Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH) berbasis permainan tradisional kelas I SD pada Subtema Gemar Membaca

(1)

PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN HARIAN (RPPH) BERBASIS PERMAINAN TRADISIONAL KELAS I SD

PADA SUBTEMA GEMAR MEMBACA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.) Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)

Oleh:

F. Borgias Manungku NIM. 111134176

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2014


(2)

i

PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN HARIAN (RPPH) BERBASIS PERMAINAN TRADISIONAL KELAS I SD

PADA SUBTEMA GEMAR MEMBACA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.) Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)

Oleh:

F. Borgias Manungku NIM. 111134176

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2014


(3)

(4)

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji syukur dengan kerendahan hati penulis mempersembahkan karya ini kepada:

TUHAN YESUS KRISTUS

“Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!”

(Roma 11: 36) Bapak dan Ibu

Bapak P. Suprapto dan Ibu V. Ponilah yang selalu mendukung dan mendoakan serta memberi kepercayaan kepadaku dalam mengerjakan

segala tugas-tugasku Dosen Pembimbing

Ibu E. Catur Rismiati dan Ibu Elisabeth Desiana Mayasari yang telah rela meluangkan waktu, pikiran dan tenaga dalam membimbing dan

mengarahkanku selama proses penyusunan penelitian ini Teman dan Sahabat

Rosalia Dewi yang tercinta, yang selalu mendukung dan memberi semangat dalam menyelesaikan penelitian ini, dan teman-teman seperjuangan, Evant, Vian, Boni, Mentari, Cahya, Tere, Frida, Ari, Cornelia, Eka, Erlin, Vita, Rini, dan Lely yang selalu berjuang

bersama-sama dalam menyelesaikan penelitian ini. Teman-teman kelas 7A


(6)

v

MOTTO

Pasti ada jalan jika kita mau berusaha, karena Tuhan tak pernah tidur

 “Always be yourself and never be anyone else even if they look

better than you.”

(Selalu jadi diri sendiri dan jangan pernah menjadi orang lain meskipun mereka tampak lebih baik dari Anda)

 Hidup seperti filosofi padi “semakin berisi, semakin merunduk.”


(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana karya ilmiah.

Yogyakarta, 17 Desember 2014

Peneliti


(8)

vii

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : F. Borgias Manungku

Nomor Mahasiswa : 111134176

Demi mengembangkan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN HARIAN (RPPH) BERBASIS PERMAINAN TRADISIONAL KELAS I SD

PADA SUBTEMA GEMAR MEMBACA”

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk meminjam, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 17 Desember 2014 Yang mencantumkan


(9)

viii

ABSTRAK

PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN HARIAN (RPPH) BERBASIS PERMAINAN TRADISIONAL KELAS I SD

PADA SUBTEMA GEMAR MEMBACA

Oleh:

F. Borgias Manungku NIM: 111134176

Penelitian ini berawal dari kebutuhan lapangan akan model rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH) berbasis permainan tradisional. Penelitian bertujuan untuk mengetahui model (RPPH) berbasis permainan

tradisional kelas I SD pada subtema “Gemar Membaca”.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan atau (Research and Development). Prosedur penelitian dan pengembangan yang digunakan adalah hasil modifikasi dari model pengembangan Borg and Gall dan model pengembangan Sugiyono, yang meliputi lima langkah tahapan pengembangan: (1) studi pendahuluan, (2) pembuatan produk, (3) validasi produk, (4) instrumentasi uji coba terbatas, (5) uji coba terbatas, sampai menghasilkan model (RPPH)

berbasis permainan tradisional kelas I SD pada subtema “Gemar Membaca”.

Subjek dalam dalam penelitian ini adalah lima SD di Yogyakarta khususnya 8 siswa kelas IB di SDN SB. Objek pada penelitian ini adalah (RPPH) berbasis

permainan tradisional kelas I SD subtema “Gemar Membaca”. Teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Hasil penelitian ini adalah model (RPPH) berbasis permainan tradisional

kelas I SD pada subtema “Gemar Membaca”. Kualitas dari RPPH subtema “Gemar Membaca” memiliki penilaian 94,11 dari 12 validator yang menunjukkan

kualitas “amat baik”. Guru memiliki gambaran RPPH berbasis permainan

tradisional. Siswa menjadi lebih antusias, aktif, senang, dan mampu bersosialisasi dengan teman. Penggunaan RPPH berbasis permainan tradisional mampu meningkatkan hasil belajar siswa sebesar 57% berdasarkan hasil Pre-test dan

Post-test.


(10)

ix ABSTRACT

THE CONSTRUCTION OF DAILY LESSON PLANS (RPPH) BASED ON TRADITIONAL GAMES F OR THE FIRST GRADE OF ELEMENTARY

SCHOOL IN THE SUB THEME DELIGHT IN READING

The research was done as the answer of teacher’s need on Daily Lesson Plan (RPPH) based on traditional games. The research was aimed to understand the model of Daily Lesson Plan (RPPH) traditional games-based for the first grade of elementary school in the subtheme “Delight In Reading”.

The type of the research is the research and development, well-known as R and D (Research and Development). The research prosedur Led bas the modified version between Borg & Gall and Sugiono model, which consists of; (1) Pre-study, (2) Product-making, (3) Product-validation, (4) Limited trial instruments, (5) Limited trials. The research was conducted until the final result of RPPH traditional games-based for the fisrt grade of elementary school in the sub theme “Delight In Reading”. The subjects of the research were 5 elementary schools in Yogyakarta especially in SB State Elementary School, by taking eight students in the 1B class. The data analysis techniques used in the research were questionnaires, observations, interviews, and documentations. The instruments used in the research were questionnaire sheets, observation sheets, manual interviews, and documentations.

The result of the research was the arrangement of Daily Lesson Plan (RPPH) based on traditional games for the first grade of elementary School in the subtheme “Delight In Reading”. The RPPH quality got the point of 94,11 rating of 12 validators which was considered “very good.” Teachers might have the image of the Lesson Plan based on traditional games. In addition, student were getting more enthusiastic, active, happy, and able to socialize more with their friends. The usage of this RPPH, was able to improve students’ learning result uap to 57% based on the result of the pre-test and post-test.

Keywords: Daily Lesson Plan (RPPH), traditional games, delight of reading subtheme


(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

HARIAN (RPPH) BERBASIS PERMAINAN TRADISIONAL KELAS I SD PADA SUBTEMA GEMAR MEMBACA” sesuai dengan waktu yang diharapkan. Skripsi ini disusun demi memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana pendidikan di Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).

Terselesaikannya skripsi ini tentunya tidak lepas dari dorongan, perhatian dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Rohandi., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan izin penelitian.

2. Romo G. Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

3. Ibu E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D., selaku dosen pembimbing I, yang telah memberikan dorongan, motivasi dan perhatian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Elisabeth Desiana Mayasari, S.Psi., M.A., selaku dosen pembimbing II, yang dengan sabar telah meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan saran dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini. 5. Ibu Theresia Yunia Setyawan, S.Pd., M. Hum., selaku dosen penguji, terima kasih atas saran dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Para dosen dan staf PGSD, terima kasih atas bantuan dan saran yang telah diberikan.


(12)

xi

7. Bapak Kepala Sekolah SDN SB yang telah memberikan ijin dalam pelaksanaan penelitian.

8. Guru kelas I SDN SB dan validator yang telah membimbing, mengarahkan, dan membantu dalam pelaksanaan penelitian.

9. Siswa-siswi kelas IB SDN SB yang dapat bekerja sama dalam pelaksanaan penelitian.

10. Orang tuaku yang terkasih, Bapak P. Suprapto dan Ibu V. Ponilah, Adikku-adikku Irenius Bayu Sujatmiko, Maria CSN serta keluarga besarku yang telah memberikan dukungan, kepercayaan dan kasih sayang.

11. Rosalia Dewi, terimakasih atas dukungan, perhatian dan semangat yang telah diberikan.

12. Teman-teman seperjuanganku: Evant, Vian, Boni, Frida, Ari, Rini, Cornelia, Eka, Erlin, Vita, Tere, Cahya, Mentari, dan Lely. Kalian luar biasa.

13. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga karya penelitian skripsi ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi banyak pihak. Penulis menyadari karya ini masih banyak kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.

Yogyakarta, 17 Desember 2014

Peneliti


(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Batasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Pengembangan ... 10

F. Manfaat Pengembangan ... 10

G. Spesifikasi Produk yang dikembangkan ... 11

H. Definisi Operasional ... 16

BAB II LANDASAN TEORI ... 18

A. Teori yang Mendukung ... 18

1. Belajar ... 18

2. Teori Belajar Kontruktivisme ... 20

3. Kurikulum ... 22

4. Perkembangan Kurikulum di Indonesia ... 24

5. Kurikulum 2013 ... 30

6. Pembagian Materi ... 47

7. Desain Pembelajaran ... 47

8. Perangkat Pembelajaran ... 49

9. Bermain ... 55

10. Fungsi Bermain Bagi Anak Usia Dini ... 56

11. Permainan Tradisional Anak dalam Kajian Antropologi ... 57

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 60

C. Kerangka Berpikir ... 67

D. Pertanyaan Penelitian ... 69

BAB III METODE PENELITIAN... 70

A. Jenis Penelitian ... 70

B. Setting Peneltian ... 70

1. Objek Penelitian ... 71


(14)

xiii

3. Waktu dan Tempat ... 71

C. Prosedur Pengembangan ... 72

D. Teknik Pengumpulan Data ... 79

1. Kuesioner ... 79

2. Observasi ... 80

3. Wawancara ... 80

4. Dokumentasi ... 81

E. Instrumen Penelitian ... 81

1. Lembar Kuesioner ... 81

2. Pedoman Wawancara ... 85

3. Pedoman Observasi ... 88

4. Dokumentasi ... 89

5. Validitas dan Reliabilitas ... 91

F. Teknik Analisis Data ... 96

1. Hasil Kuesioner ... 97

2. Hasil Tes ... 98

3. Hasil Wawancara ... 99

4. Observasi ... 99

5. Hasil Dokumentasi ... 99

G. Jadwal Penelitian ... 100

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 101

A. Hasil Penelitian ... 101

1. Rumusan Masalah Penelitian ... 101

2. Pertanyaan Penelitian ... 102

B. Pembahasan ... 141

BAB V PENUTUP ... 147

A. Kesimpulan ... 147

B. Keterbatasan Penelitian ... 149

C. Saran ... 150

DAFTAR PUSTAKA ... 151

LAMPIRAN ... 155


(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kendala Guru Kelas I Terkait Implementasi Kurikulum 2013 ... 5

