Manfaat Pinus Pinus Pinus merkusii

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Gymnospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Coniferales Family : Pinaceae Genus : Pinus Spesies : Pinus merkusii Jungh, at de Vriese. P. merkusii atau tusam memiliki tinggi pohon 20-40 m dengan panjang batang bebas cabang 2-23 m dan tidak berbanir. Kulit luar kasar berwarna cokelat kelabu hingga cokelat tua. Menurut Martawijaya 1998, struktur kayu pinus tidak berpori serta memiliki berat jenis BJ rata-rata 0,55 dengan kelas kuat II sampai III dan kelas awet IV. Pohon pinus memiliki warna teras yang sukar dibedakan dengan gubalnya kecuali pada pohon berumur tua di mana terasnya berwarna kuning kemerahan sedangkan gubalnya berwarna putih krem. Pinus juga memiliki tekstur yang agak kasar dan serat lurus tapi tidak rata. Ciri anatomi kayu pinus tidak berpori tapi mempunyai saluran damar aksial yang menyerupai pori dan tidak mempunyai dinding sel yang jelas. Permukaan radial dan tangensial pinus mempunyai corak yang disebabkan karena perbedaan struktur kayu awal dan kayu akhirnya, sehingga terkesan ada pola dekoratif. Riap tumbuh pada pinus agak jelas terutama pada pohon-pohon yang berumur tua, pada penampang lintang kelihatan seperti lingkaran-lingkaran memusat Pandit dan Ramdan 2002.

2.1.2 Manfaat Pinus

P. merkusii memiliki banyak manfaat baik secara ekologis, ekonomi, dan sosial. Secara ekologis, pinus berfungsi sebagai tanaman pelindung tanah. Tanaman pinus merupakan tanaman intoleran dan memiliki tajuk yang rapat, sehingga lantai tanah tetap dalam keadaan basah. Selain itu, tanaman pinus biasanya akan mengugurkan daun yang sudah tua sehingga dapat mempertahankan kelembaban tanah dan terurai membentuk organik baru pada lapisan atas tanah. Kondisi ini dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan. Tanaman pinus sangat cocok untuk kegiatan rehabilitasi lahan kritis, tahan kebakaran, dan dapat dibudidayakan di tanah yang tidak subur Senjaya dan Surakusumah 2010. Pada tahun 70-an, pinus ditanam di Pulau Jawa dan dimanfaatkan untuk kegiatan reboisasi. Menurut Listyandari A 2009, pinus dapat digunakan untuk reboisasi karena pinus memiliki fungsi sebagai pelindung tanah. Selain batang, getah, ranting, dan cabang, buah tusam dapat juga digunakan sebagai bahan bakar. Menurut Suryatmojo 2006, pinus juga memiliki manfaat sebagai penyedia jasa lingkungan misalnya mengatur tata air, penyerap karbon, penghasil oksigen, jasa wisata alam, satwa, biodiversitas, dan sebagainya. Secara ekonomi dan sosial, pinus menghasilkan kayu dan getah. Kayu pinus dapat diolah menjadi perabotan rumahtangga, korek api, industri pulp, dan mebel serta bahan bahan bangunan. Ranting atau cabang yang tua dapat digunakan sebagai kayu bakar. Salah satu industri pengelohan kayu pinus untuk pembuatan perabotan rumahtangga terdapat di Cibadak, Jawa Barat. Getah pinus dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan gondorukem dan terpentin yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Hillis 1987 menyatakan bahwa getah yang dihasilkan P. merkusii digolongkan sebagai oleoresin. Oleoresin adalah getah yang keluar apabila saluran resin pada kayu tersayat dan keluar dari rongga-rongga jaringan kayu. Getah pinus terdapat pada saluran interseluler sel yang terbentuk oleh suatu mekanisme baik secara lysigenous sel pada jaringan kayu hancur dan meninggalkan celah maupun schizogenous sel memisahkan diri atau schizolysigenous. Produksi getah pinus dipengaruhi oleh kualitas tempat tumbuh, umur, kerapatan, sifat genetis, ketinggian tempat, pemberian stimulasi dan metode sadapan. Menurut Sumadiwangsa 2003, pohon pinus sudah dapat disadap getahnya jika telah berumur 10 tahun. Produksi getah pohon pinus sangat bervariasi yaitu dari 0-200 g per pohon per panen. Pohon tua dapat menghasilkan 30-60 kg getah, 20-40 kg resin murni dan 7-14 kg terpentin per tahun. Semakin tua umur pohon, maka produksi getah pinus juga akan semakin bertambah. Tegakan P. merkusii yang berumur tua cenderung menghasilkan getah yang lebih banyak daripada yang berumur muda Listyandari AK, 2009. Namun jika diameter pohon muda sama dengan diameter pohon tua, maka pohon muda tersebut cenderung menghasilkan getah yang lebih banyak. Gondorukem merupakan bahan yang digunakan untuk membuat sabun, resin dan cat. Terpentin sebagai hasil sampingan gondorukem memiliki aroma yang harum dan khas. Menurut Sumadiwangsa dan Gusamailina, 2006, pengujian resin dapat dilakukan dengan menganalisis kadar air, warna, titik lunak, titik leleh, bilangan asam, bilangan iod, berat jenis, bau, persen transmisi, kadar abu, dan kadar kotoran. Terpentin dapat digunakan untuk pembuatan obat-obatan, parfum, dan desinfektan. Selain itu, terpentin juga dapat digunakan sebagai bahan campuran minyak urut karena aroma yang dihasilkan tersebut. Harga perdagangan gondorukem dan terpentin dibedakan dalam beberapa mutu atau kualitas. Saat ini di Indonesia telah membuat standar mengenai mutu atau kualitas gondorukem. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia pengelompokan getah dibedakan menjadi mutu I dan mutu II. Faktor yang menentukan kualitas gondorukem adalah warna dan kotoran. Penentuan kualitas terpentin dilakukan berdasarkan warna, kandungan kotoran, dan aroma khas terpentin. Pada dasarnya faktor utama yang mempengaruhi kualitas gondorukem maupun terpentin adalah kualitas getah yang dihasilkan pohon pinus. Gondorukem maupun terpentin yang berkualitas baik akan diperoleh jika getah yang digunakan juga merupakan getah yang tergolong baik.

2.2 Kutulilin Pinus P. boerneri