Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara (1981-1990)

(1)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA (1981-1990) SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN O

L E H

Nama : Fitri Afriani S Nim : 040706013

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA

(1981-1990)

Yang diajukan Oleh Nama : Fitri Afriani S

NIM : 040706013

Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian Proposal skripsi oleh : Pembimbing,

Drs. Indera, M. Hum Tanggal,……….

NIP 131 785 644

Ketua Departemen Sejarah,

Dra. Fitriaty Harahap, S.U Tanggal,……….

NIP 131 284 309

DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas Rahmat dan Karunia-Nya yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sejak awal hingga penyelesaian. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk melengkapi persyaratan di dalam mencapai gelar sarjana di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara di bidang Ilmu Sejarah.

Suatu kebahagiaan tersendiri ketika mampu menyelesaikan rangkaian penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera

Utara (1981-1990), dari masa studi hingga penyelesaian program pendidikan di Fakultas

Sastra Departemen Ilmu Sejarah Universitas Sumatera Utara. Akan tetapi dalam penyelesaian skripsi ini, penulis merasakan banyak memperoleh bantuan serta bimbingan yang cukup berharga dari berbagai pihak, terutama staf pengajar Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara serta rekan-rekan yang telah banyak membantu penyelesaian skripsi ini.

Penulis berharap agar tulisan ini berguna bagi semua pihak dan menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu diharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi terciptanya kesempurnaan penulisan skripsi yang memiliki pembahasan yang sama kedepannya.

Medan, Januari 2009 Penulis,


(4)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

ABSTRAK

Kehidupan para penderita gangguan jiwa di Medan tidak jauh berbeda dengan penderita gangguan jiwa di daerah lain. Masyarakay mengucilkan penderita gangguan jiwa karena penyakit tersebut dianggap merupakan suatu kutukan dan dapat mengganggu ketenangan masyarakat. Orang-orang gila seringkali dikonsepsikan sebagai mereka yang menyimpang dari matoritas masyarakat. Terhadap mereka, masyarakat menghardiknya dan mengasingkannya secara tidak manusiawi. Mereka dianggap sampah yang mengganggu keindahan, kenyamanan dan ketertuban kota. Kedatangan Belanda ke Sumatera Utara tidak hanya membawa misi penyebaran agama saja tetapi juga pelayanan kesehatan. Dengan mendirikan Rumah Sakit Jiwa di Medan maka dapat merubah pandangan masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa karena penyakit tersebut sapat diobati.

Penulisan sejarah tentang “ Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara (1981-1990)” ini menggunakan metode sejarah dan ilmu bantu lainnya.


(5)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji syukur kepada Allah Bapa dan melalui putera-Nya Yesus Kristus, atas berkat, kasih serta penyertaan-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra di bidang Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Atas segala kritik, saran dan bantuan spiritual dan materil yang telah diterima dari berbagai pihak yang membantu penyelesaian skripsi ini, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ayahanda K. Silalahi dan Ibunda R.Turnip dan kedua Abang tersayang, Abang Dedi Silalahi dan Anto Silalahi serta adikku Abdu Silalahi yang selalu memberikan dukungan selama masa pendidikan hingga selesai penulisan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Syaifudin, MA, Ph.D selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

3. Ketua Departemen Ilmu Sejarah, Ibu Dra. Fitriaty Harahap, SU dan Sekretaris Departemen Ilmu Sejarah, Dra. Nurhabsyah, M.Si atas bimbingannya yang telah diberikan dalam masa perkuliahan maupun dalam proses penyelesaian skripsi ini. 4. Bapak Drs. Indera M.Hum. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan

waktu dan pikirannya dalam memberikan arahan dan bimbingan.

5. Seluruh Staf pengajar di Departemen Ilmu Sejarah, yang telah mendidik dan memberi pengetahuan selama ini.


(6)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

6. Seluruh informan yang telah membantu dalam melengkapi sumber penelitian ini terutama buat ibu Nurhaidah, Ibu Wirda dan Ibu Saridanur.

7. Seluruh kawan-kawan stambuk 2004, Deni, Ain, Wardika, Debi, Piolina,

khususnya Elizabeth, Jernita, Maya dan stambuk lainnya.

8. Terakhir untuk keluarga yang selalu memberi arahan dan masukan selama

penulisan skripsi ini, Tante dan Uda Hans dan keluarga lainnya yang telah membantu.