Tabel 1.2 Masalah yang dialami Siswa Kelas I dalam pembelajaran ... 6

Tabel 2.1 Perbandingan teori Piaget dan Vygotsky ... 21

Tabel 2.2 Perubahan Kurikulum di Indonesia ... 29

Tabel 2.3 Identifikasi Kesenjangan Kurikulum ... 32

Tabel 2.4 Penyempurnaan Pola Pikir ... 35

Tabel 2.5 Elemen Perubahan Kurikulum ... 36

Tabel 3.1 Kisi-kisi Penilaian RPPH ... 82

Tabel 3.2 Kisi-kisi Penilaian Silabus ... 84

Tabel 3.3 Kisi-kisi Penilaian Uji Coba Terbatas ... 85

Tabel 3.4 Kisi-kisi Pedoman Wawancara Analisis Kebutuhan Guru ... 86

Tabel 3.5 Kisi-kisi Pedoman Wawancara Analisis Kebutuhan Siswa ... 86

Tabel 3.6 Kisi-kisi Pedoman Focus Group Disscussion (FGD) ... 87

Tabel 3.7 Kisi-kisi Pedoman Wawancara Guru Hasil Uji Coba Terbatas .... 88

Tabel 3.8 Kisi-Kisi Pedoman Observasi Pembelajaran K13 ... 88

Tabel 3.9 Kisi-kisi Uji Validitas ... 90

Tabel 3.10 Jenis Validitas Instrumen yang digunakan dandan Penelitian .... 92

Tabel 3.11 Kriteria Koefisien Reliabilitas ... 96

Tabel 3.12 Tabel Kriteria Peringkat Kualitas RPPH ... 97

Tabel 3.13 Jadwal Penelitian ... 100

Tabel 4.1 Hasil Wawancara Guru ... 105

Tabel 4.2 Hasil Wawancara Siswa ... 106

Tabel 4.3 Hasil Penilaian RPPH lima Sekolah di Yogyakarta ... 107

Tabel 4.4 Hasil Penilaian Silabus lima Sekolah di Yogyakarta ... 108

Tabel 4.5 Nilai Hasil Observasi lima Sekolah di Yogyakarta ... 108

Tabel 4.6 Hasil Pengumpulan data Kuesioner Silabus dan RPPH dan Observasi ... 110

Tabel 4.7 Hasil Focus Group Discussion (FGD) ... 112

Tabel 4.8 Tabel Kriteria Produk ... 116

Tabel 4.9 Rekapitulasi Validasi Ahli pada Pembelajaran 1 ... 116

Tabel 4.10 Hasil Rekapitulasi Kualitatif Para Ahli pada Pembelajaran 1 .... 117

Tabel 4.11 Rekapitulasi Validasi Ahli pada Pembelajaran 2 ... 118

Tabel 4.12 Hasil Rekapitulasi Kualitatif Para Ahli pada Pembelajaran 2 .... 119

Tabel 4.13 Rekapitulasi Validasi Ahli pada Pembelajaran 3 ... 119

Tabel 4.14 Hasil Rekapitulasi Kualitatif Para Ahli pada Pembelajaran 3 .... 120

Tabel 4.15 Rekapitulasi Validasi Ahli pada Pembelajaran 4 ... 121

Tabel 4.16 Hasil Rekapitulasi Kualitatif Para Ahli pada Pembelajaran 4 .... 122

Tabel 4.17 Rekapitulasi Validasi Ahli pada Pembelajaran 5 ... 123

Tabel 4.18 Hasil Rekapitulasi Kualitatif Para Ahli pada Pembelajaran 5 .... 124

Tabel 4.19 Rekapitulasi Validasi Ahli pada Pembelajaran 6 ... 124

Tabel 4.20 Hasil Rekapitulasi Kualitatif Para Ahli pada Pembelajaran 6 .... 125

Tabel 4.21 Rekapitulasi Peringkat Kualitas Produk RPPH ... 129

Tabel 4.22 Hasil Pengujian Soal Valid ... 132


(16)

xv

Tabel 4.24 Reliabilitas Soal ... 134

Tabel 4.25 Jadwal Pelaksanaan Uji Coba Terbatas ... 131

Tabel 4.26 Daftar Nilai Peserta didik ... 137


(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Pemetaan Penelitian yang Relevan ... 66

Gambar 3.1 Bagan Tahap-tahap R & D menurut Sugiyono ... 72

Gambar 3.2 Bagan Tahap-tahap R & D menurut Brog & Gall ... 74

Gambar 3.3 Bagan Pengembangan RPPH berbasis Permainan Tradisional .. 76

Gambar 3.4 Rumus Point Biserial ... 94

Gambar 3.5 Rumus Uji Reliabilitas ... 95

Gambar 3.6 Rumus Perolehan Nilai RPP ... 97

Gambar 3.7 Pedoman Penilaian Tes ... 98

Gambar 3.8 Rumus Perhitungan Rata-rata Tes ... 98

Gambar 3.9 Rumus Perhitungan Peringkat Pre-test dan Post-Test ... 98

Gambar 3.10 Rumus Perhitungan Instrumen Observasi ... 99

Gambar 3.11 Rumus Skor Perolehan Silabus ... 99

Gambar 3.12 Rumus Skor Perolehan RPPH ... 100

Gambar 4.1 Rumusan Penilaian RPPH ... 115

Gambar 4.2 Persentase Kenaikan Hasil Tes ... 137

Gambar 4.3 Diagram Persentase Kenaikan Pre-Test dan Post-Test ... 138


(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Sebelum dan Sesudah ... 155

Lampiran 2. Hasil Observasi ... 160

Lampiran 3. Hasil Dokumentasi ... 171

Lampiran 4. Sampel RPPH sebelum Validasi ... 178

Lampiran 5. Validitas RPPH ... 203

Lampiran 6. RPPH setelah Validasi ... 237

Lampiran 7. Soal Uji Validasi ... 362

Lampiran 8. Hasil Validitas dan Reliabilitas ... 368

Lampiran 9. Soal Sesudah Uji Validitas ... 371

Lampiran 10. Hasil Pre-test ... 375

Lampiran 11. Hasil Posttest ... 379


(19)

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab I membahas delapan bagian pendahuluan dari penelitian ini, yaitu: latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk, dan definisi operasional. Bagian-bagian tersebut akan dijabarkan sebagai berikut:

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Nasional merupakan salah satu indikator utama pembangunan dan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan Nasional di Indonesia berpegang kepada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 memiliki tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, serta agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem dalam pengajaran nasional yang telah diatur di dalam undang-undang (Majid, 2014).

Usaha untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut telah tercantum dalam Undang Nasional Sistem Pendidikan No. 20 Tahun 2003.

Undang-undang ini telah memuat tujuan pendidikan “Pendidikan Nasional bertujuan untuk

mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung


(20)

formal maupun non formal (Tatang, 2010). Pendidikan formal dapat diperoleh melalui sekolahan dan instansi-instansi pemerintah terkait, sedangkan pendidikan non formal dapat diperoleh melalui lembaga masyarakat atau lingkungan sekitar. Pendidikan yang baik saat ini adalah pendidikan yang mampu menghasilkan SDM yang seimbang antara segi intelektual dengan segi moralitas (Suwija, 2012). Sekarang ini pemerintah melalui kementrian Pendidikan Nasional mulai memberlakukan Kurikulum baru yang menekankan perkembangan dalam hal intelektual dan juga moralitas pembentuk karakter peserta didik.

Kurikulum dibuat dengan melihat perkembangan zaman dan disesuaikan dengan tujuan pendidikan nasional. Hidayat (2013) mengungkapkan bahwa Kurikulum merupakan salah satu instrumental input dalam mencapai tujuan pendidikan nasional yang dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Selama Indonesia merdeka, telah terjadi perubahan Kurikulum sebanyak sepuluh kali, mulai dari Kurikulum 1947 sampai dengan Kurikulum 2006. Perubahan-perubahan ini menunjukkan bahwa sektor pendidikan di tanah air belum mampu mengatasi ketertinggalan bangsa dalam mengikuti kompetensi regional maupun global (Abdullah, 2007). Kementrian pendidikan dan kebudayaan tengah melakukan implementasi Kurikulum 2013 untuk mengatasi hal di atas. Pro dan kontra muncul dan mempertanyakan tentang implementasi Kurikulum 2013. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh (Kompas, Kamis, 7 Maret 2013) mengatakan bahwa orang-orang mempertanyakan Kurikulum 2013 karena adanya perbedaan cara pandang atau belum memahami secara utuh konsep kurikulum berbasis


(21)

kompetensi yang menjadi dasar Kurikulum 2013. Pengembangan Kurikulum 2013 akan menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi (Mulyasa, 2013). Sebab lain perlunya pengembangan Kurikulum 2013 yakni dalam rangka pemenuhan kebutuhan kompetensi Abad 21, di mana Sumber Daya Manusia Indonesia yang memasuki usia produktif melimpah.

Kurikulum 2013 menggunakan pendekatan pembelajaran saintifik dan tematik terpadu. Pendekatan saintifik adalah proses guna memberikan pemahaman bagi peserta didik untuk mengenal dan memahami materi yang diperoleh dengan menggunakan pendekatan ilmiah (Kemendikbud, 2013). Peserta didik yang mempelajari materi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan yang ilmiah dapat memperoleh informasi yang berasal dari luar guru. Proses pembelajaran semacam ini mengarahkan peserta didik untuk memperoleh informasi secara mandiri. Sedangkan pendekatan tematik terpadu, menurut Trianto (2009) adalah pembelajaran tematik terpadu dimaknai sebagai pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu. Tema digunakan untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (Depdiknas, 2006). Tema dalam Kurikulum 2013 terdiri dari beberapa subtema, dan di setiap subtema terdapat enam pembelajaran. Masing-masing pembelajaran dikembangkan dengan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH).

