiliki pengetahuan dan keterampilan tertentu. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Moekijat dalam Bab II. Mitra Citra Remaja MCR – PKBI Propinsi Jawa Barat, secara berkala minimal 1 tahun sekali telah mengadakan pelatihan bagi relawannya. Proses pendidikan dan pelatihan di MCR-PKBI dimulai dengan penentuan kebutuhan tenaga relawan dari masing-masing divisi, kemudian dilakukan penyebaran informasi, penerimaan lamaran dari calon relawan, pemanggilan para calon relawan, proses rekrutmen, dan kemudian para relawan wajib mengikuti pelatihan dasar. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Gensi dalam Bab II tentang alasan mengapa perlu menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. Artinya pendidikan dan pelatihan relawan perlu memperhatikan faktor-faktor kebutuhan dan tujuan pelatihan sebelum mengadakan pelatihan. Proses pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan di MCR- PKBI tidak hanya disesuaikan dengan situasi, potensi dan kebutuhan lembaga; namun penyesuaian dilakukan terhadap kebutuhan relawan akan pelatihan tertentu. Namun begitu MCR-PKBI telah melakukan suatu proses penyelenggaraan pelatihan yang tersusun secara bertahap, mulai dari penentuan jenis pelatihan sampai evaluasi akan manfaat ayang diperoleh para relawan peserta pelatihan. Walaupun mereka belum mencoba membuat model pelatihan yang baku, 189 sebagaimana dikemukakan oleh Soedjana lihat Bab II hal. 53 mengenai langkah kegiatan model pelatihan partisipatif. A. Proses Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Relawan di Mitra Citra Remaja MCR Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia PKBI Propinsi Jawa Barat A.1. Informasi Awal Relawan Mengenai MCR-PKBI a. Informasi teman atau ajakan dari teman yang telah lebih dulu aktif di MCR, merupakan informasi yang lebih dipercaya. Hal ini memperkuat motivasi mereka untuk aktif di Mitra Citra Remaja MCR. b. Media cetaktulis juga merupakan perantara informasi yang cukup efektif bagi para relawan dalam memperoleh informasi mengenai MCR dan kegiatannya. Jenis media cetak yang dipergunakan antara lain poster, leaflet, booklet dan brosur. c. Sebagian besar relawan adalah mahasiswa. Terdapat keuntungan dan kelemahan dengan status relawan yang sebagian besar adalah para mahasiswa. Para relawan dengan berlatar belakang mahasiswa memiliki umumnya memiliki wawasan yang luas, terbuka, kritis, berani mengambil resiko, dan kreatif. Namun di sisi lain juga memiliki persoalan yang terkait dengan statusnya sebagai mahasiswa, antara lain mereka masih terikat dengan jadwal 190 perkuliahan. Sementara kegiatan MCR mesti terus berjalan, melakukan kegiatan pelayanan kepada remaja. A.2. Jenis Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Relawan 1. Kebutuhan terhadap perlunya pendidikan dan pelatihan relawan di dasarkan pada tiga alasan, yaitu; latar belakang relawan yang beragam, tingginya tingkat ‘turn over’ dan perlu adanya pengetahuan dan pemahaman yang sama tentang MCR-PKBI berserta kegiatannya. 2. Jenis pelatihan di MCR dilakukan secara berjenjang, yaitu pelatihan dasar, pelatihan lanjutan, pengayaan di masing- masing divisi dan pelatihan khusus. 3. Jenis pelatihan dasar yang diberikan kepada relawan antara lain materi ke-PKBI-an atau ke-LSM-an, kerelawanan, konsep proyek, konsep peer educator, kesehatan reproduksi, dasar- dasar konseling dan kode etik, komunikasi interpersonal, manajemen konseling, teknik-teknik KIE komunikasi, informasi dan edukasi dan POA plan of action 4. Jenis pelatihan lanjutan adalah kelanjutan dari pelatihan dasar dengan materi yang sama, namun sudah kepada pembahasan kasus-kasus dan praktek 5. Jenis pelatihan pengayaan adalah pendalaman materi yang dilakukan secara berkala 1 atau 2 bulan sekali yang diselenggarakan oleh masing-masing divisi yang materi dasar 191 dan lanjutannya telah diperoleh sebelumnya. Jenis pelatihan pengayaan berkaitan dengan temuan-temuan persoalan yang ditemui selanjutnya dihubungkan dengan materi yang pernah mereka terima sebelumnya. 