Tertanda,


(7)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………. i

ABSTRAK………... ii

UCAPAN TERIMAKASIH……… iii

DAFTAR ISI……… iv

DAFTAR LAMPIRAN……… v

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah………. 1

1.2.Rumusan Masalah……….. 5

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 6

1.4.Tinjauan Pustaka………. 6

1.5.Metode Penelitian……….. 9

BAB II GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Berdirinya Rumah Sakit di Indonesia………. 10

2.2. Berdirinya Rumah Sakit Jiwa di Indonesia……… 12

2.3. Sekilas Tentang Gangguan Jiwa……… 16

BAB III KEBERADAAN RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA 3.1. Keadaan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara... 22

3.2. Penyerapan Tenaga Kerja di sektor Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara……… 26

3.3. Manajemen Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara ……… 29

3.3.1. Kepemimpinan Rumah Sakit………... 33

3.3.2. Hambatan yang Dihadapi Rumah Sakit……… 35

3.3.3. Subsidi Bagi Rumah Sakit dan Pasien……… 39


(8)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

BAB IV PERANAN RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA

4.1. Dalam Bidang Kesehatan ……… 43 4.2. Dalam Bidang Pendidikan………. 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN

5.1. Kesimpulan ……… 59 5.2. Saran-saran………. 61

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR INFORMAN LAMPIRAN


(9)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rumah Sakit Jiwa Daerah Proviinsi Sumatera Utara Lampiran 2 Pasien penderita gangguan jiwa

Lampiran 3 Kamar cuci untuk mencuci pakaian-pakaian dan peralatan kamar pasien Lampiran 4 Dapur rumah sakit


(10)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam sejarah perkembangan rumah sakit terdapat interaksi antara lingkungan sekitar dengan keadaan di dalam rumah sakit. Rumah sakit merupakan sebuah lembaga yang melakukan kegiatan tidak di ruang hampa.1

Melalui pemikiran tersebut terlihat bahwa dalam mengkaji dan merekonstruksi suatu peristiwa sejarah menunjukkan masa lalu merupakan bagian yang penting. Sejarah selalu melihat permasalahan yang terjadi dalam lingkungan alam karena sejarah berbicara tentang manusia, tempat dan waktu. Demikian halnya dengan penulisan sejarah itu sendiri, sejarah dipandang sebagai rangkaian peristiwa yang dialami manusia di dunia ini, dengan kejadian-kejadian yang datang silih berganti di masa lalu dan membentuk masa sekarang, serta masa yang akan datang.

Sejarah rumah sakit merupakan studi mengenai perubahan-perubahan, dimana perubahan selalu terjadi pada masa lalu, masa sekarang, dan masa mendatang sehingga merubah sistem rumah sakit itu. Sejarah selalu mengikuti perkembangan jaman dimana setiap perkembangan tidak bisa terlepas dari masa lalunya. Dan masa lalu itu merupakan peristiwa sejarah yang tidak pernah usang dan hilang untuk diperbincangkan.

2

1

Laksono Trisnantoro, Aspek Strategis Manajemen Rumah Sakit, Yogyakarta : ANDI, 2005. hal.ii

2

Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada , 1993, hal.34

Sejarah sebagai suatu kejadian hanya sekali terjadi, namun sejarah dalam bentuk tulisan dapat terjadi lebih dari sekali. Penulisan sejarah bertuhuan untuk mencerutakan kejadian masa lampau cebagai pedoman untuk


(11)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

berbuat lebih bijaksana sehingga kesalahan pada masa lampai tidak terjadi pada masa kini dan masa yang akan datang. Penulisan sejarah dilakukan terus menerus karena dinamika masyarakat yang mengakibatkan perubahan-perubahan dalam masyarakat baik secara cepat maupun lambat. Faktor manusia pada umumnya sangat berperan sekali untuk menentukan arah dan perkembangan sebuah lembaga.3 Pada prinsipnya sejarah itu tidak hanya berpatokan kepada penulisan masa lampau dan masa kini namun membahas keadaan sosial, ekonomi, politik, dan yang terjadi di masyarakat. Oleh sebab itu sejarah terus berkembang yang mengakibatkan terjadi perubahan sosial, ekonomi, politik dan budaya.4

Sejarah di Indonesia terbagi menjadi beberapa masa, salah satunya masa Kolonial Belanda. Masa ini merupakan masa yang penting bagi Indonesia karena banyak

