14
BAB II LANDASAN TEORI
Bagian bab dua, diuraikan landasan teori yang digunakan untuk memecahkan masalah dalam penelitian. Pembahasan tentang teori-teori yang
mendukung, hasil penelitian yang relevan, kerangka berfikir, dan pertanyaan- pertanyaan penelitian.
2.1. Teori yang Mendukung
Bagian teori yang mendukung peneliti memaparkan tentang teori-teori yang mendukung penelitian. Teori yang mendukung peneliti paparkan sebagai
berikut: belajar, teori belajar konstruktivisme, Kurikulum, Perkembangan Kurikulum, Kurikulum 2013, pendekatan tematik terpadu, pendekatan saintifik,
penilaian otentik, pembagian materi, perangkat pembelajaran, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran harian, dan permainan tradisional.
2.1.1. Pengertian Belajar
Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup sejak bayi sampai meninggal. Salah satu
penanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang
bersifat pengetahuan, keterampilan maupun menyangkut dilai dan sikap Siregar, 2010: 3. Aunurrahman 2012: 38 juga mengungkapkan hal yang sama, bahwa
belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan
sikap. Belajar dimaknai sebagai suatu proses dimana siswa memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku mereka.
Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kedua konsep tersebut menjadi terpadu dalam satu kegiatan di
mana terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta siswa dengan siswa saat pembelajaran berlangsung Susanto, 2013: 1. Winkel 2014: 59 mengartikan
bahwa belajar sebagai suatu aktivitas mental psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Perbuhan tersebut bersifat konstan dan berbekas. Pengertian belajar seperti yang telah dikemukakan
oleh Siregar, Aunnurahman, Susanto dan Winkel memiliki kesamaan yaitu belajar adalah aktifitas yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, dan nilai sikap.
2.1.2. Teori Belajar Konstruktivisme
Konstruktivisme menyatakan bahwa siswa membentuk pemahaman- pemahamannya sendiri mengenai suatu pengetahuan dan keterampilan Schunk,
2012: 287. Pembentukan pengetahuan menurut teori konstruktivistik memandang bahwa siswa aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya
dengan lingkungan. Asumsi utama dari konstruktivisme adalah manusia merupakan siswa aktif yang mengembangkan pengetahuan bagi dirinya sendiri
Schunk, 2012: 322-324. Teori belajar Konstruktivisme menyatakan bahwa para siswa membentuk pemahaman-pemahaman mereka sendiri mengenai suatu
pengetahuan dan keterampilan. Pengaruh besar yang mendorong munculnya teori konstruktivisme adalah teori Piaget dan Vygotsky.
Teori belajar Piaget mengemukakan bahwa anak mengalami perkebangan kognitif yang bertahap. Tingkat perkembangan kognitif anak menurut Piaget
Susanto, 2013: 77 adalah periode berfikir motorik sensorik yang dimulai sejak lahir sampai kira-kira umur 2 tahun sampai 7 tahun. Periode berfikir operasional
konkret dimulai kira-kira umur 7 tahun sampai umur 11 tahun, periode berpikir operasional formal dimulai sejak umur 11 tahun sampai dewasa. Pada tahap
operasional konkret, Piaget tidak setuju dengan pembelajaran yang pasif Schunk, 2012: 336. Kemampuan berfikir siswa pada tahap operasional konkret tidak lagi
didominasi oleh persepsi dan membutuhkan pengalaman-pengalaman mereka sebagai acuan untuk belajar. Lingkungan memberikan kesempatan bagi siswa
untuk bereksplorasi secara aktif dan menjalani kegiatan-kegiatan yang melibatkan pastisipasi aktif mereka. Kegiatan tersebut akan menunjang konstruktisi aktif
terhadap pengetahuan. Seperti teori Piaget, teori Vygotsky juga merupakan teori konstruktivis.
Vygotsky menempatkan lebih banyak penekanan pada lingkungan sosial sebagai falisitator perkembangan pembelajaran Schunk, 2012: 337. Vygotsky
menganggap bahwa lingkungan sosial sangat penting bagi pembelajaran. Interaksi-interaksi
sosial mengubah
atau mentransformasi
pengalaman- pengalaman belajar. Aktivitas sosial adalah sebuah fenomena yang membantu
menjelaskan perubahan-perubahan dalam pikiran sadar dan membentuk teori psikologis yang menyatukan perilaku dan pikiran.
Konsep pokok dalam teori Vygotsky adalah Zone of Proxumal Development
ZPD atau zona perkembangan poksimal. ZPD adalah perbedaan antara apa yang dilakukan sendiri oleh siswa dan apa yang dapat mereka lakukan
dengan bantuan orang lain Schunk, 2012: 341. Interaksi orang dewasa guru dan teman sebaya dalam ZPD mendorong perkembangan kognitif. Tugas utama
guru adalah mengatur lingkungan pembelajaran sehingga siswa dapat membangun pengetahuannya. Peran guru disini adalah menyajikan sebuah lingkungan yang
mendukung, bukan menyajikan penjelasan materi dan menyediakan jawaban- jawaban dari pertanyaan-pertanyaan. Pendapat yang diungkapkan oleh Piaget dan
Vygotsky dapat dilihat jelas melalui tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1
Perbandingan teori Piaget dan Vygotsky
Teori Piaget
Vygotsky
Konteks sosial-budaya Kurang ditekankan
Sangat ditekankan Perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif sebagai akibat eksplorasi dan
siswa membangun pengetahuannya
Perkembangan kognitif muncul akibat interaksi siswa
Pengaruh budaya Perkembangan kognitif
berisifat universal Perkembangan kognitif
bervariasi Tahapan
Menekankan pada tahapan Tidak ada tahapan
Peranan bahasa Kurang berperan
Sangat berperan membentuk pikiran
Proses kunci Skematis, asimilasi,
akomodasi, operasi, kekekalan, klasifikasi,
hipotesis-deduktif Bahasa, dialog, alat budaya
zona perkembangan
Interaksi dengan orang lain Teman sejawat dibutuhkan
sebagai agen perubahan Orang dewasa dibutuhkan
sebagai agen perubahan Proses
Proses individu menjadi proses sosial
Proses sosial menjadi proses psikologi individu
Sumber : Abdullah 2006
Dampak dari teori konstruktivisme terhadap pembelajaran secara umum merupakan gabungan dari konsep Piaget dan Vygotsky Suyono dan Hariyanto,
2011: 122. Peneliti menyimpulkan bahwa teori konstruktivisme menghasilkan siswa atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan
persoalan yang dihadapi. Pelaksanaan konstruktivisme menuntut pendidik atau guru untuk fokus terhadap penyusunan hubungan antara fakta-fakta serta
memperkuat pengetahuan baru bagi siswa. Guru mendorong adanya dialog yang ekstensif antar siswa. Peran guru hanya sebagai fasilitator dan teman menjadi
mediator antar siswa dalam belajar. Pembelajaran diharapkan aktif dan siswa menemukan cara belajar yang sesuai dengan dirinya. Penilaian dalam
konstruktivisme memerlukan suatu penilaian yang menekankan proses pembelajaran penilaian otentik sehingga siswa berperan besar dalam
menentukan hasil belajarnya.
2.1.3. Hasil Belajar