6. Pelatihan khusus adalah pelatihan yang diselenggarakan karena kebutuhan khusus akan materi tertentu yang tidak terdapat dalam materi dasar dan materi lanjutan. Kebutuhan akan jenis pelatihan ini diperlukan berkaitan dengan kasus- kasus yang ditemui atau tuntutan kebutuhan para relawan atau staf tentang materi khusus yang akan menunjang kelancaran kegiatan pelayanan di MCR. 7. Pelatihan secara berjenjang dimaksudkan agar peserta tidak hanya sekedar tahu tetapi juga paham mengenai kebutuhan materi tersebut dengan kegiatan praktik atau pelayanan mereka di MCR. 8. Jenis pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan tenaga relawan melalui pendidikan dan pelatihan didasarkan pada permasalahan yang dihadapi oleh tenaga relawan baik mengenai dirinya maupun berkaitan dengan pekerjaan atau kegiatan yang ditanganinya. 9. Keterampilan mengenai manajemen diri relawan. Jenis pengetahuan atau keterampilan yang ingin mereka peroleh adalah manajemen diri dan manajemen waktu. Kebutuhan akan jenis kemampuan atau keterampilan ini berkaitan 192 dengan permasalahan yang dihadapi oleh relawan yang sulit mengatur diri sendiri khususnya mengenai waktu kegiatan dan waktu kuliah agar saling menunjang; dan kedua bidang tersebut berhasil. Beberapa aktivis MCR, yang sebelumnya adalah relawan juga mengalami masalah dengan batas kuliah yang harus segera diselesaikan, sementara kegiatan di MCR tidak terganggu. 10. Jenis keterampilan yang menunjang aktivitas di MCR. Jenis pengetahuan ini berkaitan dengan aktivitas yang ada di MCR, yaitu kebutuhan relawan akan beberapa keterampilan yang akan menunjang langsung dengan kelancaran kegiatan di masing-masing divisi. Jenis-jenis keterampilan tersebut antara lain: disain komunikasi visual DKV, pelatihan mengenai hardware, pelatihan pembuatan media spanduk, leaflet, spanduk dll. Muncul pula kebutuhan akan pengetahuan dan kemampuan untuk mengelola organisasi MCR dengan baik. Kebutuhan ini muncul dari staf yang mengemukakan bahwa MCR tidak bisa dikelola dengan cara yang biasa tapi memerlukan pengelolaan dan manajemen yang baik. Apabila melihat beberapa pendapat yang telah dikemukakan sebelumnya dalam Tesis ini lihat bab II oleh Schuller dan Jackson, McKenna dan Beech, Scott, Nadler, dan Handoko, serta Sikula; maka dari beberapa pendapat tersebut memiliki relevansi dengan temuan penelitian. Dari hasil penelitian maka jenis pelatihan atau 193 pembelajaran yang relevan dengan kategori sosialisasi, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia. Namun secara khusus, temuan penelitian menunjukkan bahwa jenis pelatihan yang disediakan adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang terkait dengan kegiatan pelayanan MCR. A.3. Tujuan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Relawan Sebagaimana telah disebutkan, bahwa kebutuhan relawan di MCR terkait dengan adanya proyek dari UNFPA mengenai kesehatan reproduksi remaja, dengan tenaga utama adalah para remaja pula. Dengan demikian agar proyek tersebut dapat berjalan dengan baik maka perlu diselenggarakan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para relawannya. Handoko menyatakan lihat Bab II bahwa tujuan dari pelatihan dikmaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan tertentu, terinci dan rutin. Demikian pula pendapat yang dikemukakan oleh Sikula, sebagaimana ditulis dalam Bab yang sama. 1. Tujuan utama dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan adalah meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta untuk dapat berperan sebagai peer educator dan konselor dalam kesehatan reproduksi remaja 2. Tujuan khusus adalah 1 peserta memahami konsep proyek, peer educator, dasar-dasar konseling dan kode etik, komunikasi interpersonal, management counseling services, teknik KIE komunikasi, informasi dan edukasi dan POA plan 194 of action; 2 peserta mampu melaksanakan kegiatan PE peer educator; dan 3 mampu peserta mampu menyusun POA plan of action 3. Tujuan lainnya adalah pihak MCR ingin memperoleh sumber daya relawan yang berkualitas, sehingga mereka siap dan mampu melakukan kegiatan-kegiatan pelayanan di MCR. A.4. Fasilitator Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Relawan 1. Asal fasilitator pelatihan berasal dari dalam dan luar MCR. Fasilitator yang