Seorang guru wajib menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH) yang digunakan sebagai panduan dalam mengajar. Rencana Pelaksanaan


(22)

Pembelajaran Harian (RPPH) merupakan suatu komponen yang penting disiapkan guru sebelum mengajar di dalam kelas. Mulyasa (2008) mengungkapkan bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH) mencerminkan apa yang akan dilakukan oleh guru dalam memberikan kemudahan belajar peserta didik, dapat juga diartikan seperti skenario pembelajaran yang dirancang oleh guru. Penyusunan skenario pembelajaran perlu memperhatikan langkah-langkah penyusunan RPPH yang baik dengan memperhatikan komponen-komponen yang ada di dalamnya. Muslich (2007) mengungkapkan bahwa langkah-langkah yang dilakukan guru dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH) adalah menentukan kompetensi dasar, menentukan indikator dan tujuan pembelajaran, menentukan alokasi waktu, merumuskan tujuan pembelajaran, memilih metode pembelajaran, menyusun langkah-langkah pembelajaran dan menentukan teknik penilaian.

Peneliti melakukan wawancara dengan Guru kelas I di lima Sekolah Dasar di Yogyakarta. Kelima sekolah dasar ini namanya peneliti samarkan guna kepentingan kode etik dalam penelitian. Kelima sekolah dasar tersebut adalah SDN SB, SDN J, SDN N, SDK G, dan SDK JB yang telah menerapkan Kurikulum 2013. Peneliti memilih guru kelas I karena pada saat melakukan kegiatan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SDN SB guru kelas I kerap menanyakan perihal Kurikulum 2013. Kenyataan di lapangan menunjukkan beberapa kendala yang dihadapi guru dalam pengaplikasian Kurikulum 2013. Kendala tersebut peneliti rangkum dalam tabel 1.1 berikut ini:


(23)

Tabel 1.1

Kendala guru kelas I terkait implementasi Kurikulum 2013

Guru kelas I SDN SB

Guru kelas I SDN J

Guru kelas I SDN N

Guru kelas I SDK G

Guru kelas I SDK JB 3 guru kelas I

tidak membuat RPPH untuk mengajar

Guru kelas 1 belum bisa membuat RPPH kurikulum 2013, masih terpaku dengan RPPH KTSP

Guru kelas 1 meminta untuk dibuatkan RPPH kepada mahasiswa. Keterlambatan distribusi buku panduan dan minimnya sosialisasi tentang K13

Guru kelas 1 mengalami kesulitan dalam menyusun rubrik penilaian RPPH

Tabel 1.1 manjelaskan tentang kendala yang dihadapi guru kelas I di lima Sekolah Dasar di Yogyakarta masih kesulitan dalam menerapkan pembelajaran tematik dengan mengacu Kurikulum 2013. Kesulitan guru terutama pada proses penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH), dan guru merasa model pembelajaran yang diterapkan belum sesuai dengan keinginan peserta didik. Paparan dari kelima guru mengatakan bahwa sosialisasi tentang Kurikulum 2013 masih dirasa kurang dan guru juga kebingungan dalam hal penilaian yang termuat dalam Kurikulum 2013. Kebingungan-kebingungan ini bahkan membuat guru di SDN SB tidak menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH) sebelum mengajar di dalam kelas, sehingga dalam mengajar guru hanya terpaku pada materi yang ada pada buku tanpa ada persiapan yang cukup matang dalam mengajar.

Wawancara juga menyinggung tentang pelaksanaan pembelajaran yang diterapkan di kelas. Peneliti melakukan wawancara tidak restruktur dengan siswa kelas I di lima Sekolah Dasar di Yogyakarta untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi siswa pada pelaksanaan pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Hasil wawancara dengan siswa kelas I peneliti rangkum ke dalam tabel 1.2 berikut ini:


(24)

Tabel 1.2

Masalah yang dialami siswa kelas 1 dalam pembelajaran

Siswa kelas I SDN SB

Siswa kelas I SDN J

Siswa kelas I SDN N

Siswa kelas I SDK G

Siswa kelas I SDK BJB Mengalami kebosanan ketika pembelajaran di kelas Ingin bermain dengan teman, dengan alasan pembelajarannya membosankan Tidak konsentrasi ketika pembelajaran karena banyak teman yang mengganggu Ingin belajar sambil bermain di luar kelas

Mengalami kebingungan ketika pembelajaran di kelas

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa siswa kelas I merasa bosan dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Siswa juga mengatakan bahwa ia ingin belajar sambil bermain di luar kelas, sedangkan guru belum dapat mengakomodasi pembelajaran sesuai dengan keinginan siswa. Hal ini peneliti ketahui setelah melakukan wawancara dengan guru kelas I. Peneliti juga menemukan bahwa dalam proses belajar mengajar di dalam kelas guru relatif menggunakan model pembelajaran yang monoton yaitu dengan ceramah dan diskusi yang kemudian membuat siswa menjadi bosan dan kurang antusias dalam pembelajaran. Hal tersebut peneliti temukan saat melakukan wawancara dengan siswa kelas I yang berada di lima Sekolah Dasar di Yogyakarta.

Permasalahan terkait dengan implementasi kurikulum 2013 yang dihadapi guru dan siswa cukup banyak ditemui di lima Sekolah Dasar di Yogyakarta. Peneliti menggali permasalahan yang dialami guru lebih dalam lagi dengan melakukan observasi dan dokumentasi. Observasi peneliti lakukan dengan cara melihat proses pembelajaran di kelas secara langsung yang diterapkan guru. Hasil dari observasi yang telah dilakukan peneliti melihat bahwa guru masih mengalami


(25)

kesulitan ketika menyampaikan pembelajaran dengan mengacu Kurikulum 2013. Pembelajaran yang berlangsung menunjukkan keadaan siswa yang tampak tidak antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari siswa yang sering bermain dengan temannya dan tidak menghiraukan pelajaran, padahal dalam kurikulum 2013 siswa dituntut untuk lebih aktif dalam mengikuti pelajaran. Peneliti menilai bahwa hal ini terjadi karena minimnya media pembelajaran yang digunakan oleh guru yang dapat menarik minat dan perhatian peserta didik.

Peneliti tidak terus berhenti dengan melakukan observasi, peneliti kemudian melakukan dokumentasi untuk melihat kelengkapan perangkat pembelajaran yang dimiliki oleh guru. Hasil dari dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti, dapat diketahui bahwa guru belum memiliki perangkat pembelajaran yang cukup lengkap, bahkan guru belum memiliki rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH) yang merupakan hal terpenting dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Permendiknas No.81A Tahun 2014 menekankan bahwa seorang guru wajib membuat dan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH). Guru dapat mengembangkan RPPH berdasarkan kemampuan peserta didik minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, serta kebutuhan dari peserta didik itu sendiri. Melihat permasalahan di atas guru dapat mengakomodasi kegiatan pada RPPH sesuai dengan minat, kebutuhan, dan latar belakang peserta didik. Salah satu cara yang dapat digunakan oleh guru adalah menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan minat peserta didik melalui kegiatan permainan yang disisipkan dalam RPPH.


(26)

Permainan ialah suatu kegiatan yang menyenangkan yang dilaksanakan untuk kepentingan permainan itu sendiri (Santrock dalam Aulina, 2012). Kegiatan tersebut dilakukan tanpa paksaan dan dengan perasaan senang. Anak akan memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang dapat mengembangkan kemampuan dirinya melalui permainan yang dilakukan (Sujiono, 2010). Kegiatan bermain yang dilakukan dapat mengaitkan kearifan lokal yang ada di sekitar lingkungan anak. Salah satu permainan yang mengakomodasi kearifan lokal adalah dengan memainkan permainan tradisional yang biasa ditemui anak, misalnya seperti: engklek, lari karung, kelereng, bentengan, gobaksodor, jitungan, dan sebaginya. Siswa kelas I pada dasarnya masih memiliki naluri untuk selalu bermain sesuai dengan tahap perkembangannya. Piaget (dalam Majid, 2014) mengungkapkan bahwa anak usia SD urung usia 7-11 tahun berada pada tahap operasional konkret di mana tahapan tersebut ditandai oleh kemampuan berpikir konkret dan mendalam, serta mampu mengklasifikasi dan mengontrol peresepsinya. Melalui kegiatan bermain yang dilakukan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran dapat menggiring peserta didik dalam tahapan yang lebih konkret. Tahap ini merupakan perkembangan yang dapat menjembatani peningkatan pemahaman anak-anak karena interaksi sosialnya (Vygotsky dalam Beaty: 2013).

Uraian permasalahan yang diungkapkan peneliti di atas mengindikasikan bahwa hal krusial yang dibutuhkan guru kelas I di kelima SD di Yogyakarta adalah tentang penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH) berbasis permainan tradisional. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan


(27)

sebuah penelitian dengan judul ”Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH) Berbasis Permainan Tradisional Kelas I SD pada Subtema Gemar Membaca”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas masalah yang dihadapi oleh guru dalam melaksanakan kurikulum 2013 adalah sebagai berikut :

1. Guru mengalami kesulitan tentang pemahaman Kurikulum 2013.

2. Guru kurang optimal dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH) pada Kurikulum 2013.

3. Keterbatasan guru dalam mengatasi peserta didiknya yang masih dalam tahap ingin selalu bermain dan kurang dapat memusatkan perhatian ke dalam pembelajaran.

4. Guru mengalami kesulitan dalam hal penilaian yang terdapat pada Kurikulum 2013.

C. Batasan Masalah

Pembatasan masalah pada penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH) ini dilakukan agar dapat terfokus pada pengembangan. Peneliti hanya akan membatasi masalah pada hal-hal sebagai berikut:

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH) akan dibatasi untuk kelas I, tema kegemaranku, subtema gemar membaca.


(28)

2. Permainan yang dipakai dalam pembelajaran dibatasi pada 3 pembelajaran. Pembelajaran 2 menggunakan permainan engklek, pembelajaran 5 menggunakan permainan lari karung, dan pembelajaran 6 menggunakan permainan ancak-ancak alis.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana model rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH) berbasis permainan tradisional kelas I SD subtema

“Gemar Membaca” ?

E. Tujuan Pengembangan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengembangkan bagaimana model rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH) berbasis permainan tradisional kelas I SD subtema gemar membaca.

