Klasifikasi dan Penyebaran Kutulilin Pinus P. boerneri

diameter pohon muda sama dengan diameter pohon tua, maka pohon muda tersebut cenderung menghasilkan getah yang lebih banyak. Gondorukem merupakan bahan yang digunakan untuk membuat sabun, resin dan cat. Terpentin sebagai hasil sampingan gondorukem memiliki aroma yang harum dan khas. Menurut Sumadiwangsa dan Gusamailina, 2006, pengujian resin dapat dilakukan dengan menganalisis kadar air, warna, titik lunak, titik leleh, bilangan asam, bilangan iod, berat jenis, bau, persen transmisi, kadar abu, dan kadar kotoran. Terpentin dapat digunakan untuk pembuatan obat-obatan, parfum, dan desinfektan. Selain itu, terpentin juga dapat digunakan sebagai bahan campuran minyak urut karena aroma yang dihasilkan tersebut. Harga perdagangan gondorukem dan terpentin dibedakan dalam beberapa mutu atau kualitas. Saat ini di Indonesia telah membuat standar mengenai mutu atau kualitas gondorukem. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia pengelompokan getah dibedakan menjadi mutu I dan mutu II. Faktor yang menentukan kualitas gondorukem adalah warna dan kotoran. Penentuan kualitas terpentin dilakukan berdasarkan warna, kandungan kotoran, dan aroma khas terpentin. Pada dasarnya faktor utama yang mempengaruhi kualitas gondorukem maupun terpentin adalah kualitas getah yang dihasilkan pohon pinus. Gondorukem maupun terpentin yang berkualitas baik akan diperoleh jika getah yang digunakan juga merupakan getah yang tergolong baik.

2.2 Kutulilin Pinus P. boerneri

2.3.1 Klasifikasi dan Penyebaran

Hama merupakan semua binatang yang merusak hutan, hasil hutan dan secara ekonomi menimbulkan kerugian. Hama dapat merusak atau menggangu hutan dan hasil hutan melalui aktivitasnya seperti mencari tempat untuk berlindung, makan dan berkembangbiak. Yunasfi 2007, menyatakan bahwa apabila serangga dan hewan menggunakan pohon sebagai makanan atau tempat tinggal maka kerusakan yang disebabkan oleh hama tersebut akan menimbulkan kerugian secara ekonomis. Secara umum hama tanaman merupakan kelompok serangga. Hal ini disebabkan karena sebagian besar dunia binatang didominasi oleh serangga. Menurut Schowalter 2006, serangga merupakan organisme hidup yang terbesar jumlah jenisnya yaitu sekitar 75. Serangga pada umumnya merupakan pemakan tumbuhan. Selain mendominasi dunia binatang, serangga juga merupakan makhluk hidup yang mendominasi bumi. Ukuran populasi serangga dapat meningkat dengan cepat karena serangga mudah beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya dan perkembangbiakan yang cepat. Serangga akan menjadi hama jika populasi serangga tersebut meningkat hingga melampaui batas ambang ekonomi. Bagian-bagian pohon yang sering menjadi makanan utama bagi serangga yaitu daun, pucuk, batang, kulit batang, bunga, buah, ranting, akar dan cairan batang. Hama dapat menyerang berbagai macam bagian pohon dan dapat pula menyerang satu macam bagian pohon Susniahti N, Sumeno dan Sudarjat, 2005 Berdasarkan bagian pohon yang diserang, hama hutan terbagi atas hama akar hama daun, hama batang, hama pucuk dan cabang, hama bunga, dan hama buah. Selain menghambat pertumbuhan tanaman, hama juga dapat menyebabkan penurunan produksi dan kualitas produk akhir yang dihasilkan. Permasalahan hama yang sering dialami adalah adanya hama baru yang datang dari luar Indonesia eksotik yang dapat menyerang tanaman lokal. Hama tesebut dapat ditularkan melalui tanaman yang diimpor, angin ataupun sengaja dilakukan oleh manusia. Salah satu hama yang datang dari luar Indonesia adalah hama kutulilin pinus P. boerneri. Laporan serangan hama kutulilin ini P. boerneri pertama kali terjadi di India pada tahun 1970. Serangan kutulilin di Afrika, Australia, Eropa, Selandia Baru, serta Amerika Utara dan Selatan menyebabkan kerusakan bahkan kematian tanaman FAO, 2007 . Menurut McClure, 1982, adelgidae P. boerneri mungkin diperkenalkan dari Jepang dan menyerang jenis pinus yang sama di Amerika Utara. Penyebaran kutulilin pinus ini telah sampai ke Indonesia dan menyerang pohon P. merkusii tusam. Hama ini dilaporkan menyerang Hutan Tanaman pinus di Pulau Jawa yang saat ini menjadi permasalahan karena sudah menyerang hampir 6000 ha tanaman pinus. Penelitian Iriando pada tahun 2011 menunjukkan bahwa kutulilin pinus telah menyerang hutan P. merkusii di KPH Sumedang Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten pada berbagai tingkat serangan yaitu serangan ringan hingga berat. Menurut Rachmatsjah 2012, sebaran kutulilin pinus terbatas hanya menyerang tanaman pinus yang tumbuh pada ketinggian di atas 900 m dpl dengan suhu antara 16-22 C dan kelembaban antara 80-90. Penyebaran kutulilin pinus dapat terjadi melalui angin, serangga lain, burung maupun manusia Sukopramono, 2010 . Kutulilin pinus berkembang biak secara aseksual parthenogenesis bila kehidupan hanya pada satu inang, dimana betina dapat memproduksi sel telur yang berkembang tanpa melalui proses fertilisasi oleh pejantan. Bila kehidupan pada inang kedua, maka P. boerneri akan berkembang secara seksual Carter dalam Rachmatsjah, 2012. Cara reproduksi tersebut dapat menyebabkan pertambahan populasi dan penyebaran hama kutulilin pinus secara cepat pada tegakan pinus yang tumbuh serangam monokultur. Berdasarkan penelitian Rachmatsjah 2012, kutulilin yang menyerang P. merkusii di Indonesia adalah Pineus boerneri Annand termasuk dalam ordo Hemiptera dan family Adelgidae. Hal ini ditandai oleh adanya kelenjar lilin di kepala yang menyebar tidak beraturan, pada kosa terdapat tonjolan dan empat pasang spirakel pada abdomen Annand, 1928. Berdasarkan identifikasi yang dilakukan Wikispecies tahun 2011, kutulilin pinus diklasifikasikan sebagai berikut : Superregnum : Eukaryota Regnum : Animalia Subregnum : Eumetazoa Phylum : Arthropoda Subphylum : Hexapoda Class : Insecta Superordo : Condylognatha Ordo : Hemiptera Subordo : Stemorrhyncha Superfamilia : Phylloxeroidea Familia : Adelgidae Genus : Pineus Species : Pineus boerneri Annand Tungkai Stilet Rambut Spirakel Ovipositor

2.3.2 Morfologi kutulilin Pinus P. boerneri