berasal dari dalam MCR, yaitu dari PKBI itu sendiri dan para relawan atau staf MCR yang kompeten dalam dalam materi tertentu. Sedangkan fasilitator yang berasal dari luar adalah mereka yang dikenal dan ketahui ahli dalam bidangnya, baik dari perguruan tinggi atau LSM lain. Pada jenis pelatihan khusus, misalkan pelatihan event organizer, pihak MCR mendatangkan orang dari lembaga yang ahli di bidangnya. Untuk jenis pelatihan dasar sebagian fasilitator berasal dari dalam MCR-PKBI itu sendiri, dan sebagian lagi dari luar. 2. Gaya fasilitator yang disukai oleh peserta atau relawan selain menguasai akan bidangnya, adalah yang santai, lugas, tidak kaku dalam penyampaian materinya dan bisa humor. Fasilitator yang mampu melihat suasana dan mampu menghangatkan suasana pelatihan sehingga peserta tidak bosan. 195 Sebagaimana dinyatakan oleh Soedjana lihat Bab II bahwa pelatih atau fasilitator memegang peranan yang sangat penting dan utama dalam penyelenggaraan pelatihan. Oleh karena itu fasilitator dituntut mampu memahami program pelatihan, baik urutan kegiatan, berbagai metode dan teknik, serta tujuan yang ingin dicapai dari pelatihan tersebut. A.5. Metode Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Relawan Metode adalah setiap kegiatan pelatihan yang ditetapkan oleh pelatihan untuk mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau pengorganisasian peserta didik di dalam rangka mencapai tujuan belajar. Sedangkan teknik yang dipergunakan fasilitator dalam kegiatan pelatihan antara lain: ceramah, diskusi, permainan peran role play dan permainan-permainan lainnya games, simulasi, bahas kasus serta teknik-teknik ice breaking untuk mencairkan suasana. Penggunaan metode dan teknik pelatihan yang dipilih harus didasarkan pada kesesuaian dan tingkat dukungan terhadap intensitas kegiatan pelatihan sebagaimana dikemukakan oleh Soedjana dan Knowles lihat Bab II. Jika melihat data penelitian, maka tidak semua teknik pembelajaran dipergunakan dalam penyelenggaraan pelatihan tenaga relawan di MCR. Tentunya pemanfaatan teknik tersebut tergantung pada tingkat dukungan pada pencapaian tujuan pelatihan tenaga relawan. 196 A.6. Waktu Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Relawan Waktu pelatihan berkaitan dengan lamanya kegiatan pembelajaran dan kapan pelatihan dilangsungkan. Waktu pelatihan dikaitkan dengan jenis pelatihan yang ada di MCR yaitu pelatihan dasar, pelatihan lanjutan, pelatihan pengayaan, dan pelatihan khusus. 1. Untuk jenis pelatihan dasar waktu yang dipergunakan antara 2-3 hari dari pukul 08.00 – 16.30 WIB, yang diselenggarakan setahun 1 kali yaitu pada saat penerimaan calon relawan di MCR. Namun begitu waktu penyelenggaraan tersebut disesuaikan dengan kesibukan waktu dari relawan dan staf itu sendiri. 2. Untuk jenis pelatihan lanjutan waktu yang dibutuhkan adalah 1-2 hari dari pukul 08.00-16.30 WIB yang diselenggarakan setelah penyelenggaraan kegiatan pelatihan dasar. 3. Untuk jenis pelatihan pengayaan dilakukan secara berkala 1-2 bulan sekali yang diselenggarakan oleh masing-masing divisi di MCR. Oleh karena itu waktu penyelenggaraan pelatihan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing divisi. Waktu yang dibutuhkan untuk pelatihan pengayaan adalah minimal 1 satu jam hingga maksimal 4 empat jam. 4. Waktu penyelenggaraan pelatihan khusus yang bersifat insidental ini disesuaikan dengan ketersediaan waktu dan kebutuhan untuk menyelenggarakan pelatihan tersebut. Jenis pelatihan khusus ini dapat diikuti oleh semua relawan dan staf. 197 5. Dengan kondisi relawan yang sebagian besar adalah para mahasiswa maka seringkali waktu penyelenggaraan disesuaikan dengan kesibukan jadwal kuliah mereka dan aktivitas mereka di MCR itu sendiri. A.7. Sarana dan Prasarana Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Relawan Sarana media dan prasarana adalah bagian pendukung yang memperlancar kegiatan pelatihan, yaitu penyampaian informasi dan melatih kemampuan peserta. 1. Prasarana dan sarana media pendukung penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan antara lain tersedianya gedung atau ruang tempat penyelenggaraan pelatihan. 