F. Manfaat Pengembangan

Pengembangan dengan menggunakan R & D mempunyai manfaat yang cukup besar, baik bagi peneliti, guru, siswa, bagi sekolah maupun Prodi PGSD. 1. Bagi Mahasiswa

Penelitian pengembangan ini memberikan pengalaman dan pengetahuan baru yang dapat dijadikan bekal ketika kelak menjadi seorang guru.


(29)

2. Bagi Guru

Penelitian pengembangan ini dapat dijadikan salah satu alternatif RPPH berbasis permainan tradisional yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran dalam kurikulum 2013.

3. Bagi Siswa

Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH) berbasis permainan tradisional yang telah dikembangkan oleh peneliti, mampu menambah ketertarikan siswa dalam belajar khususnya untuk kelas I dengan materi pada subtema gemar membaca.

4. Bagi Sekolah

Dapat menambah referensi bagi sekolah dalam mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran harian berbasis permainan tradisional.

5. Bagi Prodi PGSD

Menambah bahan pustaka prodi PGSD Universitas Sanata Dharma terkait dengan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis permainan tradisional.

G. Spesifikasi Produk yang dikembangkan

Spesifikasi produk yang akan dihasilkan adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH). Komponen yang terdapat dalam RPPH adalah (1) identitas RPPH, (2) pemetaan kompetensi inti, (3) kompetensi dasar dan indikator pembelajaran, (4) tujuan pembelajaran, (5) materi pembelajaran, (6) pendekatan, metode dan model pembelajaran, (7) media, alat dan sumber pembelajaran, (8)


(30)

langkah-langkah kegiatan pembelajaran, (9) penilaian pembelajaran, (10) lampiran materi, (11) Lembar Kerja Siswa (LKS), (12) soal evaluasi dan (13) kunci jawaban pada setiap pembelajaran. Produk RPPH disusun dengan melihat kebutuhan perkembangan pribadi peserta didik (karakter, keterampilan dan intelektual) yang nampak dalam indikator dan tujuan pembelajaran dengan mengakomodasikan permainan tradisional sebagai ciri khasnya. Permainan tradisional dipilih sebagai metode pembelajaran karena sesuai dengan karakteristik dan perkembangan peserta didik.

Tahap penyusunan RPPH terlebih dahulu dimulai dengan menentukan KI-1 dan KI-2 pada salah satu muatan pelajaran dalam setiap pertemuan. Meskipun, pemerintah tidak menganjurkan untuk memunculkan indikator pada 1 dan KI-2, namun peneliti memunculkan indikator KI-1 dan KI-2 yang bertujuan untuk menguatkan keterampilan sikap peserta didik baik dengan teman, guru, maupun Tuhannya. Penambahan ini dilakukan untuk menanamkan kegiatan pembelajaran dengan menekankan pendidikan karakter di dalamnya. Pendidikan karakter dimuat pada indikator pembelajaran yang dipilih dengan memperhatikan kompetensi dasar dan menggunakan kata kerja operasional sesuai dengan

Taxonomi Bloom sehingga dapat memperjelas guru dalam mencapai tujuan pembelajaran dan membuat penilaian.

Tujuan pembelajaran yang akan dicapai dirumuskan berdasarkan masing-masing indikator pada setiap muatan pelajaran. Tujuan pembelajaran menggunakan kata kerja operasional, sehingga memudahkan guru untuk mengukur dan menilai kegiatan pembelajaran baik dari aspek sikap, pengetahuan


(31)

dan keterampilan peserta didik. Tujuan pembelajaran juga memuat unsur A

(audience) yang menunjukkan kegiatan ditujukan untuk siswa, B (behavior) yang menunjukkan kemampuan yang harus dikuasai siswa, C (conditions) yang menunjukkan sikap atau keterampilan yang akan diamati, dan D (degree) yang bertujuan menunjukkan tingkatan keterampilan yang akan diukur guru. Unsur-unsur tersebut akan memudahkan guru dalam memberikan materi dalam pencapaian target pembelajaran. Materi yang terdapat dalam setiap pertemuan mengandung beberapa muatan pembelajaran tergantung pada jadwal di setiap pertemuan. Materi dalam RPPH ditulis menggunakan poin-poin untuk setiap muatan pembelajaran berisi isi pokok materi pembelajaran. Materi disesuaikan dengan tema pembelajaran dan tingkat perkembangan peserta didik dengan menggunakan pendekatan yang sesuai.

Pendekatan yang digunakan pada setiap pertemuan menggunakan pendekatan saintifik dan tematik terpadu. Pendekatan saintifik dipilih karena sesuai dengan ketentuan pada kurikulum 2013 yang sedang berjalan. Pendekatan saintifik ini dapat melatih peserta didik dalam menemukan solusi dari setiap permasalahan yang ditemukan, guru hanya sebagai fasilitator. Guru dapat membedakan dengan jelas metode ilmiah dalam pendekatan saintifik yaitu mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengomunikasikan yang telah penulis cantumkan pada langkah-langkah pembelajaran. Selain menggunakan pendekatan saintifik, peneliti juga mengiakan pendekatan tematik. Pendekatan tematik terlihat dari materi pembelajaran yang saling terintegrasi antar muatan pembelajaran satu dengan lainnya dengan mengacu pada satu tema besar. Model


(32)

pembelajaran yang digunakan adalah discovery learning. Pemilihan model tersebut berdasarkan kegiatan pembelajaran yang menuntut siswa untuk menemukan sendiri pemahamannya. Metode pembelajaran yang digunakan secara keseluruhan berjumlah 6 yaitu, ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, presentasi dan permainan tradisional yang merupakan ciri khas dalam produk RPPH. Namun, tidak semua metode digunakan secara bersamaan dalam satu pertemuan. Penggunaan metode pembelajaran disesuaikan dengan materi dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan.

Permainan tradisional disisipkan dalam produk RPPH ini dengan tujuan menyesuaikan tingkat perkembangan dan minat peserta didik. Penggunaan permainan tradisional membantu guru dalam menanamkan pendidikan karakter pada peserta didik. Permainan tradisional memuat pendidikan karakter, karena permainan tersebut secara tidak langsung mengajarkan peserta didik dalam proses berinteraksi dengan teman, bekerja sama dengan teman, dan mengikuti aturan permainan. Proses tersebut dapat menimbulkan kebiasaan peserta didik untuk bekerja dalam kelompok bukan menjadi peserta didik yang individualis. Permainan yang dimasukkan dalam RPPH berjumlah 3 yaitu permainan engklek yang terdapat pada pembelajaran 2, lari karung pada pembelajaran 5, dan pada pembelajaran 6. Permainan tersebut dipilih karena memuat budaya lokal dan cukup dikenal oleh peserta didik. Permainan ini tidak membutuhkan alat penunjang permainan yang mahal dan sulit dicari, selain itu permainan ini sesuai untuk menjelaskan materi yang terdapat pada subtema gemar membaca. Peneliti sudah memodifikasi aturan main dalam permainan, hal ini dilakukan agar dapat


(33)

menjelaskan materi yang dipilih. Setiap aturan permainan telah terlampir pada produk RPPH disertai dengan penilaian yang termuat di dalamnya.

Penilaian pembelajaran disusun dengan jelas dan memperhatikan aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan. Penilaian berisi teknik penilaian (tes tertulis tidak tertulis, dan keterampilan/unjuk kerja), instrumen penilaian (soal, kunci jawaban, rubrik penilaian). Penilaian dibuat untuk setiap indikator, sehingga semua indikator dapat diukur dengan jelas. Peneliti juga memberikan pedoman penilaian pada setiap indikator yang diukur, hal ini dilakukan untuk memudahkan guru dalam memberikan penilaian pada RPPH.

Produk RPPH dibuat dalam satu sutema yaitu “Gemar Membaca” yang

terdiri dari 6 pertemuan. Masing-masing pertemuan mengandung muatan yang berbeda, sehingga memiliki tujuan pembelajaran dan metode yang berbeda-beda. Pertemuan pertama, materi pembelajaran menekankan pada kebiasaan membaca dan bercerita tentang kegemaran dalam membaca, setelah itu peserta didik diajak untuk membuat buku kegemaran. Metode yang digunakan lebih pada diskusi tanya jawab tentang kegemaran membaca dan demonstrasi tentang buku kegemaran yang dibuat. Pertemuan kedua, materi pembelajaran difokuskan pada kegiatan bermain dengan kartu kata dengan bantuan permainan engklek dan melakukan penghitungan hasil wawancara. Metode yang digunakan lebih pada ceramah, permainan, pemberian tugas, diskusi, tanya jawab dan demonstrasi. Pertemuan ketiga, berisi tentang kegiatan membaca puisi dan membuat gambar ilustrasi Kegiatan bercerita hobi anggota keluarga dilakukan melalui tanya jawab dan presentasi. Pertemuan keempat, peserta didik diajak untuk mengenali


(34)

jenis-jenis bacaan dan membuat gambar ilustrasi berupa sampul buku. Metode yang di pakai dalam pembelajaran ini adalah ceramah, penugasan diskusi tanya jawab dan demonstrasi. Pertemuan kelima, peserta didik akan menyusun kata, melakukan gerak lokomotor dan mengikuti peraturan dalam permainan lari karung, setelah itu peserta didik akan membuat pohon kata. Metode yang digunakan dalam pertemuan ini adalah lebih pada permainan lari karung yang akan menerangkan peserta didik dalam menyusun kata, melakukan gerak lokomotor dengan memahami peraturan yang ada dalam permainan. Pertemuan terakhir, yaitu pertemuan ke enam lebih pada evaluasi. Materi yang termuat pada pertemuan ini adalah mengenal panjang pendek dan menghitung jumlah suku kata, menceritakan gambar hasil karya sendiri dan teman serta menggambar berdasarkan tema yang telah ditentukan. Peneliti menggunakan permainan ancak-ancak alis untuk materi mengenal panjang pendek dan menghitung jumlah suku kata.

H. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Desain pembelajaran adalah suatu rancangan atau teknik untuk mencapai sebuah tujuan dengan menggunakan model atau media sebagai penunjang. 2. Kurikulum 2013 adalah kurikulum baru yang dirancang oleh Kementrian

Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia dengan menggunakan pendekatan tematik integratif dan pendekatan saintifik.