Peristiwa sejarah akan selalu mengalami perubahan mengikuti kondisi zaman yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Seorang sejarawan akan selalu merekonstruksi peristiwa sejarah mendekati objektif sesuai dengan kemampuan, dan semuanya tidak terlepas dari kondisi lingkungan yang secara tidak langsung turut mempengaruhinya seperti kemajuan sebuah rumah sakit. Perkembangan penulisan sejarah ini juga mengenal berbagai kriteria. Dari sudut geografi, maka penulisan dapat dipandang sebagai sejarah lokal. Sejarah lokal berarti sejarah dari suatu tempat yang batasan wilayahnya ditentukan oleh penulis itu sendiri. Penulisan sejarah lokal bukan berarti menonjolkan kelebihan suatu daerah tetapi untuk memperkaya khasanah sejarah.

3

Sartono Kartodirjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia : Suatu Alternatif, Jakarta : Gramedia, 1982, hal.2

4


(12)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

memberikan pengaruh kepada Indonesia dalam perkembangannya. Pemerintahan kolonial banyak memberikan peninggalan-peninggalan bersejarah yang sangat penting bagi Indonesia, salah satunya adalah berdirinya sebuah rumah sakit di Indonesia. Sejarah rumah sakit di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perkembangan Ilmu kedokteran di Asia. Masa ini merupakan awal dari beralihnya sistem tradisional kesehatan di Asia yang mengacu pada sistem Cina terutama permasalahan pelayanan kesehatan.5

5

Laksono Trisnantoro, Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi Dalam Manajemen Rumah Sakit, Yogyakarta : Universitas Gajah Mada, 2004. hal.4

Pelayanan rumah sakit di Indonesia telah dimulai sejak awal keberadaan VOC sebagai bagian tidak terpisahkan dari aktifitas VOC itu sendiri. Pembangunan rumah sakit merupakan upaya untuk mengatasi persoalan yang dihadapi akibat pelayaran yang jauh, yaitu dari Eropa ke Indonesia. Pelayaran ini banyak menimbulkan dampak kesehatan selain karena kondisi yang jauh juga adanya perbedaan iklim antara Eropa dan Indonesia sehingga banyak diantara mereka yang tidak mampu untuk beradaptasi. Maka untuk mengatasi persoalan kesehatan itu diperlukan fasilitas medis yang baik. Dari kondisi inilah mereka mendirikan rumah sakit di Indonesia.

Pada awalnya pelayanan rumah sakit di Indonesia hanya diperuntukkan bagi orang-orang Eropa, selanjutnya orang non-Eropa yang bekerja dengan VOC mendapat kesempatan untuk menggunakan rumah sakit, akan tetapi berbeda tempat, fasilitas dan pelayanan. Walaupun pada akhir abad 17 ada usaha dari misionaris Kristen untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada anak-anak pribumi, tetapi lingkup dan dampak ini terlihat kecil. Baru pada akhir abad 19 suatu usaha sistematis dalam pelayanan rumah sakit kepada penduduk pribumi dilakukan oleh para misionaris Kristen di Indonesia.


(13)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

Sampai akhir abad 19, pada dasarnya rumah sakit di Indonesia merupakan rumah sakit militer yang secara eksklusif ditujukan kepada anggota kesatuan militer dan pegawai pemerintahan Kolonial Belanda. Apabila penduduk pribumi ingin mendapat pelayanan kesehatan, hal itu hanya dilakukan sebagai bagian dari upaya melindungi kepentingan orang Eropa. Walaupun pelayanan kesehatan diberikan untuk penduduk pribumi namun pelayanan tersebut tergantung pada kebutuhan dan kemampuan pasien, sehingga secara tidak langsung kelas dalam rumah sakit tersebut sudah tercipta. Penduduk pribumi yang mendapat pelayanan kesehatan diwajibkan untuk membayar, dan dana tersebut digunakan untuk perkembangan rumah sakit pada waktu itu, dan lain yang diperoleh untuk perkembangan rumah sakit diperoleh dari subsidi penguasa.

Dalam perkembangan pelayanan rumah sakit terhadap masyarakat terjadi pergeseran kebijakan politik kolonial pada abad 19 dan awal abad 20. Pergeseran ini secara langsung berdampak pula pada kebijakan kesehatan pemerintah kolonial di Indonesia yang berpengaruh terhadap perkembangan pelayanan rumah sakit oleh pemerintah untuk penduduk pribumi. Salah satu organisasi sosial keagamaan seperti Muhammadiyah mendirikan rumah sakit sederhana dalam bentuk pelayanan kesehatan umum bagi masyarakat.6

Dengan banyak berdirinya rumah sakit dapat menunjukkan bahwa masyarakat memang sangat membutuhkannya dan seiring bertambahnya waktu, banyak penyakit-penyakit baru yang akhirnya melahirkan rumah sakit yang lebih spesifik ( RS khusus).