2. Sedangkan peralatan dan media pelatihan tersebut antara lain: overhead projector OHP, flipchart, model peraga anatomi kesehatan reproduksi, slide, film, video, kertas plano dan sound system. 3. Sebagian peralatan tersebut telah disediakan oleh pihak MCR-PKBI melalui pendanaan UNFPA United Nations for Population Fund, dan sebagian lagi mereka mengupayakan sendiri perlengkapan pelatihan. Menurut Soedjana, faktor sarana belajar akan berpengaruh pada teknik pembelajaran lihat Bab II hal. 64. Dengan denikian kemudahan untuk mendapatkan sarana belajar atau pelatihan perlu diperhatikan dalam penentuan teknik pelatihan. 198 A.8. Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Relawan Beragamnya jenis pelatihan yang ada di MCR sebaiknya juga ditunjang dengan evaluasi kegiatan tersebut agar diperoleh data untuk perbaikan kegiatan selanjutnya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Soedjana lihat Bab II hal. 54, evaluasi program pelatihan adalah upaya mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data atau informasi untuk dijadikan masukan bagi pengambil keputusan mengenai program pelatihan tersebut. Beberapa hal mengenai evaluasi di MCR antara lain: 1. Belum pernah dilakukan evaluasi pendidikan dan pelatihan secara menyeluruh di MCR. Bentuk evaluasi yang dilakukan baru sebatas pemateri yang ada di setiap sesi pelatihan dengan menggunakan pre-test dan post-test. 2. Pre-test dan post-test ditujukan kepada peserta pelatihan untuk mengukur sejauhmana daya tangkap peserta terhadap materi pelatihan yang diberikan. Jadi evaluasi ini hanya untuk mengukur apakah peserta telah memperoleh keterampilan dan pengetahuan yang diinginkan sesuai materi tersebut. 3. Sedangkan untuk mengukur dan mengetahui tanggapan peserta terhadap pemateri, cara atau gaya pemateri, sarana dan prasarana tidak dipersiapkan secara khusus. 4. Dengan demikian indikator keberhasilan kegiatan pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan sesungguhnya belum 199 tersedia secara lengkap, yang ada baru indikator yang dipergunakan untuk mengukur perolehan peserta terhadap materi yang diberikan. 5. Tanggapan peserta tidak hanya dilihat dari hasil pre-test dan post-test tetapi juga dapat dilihat dari tanggapan secara verbal mereka terhadap berbagai sesi pelatihan yang ada. 6. Kriteriatolok ukur keberhasilan relawan dalam melakukan pekerjaan kegiatan pelayanan di MCR a. Belum ada tolok ukur yang jelas. Keberhasilan relawan lebih banyak dilihat dari aktif dan non aktifnya. Tanggung jawab pengamatan akan keaktifan relawan diserahkan kepada koordinator divisi masing-masing. b. Ukuran yang digunakan adalah ukuran keberhasilan masing-masing divisi dalam memenuhi target kuantitas yang telah direncanakan sebelumnya. c. Seluruh kegiatan di MCR sangat terkait pemberi dana donor. Oleh karena itu tolok ukurnya masih pada kuantitas, sebagai tolok ukur yang mudah dilihat. Sedangkan kualitas, walaupun diupayakan, nampaknya tidak dijadikan patokan keberhasilan oleh pihak donor. Menurut Schuller dan Jackson lihat Bab II, untuk mengevaluasi efektifitas sosialisasi, latihan dan pengembangan dapat dilakukan dengan melihat 4 empat komponen yaitu: 200 reaksi peserta, proses belajar, perubahan perilaku atau kinerja, dan hasil atau manfaat. Cara yang paling efektif dalam mengukur keberhasilan kerja tenaga relawan a Masing-masing divisi mengembangkan cara pengukuran kerja terhadap relawannya. b Keberhasilan kerja relawan dapat dilihat dari proses dan hasil kerjanya, apakah terlaksana atau tidak c Kehadiran atau keaktifan relawan untuk hadir di MCR juga merupakan indikator keberhasilan, walaupun hanya sebagai faktor pendukung. d Pengakuan dari relawan lainnya atau staf akan pekerjaan yang telah dilakukannya juga merupakan cara efektif untuk mengukur keberhasilannya dalam melaksanakan pekerjaan tersebut. e Secara keseluruhan tolok ukur yang efektif dalam mengukur keberhasilan relawan bersifat kualitatif, yaitu pengakuan dari rekan-rekan lainnya; dan secara kuantitatif yaitu frekuensi kehadiran dalam berbagai kegiatan, jumlah kegiatan yang berhasil dilaksanakan. 201

B. Manfaat Pendidikan dan Pelatihan Pada Kegiatan Pelayanan