48
Berkaitan dengan sifat dan karakteristik kerelawanan yang melekat pada diri relawan maka akan menuntut keahlian tertentu bagi
para relawan. Sehingga, sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, perlu diatur dan dikelola sumber daya relawan ini dengan baik, agar
sesuai dengan tujuan dari organisasi pelayanan sosial. Dalam hal ini diperlukan manajemen sumber daya relawan.
B. Pengertian Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia itu sendiri, menurut Gomes 2000:1-2 terdiri dari dua pengertian yaitu 1 manajemen, dan 2
sumber daya manusia. Kata manajemen itu sendiri berasal dari kata kerja to manage, yang artinya mengurus, mengatur, melaksanakan,
dan mengelola. Sedangkan sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang terdapat dalam organisasi, meliputi semua
orang yang melakukan aktifitas. Dengan demikian manajemen sumber daya manusia MSDM merupakan bagian dari manajemen umumnya
yang memfokuskan diri pada unsur sumber daya manusia. Sedangkan lingkup MSDM itu sendiri meliputi semua aktifitas yang berhubungan
dengan sumber daya manusia dalam organisasi, sebagaimana dikatakan oleh Russel dan Bernandin 1993:56 bahwa “…all decisions
which affect workforce concern the organization’s human resource management function. Beberapa aktifitas yang berhubungan dengan
MSDM ini secara umum mencakup : 1. Rancangan organisasi;
49
2. Staffing; 3. Sistem reward, tunjangan-tunjangan, dan pematuhan;
4. Manajemen performansi; 5. Pengembangan pekerja dan organisasi; dan
6. Komunikasi, serta hubungan masyarakat.
Hasibuan 2000: 10 memberikan batasan bahwa MSDM, adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja
agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Kiggundu 1989: 29, dalam perspektif
makro, mendefinisikan MSDM sebagai berikut: “Human resource management … is the development and
utilization of personel for effective achievement of individual, organizational, community, national, and
international goal and objectives.
Manajemen sumber
daya manusia
adalah pengembangan dan pemanfaatan personil pegawai bagi
pencapaian yang efektif mencapai sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan individu, organisasi, masyarakat, nasional
dan internasional.
Batasan tersebut melihat konsep manajemen sumber daya manusia dari perspektif yang berbeda, yaitu dari sudut mikro dan makro.
Tujuannya sama yaitu efisiensi dan efektifitas pencapaian tujuan dengan memanfaatkan sumber daya manusia. Walau demikian, tujuan
dan sasaran yang ingin dicapai tersebut tidak mungkin akan tercapai apabila beragamnya sumber daya manusia, yang salah satu
50
kelompoknya adalah para relawan tidak dikembangkan dan dilatih sesuai dengan tujuan dari organisasi tersebut. Dengan demikian
pendidikan dan pelatihan terhadap sumber daya relawan pada suatu organisasi sosial merupakan aspek penting dalam pengembangan
organisasi dan pengembangan sumber daya manusia. Mengenai posisi pendidikan dan pelatihan dalam kerangka
pengembangan sumber daya manusia, Bernandin dan Russel 1993:58 mengemukakan cakupan dari kegiatan pengembangan
personil dan organisasi yaitu : Pengembangan pengawasan manajemen;
Perencanaan dan pengembangan karier; Program-program pembinaan asistensi pekerja;
Pelatihan keterampilan, nonmanajemen; Program-program persiapan pensiun; dan
Penelitian-penelitian mengenai sikap pekerja. Dalam pendapat tersebut kegiatan atau program-program pelatihan
merupakan bagian dari kegiatan pengembangan sumber daya manusia. Namun selanjutnya mereka membedakan antara pelatihan
dan pengembangan. Pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki performa pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi
tanggungjawabnya, atau suatu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya. Istilah pelatihan sering disamakan dengan istilah
pengembangan. Pengembangan development menunjuk kepada kesempatan-kesempatan
belajar learning
opportunities yang
51
dirancang guna membantu pengembangan para pekerja. Kesempatan demikian tidak terbatas pada upaya perbaikan performansi pekerja
pada pekerjaannya yang sekarang. Berdasarkan pendapat tersebut maka pelatihan akan berkaitan langsung dengan performansi kerja
kinerja, sedangkan pengembangan development tidaklah harus saling berkaitan. Pengembangan sumber daya manusia mempunyai
cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan pelatihan. Hal senada dikemukakan oleh Schuller dan Jackson 2000:323
bahwa “Sosialisasi,
latihan, dan
pengembangan pegawai
merupakan usaha organisasi yang disengaja dilakukan untuk meningkatkan kinerja sekarang dan yang akan datang
dengan meningkatkan
kemampuan. Secara
khusus “sosialisasi” mengacu peda mengajarkan kebudayaan
perusahaan dan filsafat mengenai bagaimana melakukan usaha,
“melatih” mengacu
kepada meningkatkan
keterampilan yang dibutuhkan sekarang ini atau yang segera muncul, dan “pengembangan” mengacu pada
peningkatan keterampilan dalam jangka panjang.