Pada masa kekuasaan Daendels di Indonesia terjadi perubahan yang cukup penting. Sejak saat itu personil militer dibebaskan dari biaya rumah sakit, sedangkan pegawai sipil baru kemudian menikmati pembebasan biaya rumah sakit.

6


(14)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

Salah satu diantaranya ialah penyakit kejiwaan yang mengharuskan ada pelayanan kesehatan bagi pasien secara khusus. Adapun rumah sakit yang dimaksud adalah Rumah Sakit Jiwa.

Pada masa pemerintahan Kolonial Belanda di Sumatera Utara didirikan Rumah Sakit Jiwa (Doorgangshuizen Voor Krankzinnigen) pada tahun 1935 yang berada di Glugur. Setelah pendudukan Jepang, Rumah Sakit Jiwa ini dikuasai oleh pemerintah Jepang pada tahun 1943 sampai dengan 1945. Pada tahun 1947 Rumah Sakit Jiwa ini dikuasai oleh tentara sekutu. Pada tahun 1958 Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara dipindahkan ke jalan Timor No.10 Medan. Selanjutnya pada tahun 1981 Rumah Sakit Jiwa ini dipindahkan lagi ke jalan Tali Air. Dipindahkan karena ada perubahan tata kota Medan sehingga diadakan Ruislaag. Dasar hukum Ruislaag ini adalah Surat Menteri Kesehatan Nomor 277/MENKES/VIII/78 dan Nomor 1897/YANKES/DKJ/78. Dengan adanya pengembangan kota Medan tersebut, Rumah Sakit Jiwa ini berada di Jalan Tali Air No.21 Medan. akhirnya pada tanggal 5 Februari 1981 Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara ini mulai ditempati dan diresmikan oleh Menteri Kesehatan RI Dr. Suwardjono Suryaningrat.

Dengan melihat keberadaan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara ini, maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat penelitian ini dengan judul Rumah

Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara (1981-1990). Penelitian Rumah Sakit

Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara menarik diteliti karena belum pernah ada yang melakukan penelitian terhadap Rumah Sakit Jiwa ini. Adapun Periodesasi dalam penulisan ini adalah tahun 1981 sampai dengan 1990. Tahun 1981 merupakan tahun awal


(15)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

dimana Rumah Sakit Jiwa ini mulai ditempati dan diresmikan. Tahun 1990 merupakan akhir pembahasan batas waktu penelitian.

1.2. Rumusan Masalah

Penulisan sejarah harus memiliki permasalahan pokok yang spesifik untuk dijadikan tempat berpijak dalam penelitiannya dan sekaligus dapat mempermudah pemecahan masalah tersebut. Rumusan masalah merupakan awal dari segenap proses ilmiah. Tanpa rumusan masalah tidak akan ada penelitian ilmiah karena masalah merupakan jantung atau inti dari setiap rencana penelitian ilmiah. Masalah yang dirumuskan sangat menentukan keberhasilan suatu penulisan. 7

1. Bagaimana keberadaan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara ? Adapun yang menjadi masalah, antara lain:

2. Bagaimana peranan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara ?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui, antara lain:

1. Keberadaan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera 2. Peranan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Adapun Manfaat Penelitian ini antara lain:

1. Sebagai sumber informasi tentang Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

2. Sebagai sumber informasi untuk Departemen Sejarah tentang penulisan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

1.4. Tinjauan Pustaka

7


(16)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

Ada beberapa kerangka pemikiran yang diambil sebagai bahan acuan telaah pustaka diantaranya buku T.M. Panjaitan yang berjudul, “Standar Pelayanan Rumah

Sakit, Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan”. Beliau menjelaskan bahwa,

ada hal-hal yang menjadi persyaratan yang harus dipenuhi sebuah rumah sakit. Setiap rumah sakit pemerintah maupun swasta harus menerapkan standar dan kriteria agar dapat mencapai pelayanan yang bermutu. Pelayanan rumah sakit merupakan pelayanan yang profesional terhadap pasien tanpa memandang latar belakang pasien, dan para dokter harus dapat menjaga kode etika kedokteran sehingga pasien merasa puas dan nyaman.

