C. Pembagian Menurut Tinggi Jatuhnya Air
Menurut Dandekar dan Sharma 1991, PLTA dibagi menurut perbedaan tinggi jatuhnya dibagi atas PLTA dengan tekanan rendah 15 meter, PLTA dengan
tekanan menengah 15–70 meter, PLTA dengan tekanan tinggi 70-250 meter, dan PLTA dengan tekanan sangat tinggi 250 meter.
D. Pembagian Menurut Topografi
Pembagian ini adalah menurut letak PLTA yang bersangkutan yaitu di daerah lembah, daerah berbukit, dan daerah bergunung–gunung.
E. Pembagian Menurut Bangunan Hidraulik
Menurut Patty 1995, pengelompokan PLTA berdasarkan keadaan hidraulik yang ditinjau dari aliran air yang digunakan untuk menggerakkan turbin. Berdasarkan
hal tersebut pengelompokan dapat dibagi atas PLTA yang menggunakan air sungai atau air waduk, PLTA yang menggunakan pasang surut air laut, PLTA yang
menggunakan energi ombak, dan PLTA yang menggunakan air yang telah dipompa ke suatu reservoar yang letaknya lebih tinggi.
F. Pembagian Menurut Distribusi Jaringan
Menurut Patty 1995, PLTA dapat dibagi menjadi PLTA yang bekerja sendiri sehingga tidak dihubungkan dengan sentral–sentral listrik yang lain, dan PLTA yang
bekerja sama dengan sentral-sentral listrik yang lain dalam pemberian listrik kepada para pemakai.
2.3 Potensi Tenaga Air di Indonesia
Potensi tenaga air di Indonesia secara teoritis menurut hasil studi yang dilakukan pemerintah sekitar 77.854,8 MW yang tersebar di seluruh Indonesia Tabel
2.1, terutama di lima pulau besar, dengan perincian sebagai berikut Patty, 1995. • Pulau Jawa: 5 sebesar 4.421,6 MW,
• Pulau Sumatra: 20 sebesar 15.803,5 MW, • Pulau Kalimantan: 30 sebesar 23.052,8 MW,
Universitas Sumatera Utara
• Pulau Sulawesi: 15 sebesar 11.378,5 MW, • Pulau Irian: 28 sebesar 22.157,4 MW,
• Lain-lain: 2 .
2.4. Infrastruktur Utama yang Ada di PLTM
Infrastruktur utama seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 merupakan bagian terpenting dalam perencanaan PLTM dengan diperlukannya beberapa
parameter seperti debit banjir, debit andalan dan keadaan geologi tanah. Infrastruktur utama suatu PLTM terdiri dari tiga bagian besar, yaitu:
Pekerjaan bendung Weir Bangunan yang terdapat pada pekerjaan ini adalah bendung dan bangunan
sadap intake. Bendung digunakan sebagai pembelok aliran sungai juga untuk menaikkan tinggi jatuh air. Sedangkan intake berfungsi sebagai pintu masuk
pengatur jumlah debit air yang masuk ke saluran air. Selain itu, juga berfungsi sebagai pintu pertama untuk menghalangi sampah sedimen yang masuk.
Pekerjaan saluran air Pada bagian saluran air terdapat bangunan penangkap pasir sand trap, saluran
penghantar waterway, bangunan penenang head pond, dan pipa pesat penstock.
Biasanya dalam suatu pekerjaan bagian ini adalah yang paling panjang dari yang lainnya. Pada bagian waterway, saluran yang didesain dapat
berupa saluran terbuka atau tertutup, tergantung pada topografi, desain dan kebutuhan PLTM.
Pembangunan Power House Power house
atau rumah turbin merupakan bagian terakhir dari suatu PLTA. Di bangunan ini terdapat turbin air, generator, panel-panel listrik dan saluran
pembuangan air tail race. Tail race berguna sebagai bangunan pembuang air ke sungai asal yang berasal dari turbin. Selain power house, juga terdapat
bagian transmisi dan gardu induk yang letaknya terpisah dengan rumah turbin.
