Jurnalisme Sastrawi Kerangka Teori

14 Menurut Kerlinger, teori merupakan suatu himpunan konstruk atau konsep yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut Rakhmat, 2004: 6. Dalam hal ini, teori juga berfungsi untuk memberi bantuan dalam mempertajam analisis peneliti dalam meneliti pokok permasalahan. Teori- teori yang relevan dengan penelitian ini adalah:

I.6.1 Jurnalisme Sastrawi

Jurnalisme sastrawi pertama kali dicetuskan oleh wartawan Amerika Serikat, Tom Wolfe, dengan nama new journalism. Beberapa pemikir jurnalisme kemudian mengembangkan temuan Wolfe. Ada yang menggunakan nama narrative reporting, ada juga yang memakai nama passionate journalism. Pulitzer Prize menyebutnya explorative journalism. Roy Peter Clark dalam Harsono, 2008: viii, seorang guru menulis dari Poynter Institute, Florida, mengembangkan pedoman standar 5W+1H menjadi pendekatan baru yang naratif. 5W+1H adalah singkatan dari who siapa, what apa, where di mana, when kapan, why mengapa, dan how bagaimana. Pada narasi, menurut Clark dalam sebuah esai Nieman Reports, who berubah menjadi karakter, what menjadi plot atau alur, where menjadi setting, when menjadi kronologi, why menjadi motivasi, dan how menjadi deskripsi narasi. Majalah The New Yorker bahkan pernah menerbitkan sebuah laporan hanya dalam satu edisi majalah karena panjangnya karya tersebut. Judulnya Hiroshima karya John Hersey yang dimuat pada 31 Agustus 1946 tentang korban bom atom Hiroshima. Karya ini dipilih oleh sebuah panel wartawan dan akademisi Universitas Columbia sebagai naskah terbaik Jurnalisme Amerika abad ke-20 Hersey, 2008: viii. Kini karya Universitas Sumatera Utara 15 ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan dalam bentuk buku yang juga berjudul Hiroshima oleh Komunitas Bambu pada tahun 2008. Robert Vare dalam Harsono, 2008: xii yang pernah bekerja untuk majalah The New Yorker dan Rolling Stones menjelaskan bahwa setidaknya ada tujuh pertimbangan dalam menulis tulisan bergenre ini. Tujuh hal tersebut ialah: 1. Fakta. Setiap detail yang dilaporkan harus berupa fakta. Walaupun menggunakan kata dasar “sastra” tapi ia tetap jurnalisme yang mementingkan fakta. 2. Konflik. Sebuah tulisan panjang lebih mudah dipertahankan daya pikatnya bila ada konflik. 3. Karakter atau penokohan. Fungsinya adalah untuk membantu mengikat cerita. 4. Akses. Maksudnya di sini adalah, akses pada masing-masing narasumber yang menjadi karakter di tulisan. Akses juga bisa berupa wawancara, dokumen, korespondensi, foto, buku harian, gambar, kawan, musuh, dan sebagainya. 5. Emosi. Segala emosi akan membantu pembaca tetap tertarik untuk menghabiskan tulisan. 6. Perjalanan waktu. Robert Vare mengibaratkan laporan surat kabar dengan sebuah potret atau foto. Laporan panjang adalah sebuah film atau video. Ranah waktu jadi penting. Ini juga yang Universitas Sumatera Utara 16 membedakan narasi dari feature. Feature hanya memotret sebuah kejadian atau kondisi, sedangkan jurnalisme sastrawi berupa video yang merekam secara runut dan detail. 7. Unsur kebaruan. Media lain mungkin telah menceritakan kondisi atau data dari sebuah kejadian, untuk itu jurnalisme sastrawi harus memberikan apa yang pembaca belum tahu. Tentu saja apa yang lebih dalam dari yang mereka dapatkan dari media lain.

I.6.2 Media Massa dan Konstruksi Sosial