(35)

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH) adalah rencana pembelajaran yang disusun setiap hari yang akan digunakan dalam proses pembelajaran.

4. Pendekatan saintifik adalah pendekatan yang menggunakan metode ilmiah dalam kegiatan pembelajaran. Metode ini memuat kegiatan 5M di dalamnya yaitu menanya, mengamati, menalar, mencoba, dan mengomunikasikan. 5. Pendekatan tematik terpadu adalah pendekatan yang menghubungkan antara

pembelajaran satu dengan pembelajaran lainnya, sehingga saling terkait satu sama lain.

6. Permainan Tradisional adalah kekayaan bangsa yang mempunyai nilai-nilai luhur untuk dapat diwariskan kepada anak-anak sebagai generasi penerus. 7. Permainan tradisional engklek adalah permainan yang dimainkan dengan

cara melompat pada suatu bidang datar dengan menggunakan satu kaki. Permainan ini biasanya dimainkan lebih dari satu orang dengan menggunakan gacuk sebagai sarana

8. Permainan tradisional lari karung adalah permainan yang dimainkan dengan cara melompat menggunakan karung. Biasanya dimainkan saat Hut Kemerdekaan.

9. Permainan tradisional ancak-ancak alis adalah permainan tradisional Jawa yang dimainkan lebih dari 2 orang dengan berjalan mengitari gapura diiringi lagu dalam memainkannya.


(36)

18

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini akan membahas empat bagian pendahuluan dari penelitian ini, yaitu: teori yang mendukung, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan pertanyaan penelitian. Bagian-bagian tersebut akan dijabarkan sebagai berikut:

A. Teori yang Mendukung

Teori yang mendukung memaparkan tentang belajar, teori belajar konstruktivisme, kurikulum, perkembangan kurikulum di Indonesia, kurikulum 2013, pendekatan saintifik, pendekatan tematik terpadu, penilaian otentik, pembagian materi, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, bahan ajar, lembar kerja peserta didik, dan permainan tradisional.

1. Belajar

Teori belajar dapat membantu guru dalam memahami bagaimana peserta didik dalam belajar. Pemahaman cara belajar dapat membantu proses belajar menjadi lebih efektif, efisien, dan produktif (Abdullah, 2013). Belajar merupakan subah perubahan perilaku yang dilakukan seseorang. Skinner (dalam Dimyati & Mudjiono, 2006) berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat seseorang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, jika seseorang tidak belajar maka responsnya akan menurun. Belajar dapat mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik seseorang. Daryanto dan Raharjdo (2012) mengungkapkan belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang digambarkan sebagai suatu pola berupa keterampilan, sikap, kebiasaan, kecakapan atau pemahaman. Pendapat yang sama juga diungkapkan


(37)

oleh Gadne (dalam Dimyati & Mudjiono, 2006) yang mengungkapkan hawa belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Belajar memberikan hasil berupa keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Belajar juga dapat menjadi sebuah pengalaman yang bermakna dan tak terlupakan. Piaget (dalam Semiawan, 2008) mengungkapkan bahwa belajar merupakan adaptasi yang holistik dan bermakna yang timbul dari diri seseorang terhadap situasi yang baru, sehingga seseorang tersebut mengalami perubahan yang relatif bersifat permanen.

Pendapat para ahli di atas senada dengan pendapat yang di paparkan oleh Yamin (2005) yang mengungkapkan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku seseorang akibat dari pengalaman yang ia dapat melalui pengamatan, pendengaran, membaca, dan meniru. Perubahan perilaku tersebut didasarkan dengan adanya proses pengalaman dan latihan seseorang. Proses belajar tersebut juga diungkapkan oleh Djamarah dan Zain (2010) yang mengatakan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan.

Pendapat para ahli di atas mengungkapkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku/kepribadian seseorang sebagai hasil dari kejadian-kejadian atau pengalaman yang telah dialami seseorang di lingkungannya. Perubahan yang dialami umumnya bersifat permanen, sehingga perlu adanya proses pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian seseorang menjadi lebih baik dan terarah. Hal ini dikarenakan adanya hubungan yang erat antara proses pembelajaran dalam dunia pendidikan dengan pengalaman seseorang.


(38)

2. Teori Belajar Kontruktivisme

Kontruktivisme berhubungan dengan peristiwa yang kita alami sehari-hari. Suyono dan Hariyanto (2011) beranggapan bahwa kontruktivisme berlandaskan melalui pengalaman, peserta didik dapat membangun dan mengonstruksi pengetahuan serta pemahaman sesuatu hal dengan pengalaman yang dialaminya. Peserta didik akan memperoleh kesempatan memahami sesuatu dengan membangun pengetahuan yang dimilikinya didorong dengan didukung dengan lingkungan sekitar mereka. Teori belajar konstruktivisme adalah teori belajar yang memandang bahwa setiap peserta didik membentuk pemahaman melalui apa yang mereka pelajari sendiri dari suatu pengetahuan maupun keterampilan (Schunk, 2012). Menurut Tugde dan Scrimsher dalam (Schunk: 2012) Kegiatan pembelajaran pada teori ini lebih banyak menempatkan penekanan pada kegiatan di lingkungan sosial sebagai fasilitator perkembangan. Teori konstruktivisme yang paling disoroti adalah teori yang diungkapkan oleh Piaget dan Vygotsky.

Piaget beranggapan bahwa perkembangan anak yang bermakna akan membangun struktur kognitifnya untuk memahami dan menanggapi pengalaman dalam lingkungannya. Struktur kognitif anak akan meningkat sesuai dengan perkembangan usianya menuju aktivitas mental yang lebih kompleks. Berkaitan dengan pengajaran di sekolah, menurut teori ini guru harus menekankan pentingnya peran pengalaman bagi anak, atau interaksi anak dengan lingkungan sekitarnya. Menurut Suyono dan Hariyanto (2011) yang beranggapan bahwa dengan mencermati peran penting konsep yang fundamental seperti kelestarian objek-objek, serta permainan-permainan yang mendukung struktur kognitif anak


(39)

dapat memunculkan pengalaman bagi anak yang tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, guru dapat mengoptimalkan kegiatan belajar melalui permainan untuk mendukung kegiatan pembelajaran di dalam kelas.

Vygotsky beranggapan bahwa lingkungan sosial sebagai penentu perkembangan individu. Interaksi dengan lingkungan dan teman sebaya akan meningkatkan perkembangan intelektual individu. Sesuai dengan konsep ZPD

(Zone of Proximal Develompment) yang menyatakan adanya perbedaan antara apa yang dilakukan peserta didik sendiri dengan apa yang dapat dilakukan peserta didik dengan bantuan orang lain. Orang lain yang dimaksud adalah teman sebaya, guru, dan orang tua (Schunk:2012). Pendapat yang diungkapkan oleh Piaget dan Vygotsky dapat dilihat dengan jelas melalui tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1

Perbandingan teori Piaget dan Vygotsky

Paget Vygotsky

Konteks sosial-budaya Kurang ditekankan Sangat ditekankan

Kontruktivisme Kontruktivisme positif Kontruktivisme sosial

Perkembangan kognitif Perkembangan kognituf sebagai akibat eksplorasi dan peserta didik membangun pengetahuannya

Perkembangan kognitif muncul akibat interaksi sosial

Pengaruh budaya Perkembangan kognitif bersifat universal

Perkembangan kognitif bervareasi

Tahapan Menekankan pada tahapan Tidak ada tahapan

Peranan bahasa Kurang berperan Sangat berperan membentuk

pikiran

Proses kunci Skematis, asimilasi,

akomodasi, operasi, kekekalan, klasifikasi, hipotesis-deduktif

Bahasa, dialog, alat budaya zona perkembangan

Interaksi dengan orang lain Teman sejawat dibutuhkan sebagai agen perubahan

Arang dewasa dibutuhkan sebagai agen perubahan

Proses Proses individu menjadi proses

sosial

Proses sosial menjadi proses psikologi individu

Sumber: Abdullah (2006)

Paparan mengenai pendekatan konstruktivis di atas, menjelaskan bahwa tugas guru berperan sebagai fasilitator. Fasilitator mempunyai peran untuk


(40)

menyediakan bimbingan dan menciptakan lingkungan yang kondusif dalam mendukung peserta didik memperoleh pengetahuannya. Guru dapat memfasilitasi anak untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan teman sebayanya. Pembelajaran kolaboratif akan lebih bermakna dari pada kompetitif, sehingga akan mengurangi persaingan antar peserta didik. Penerapan pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) dapat memudahkan peserta didik dalam menemukan dan memahami konsep-konsep yang dianggap sulit (top down process). Oleh karena itu, guru harus melibatkan peserta didik dalam pengalaman belajar yang dapat memunculkan pengetahuan awal kemudian mendorong terjadinya kerja sama untuk menyimpulkan masalah dan meningkatkan pengetahuannya.

3. Kurikulum

Kurikulum dapat dijadikan salah satu acuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Hidayat (2013) mengungkapkan bahwa Kurikulum merupakan salah satu instrumental input dalam mencapai tujuan pendidikan nasional yang dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Pengertian Kurikulum menurut Hidayat, hampir sama dengan yang termuat dalam Permendikbud (2014) bahwa Kurikulum merupakan bagian yang penting dalam pendidikan yang memberikan sumbangan dalam mewujudkan proses berkembangnya kualitas dan potensi dari peserta didik. Kurikulum dibuat sebagai pedoman untuk memudahkan guru dalam memilah-milah materi dan proses pembelajaran guna mencapai tujuan tertentu.

Pendapat senada diungkapkan oleh Mulyasa (2006), yang mengungkapkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan terkait dengan


(41)

tujuan, kompetensi dasar, materi standar, hasil belajar, dan cara yang akan digunakan sebagai pedoman dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan dari pendidikan tersebut. Kurikulum berisi rencana dan peraturan dalam pendidikan, sesuai dengan UU No.20 Tahun 2003. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Sanjaya (2008) yang mengungkapkan bahwa Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan pendidikan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan guru sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.