Selanjutnya menjelaskan tentang hal-hal yang diperlukan dalam rumah sakit. Rumah sakit tidak saja berfungsi sebagai tempat berbagai profesi melakukan kegiatan untuk mencari nafkah, serta menjadi tempat berbagai kegiatan mencari keuntungan dari penjualan obat atau pemakaian peralatan kedokteran tetapi bagaimana rumah sakit dapat berpegang pada misi sosial untuk menyembuhkan orang sakit, sekaligus menjelaskan bahwa rumah sakit harus memberikan fasilitas yang layak bagi pasien.

Laksono Trisnantoro dalam bukunya “ Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi

Dalam Manajemen Rumah Sakit”, banyak menceritakan tentang sejarah berdirinya

rumah sakit di Indonesia, mulai dari awal hingga perkembangannya. Dalam buku ini dijelaskan latar belakang berdirinya rumah sakit di Indonesia. Di samping itu juga membahas peranan yang dilakukan oleh orang Eropa dalam perkembangan rumah sakit di Indonesia termasuk pengaruh misi zending yang memberikan perubahan penting bagi perkembangan rumah sakit.

Sejarah perkembangan sistem manajemen rumah sakit di Indonesia dari masa Kolonial Belanda hingga masa Perang Kemerdekaan. Menurut Laksono Trisnantoro


(17)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

dengan berpijak pada akar sejarah, maka keadaan rumah sakit di Indonesia dapat dibahas secara berkelompok yaitu: Rumah Sakit Pemerintah, Rumah Sakit Swasta Keagamaan, hingga rumah sakit swasta yang mencari keuntungan. Sistem ekonomi berperan penting dalam sebuah rumah sakit karena dapat merubah berbagai hal di dalam rumah sakit, termasuk para profesional di rumah sakit dimana pola hidup mereka cenderung bergerak ke arah budaya global yang berorientasi pada materi. Selanjutnya manajemen dalam rumah sakit sangat penting dalam sebuah rumah sakit, sekaligus membahas sistem menejemen rumah sakit dalam perspektif sejarah, mulai dari perkembangnnya sampai kepada pendanaannya sehingga sebuah rumah sakit bisa bertahan.

Soedarmono Soejitno dkk., bukunya yang berjudul “ Reformasi Perumahsakitan

Indonesia” mengatakan bahwa rumah sakit pertama yang berdiri di negara ini adalah

milik swasta, yaitu rumah sakit yang dimiliki VOC. Pada awalnya pelayanannya hanya eksklusif untuk orang Eropa. Kemudian orang non-Eropa pegawai VOC juga diperbolehkan berobat, tetapi tempat, fasilitas dan pelayanannya dibedakan dengan pasien Eropa. Ketika VOC jatuh bangkrut kemudian diambil alih oleh pemerintah Kolonial Belanda, namun tetap saja kepentingan rakyat banyak merupakan prioritas rendah. Penduduk pribumi mulai mendapat perhatian ketika para misionaris kristen datang yang kemudian diikuti oleh berbagai organisasi sosial keagamaan seperti Muhammadiyah. Maka dapat disimpulkan bahwa kecuali rumah sakit milik organisasi sosial keagamaan, orientasi utama dari pelayanan rumah sakit selama masa penjajahan adalah memaksimalkan keuntungan penguasa.

Menurut Soedarmono Soejitno dkk. bahwa faktor yang menyebabkan perubahan lingkungan pada rumah sakit, dimana perubahan lingkungan membimbing organisasi


(18)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

untuk memiliki orientasi kedepan demi kelangsungan hidup dan perkembangannya. Orientasi organisasi ini disebut orientasi strategis. Orientasi strategis membentuk pola organisasi dalam beradaptasi terhadap perubahan lingkungannya dan merupakan kunci dari keberlangsungan serta perkembangan organisasi di masa mendatang.

1.5. Metode Penelitian

Peristiwa sejarah tidak dapat berulang, kejadian sejarah hanya sekali terjadi karena sejarah itu adalah peristiwa itu sendiri. Kejadian sejarah dapat berulang hanya dalam bentuk tulisan atau pengkisahan. Untuk memudahkan penelitian ini diperlukan metode sejarah. Metode sejarah adalah suatu proses yang mempunyai aturan-aturan yang dipenuhi untuk membantu mendapatkan kebenaran suatu sejarah.8

8

Louis Gottschalk, Understanding History, Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto, Jakarta : Gramedia,1985, hal.143

Metode penelitian sejarah memiliki 4 (empat) tahapan, antara lain:

1. Heuristik, yaitu mengadakan pengumpulan sumber yang berkaitan dengan obyek penelitian dengan cara mengadakan penelitian lapangan yang dikenal dengan

field research melalui wawancara, angket, kuesioner, dan lain-lain. Sedangkan metode

penelitian ke pustakaan atau library research dilakukan dengan cara mencari buku-buku, majalah, arsip yang relevan dengan topik yang dibahas.

