Kerangka Teori Dan Landasan Konsepsional. 1. Kerangka Teori

3 “Analisis Yuridis Terhadap Pemberian Kredit D engan Jaminan Sk Pegawai Oleh PT. Bank Rakyat Indonesia Persero”. Nama : Eva Sartika Siregar. Nim : 077011015. Adapun penelitian-penelitian yang sebelumnya terhadap sewa menyewa sebagai jaminan kredit, resi gudang sebagai jaminan kredit dan SK pegawai sebagai jaminan kredit berbeda dengan permasalahan yang akan di teliti. O leh karena itu penelitian dan penulisan tesis ini dijamin keaslian dan dapat di pertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori Dan Landasan Konsepsional. 1. Kerangka Teori

Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan bahwa: ”Sistem adalah kumpulan asas-asas hukum yang merupakan landasan di at as mana di bangun tertib hukum”. 12 Menurut M. Solly Lubis bahwa : ”Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan problem yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis”. 13 12 Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional , Alumni, Bandung, 1983, hal 15. 13 M solly lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian Mandar Maju, Bandung, 1994, hal 13 Universitas Sumatera Utara Soerjono Soekanto mendefenisikan bahwa: ”Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian dan hasilnya menyangkut ruang lingkup dan fakta yang luas”. 14 Dalam penelitian hukum dibutuhkan kerangka teori agar permasalahan yang akan diteliti menjadi jelas dan tepat sasaran. Pada penelitian ini, kerangka teori diarahkan kepada Teori Re siko hukum. Teori Resiko hukum menurut J.L.L. Wery yang dikemukakan oleh Agus Yudha Hernoko dalam Rahmat S.S.Soemadipradja menerangkan bahwa : ”Teori Resiko beranjak dari pemikiran bahwa ” overmatch mulai diterima dimana resiko berhenti” artinya debitur harus dihukum membayar ganti rugi apabila tidak dapat membuktikan bahwa terhalangnya pelaksanaan prestasi timbul dari keadaan yang selayaknya ia tidak bertanggun g gugat. Dengan kata lain, meskipun debitur tidak bersalah, ”apakah ia harus bertanggung gugat?” apabila jawabannya positif, debitur memikul resiko tanggung gugat. Teori ini menimbulkan bahaya atau teori ambil-alih resiko Gevaarzetting Theorie merupakan contoh dari teori resiko, bahwa disini debitur telah m engambil alih resiko untuk pemenuhan prestasi tersebut. 15 Dalam Penelitian ini berupaya menganalisis secara hukum terhadap resiko hukum cessie tagihan piutang sebagai jaminan kredit pada perusahaan pembiayaan. Artinya memahami asas hukum perjanjian sebagai subjek dan asas hukum jaminan sebagai objek yang mengacu pada peraturan perundang - undangan. 14 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum , Universitas Indonesia Press, Jakarta 1986, hal 126. 15 Rahmat S.S. Soemadipradja, Penjelasan Hukum Tentang Keadaan Memaksa Syarat - syarat Pembatalan Perjanjian yang disebabkan Keadaan memaksaforce majure, Nasional Legal Reform Program,Jakarta, 2010, hal. 64. Universitas Sumatera Utara Berbicara mengenai resiko hukum tidak terlepas dari tanggung jawab hukum itu sendiri. Menurut Hans kels en dalam Jimly asshidiqie: ”Bahwa suatu konsep terkait dengan kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum liability. Seseorang di katakan secara hukum bertanggung jawab untuk suatu perbuatan tertentu adalah bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatan yang berlawanan. Normalnya dalam kasus sanksi dikenakan terhadap deliquent adalah karena perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut harus bertangung jawab. Dalam kasus ini subyek resposibility dan subyek kewajiban hukum adalah sama. Menurut teori tradisional, terdapat dua macam pertanggung jawaban yang dibedakan yaitu, pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan based on fault dan pertanggungjawaban mutlak absolute resposibility. 16 Teori tanggung jawab ini menerangkan bahwa se seorang atau badan hukum bertanggung jawab atas perbuatannya yang berlawanan dengan peraturan dan kaedah hukum dan berhak memperoleh sanksi. Berangkat dari teori tanggung jawab ini, dijelaskan bahwa setiap Risiko yang timbul dalam suatu perjanjian Kredit pembiayaan, diantara masing -masing kreditur dan debitur memiliki hak dan kewajiban serta tanggung jawab terhadap apa yang di perjanjikan dalam klausul -klausula perjanjiannya. Dalam hal cessie tagihan piutang sebagai jaminan kreditpembiayaan, ada tiga pi hak yang terkait langsung dengan perjanjian ini, yaitu Kreditur Cessionaris dalam penelitian yang penulis lakukan adalah PT. Permodal an Nasional Madani persero, debiturCedent yaitu kreditur lama yang sekarang menjadi debitur dan debitur lamaCessus yaitu pihak yang mempunyai hutang kepada kreditur lama. 16 Jimly Asshidiqie, dkk, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum , Sekretariat Jendral dan kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Jakarta, 2006, hlm 61. Universitas Sumatera Utara Perjanjian kredit pembiayaan ini sangat berisko tinggi, maka berangkat dari teori tanggung jawab ini penulis akan membahas tentang Resiko hukum Cessie tagihan Piutang sebagai jaminan kredit pada peru sahaan pembiayaan stu di pada PT.Permodalan Nasional Madani Persero cabang M edan. Berdasarkan ”workbook level 1 global assosiation of risk profesional - badan sertifikasi manajemen risiko 2005:A4”, dalam Ferry Indroes dan Sugiarto bahwa: ”Resiko di definisikan sebagai ”Chance of bad out come”, maksudnya adalah kemungkinan akan terjadinya hasil yang tidak di inginkan, yang dapat menimbulkan kerugian apabila tidak diantisipasi serta tidak dikelola dengan semestinya”. 17 Ferry N. Indroes dan Sugiarto juga berp endapat bahwa : ”Resiko dapat dikatakan sebagai suatu peluang terjadinya kerugian atau kehancuran. Lebih luas resiko dapat diartikan sebagai kemungkinan terjadinya hasil yang tidak diingingkan atau berlawanan dari yang diinginkan. re siko dapat menimbulkan kerugian apabila tidak diantisipasi serta tidak di kelola dengan semestinya. Sebaliknya re siko yang dikelola dengan baik akan memberikan ruang terciptanya peluang untuk memperoleh suatu keuntungan yang lebih besar”. 18 Didalam hukum perikatan istilah resik o mempunyai pengertian khusus, ”Resiko adalah suatu ajaran tentang siapakah yang harus menanggung ganti rugi apabila debitur tidak memenuhi prestasi dalam keadaan forje majeur.” 19 ”Kata resiko, berarti kewajiban untuk memikul kerugian jikalau ada suatu keja dian 17 Ferry N. Indroes, Dkk, Manajemen Risiko Perbankan , Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006, hal. 7. 18 Ibid.hal 7. 19 Mariam Darus Badrulzaman, dkk , Kompilasi Hukum Perikatan, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 29. Universitas Sumatera Utara diluar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam perjanjian”. 20 Rachmad Setiawan yang mengutip Asser’s menyatakan bahwa : ”Tidak perlu dipersoalkan tentang kesalahan atau resiko yang menjadi dasar tanggung jawab. Ajaran kesal ahan merupakan syarat dalam pasal 1365 KUHPerdata. Akan tetapi adakalanya oleh undang -undang dilestarikan tanggungjawab tanpa harus ada kesalahan atau melawan hukum. Jadi baik kesalahan maupun resiko tidak dapat dipergunakan sebagai dasar umum dari tanggungjawab”. 21 Pasal 1365 KUHPerdata berbunyi: ”Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Apabila ingkar janji wanprestasi terjadi karena kesalahan debitur karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, maka ganti rugi ditanggung oleh debitur tersebut. Hal ini di terangkan dalam pasal 1243 KUHPerdata yang berbunyi : ”Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan. barulah mulai diwajibkan, apabila siberutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya tetapi melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampauinya”. Pasal ini menerangkan bahwa apabila debitu r tidak melaksanakan apa yang di sepakati dalam suatu perikatan maka dia dianggap wanprestasi ingkar janji. Mariam Darus Badrulzaman mengungkapkan bahwa ”Ada juga terjadi 20 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata., PT. Intermasa, Bandung, 1980, hal. 144. 21 Rachmad Setiawan, Perbuatan Melawan Hukum, Alumni, Bandung, 1981 hal. 44. Universitas Sumatera Utara kemungkinan bahwa debitur itu tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan itu adalah bukan karena kesalahan debitur. Dalam hal ini dikatakan bahwa debitur berada dalam keadaan memaksa force majeur dan masalah siapa yang wajib memikul kerugian diselesaikan oleh ajaran resiko”. 22 Dalam praktek Pembiayaankredit di PT. Permodalan Nasional Madani Persero pelaksanaan perjanjian pembiayaankredit dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: a. Perjanjian pembiayaankredit yang dibuat dibawah tangan atau dengan akta dibawah tangan yang selanjutnya dilegalisasi pada kantor notaris. b. Perjanjian pembiayaankredit yang dibuat dihadapan notaris atau dengan akta otentik. Pengertian perjanjian atau persetujuan secara umum diatur dalam Buku ke III Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pengertian perjanjian diatur dalam pasal 1313 Kitab Undang -undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa : “Suatu persetujuan adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Dalam KUHPerdata pasal 1338 dijelaskan bahwa : ”Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku se bagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan –persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau 22 Ibid, hal. 23. Universitas Sumatera Utara karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu Persetujuan itu dilaksanakan denga n itikad baik”. Pasal 1338 KUHPerdata ini menjelaskan bahwa perikatan yang