Berbeda dengan para ahli di atas, menurut Arifin (2011) kurikulum adalah segala kegiatan dan pengalaman yang mencakup kegiatan belajar seseorang serta segala sesuatu yang berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian peserta didik, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Kegiatan ini didasarkan atas tanggung jawab sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Pendapat berbeda juga diungkapkan oleh Caswel dan Campbell (dalam Hidayat, 2013) mereka mengungkapkan bahwa kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata, yang dibuat dan terjadi dalam proses pendidikan itu sendiri. Hampir sama dengan pendapat Caswel dan Campbell, menurut Focus Mangunwijaya VII (2013) kurikulum adalah seluruh pengalaman yang akan direncanakan dan dialami oleh peserta didik dalam proses pembelajaran yang terjadi di lingkungannya.

Paparan yang telah diungkapkan para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kurikulum merupakan segala sesuatu yang sudah direncanakan secara


(42)

matang oleh pihak yang berwenang untuk dijadikan acuan dalam kegiatan belajar mengajar sampai dengan tujuan pembelajaran itu sendiri, harus memperhatikan aspek perkembangan peserta didik. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan jika kurikulum dapat berkembang sesuai tuntutan zaman. Perkembangan dan perubahan kurikulum pada prinsipnya karena pendidikan bertujuan menyiapkan peserta didik agar dapat bersaing sesuai keadaan zaman. Menurut (Fadillah: 2014) perkembangan kurikulum menjadi solusi terhadap persoalan yang dihadapi bangsa, karena berhasil atau tidaknya sebuah pendidikan sangat tergantung pada kurikulum yang berlaku.

4. Perkembangan Kurikulum di Indonesia

Perubahan Kurikulum di Indonesia selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman. Dikti (2012) mencatat perjalanan perubahan kurikulum di Indonesia sudah sejak tahun 1945 hingga tahun 2006. Data terakhir menyebutkan perubahan terakhir adalah kurikulum 2013 yang sekarang telah di laksanakan. Perubahan kurikulum tersebut merupakan dampak dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi dan IPTEK dalam masyarakat. Kurikulum sebagai perangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan perubahan yang terjadi di masyarakat saat ini.

Perubahan kurikulum di Indonesia sudah terjadi sebanyak sepuluh kali mulai tahun 1945 hingga 2014. Rencana Pelajaran 1947 adalah kurikulum yang pertama kali yang dibuat di Indonesia (Trianto, 2010). Istilah yang sering digunakan adalah rencana pelajaran. Kurikulum ini memuat 2 Unsur pokok, yaitu (1) daftar jam pelajaran atau struktur program, (2) garis-garis besar program


(43)

pengajaran (Suparlan, 2011). Pembelajaran dalam kurikulum ini lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat dari pada pengetahuan. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, namun lebih memperhatikan terhadap kesenian dan pendidikan jasmani (Trianto, 2009).

Perubahan yang kedua adalah Kurikulum 1952. Rencana pelajaran pada kurikulum 1952 dibuat lebih rinci lagi pada setiap pelajarannya, kurikulum ini lebih dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. Setiap mata pelajaran kurikulum ini diajarkan oleh satu orang guru dan silabus untuk mata pelajarannya sangat jelas. Pada masa ini dibentuk kelas masyarakat yaitu sekolah khusus bagi lulusan Sekolah Rakyat (SR) 6 Tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas ini mengajarkan anak yang tidak mampu melanjutkan sekolah ke jenjang SMP, namun bisa langsung bekerja (Trianto, 2009).

Perubahan yang ketiga adalah Rencana Pelajaran 1958. Rencana Pelajaran 1958 merupakan penyempurnaan dari Rencana Pelajaran 1950. Kurikulum ini digunakan sampai dengan tahun 1964 (Suparlan, 2011). Perubahan yang keempat,

adalah Rencana Pendidikan 1964. Rencana Pendidikan 1964 merupakan penyempurnaan dari kurikulum Rencana Pelajaran 1958. Dalam kurikulum ini terdapat pembagian kelompok cipta, rasa, karsa, dan krida. Pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida, yaitu hari peserta didik diberi kebebasan berlatih kegiatan di bidang kebudayaan, kesenian, olah raga, dan permainan, sesuai minat peserta didik.


(44)

Perubahan yang kelima, adalah Kurikulum 1968. Kurikulum ini merupakan kurikulum terpadu yang pertama di Indonesia. Beberapa mata pelajaran Ilmu Hayat dan Ilmu Alam mengalami perubahan menjadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau yang sekarang sering disebut sains. Struktur program kurikulum ini dibagi menjadi 3, yaitu: Pembinaan jiwa Pancasila yang meliputi, (1) Pendidikan Agama, (2) Pendidikan Kewargaan Negara, (3) Pendidikan Bahasa Indonesia, (4) Bahasa Daerah, dan (5) Pendidikan oleh raga; Pengetahuan dasar meliputi, (1) Berhitung, (2) IPA, (3) Pendidikan Kesenian, (4) Bahasa Daerah, dan (5) Pendidikan Olahraga; Kecakapan khusus meliputi mata pelajaran pendidikan khusus. Pada kurikulum ini, untuk pertama kali istilah kurikulum digunakan di Indonesia (Suparlan, 2011).

Kurikulum 1975 adalah perubahan yang keenam yang dilakukan pemerintah. Kurikulum ini lahir berdasarkan ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 tentang GBHN 1973, dengan tujuan pendidikan, yaitu membentuk manusia Indonesia untuk pembangunan nasional di berbagai bidang Struktur program untuk SD meliputi bidang studi (1) Agama, (2) Pendidikan Moral Pancasila, (3) Bahasa Indonesia, (4) IPS, (5) Matematika, (6) IPA, (7) Olahraga dan kesehatan, (8) Kesenian, dan (9) Keterampilan Khusus. GBPP (Garis-garis Besar Program Pengajaran) kurikulum ini dikenal dengan format yang rinci (Suparlan: 2011). Kurikulum ini sudah membuat pedoman pembelajaran yang tertuang dalam PSSI. Menurut (Trianto, 2009) metode, materi, dan tujuan pelajaran dalam kurikulum 1975 tertuang secara gamblang dalam Prosedur


(45)

Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), kemudian lahir Rencana Pelajaran setiap satuan bahasan.

Perubahan ketujuh adalah penerapan Kurikulum 1984. Kurikulum 1984 merupakan penyempurnaan dari kurikulum 1975. Kurikulum ini berlaku berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0461/U/1983 tanggal 22 Oktober 1983 tentang Perbaikan Kurikulum. Kurikulum 1984 memiliki 4 aspek yang disempurnakan, yaitu: (1) pelaksanaan PSPB, (2) penyesuaian tujuan dan struktur program kurikulum, (3) pemilihan kemampuan dasar serta keterpaduan dan keserasian antara ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, (4) pelaksanaan pelajaran berdasarkan keruntutan belajar yang disesuaikan dengan kecepatan belajar masing-masing peserta didik (Suparlan: 2011). Kurikulum ini sudah mulai mengaktifkan peserta didik. Menurut (Trianto, 2009) Kurikulum ini mengusus process skills approach yang memosisikan peserta didik pada subyek belajar. Dari hal-hal yang bersifat mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Hal ini menimbulkan sasana belajar yang aktif pada peserta didik.

Perubahan yang kedelapan adalah Kurikulum 1994. Trianto (2010) mengungkapkan bahwa kurikulum 1994 diberlakukan awal pelita VI. Dikti (2012) menuliskan bahwa yang melatar belakangi berlakunya kurikulum 1994 adalah sebagai berikut: Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan Undang-Undang, alasan kedua adalah untuk mewujudkan pembangunan nasional di bidang


(46)

pendidikan, diperlukan peningkatan dan penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan nasional, yang disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, perkembangan masyarakat, serta kebutuhan pembangunan. Alasan terakhir adalah dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Perubahan kesembilan, adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004. Kurikulum 2004 menurut (Suparlan, 2011) belum diterapkan di seluruh sekolah di Indonesia. Kurikulum ini menekankan pengembangan kemampuan melakukan tugas-tugas dengan standar performasi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK memiliki empat komponen, yaitu Kurikulum dan Hasil Belajar (KHB), Penilaian Berbasis Kelas (PBK), Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), dan Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah (PKBS). Pada kurikulum ini lahir metode pembelajaran PAKEM dan CTL, serta penilaian memadukan keseimbangan kognitif, psikomotorik, dan afektif dengan penekanan penilaian berbasis kelas (Trianto, 2009).

Perubahan kesepuluhadalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006. Suparlan (2011) mengungkapkan bahwa kurikulum ini merupakan pengembangan dari KBK. Kurikulum ini menggunakan Standar isi dan proses sebagai acuan dalam penyusunan kurikulum ini dikembangkan oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan). KTSP disusun oleh satuan pendidikan sekolah/madrasah bersama dengan semua pemangku kepentingan di sekolah dengan mengacu kepada standar isi dan proses dalam PP Nomor 19 Tahun 2005


(47)

tentang Standar Nasional Pendidikan. Tujuan pendidikan pada kurikulum KTSP menekankan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan yang lebih lanjut (Trianto, 2010). Trianto juga menjelaskan bahwa ada tujuh prinsip pengembangan KTSP, (1) berpusat pada potensi, pengembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dengan lingkungannya; (2) beragam dan terpadu; (3) tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni; (4) berkaitan dengan kebutuhan kehidupan; (5) menyeluruh da berkesinambungan; (6) Long Life Education; dan (7) seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Perubahan-perubahan kurikulum yang telah dijabarkan di atas merupakan perubahan kurikulum yang sudah dilakukan di Indonesia. Perubahan kurikulum memang selayaknya dilakukan, sesuai yang tertulis dalam Dikti (2012) bahwa kurikulum memang harus diubah karena kurikulum harus dapat mengadaptasi perubahan-perubahan dari kemajuan zaman dan teknologi. Perubahan-perubahan kurikulum tersebut di rangkum dalam tabel 2.2.

Tabel 2.2

Perubahan Kurikulum di Indonesia

Tahun Nama Kurikulum Ide Pokok

1947 Rencana Pembelajaran

1947

Memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan pelajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Garis-garis besar pengajarannya ada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dan murid mempelajari.

Orde Baru 1968

Kurikulum 1968 Pendidikan pas masa ih lebih ditekankan untuk

membentuk manusia Pancasila sejati.