2. Melakukan kritik dan seleksi terhadap informasi yang telah dikumpulkan, baik secara ekstern maupun secara intern untuk mendapatkan kebenaran informasi tersebut.


(19)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

3. Interpretasi ( penafsiran ) dimana setelah didapatkan sumber yang sesuai dengan skripsi maka dilakukan penafsiran atas sumber yang telah didapat. Selanjutnya data-data yang sudah di seleksi dapat menjadi fakta yang benar.

4. Penulisan sejarah atau disebut historiografi. Penulisan sejarah dalam karya ilmiah harus memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan. Format-format yang disesuaikan dengan kaidah-kaidah yang berlaku untuk penulisan ilmiah. Penulisan ini juga menggunakan teori dan konsep dari pengetahuan lainya. Terutama dari ilmu-ilmu pengetahuan sosiologi dan antropologi.

BAB II

GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT

2.1 Berdirinya Rumah Sakit di Indonesia

Hadirnya orang Belanda di Indonesia yang kemudian menjadi penguasa telah banyak mempengaruhi segi-segi kehidupan pribumi, yang salah satunya dapat kita lihat dari segi kesehatan. Pengaruh segi kesehatan tersebut dapat dilihat dari banyaknya berdiri rumah sakit di Indonesia. Rumah sakit merupakan salah satu jaringan pelayanan kesehatan yang penting, sarat dengan tugas, masalah, beban, dan harapan yang digantungkan padanya. Rumah sakit pertama yang berdiri di negara ini adalah rumah sakit milik swasta (VOC), sebuah perusahaan Belanda yang memiliki konsesi untuk memanfaatkan segala sumber daya di wilayah jajahannya. Penduduk pribumi boleh dikatakan tidak mendapat perhatian dalam masalah pelayanan rumah sakit ini.

Orang sipil yang berhak mendapat pelayanan rumah sakit hanya orang Eropa atau penduduk non-Eropa yang secara yuridis formal disamakan dengan orang Eropa. Hal ini


(20)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

berhubungan dengan kebijakan kesehatan pengusaha pada waktu itu yang tidak mengindahkan penduduk pribumi. Pelayanan rumah sakit kepada orang pribumi dipelopori oleh para misionaris Kristen. Dalam perkembangannya beberapa organisasi sosial-keagamaan, seperti Muhammadiyah mendirikan rumah sakit sederhana dalam bentuk pelayanan kesehatan rumah sakit untuk penduduk pribumi.

Pada masa awal perkembangan rumah sakit masa VOC sampai awal abad 19, pendanaan rumah sakit diperoleh dari subsidi penguasa dan dana yang diambil dari pasien yang pada dasarnya adalah pegawai VOC. Pada saat itu juga telah berkembang pemberian pelayanan rumah sakit tergantung kepada kebutuhan dan kemampuan pasien. Tinggi atau rendahnya tarif yang diberlakukan sesuai dengan pelayanan dan kebutuhan pasien, sehingga tidak secara langsung perbedaan kelas dalam rumah sakit sudah tercipta pada waktu itu. Sementara itu, rumah sakit milik orang Cina diharuskan membiayai sendiri dan dana itu terutama diambil dari pajak khusus yang berlaku pada masyarakat Cina pada waktu itu.

Keberadaan pendidikan “Dokter Jawa” pada bagian kedua abad 19 mempunyai arti penting dalam pelayanan rumah sakit untuk penduduk pribumi. Pada masa awal para “Dokter Jawa” ini hanya memberikan pelayanan kesehatan untuk penduduk sipil pribumi tidak dalam pengertian pelayanan rumah sakit, akan tetapi setelah pemerintah mulai membangun rumah sakit maka para “Dokter Jawa” ini merupakan pendukung utama dari pelayanan rumah sakit untuk penduduk sipil pribumi.