Universitas Sumatera Utara
15
1 5
Tabel 2.1: Potensi tenaga air di Indonesia
PLN WILAYAH Beroperasi
Tahap Pengembangan Studi Peta
Perkiraan Jumlah Potensi
Jumlah PLTA
Kapasitas Terpasang
MW Energi
Setahun GWh
Jumlah PLTA
Kapasitas Terpasang
MW Energi
Setahun GWh
Jumlah PLTA
Kapasitas Terpasang
MW Energi
Setahun GWh
Kapasitas Terpasang
MW Energi
Setahun GWh
Jumlah PLTA
Kapasitas Terpasang
MW Energi
Setahun GWh
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 1+4+7
2+5+8+10 3+6+9+11
I. Aceh 141
4980.2 25517.2
141 4980.2
25517.2 II. Sumatera Utara
3 286.2
1868 3
797.2 4913
107 2920.2
15998.7 113
4003.6 22779.7
III. Sumatera Barat, Riau
4 10.8
22.4 3
468 1821
97 3159.9
16569.2 104
3638.7 18412.6
IV. Sumatera Selatan, Jambi,
Lampung, dan Bengkulu
2 1.4
6.2 3
57 193.5
103 3112.4
17661.3 108
3170.8 17861
V. Kalimantan Barat
1 30
235 84
5607.5 26240.9
85 5637.5
26475.9 VI. Kalimantan
Tengah, Selatan, dan Timur
1 30
136 1
42 152
91 8314.3
44184.9 9029
44052 93
17415.3 88524.9
VII. Sulawesi Utara dan Tengah
3 14.7
59.1 1
16.6 90
57 2722.1
15474.2 1360
6983 61
4113.4 22606.3
VIII. Sulawesi Selatan dan
Tenggara 3
166.7 687.5
2 262.7
1076.9 55
4843.7 23381.9
2001 10197
60 7274.1
35343.3 IX. Maluku
53 411.6
2162.8 53
411.6 2162.8
X. Irian Jaya 1
0.1 0.5
1 13.5
61 206
21915.8 130073.7
192 912
208 22121.4
131047.2 XI. Nusa
Tenggara 3
0.3 1.4
120 620.4
3226.2 123
620.7 3227.6
XII. Jawa Timur 10
205.5 843.6
2 33.5
112.6 32
295.6 1552.9
44 534.6
2509.1 XIII. Jawa Tengah
8 41.7
168.7 6
445.4 1184.8
35 385.4
1916.9 49
872.5 3270.4
XIV. Jawa Barat 10
241.6 1135.4
4 1211.3
3355.5 57
1561.6 8525.5
71 3014.5
13016.4 TOTAL
48 999
4928.8 27
3377.2 13195.3
1238 60850.7
332486.3 12582
62144 1313
77808.9 412754.4
Sumber: Patty 1995
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5: Diagram uraian kerja PLTM
2.5 Analisa Hidrologi
Tujuan analisa hidrologi adalah mendapatkan debit maksimum sungai pada lokasi pengukuran pada saat survei lapangan. Biasanya pengukuran debit dilakukan
dekat stasiun AWLR atau staff gauge di mana tinggi muka air sungai diamati dan dicatat secara teratur. Staff gauge diperlukan untuk menghubungkan debit yang
diukur dengan suatu ketinggian yang diketahui sehingga data debit dapat dipakai dalam analisa.
Adapun langkah-langkah dalam analisa hidrologi adalah: 1. Menentukan DAS beserta luasnya.
2. Menentukan luas pengaruh daerah stasiun-stasiun penakar hujan sungai.
AIR SUNGAI BENDUNGAN WEIR
PIPA PESAT PENSTOCK SALURAN AIR WATER WAY
HEADPOND BAK PENENANG
TAIL RACE RUMAH TURBIN
MENGUBAH ENERGI POTENSIAL MENJADI LISTRIK
DISTRIBUSI LEWAT GARDU PLN TERDEKAT
PENANGKAP PASIR SAND TRAP
Universitas Sumatera Utara
3. Menentukan curah hujan maksimum tiap tahunnya dari data curah hujan yang ada.
4. Menganalisa curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun. 5. Menghitung debit banjir rencana berdasarkan besarnya curah hujan rencana di
atas pada periode ulang T tahun.