1975 Kurikulum 1975 Menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif

dan efisien. Kurikulum 1975mempertegas tujuan pembelajaran setiap mata pelajaran.

1984 Kurikulum 1984 Dalam Kurikulum 1984 peserta didik diposisikan sebagai

subyek belajar dari hal-hal yang bersifat mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan, menjadi bagian penting proses belajar mengajar, inilah yang disebut konsep Cara Belajar Siswa Aktif.

1994 Kurikulum 1994 Kurikulum 1994 menggunakan pendekatan proses


(48)

Tahun Nama Kurikulum Ide Pokok

berfungsi mengembangkan kemampuan peserta didik yang dianggap perlu di daerahnya.

Orde Reformasi 2004

Kurikulum 2004 Kurikulum ini menekankan kepada pengembangan

kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh Peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.

2006 Kurikulum 2006 Strategi pengembangan dalam Kurikulum 2006

mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. Model pembelajaran yang digunakan yaitu model pembelajaran tematik dan model pendekatan mata pelajaran.

Sumber: Dikti (2012)

Tabel 2.2 tersebut mengenai perubahan-perubahan kurikulum di Indonesia beserta ide pokok pada setiap kurikulum yang digunakan. Perubahan-perubahan kurikulum tersebut dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik lagi. Pemerintah sekarang ini juga sedang memperbaiki kurikulum 2006 dengan diberlakukannya kurikulum baru yaitu Kurikulum 2013. Perubahan ini berupaya untuk menyempurnakan sistem pendidikan di Indonesia.

5. Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum pengganti yang diharapkan dapat menyempurnakan Kurikulum sebelumnya. Muhammad Nuh (dalam Indratno, 2013) menyatakan bahwa Kurikulum 2013 merupakan langkah pengembangan dari kurikulum yang sebelumnya. Kurikulum 2013 disusun sebagai penyempurna pola pikir, penguatan tata kelola kurikulum, pendalaman dan perluasan materi, penguatan proses pembelajaran, dan penyesuaian beban belajar agar dapat menjamin kesesuaian antara apa yang diinginkan dengan apa yang dihasilkan. Pengembangan ini dilakukan untuk mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi tantangan zaman dalam bentuk eksternal maupun internal. Menurut


(49)

(Fadlillah: 2014) Kurikulum 2013 bertujuan untuk menyiapkan siswa menghadapi tantangan masa depan dan berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat dengan membekali mereka ilmu pengetahuan dan teknologi serta keterampilan yang memadai. Tantangan zaman yang dimaksud adalah perkembangan teknologi yang sangat pesat, dengan demikian Kurikulum 2013 diharapkan mampu menjadi jawaban atas globalisasi bagi dunia pendidikan.

a. Rasional dan Elemen Perubahan Kurikulum 2013

Rasional perubahan Kurikulum 2013 dilakukan dengan pertimbangan adanya tantangan-tantangan yang dihadapi, tantangan tersebut baik internal maupun eksternal. Ada 8 (delapan) standar dalam pendidikan yang dianggap mempengaruhi kondisi pendidikan di Indonesia. Delapan standar tersebut adalah standar pengelolaan, standar biaya, standar sarana prasarana, standar pendidik, dan standar kompetensi lulusan. Standar-standar tersebut menjadi tantangan dari dalam untuk suatu pendidikan (Kemendikbud, 2013a).

Perkembangan penduduk di Indonesia dari sisi pertumbuhan penduduk, dan usia produktifitasnya juga demikian. Meningkatnya pertumbuhan usia produktif perlu diisi dengan pengembangan kompetensi dan keterampilan juga, dengan demikian akan membantu kemajuan negara dengan baik apa bila penduduknya memiliki kompetensi dan keterampilan yang baik pula (Kemendikbud, 2013a). Tantangan lainnya adalah tantangan eksternal yang muncul dari luar dunia pendidikan, seperti bayang-bayang masa depan, kompetensi yang diperlukan kelak, persepsi masyarakat, perkembangan pengetahuan dan pedagogi, bahkan pengaruh-pengaruh negatif dari luar. Jika diuraikan lebih dalam maka


(50)

masalah-masalah ini akan jeruji pada dampak globalisasi yang sedang merajarela, seperti kemajuan teknologi yang pasti mengandalkan kompetensi dari seseorang, sehingga menimbulkan resepsi bahwa pengetahuan adalah segalanya. Jika sudah demikian, seorang pelajar mungkin akan stres karena beban prestasi ini, lalu mungkin juga pengaruh-pengaruh fenomena negatif seperti tawuran pelajar, narkoba, korupsi, dan lain-lain. Beberapa hal tersebut menjadi perhatian dunia pendidikan sehingga diharapkan Kurikulum 2013 dapat menjadi jembatan bagi pendidikan membuat peserta didik memiliki arah dalam mempersiapkan diri untuk masa depan. (Kemendibud, 2013a)

Tantangan internal dan eksternal di atas adalah dua hal yang harus dihadapi seiring dengan perkembangan zaman yang sangat cepat. Akan tetapi alasan lain pentingnya perubahan kurikulum adalah kesenjangan yang sedang terjadi saat ini, kesenjangan-kesenjangan kurikulum yang terjadi akan ditunjukkan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2.3.

Identifikasi Kesenjangan Kurikulum

KURIKULUM SEBELUM K13 KONSEP IDEAL

A. KOMPETENSI LULUSAN

1 Belum sepenuhnya menekankan

pendidikan karakter

1 Berakhlak mulia

2 Belum menghasilkan keterampilan sesuai

kebutuhan

2 Keterampilan yang relevan

3 Pengetahuan-pengetahuan lepas 3 Pengetahuan-pengetahuan terkait

B. MATERI PEMBELAJARAN

1 Belum relevan dengan kompetensi yang

dibutuhkan

1 Relevan dengan kompetensi yang

dibutuhkan

2 Beban belajar terlalu berat 2 Materi esensial

3 Terlalu luas, kurang mendalam 3 Sesuai dengan tingkat perkembangan anak

C. PROSES PEMBELAJARAN

1 Berpusat pada Guru 1 Berpusat pada peserta didik

2 Reses pembelajaran berorientasi pada

buku teks

2 Sifat pembelajaran yang kontekstual

3 Buku teks hanya memuat materi bahasan 3 Buku teks memuat materi dan proses

pembelajaran, sistem penilaian serta kompetensi yang diharapkan


(51)

KURIKULUM SEBELUM K13 KONSEP IDEAL D. PENILAIAN

1 Menekankan aspek kognitif 1 Menekankan aspek kognitif, afektif,

psikomotorik secara proporsional

2 Tes Menjadi cara penilaian yang

dominan

2 Penilaian tes pada portofolio saling melengkapi

E. PENDIDIKAN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

1 Memenuhi kompetensi profesi saja 1 Memenuhi kompetensi profesi, pedagogi,

sosial, dan personal

2 Fokus pada ukuran kinerja PTK 2 Motivasi mengajar

F. PENGELOLAAN KURIKULUM

1 Satuan pendidikan mempunyai

pembebasan dalam pengelolaan kurikulum

1 Pemerintah pusat dan daerah memiliki

kendali kualitas dalam pelaksanaan kurikulum di tingkat satuan pendidikan

2 Masih dapat kecenderungan satuan

pendidikan menyusun kurikulum tanpa mempertimbangkan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan potensi daerah

2 Satuan pendidikan mampu menyusun

kurikulum dengan mempertimbangkan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan peserta didik, dan potensi daerah

3 Pemerintah hanya menyiapkan sampai

standar isi mata pelajaran

3 Pemerintah menyiapkan semua komponen

kurikulum sampai buku dan pedoman Sumber: Mulyasa (2013)

Melihat tantangan-tantangan yang dihadapi serta kesenjangan yang terjadi saat ini, perlu adanya pola pikir dalam dunia pendidikan misalnya dari pembelajaran yang umumnya tradisional diubah dengan pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik dan dengan memanfaatkan potensi loka yang ada di sekitar. Mengenai penguatan tata kelola dengan belajar dari pengalaman diterapkannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sehingga fungsi guru, peserta didik serta pegawai lainnya lebih jelas bahwa dalam kurikulum nantinya, semua dibuat berdasarkan standar nasional. Pendalaman dan perluasan materi dilakukan karena berdasarkan studi PISA tahun 2009, bahwa pelajar Indonesia hanya mampu mencapai level 3 (tiga) dalam belajarnya. Sangat jauh dari negara-negara lainnya. Pendalaman dan perluasan materi sangat penting dilakukan untuk menghindari ketertinggalan (Kemendikbud, 2013a).


(52)

Perubahan kurikulum perlu disesuaikan dengan kondisi masa depan, kondisi pendidikan saat ini dianggap kurang untuk mempersiapkan masa depan sehingga perlu dilakukan pergeseran proses pembelajaran. Kemendikbud (2013a) menuliskan pergeseran proses diarahkan menjadi; (1) dari berpusat pada guru menuju berpusat pada peserta didik/peserta didik; (2) dari satu arah menuju interaktif; (3) dari isolasi menuju lingkungan jejaring; (4) dari pasif menuju aktif-menyelidiki; (5) dari maya/abstrak menuju konteks dunia nyata; (6) dari pembelajaran pribadi menuju pembelajaran berbasis tim; (7) dari luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterkaitan; (8) dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke segala penjuru; (9) dari alat tunggal menuju alat Multimedia; (10) dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif; (11) dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan; (12) dari usaha sadar menu jamak; (13) dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak; (14) dari kontrol berpusat menuju otonomi dan kepercayaan; (15) dari pemikiran faktual menuju kritis; (16) dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan.

Sejalan dengan itu pergeseran proses pembelajaran seperti di atas, perlu juga dilakukan penyempurnaan pola pikir dan penggunaan pendekatan baru dalam perumusan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Perumusan SKL da dalam KBK 2004 dan KTSP 2006 yang diturunkan dari Standar Isi (SI) harus diubah menjadi perumusan yang diturunkan dari kebutuhan. Penyempurnaan pola pikir perumusan kurikulum dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut ini:


(53)

Tabel 2.4.