dilakukan oleh para pihak berlaku sebagai Undang -undang bagi para pihak yang membuatnya. Baik yang dibuat secara bawah tangan atau akta notaris akan menjadi dasar hukum bagi para p ihak tersebut dan juga bagi pihak ketiga. Dalam pasal 1320 KUHPerdata dijelaskan bahwa untuk sahnya persetujuan-persetujuanperjanjian diperlukan 4 empat syarat yaitu: sepakat mereka yang mengikatkan diri; cakap untuk membuat suatu perjanjian; suatu hal tertentu; suatu sebab yang halal. Syarat pertama dan kedua adalah syarat subjektif, sedangkan syarat ke tiga dan ke empat merupakan syarat objektif dari perjanjian. Mariam Darus mengutip Asser menyatakan bahwa, dilihat dari syarat- syarat sahnya perjanjian ini maka Asser membedakan perjanjian yaitu bagian inti wezenlijkoorde dan bagian yang bukan inti non wezenlijk oorde.bagian inti disebutkan esensialia, dan bagian non inti terdiri dari naturalia dan aksidentalia. Yaitu: a. Esensialia: yaitu bagian ini merupakan bagian yang harus ada dalam perjanjian, sifat yang mene ntukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta constructieve oorde. Seperti persetujuan para pihak dan objek perjanjian; b. Naturalia: bagian ini merupakan sifat bawaan natuur perjanjian sehingga secara diam-diam melekat pada perjanjian seperti menjamin tidak ada cacat dalam benda yang dijual vrijwaring; c. Aksidentialia: bagian ini merupakan sifat yang melekat pada perjanjian dal am hal secara tegas di perjanji kan oleh para pihak seperti ketent uan-ketentuan mengenai domisili para pihak. 23 23 Mariam Darus Badrulzaman , Op,Cit., hal. 74. Universitas Sumatera Utara Dari pendapat diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa esensialia dari sebuah perjanjian adalah adanya persetujuan dari para pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan naturalia dari sebuah perjanjian a dalah merupakan sifat bawaan dari sebuah perjanjian. Sedangkan aksidentialia yang merupakan bagian non inti yang merupakan sifat yang melekat dalam sebuah perjanjian yang secara tegas diperjanjikan oleh para pihak yang melaksanankan perjanjian. Menurut Herlien Budiono, asas-asas hukum merupakan dasar pokok yang karena sifatnya fundamental dan yang dikenal di dalam hukum kontrak, terdiri dari empat asas yaitu: 24 1. Asas konsensualisme consensualisme; 2. Asas kekuatan mengikat verbindende kracht de overenkomst; 3. Asas kebebasan berkontrak contractsvrijheid; 4. Asas keseimbangan evenwichtbeginsel. a. Asas konsensualisme;consensualime Bahwa perjanjian terbentuk karena adanya perjumpaan kehendak consensus dari pihak-pihak. Perjanjian pada pokoknya dapat dibuat beb as tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara formil, tetapi cukup melalui konsensus belaka. b. Asas kekuatan mengikat perjanjian verbidende kracht der overeenkomst bahwa para pihak harus memenuhi apa yang mereka sepakati dalam perjanjian yang mereka b uat. c. Asas kebebasan berkontrak contractsvrijheid bahwa para pihak menurut kehendak bebas mengikatkan diri dengan siapapun yang ia kehendaki. Pihak -pihak juga dapat bebas menentukan cakupan isi serta persyaratan dari suatu perjanjian dengan ketentuan bah wa perjanjian 24 Herlien Budiono. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan. PT. Citra Aditya Bakti.Bandung 2010. hlm 29 -32. Universitas Sumatera Utara tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang -undangan yang sifatnya memaksa, baik ketertiban umum ataupun kesusilaan. d. Asas keseimbangan evenwichtbeginsel Bahwa suatu asas yang dimaksud untuk menyelaraskan pranata hukum dan asas-asas pokok hukum perjanjian yang dikenal dalam KUHPerdata yang mendasarkan pemikiran dan latar belakang individualisme pada suatu pihakdan cara berpikir bangsa Indonesia pada pihak lain. Asas keseimbangan perlu kita tambahkan sebagai asas hukum perjanj ian Indonesia mengingat kenyataan bahwa KUHPerdata disusun dengan mendasarkan pada tata nilai serta filsafat hukum barat. Padahal kita mempunyai tata nilai dan filsafat hukum yang berbeda.

2. Landasan Konsepsional

“Kerangka konsepsional merupakan kerangk a yang menggambarkan hubungan antara konsep -konsep khusus yang akan di teliti. Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan di teliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala ini sendiri biasanya dinamakan suatu fakta, sedangkan konsep merupakan uraian mengenai hubungan dalam fakta tersebut”. 25 Dalam rangka melakukan penelitian ini, perlu di susun serangkaian operasional dan beberapa konsep yang di pergunakan dalam penulisan ini. Yaitu untuk menghindari salah pengertian dan untuk memberikan pegangan pada proses penelitian. 1. Perjanjian. Dalam pasal 1313 KUHPerdata disebutkan bahwa : suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. 25 Soerjono Soekanto, op.cit, hal. 132 Universitas Sumatera Utara