Sejak akhir abad 19 terdapat pengembangan rumah sakit swasta yang dikelola oleh perkebunan besar dan perusahaan pertambangan, pada sektor perkebunan


(21)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

dan pertambangan, biaya rumah sakit para buruh dipotong langsung secara regular dari upah yang mereka terima, terlepas dari apakah mereka memanfaatkan pelayanan rumah sakit ataukah tidak. Satu catatan yang perlu diperhatikan bahwa walaupun hampir semua rumah sakit pada awal abad 20 sudah membuka pelayanan untuk penduduk pribumi, pada dasarnya perbedaan secara yuridis formal dalam masyarakat kolonial tetap tercermin dalam pelayanan rumah sakit.

Di kalangan penduduk sipil pribumi ada empat kelompok yang dinyatakan bebas dari biaya rumah sakit, antara lain pelacur yang ditemukan sakit, orang gila, penghuni penjara, dan orang sipil yang bekerja pada kegiatan pemerintah. Rumah sakit swasta, seperti rumah sakit milik misionaris Kristen dan milik perusahaan pada mulanya harus membiayai sendiri semua kebutuhan dan sejak tahun 1906 pemerintah sudah memberikan subsidi secara teratur dalam bentuk bantuan tenaga, peralatan, obat-obatan, maupun dana. Berdasarkan peraturan tahun 1928, sekitar 60% sampai 70% dari seluruh biaya operasional rumah sakit milik misionaris Kristen disubsidi oleh pemerintah.

Akar sejarah tersebut menunjukkan bahwa rumah sakit di Indonesia berasal dari suatu system yang berbasis pada rumah sakit militer, yang diikut i oleh rumah sakit keagamaan, dan kemudian berkembang menjadi rumah sakit pemerintah serta menunjukkan aspek sosial yang akan memberikan pengaruh besar pada persepsi masyarakat mengenai rumah sakit. Patut dicatat pula bahwa subsidi pemerintah merupakan suatu hal yang sangat umum terjadi sebelum kemerdekaan. Sebagai catatan lain, sistem asuransi kesehatan telah dikenal lama dalam sejarah pelayanan kesehatan di Indonesia.


(22)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

Dalam hal ini, maka jaminan pelayanan kesehatan oleh pemerintah merupakan hal yang sudah lama dipraktikkan. Akar sejarah jaminan pelayanan kesehatan oleh pemerintah berdasarkan pada pemikiran sederhana para pelaut, serdadu, pedagang, dan birokrat layak mendapat pelayanan dari pemerintah karena jauh dari keluarga.

2.2 Berdirinya Rumah Sakit Jiwa di Indonesia

Sejak masa penjajahan Belanda, penderita gangguan jiwa sudah ada. Tidak hanya di kalangan pribumi sendiri tetapi orang-orang Belanda juga banyak yang mengalami gangguan jiwa. Rumah sakit jiwa belum berdiri pada waktu itu. Namun, para penderita tetap dapat dirawat di rumah sakit militer.

Pada tahun 1819 Rumah sakit militer didirikan di Batavia yang memiliki 400 tempat tidur dan pada 1830 jumlah penderita bertambah demikian banyak sehingga meskipun sudah menampung 500 penderita dirasakan tempat belum mencukupi. Kemudian dibangun bangsal tambahan yang terbuat dari bambu seluas 190 kaki kali 22 kaki dengan emperen selebar 6 kaki. Suatu perubahan besar sebagai tindak lanjut usul Chef van de Staf adalah keputusan untuk mendirikan bangunan tambahan di rumah sakit militer besar di Batavia, Semarang, dan Surabaya yang terdiri atas 3-4 kamar, khusus untuk merawat penderita penyakit jiwa yang berasal dari Eropa.

Pada perkembangan selanjutnya, pemerintah mengeluarkan keputusan untuk membangun benteng di lokasi Militaire Hospitaal. Dengan keputusan Kabinet No. 54 Geheim (Rahasia), 13 Januari 1832, dibangun Fort Prins Frederik di lokasi Militaire Hospitaal. Militaire Hospitaal dipindahkan ke tempat rumah lama Generaal dekat tangsi yang daerahnya oleh masyarakat dikenal sebagai de Tuin van Weltevreden (taman


(23)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

Weltevreden). Dengan demikian, berakhirlah riwayat rumah sakit militer yang didirikan sebagai Buiten Hospitaal oleh Gouverneur-Generaal van Imhoff pada 1744.