Penyempurnaan Pola Pikir

No. KBK 2004 KTSP 2006 Kurikulum 2013

1 Standar Kompetensi Lulusan diturunkan

dari Standar Isi

Standar Kompetensi Lulusan diturunkan dari kebutuhan

2 Standar Isi dirumuskan berdasarkan

Tujuan Mata Pelajaran (Standar

Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran) yang dirinci menjadi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran

Standar Isi diturunkan dari Standar Kompetensi Lulusan melalui Kompetensi Inti yang bebas mata pelajaran

3 Pemisahan antar mata pelajaran

pembentukan sikap, pembentukan keterampilan, dan pembentukan pengetahuan

Semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan

4 Kompetensi diturunkan dari mata pelajaran Mata pelajaran diturunkan dari kompetensi

yang Iin dicapai

5 Mata pelajaran lepas satu dengan yang

lain, seperti sekumpulan mata pelajaran terpisah

Semua mata pelajaran diikat oleh Kompetensi Inti (tiap kelas) Sumber: Mulyasa (2013)

Kurikulum 2013 mempunyai 4 (empat elemen perubahan yaitu, Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Isi, Standar Proses dan Standar Penilaian. Standar Kompetensi Lulusan Merupakan salah satu dari 8 (delapan) standar nasional pendidikan sebagaimana yang telah di tetapkan dalam Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan, yang akan menjadi acuan bagi pengembangan kurikulum dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Elemen perubahan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:


(54)

Tabel 2.5

Elemen Perubahan Kurikulum

ELEMEN DESKRIPSI

SD

Kompetensi Lulusan

Adanya peningkatan dan keseimbangan dot skills dan Kardi skills yang meliputi aspek Kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan Kedudukan

mata pelajaran (ISI)

Kompetensi yang semula diturunkan dari mata pelajaran berubah menjadi mata pelajaran dikembangkan dari kompetensi

Pendekatan (ISI)

Kompetensi dikembangkan melalui: Tematik terasi dalam semua pelajaran Tematik terasi

dalam semua pelajaran

- Holistik dan interaktif berfokus pada alam, sosial, dan budaya

- Pembelajaran dilaksanakan dengan pendekatan sains

- Jumlah mata pelajaran dari 10 menjadi 6

- Jumlah jam bertambah 4JP/Minggu akibat perubahan pendekatan

pembelajaran Proses

pembelajaran

- Standar yang semula terproses pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi

dilengkapi dengan proses mengamati, menanya, mengolah, menalar, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta

- Belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat

- Guru bukan satu-satunya sumber belajar

- Sikap tidak diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan teladan Tematik dan terpadu

Penilaian - Penilaian berbasis kompetensi

- Pergeseran dari penilaian melalui tes (mengukur kompetensi pengetahuan

berdasarkan hasil kerja), menuju penilaian otentik (mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil)

- Memperkuat PAP (Penilaian Acuan Patokan) yaitu pencapaian hasil

belajar didasarkan pada posisi skor yang di perolehnya terhadap skor ideal (maksimal)

- Penilaian tidak hanya pada level KD, tetapi juga pada Kompetensi Inti

dan SKL

- Mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat peserta didik sebagai

instrumen utama penelitian

Ekstrakurikuler - Pramuka (wajib)

- UKS

- PMR

- Bahasa Inggris

Sumber: Mulyasa (2013)

Elemen perubahan di atas menjelaskan bahwa Kurikulum 2103 menata ulang SNP yang telah berlaku sehingga menjadi penyempurnaan bagi pendidikan nasional. Penataan ulang yang dilakukan dengan memperhatikan perkembangan zaman dan kesenjangan yang terjadi saat ini, dengan memperhatikan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang diterapkan pada peserta didik. Sehingga


(55)

peserta didik nantinya dapat memperoleh pembentukan pengetahuan, sikap dan keterampilan secara merata melalui pembelajaran kurikulum 2013.

b. Pendekatan Tematik Integratif

Kurikulum 2013 menerapkan pendekatan tematik integratif sebagai pendekatan dalam proses pembelajaran di tingkat sekolah dasar. Dalam perubahan yang dilakukan pada Kurikulum 2013 dilandasi oleh berbagai hal, antara lain adalah landasan yuridis, teoritis, dan konseptual. Pembelajaran kontekstual merupakan salah satu landasan konseptual pengembangan Kurikulum 2013 (Mulyasa, 2013). Pembelajaran kontekstual diharapkan dapat menciptakan kondisi belajar menjadi semirip mungkin dengan situasi aslinya atau kondisi nyata. Hal ini bertujuan agar guru dapat dengan mudah mengaitkan pembelajaran yang dilakukan dengan kondisi nyata yang sebenarnya.

Pendekatan kontekstual merupakan konsep yang digunakan untuk membantu guru dalam mengaitkan materi yang diajarkan dengan kondisi nyata yang ada di sekitar peserta didik, sehingga akan membantu peserta didik untuk membantu memahami kemudian menghubungkan pengetahuan yang diperoleh dengan menerapkan dalam konsep kehidupan sehari-hari (Suprijono, 2011). Pendapat senada juga diungkapkan oleh Asra (2009) yang mengungkapkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang lebih pada upaya guru untuk memfasilitasi peserta didik dalam memahami relevansi materi , sehingga peserta didik mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya pendekatan kontekstual lebih menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Guru hanya bertugas sebagai fasilitator, yang memfasilitasi peserta


(56)

didik dalam belajar, namun tidak sepenuhnya melepas peserta didik. Karena dalam pembelajaran ini peserta didik dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman kontekstual mereka dengan menghubungkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga proses belajar seperti ini akan bermakna karena peserta didik belajar dari pengalamannya.

Komponen dalam pendekatan pembelajaran kontekstual sama dengan yang digunakan dalam Kurikulum 2013, seperti dalam Sagala (2009) yang mengungkapkan bahwa komponen pembelajaran kontekstual adalah kontruktivisme atau yang berhubungan dengan perkembangan pemikiran peserta didik, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya adalah data-data yang diperoleh dari kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik. Pendapat tersebut senada dengan Riyanto (2010) data yang dihasilkan peserta didik dapat berupa proyek atau kegiatan, laporan, tugas rumah, kuis, karya, presentasi atau penampilan peserta didik, demonstrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis, dan karya tulis.

Pembelajaran kontekstual disampaikan pada bab ini dimaksudkan guna menjelaskan tentang pendekatan tematik integratif yang pada dasarnya juga menerapkan konsep pembelajaran kontekstual. Pendekatan tematik integratif lebih condong pada konsep keterkaitan muatan pelajaran satu dengan lainnya yang kemudian terintegrasi sehingga sesuai dengan konteks pribadi peserta didik. Sehingga dalam proses pembelajarannya peserta didik belajar dengan mengaitkan pelajaran satu dengan yang lainnya dan peserta didik dapat mengaplikasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari.


(57)

Model pembelajaran tematik pada awalan dikenal dengan istilah Integrative Thematic Instriction (ITI) yang berkembang sekitar tahun 1970. Belakangan ini model pembelajaran tematik dianggap memiliki efektivitas bagi pembelajaran di Indonesia. Dipandang efektif karena pendekatan tematik mencakup berbagai dimensi serta pembelajarannya menyeluruh yang mencakup aspek emosi, fisik, dan akademik di kelas maupun di lingkungan sekolah. (Kemendikbud, 2013a)

Pembelajaran pada Kurikulum 2013 di semua tingkatan kelas rendah maupun kelas tinggi dilaksanakan secara tematik integratif, sehingga atap pelajaran tidak disajikan Sara terpisah melainkan berdasarkan tema. Tema tersebut kemudian dikombinasikan dengan mata pelajaran yang saling berkaitan (Mulyasa, 2013). Dalam pembelajaran tematik integratif, mata pelajaran satu dengan yang lainnya melebur menjadi satu, sehingga peserta didik tidak akan menyadari mata pelajaran apa yang sedang mereka pelajar.

Hadisbroto dalam Trianto (2011) mengungkapkan bahwa pembelajaran terpadu lebih pada mengaitkan suatu pokok bahasan dengan pokok bahasan lainnya atau tema tertentu, suatu konsep dengan konsep tertentu, yang dilakukan secara spontan maupun direncanakan serta dapat mencakup satu bidang studi bahkan lebih dengan berbagai pengalaman belajar anak sehingga menjadi lebih bermakna. Sedangkan Joni dalam Trianto (2011) juga mengungkapkan bahwa pembelajaran terpadu merupakan sebuah sistem yang dapat mengaktifkan peserta didik baik secara individu maupun kelompok untuk mencari, menggali serta menemukan konsep bahkan prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan otentik. Trianto (2011) sendiri menegaskan bahwa pembelajaran terpadu


(1)

379

Lampiran 11

Hasil

Postest

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

(3)

381

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

(5)

383

Lampiran 12

BIODATA PENELITI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

BIODATA PENELITI

F. Borgias Manungku merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Lahir di Purworejo, 14 Juli 1993. Peneliti telah menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanan pada tahun 1998 di TK Seruni VI Jenar. Peneliti menempuh jenjang Sekolah Dasar selama enam tahun di SDN Purwosari dan dinyatakan lulus pada tahun 2005. Jenjang Sekolah Menengah Pertama diselesaikan selama tiga tahun dan dinyatakan lulus pada tahun 2008 di SMP Bhakti Mulia Purwodadi. Tahun 2011 peneliti dinyatakan lulus setelah menempuh selama tiga tahun di jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 3 Purworejo. Pada tahun 2011 peneliti menempuh pendidikan tinggi dengan mengambil Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama menempuh bangku perkuliahan, peneliti mengikuti berbagai kegiatan untuk mengembangkan soft skill. Tahun 2011 peneliti mengikuti kegiatan yang Inisiasi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Sanata Dharma (INFISA). Pada tahun 2012, peneliti mengikuti Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa I dan II. Peneliti telah mengikuti Kursus Mahir Dasar (KMD) Pramuka pada tahun yang sama. Selanjutnya, pada tahun 2013 peneliti mengikuti kepanitiaan yang ada di Prodi PGSD dengan ikut serta sebagai Co-fas PPKM II. Tahun 2014 peneliti juga mengikuti kepanitiaan di FKIP sebagai

Co-fas PPKM I. Peneliti juga telah lulus mengikuti tes penguasaan Bahas Inggris Aktif dengan predikat cukup memuaskan.