Aspek Kelekatan Terhadap Ibu

F. MAHASISWA PERANTAU 1. Definisi Mahasiswa Perantau

Mahasiswa dalam masa perkembanganya termasuk ke dalam periode remaja lanjut Camenius dalam Sarwono, 2008 dengan rentang umur 18 sampai dengan 24 tahun. Cakupan kategori mahasiswa sangat luas sampai jenjang S-3, sehingga peneliti membatasi hanya terhadap mahasiswa jenjang S-1 yang menjadi subjek dalam penelitian ini. Menurut Poewadarminta 2005 mahasiswa merupakan individu yang belajar dan terdaftar di perguruan tinggi, baik di lingkup universitas, institut, sekolah tinggi ataupun akademi. Perantau merupakan individu yang mencari penghidupan, ilmu, dan sebagainya di daerah lain yang bukan merupakan daerahtempat asalnya Kato, 2005. Berdasarkan kedua definisi tersebut, mahasiswa perantau merupakan individu yang meninggalkan daerah asalnya untuk mencari ilmu dan terdaftar dalam lingkup universitas, institut, sekolah tinggi ataupun akademi.

2. Faktor-Faktor Perubahan pada Mahasiswa Perantau

Mahasiswa yang berasal dari daerah lain atau mahasiswa perantau, harus lebih berupaya untuk menghadapi tantangan yang cukup besar untuk menanggulangi stres yang akan mereka alami. Merantau bagi mahasiswa dapat dikatakan sebagai perpisahan dengan lingkungan utama yaitu keluarga. Menurut Gunarsa dan Gunarsa 2000 faktor-faktor yang akan mengalami perubahan dan menjadi perbedaan dengan mahasiswa yang bukan perantau, antara lain: perubahan pada lingkungan fisik, terlihat pada mahasiswa perantau yang tinggal di daerah yang padat penghuni, seperti kos atau asrama. Hal tersebut membatasi ruang gerak mereka, penggunaaan sarana juga harus bergiliran, dan juga harus bertoleransi dengan penghuni lain. Selain itu, mahasiswa perantau juga akan mengalami perubahan sarana transportasi. Terkhusus bagi mereka yang tidak memiliki kendaraan pribadi harus menggunakan sarana transportasi umum Nasution, 1997; Gunarsa Gunarsa, 2000. Perubahan biologis yang dihadapi oleh mahasiswa perantau adalah perubahan gizi, menu makanan harus menyesuaikan dengan keadaan keuangan yang dimiliki, perubahan waktu makan yang pada saat tinggal bersama orang tua lebih teratur. Selain itu, perubahan suhu udara yang lebih panas atau dingin dari tempat asalnya juga akan dialami oleh mahasiswa perantau. Perubahan kondisi budaya meliputi, perubahan bahasa, tata cara berbicara dan bergaul, cara berpikir, norma sosial yang berlaku. Kondisi psikologis, mahasiswa perantau akan mengalami perubahan kemandirian karena terpisah dari orang tua, bertanggungjawab terhadap diri sendiri, lebih berinisiatif, dan kemampuan bekerja sama dengan orang lain Nasution, 1997; Gunarsa Gunarsa, 2000. Berdasarkan segi ekonomi terjadi perubahan biaya hidup, misalnya harus mengatur uang sehingga cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari Gunarsa Gunarsa, 2000. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wenhua dan Zhe 2013 disebutkan bahwa permasalahan yang akan dialami oleh mahasiswa perantau meliput faktor kehidupan sehari-hari kesulitan akomodasi, permasalahan keuangan, makanan sehat dan bergizi, faktor sosial budaya diskriminasi, penyesuaian dengan budaya dan normal yang baru, masalah dalam hubungan sosial, faktor psikologis homesickness atau kerinduan terhadap kampung halaman dan kesepian karena jauh dari keluarga.

G. HUBUNGAN ANTARA KELEKATAN TERHADAP IBU DENGAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA PERANTAU

Interaksi awal antara anak dan pengasuh adalah inti dari teori kelekatan. Ikatan afektif yang terbentuk antara anak dan pengasuh ini juga merupakan inti dari perkembangan identitas diri, regulasi diri, dan sikap seseorang Bowlby, 1973. Kelekatan lebih umum terjadi pada ibu, karena ibu dianggap sebagai figur yang dapat memberikan kepuasan oral atau kebutuhan akan ASI pada bayi Freud, dalam Santrock 19892002. Bowlby menggambarkan kelekatan sebagai sistem kontrol motivasi yang memiliki tujuan untuk mengusahakan keselamatan dan perasaan aman pada masa bayi dan kanak- kanak melalui hubungan anak dengan ibu Bowlby, 1969. Dalam mengusahakan keselamatan dan perasaan aman, bayi akan menunjukkan perilaku seperti menangis, memanggil, menempel, mencari, dan perilaku lainnya. Perilaku tersebut muncul pada saat terjadi bahaya atau saat bayi merasa stres. Ibu yang rensponsif, akan selalu ada untuk melindungi dan menghibur ketika ancaman atau stresor itu datang. Hal tersebut akan menghasilkan kedekatan serta kontak dengan ibu. Anak yang memiliki orang