2.5.1 Hujan Wilayah Area Rainfall
Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang
terjadi pada satu titik atau satu tempat saja. Mengingat hujan yang bervariasi terhadap suatu lokasi penelitian, maka untuk kawasan yang luas satu alat penakar hujan
tidaklah cukup untuk menggambarkan curah hujan wilayah tersebut, oleh karena itu di berbagai tempat pada daerah aliran sungai tersebut dipasang alat penakar hujan.
Beberapa metode untuk mendapatkan curah hujan rata–rata daerah adalah dengan cara rata–rata aritmatik, cara poligon Thiessen dan cara Isohyet.
a. Cara rata-rata aljabar Cara ini adalah yang paling sederhana yaitu dengan menghitung penjumlahan
curah hujan dari semua tempat pengukuran selama satu periode tertentu dan membaginya dengan banyaknya tempat pengukuran seperti yang tergambar di
Gambar 2.6. Zulfikar 2007 menggunakan cara ini untuk menghitung curah hujan DAS Meurebo di kabupaten Aceh Barat. Jika dirumuskan adalah
sebagai berikut:
n n
R ...
3 R
2 R
1 R
R
2.1
di mana, R = curah hujan rata-rata mm,
n ...R
1 R
= besar curah hujan pada masing–masing stasiun mm, dan n = banyaknya stasiun hujan. Gambar 2.6
menerangkan sketsa metode rata-rata aljabar.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6: Sketsa stasiun curah hujan cara rata-rata hitung b. Cara poligon Thiessen
Cara poligon Thiessen memperhitungkan luas daerah yang mewakili dari stasiun- stasiun hujan yang ada untuk digunakan sebagai faktor bobot dalam perhitungan
curah hujan rata-rata. Stasiun hujan yang digunakan minimal tiga stasiun hujan yang berada di sekitar DAS dan tidak memperhitungkan topografi. Sutarto
2008 menggunakan cara poligon Thiessen didasarkan pada kondisi daerah pengaliran Sungai Bekasi yang berbukit-bukit dan pembagian batas poligonnya
tidak berubah, sehingga setiap stasiun hujan berada dalam garis poligon yang mewakili daerah pengaruhnya. Sungai Bekasi yang melewati Kota Bekasi
memiliki tiga buah stasiun hujan di sekitar DAS. Gambar 2.7 menerangkan sketsa untuk Poligon Thiessen.
n 3
2 1
n n
3 3
2 2
1 1
A ...
A A
A R
A ...
R A
R A
R A
R
A R
A ...
R A
R A
R A
n n
3 3
2 2
1 1
n n
2 2
1 1
W R
... W
R W
R R
2.2 di mana, A= luas DAS km
2
, R = curah hujan rata-rata mm dan R
1
= curah hujan masing-masing stasiun mm, dan W
1
...W
n
= faktor bobot masing-masing stasiun yaitu persentase daerah pengaruh terhadap luas keseluruhan.
1 2
3 n
Luas DAS
Posisi stasiun hujan
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7: Sketsa untuk cara poligon Thiessen c. Cara Isohyet
Isohyet adalah garis lengkung yang merupakan harga curah hujan yang sama. Umumnya sebuah garis lengkung menunjukkan angka yang bulat. Isohyet ini
diperoleh dengan cara interpolasi harga-harga curah hujan yang tercatat pada penakar hujan lokal Rnt. Gambar 2.8 menjelaskan pembagian daerah isohyet.
2 e
d X
; 2
d c
X ;
2 c
b X
; 2
b a
X
4 3
2 1
2.3 di mana, X
1
= nilai rerata antara dua garis isohyet.