Pendapat tersebut membedakan antara pengembangan dan pelatihan berdasarkan posisi dan tujuannya.
Pendapat lainnya dikemukakan oleh Scott 1985:2-3 yang menyatakan bahwa
“Training in the behavioral sciences in an activity of line and staff which he has its goal executive development to achieve
52
greater individual job effectiveness, improved interpersonal relationship in the organization, and enhanced executive
adjustment to the context of his total environment”.
Artinya, latihan dalam ilmu perilaku adalah suatu aktivitas lini dan staf yang memiliki tujuan pengembangan eksekutif untuk
meningkatkan efektifitas individual yang lebih baik, perbaikan hubungan antar pribadi dalam organisasi, dan meningkatkan
penyesuaian eksekutif dalam konteks lingkungannya secara menyeluruh.
Dari batas tersebut terdapat tiga hal yang ingin dicapai yaitu: 1. efektifitas kerja,
2. perbaikan hubungan antar personal dan 3. peningkatan kemampuan penyesuaian sesuai dengan
lingkungannya.
Dengan cara pandang yang agak berbeda namun memiliki makna dan pengertian yang sama, Nadler 1984: 23, Handoko 1994:108,
Mangkunegara 2001;43, dan Sikula 1981:227 menyatakan mengenai pengertian pelatihan dan pengembangan mengemukakan
bahwa: pelatihan training adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisasi
dimana pegawai non-manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan terbatas. Sedangkan pengembangan
merupakan suatu
proses pendidikan
jangka panjang
yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisasi dimana
53
pegawai manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis guna mencapai tujuan yang umum.
Dengan demikian, istilah pelatihan ditujukan kepada pegawai pelaksana dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
teknis dalam
jangka pendek,
sedangkan pengembangan
diperuntukkan bagi pegawai tingkat manajerial dalam rangka meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan pengambilan
keputusan, dan memperluas human relation dalam jangka panjang. Terdapat
dua tujuan
utama program
pelatihan dan
pengembangan, yaitu: Pertama, latihan dan pengembangan dilakukan untuk menutup ‘gap’ antara kecakapan atau kemampuan karyawan
dengan permintaan jabatan. Kedua, program-program tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja karyawan
dalam mencapai sasaran-sasaran kerja yang telah ditetapkan Handoko; 1994:103.
Berkenaan dengan pelatihan, Moekijat 1985:6-7 menyatakan bahwa terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi agar suatu kegiatan
dapat disebut latihan, yaitu: 1. Latihan
harus membantu
pegawai menambah
kemampuannya. 2. Latihan harus menimbulkan perbaikan dalam kebiasaan
bekerja dari pekerja, dalam sikapnya terhadap pekerjaan, dalam informasi dan pengetahuan yang ia terapkan dalam
pekerjaan sehari-hari, dan 3. Latihan harus berhubungan dengan pekerjaan tertentu.
54
Dengan demikian apabila suatu kegiatan pelatihan paling tidak memenuhi tiga syarat yang harus dipenuhi yaitu meningkatnya
kemampuan pegawai, perbaikan kebiasaan-sikap dan penerapan pengetahuan dalam pekerjaan sehari-hari, serta pelatihan terkait erat
dengan pekerjaan tertentu pegawai. Mengenai manfaat yang dapat diperoleh dengan diberikannya
pelatihan bagi pegawai, terdapat beberapa keuntungan atau manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan pelatihan, sebagaimana yang
dikemukakan oleh McKenna dan Beech 2001:199-200, bahwa:
1. Pelatihan memungkinkan pemenuhan tuntutan-tuntutan kerja, dengan cepat dan dengan meningkatnya
pengetahuan dan keterampilan karyawan berarti memungkinkan karyawan untuk meningkatkan kuantitas
dan kualitas output dengan adanya pengurangan kesalahan
dan pemborosan.
Peningkatan dasar
keterampilan karyawan bisa memperkaya pekerjaan yang menguntungkan karyawan maupun organisasi.
2. Ketika hasil pelatihan menunjang kompetensi yang lebih besar dalam pelaksanaan tugas oleh para bawahan, hal
itu melepaskan manajer dari tugas yang berhubungan dengan pekerjaan “penyembuhan” dan koreksi.
3. Pelatihan adalah proses yang tidak ternilai ketika organisasi ingin memperkenalkan metode-metode kerja
yang fleksibel dan ingin menciptakan sikap-sikap karyawan yang sesuai untuk menghadapi perubahan.
Pelatihan bisa digunakan sebagai pembangun rasa yakin dalam manajemen program perubahan ketika para
karyawan
dibantu untuk
memahami mengapa
perubahan itu perlu, bagaimana mereka memperoleh keuntungan darinya, dan kapan mereka diberi
55
keterampilan untuk berpartisipasi dalam impelentasi perubahan tersebut.
4. Pelatihan penting dalam hubungan masyarakat dan berguna untuk memproyeksikan citra yang benar
terhadap para
karyawan atas
prospektif yang
berkualitas. 5. Ketika
pelatihan menggabungkan
pelatihan keselamatan sebagai bagian program yang integral,
hasilnya bisa menunjang, terutama dalam kerangka kesehatan dan keselamatan kerja.
6. Pelatihan mempunyai pengaruh yang baik pada pergantian staf, dan pemborosan biaya pada rencana
dan rekrutmen pekerja bisa dikurangi ketika staf yang diganti dilatih kembali.
7. Pengaruh motivasional pelatihan terwujud ketika staf merasa mendapat pengakuan saat dikirimkan ke kursus
pelatihan, dan setelah dilatih mereka termotivasi untuk memperoleh
keterampilan-keterampilan baru,
khususnya bila
penguasaan dan
penggunaan keterampilan
itu kemudian
diikuti dengan
penghargaanimbalan. 8. Nilai pelatihan dalam konteks komunikasi terbukti ketika
nilai-nilai inti, seperti menghubungkan kualitas produk dengan pelayanan pelanggan disebarluaskan kepada
para karyawan dengan harapan bahwa niali-nilai ini akan diadopsi dengan komitmen yang kuat.
9. Identifikasi terhadap organisasi dapat dipelihara ketika pengertian yang lebih baik akan pernyataan-pernyataan
misi dan tujuan perusahaan dicapai lewat program pelatihan.
10. Pelatihan yang
ditujukan untuk
mengoperasionalisasikan teknik-teknik
manajemen tertentu bisa memperoleh efek samping yang positif
56
seperti keterampilan di dalam memecahkan masalah dan presentasi secara analitis.
Apabila diperhatikan pendapat dari mereka, terlihat lebih detail daripada pendapat yang dikemukakan oleh Moekijat sebelumnya.
Berdasarkan pendapat itu pula maka dapat disimpulkan bahwa sedikitnya manfaat tersebut dapat dikelompokkan dalam dua hal, yaitu
pertama pada efektifitas dan efisiensi mekanisme keorganisasian, dan kedua menyangkut perubahan sikap, peningkatan pengetahuan dan
keterampilan pegawai itu sendiri. Program pelatihan perlu dipersiapkan secara matang oleh
tenaga yang berwenang dengan bantuan tenaga ahli dalam bidangnya. Hamalik 2000: 34 menyatakan terdapat 7 tujuh faktor yang dapat
dijadikan pertimbangan untuk menetapkan isi program pelatihan, ialah: 1. Kebutuhan pelatihan; berdasarkan penjajagan kebutuhan
dapat ditentukan jenis dan jumlah pelatihan yang diperlukan.
2. Cara penyelenggaraan
pelatihan; cara
memberikan pelatihan diserasikan dengan tujuan, jenis kegiatan, materi,
dan peserta pelatihan bersangkutan. 3. Biaya pelatihan; tetapkan besarnya biaya yang diperlukan
disesuaikan dengan kebutuhan latihan dan sumber dana yang tersedia.
4. Hambatan-hambatan; pertimbangan hambatanrintangan yang mungkin terjadi terhadap pekerjaan sebagai akibat
pelatihan itu.
57
5. Peserta latihan; tetapkan jumlah tenaga yang tepat untuk mengikuti pelatihan, dilihat dari sudut kebutuhan organisasi,
kenaikan jabatan, atau yang mungkin keluar atau pindah. 6. Fasilitas latihan; pertimbangan fasilitas-fasilitas latihan yang
diperlukan dalam penyenggaraan pelatihan tersebut. 7. Pengawasan latihan; pertimbangkan hal-hal yang perlu
mendapat pengawasan misal: biaya, nama peserta, hasil ujian, dan teknik pengawasan yang diperlukan.
Dari pendapat tersebut dapat dilihat bahwa kebutuhan pelatihan terkait dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, kemudian cara
penyelenggaraan akan terkait dengan metode dan teknik pelatihan. Sedangkan hal lainnya sebagai pendukung agar pelatihan tersebut
berjalan dengan baik. Selanjutnya McKenna dan Beech 2001: 201 menambahkan, bahwa terdapat pula faktor-faktor yang diperhatikan
sebagai faktor yang dapat menyebabkan kegagalan program pelatihan, yaitu:
1. Manajemen gagal mempertimbangkan secara serius keterampilan-keterampilan yang ada sekarang dan yang
dibutuhkan di masa datang oleh organsiasi. 2. Manajemen berpangkal-tolak terlalu besar pada dasar kerja
lokal atau nasional untuk memenuhi kebutuhan organisasi akan keterampilan yang relevan pada semua tingkat.
58
3. Manajemen kurang
responsif terhadap
kekurangan keterampilan dari karyawan organisasinya.
Dari pendapat tersebut maka terdapat tiga faktor yang harus diperhatikan dalam rangka membuat program pelatihan, khususnya
berkaitan dengan keterampilan-keterampilan yang harus dikuasai oleh sumber daya manusia organisasi tersebut. Sehingga diperlukan analisa
kebutuhan secara lebih mendalam mengenai kebutuhan pelatihan yang akan diselenggarakan.
C. Tahap-tahap Pendidikan dan Pelatihan Relawan