Gambar 2.8: Pembagian daerah isohyet
1 2
3
Posisi stasiun
hujan
Garis yang menghubungkan stasiun hujan
Garis titik
berat
Luas DAS
Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Uji Konsistensi Data Curah Hujan
Adanya perubahan atau pindah lokasi, penggantian alat serta penggantian orang pengamat dapat menyebabkan data hujan tidak konsisten. Agar data hujan
menjadi konsisten diperlukan pengujian. Pada dasarnya metode-metode pengujian tersebut merupakan perbandingan
data stasiun yang bersangkutan dengan data stasiun lain di sekitarnya. Bagi stasiun yang terletak dengan meteorologi homogen, perubahan meteorologi tidak akan
menyebabkan perubahan kemiringan garis hubungan antara data stasiun tersebut dengan data stasiun disekitarnya, karena stasiun-stasiun lainnya pun akan ikut
terpengaruh kondisi yang sama. Konsistensi data-data hujan bagi masing-masing stasiun dasar stasiun yang akan digunakan untuk menguji harus diuji terlebih dahulu
dan yang menunjukkan catatan yang tidak konsisten tidak bisa digunakan dalam penelitian.
Jika tidak ada stasiun yang bisa dijadikan stasiun dasar atau tidak terdapat catatan historis mengenai perubahan data, maka analisa awal terhadap data adalah
menghapus data-data yang dianggap meragukan. Untuk memeriksa konsistensi data hujan, bisa digunakan metode analisa kurva massa ganda double mass curve
technique . Analisa kurva massa ganda dilakukan dengan cara membandingkan data
hujan tahunan kumulatif di suatu pos hujan tertentu dengan data hujan tahunan kumulatif dari pos-pos terdekat. Analisa kurva massa ganda dapat dituliskan sebagai
berikut:
A X
CX
M c
M P
P
2.4 di mana, P
CX
= data curah hujan tahunan yang terkoreksi pada tahun t di pos x, P
X
= data awal hujan tahunan pada tahun t di pos x, M
C
= slope terkoreksi kurva, dan M
A
= slope awal kurva.
2.5.3 Distribusi Frekuensi
Distribusi frekuensi yang dipakai harus dapat mewakili data histories yang ada. Berdasarkan karakteristik data hujan, distribusi yang cocok dapat ditentukan.
Universitas Sumatera Utara
Jenis distribusi yang sering digunakan di Indonesia dengan persyaratannya adalah sebagai berikut Zulfikar, 2007.
Normal :
C
s
= 0 dan C
k
= 3 Log Normal
: C
s
0, C
s
3 C
v
Gumbel Type I :
C
s
= 1,1396 dan C
k
= 5,4002 Log Pearson Type III :
tidak ada persyaratan C
s
= koefisien skewness, yang dapat dihitung sebagai :
3 S
2 n
1 n
3 n
1 i
x i
x n
s C
2.5 C
k
= kurtosis, yang dapat dihitung sebagai :
4 S
3 n
2 n
1 n
4 n
1 i
x i
x 2
n k
C
2.6 C
v
= koefisien variation, yang dapat dihitung sebagai : x
S v
C
2.7 di mana,
x
= rata-rata dan S = deviasi standar.
2.5.4 Analisa Frekuensi
Tujuan analisa frekuensi adalah memperkirakan besarnya hujan rencana dengan periode ulang tertentu dari data hujan maksimum harian dengan
menggunakan distribusi frekuensi yang dipilih dari tahap sebelumnya Sutarto, 2006 Bila menggunakan distribusi Log Pearson Type III, persamaannya adalah
sebagai berikut:
logx S
T K
logX T
logX
2.8 di mana, X
T
= hujan rencana dengan periode ulang T tahun, S
logx
= deviasi standar hujan maksimum tahunan, dan K
T
= faktor frekuensi dari Log Pearson III, sebagai fungsi dari koefisien Cs.
Universitas Sumatera Utara
2.5.5 Uji Kecocokan
Tiap distribusi akan memberikan hasil yang berbeda, karena itu diperlukan uji kecocokan untuk menetukan distribusi mana yang memiliki deviasi terkecil dari data
yang ada. Terdapat dua metoda yang lazim digunakan yaitu Uji Chi-squared c