Rumah sakit militer baru dirancang supaya dapat merawat 430 militer dan 24 perwira. Dengan menggunakan anggaran terbatas 62622 gulden dan dengan mendayagunakan gedung-gedung lama, berhasil dibangun antara lain :

1. Enam bangsal perawatan. Panjang keenam bangsal adalah 837 kaki dengan memperhitungkan tempat 2.25 kaki untuk setiap penderita.

2. Tempat penampungan penderita sakit jiwa.

3. Bangsal perawatan untuk perwira sepanjang 112 kaki bersambungan dengan tempat penjagaan dan kantor sepanjang 30 kaki.

4. Apotek dengan rumah apoteker.

5. Badhuis (rumah mandi) dengan rumah Badmeester (pengatur rumah mandi). 6. Kamar jenazah dan otopsi.

7. Dapur dengan rumah koki, gudang pakaian, rumah penjaga gerbang, dan gardu penjagaan, garasi kereta dengan kandang kuda.

8. Dua bangunan lain, satu untuk kettinggangers dan yang kedua untuk pembawa perahu dan para boejangs (tenaga kerja kasar).

9. Generaals-woning (rumah jenderal) lama dibagi dua untuk Direktur dan chirurgijn-majoor. Di halaman rumah sakit juga dibangun rumah tinggal untuk dirigeerende-officier van gezondheid, 4 chirurgijnen, ziekenvaders (perawat), dan 35 oppassers (penjaga penderita).


(24)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

Masyarakat pribumi tidak bisa menikmati rumah sakit tersebut. Bagi pasien pribumi hanya bisa berobat di rumah sakit Chineesch Hospitaal. Rumah sakit yang sangat penting di Batavia ini dilayani oleh 2 dokter dan 2 perawat. Rumah sakit ini lebih tepat dikatakan sebagai penginapan daripada sebuah rumah sakit karena keadaannya yang buruk, tidak ada ketertiban dan pengelolaan yang baik serta kurangnya perhatian yang diberikan kepada para penderita.

Chineesch Hospitaal didirikan pada 1640, anggaran biaya terutama berasal dari pajak khusus yang dibebankan kepada masyarakat Cina. Biaya perawatan penderita penyakit jiwa ditanggung oleh pemerintah dan dibangun bangsal dan kamar-kamar sehingga penderita penyakit jiwa dan penderita lepra dapat dirawat terpisah. Juga didirikan ijzeren traliewerken (pagar-pagar besi) di halaman tengah untuk menyediakan tempat jalan-jalan untuk penderita penyakit jiwa.

Pada tahun 1824, penghuni Chineesch Hospitaal terdiri atas orang Cina yang sakit dan orang sakit dari andere onchristene natien (bangsa non-kristen lainnya). Semua pengemis buta dan cacat yang ditemukan di pinggir jalan. Penderita lepra dan inheemsche bevolking (rakyat setempat) dengan penyakit jiwa semuanya dirawat dalam bangsal-bangsal dan kamar-kamar terpisah. Ditetapkan peraturan-peraturan baru ditetapkan yang mengatur keperawatan yang serba kacau, melarang masuk-keluar rumah sakit sesukanya dan menghentikan perjudian, serta amphioen schuiven (merokok candu dengan pipa khusus) dan perkelahian.


(25)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

dikerahkan kalau terjadi keonaran di rumah sakit. Penempatan penjagaan tetap memang beralasan, karena di antara 150 penghuni terdapat banyak orang berbahaya. Penderita penyakit jiwa yang tidak membahayakan masyarakat sekitarnya biasanya dirawat keluarganya di kampung dan hanya yang berbahaya diantarkan ke rumah sakit.

Pada 1835, kebanyakan penderita adalah pembunuh. Sesudah Indonesia menjadi koloni Belanda pada 1816, jumlah penderita lepra makin berkurang dan Chineesch Hospitaal lebih banyak lagi menjadi tempat perawatan penderita penyakit jiwa. Penderita penyakit jiwa pada awalnya hanya berasal dari Jawa, tetapi kemudian juga dikirim dari luar Jawa. Perkembangan tersebut menjadi awal sentralisasi perawatan penderita penyakit jiwa.

Pada 1840, mulai terdengar banyak keluhan tentang letak rumah sakit yang kurang menguntungkan dan kekurangan tempat untuk perawatan penderita penyakit jiwa sehingga dipertimbangkan membangun rumah sakit baru di lokasi lain. Tetapi, yang terjadi hanya perbaikan gedung dan penambahan kamar-kamar. Namun demikian, masih tetap ada keinginan untuk membangun rumah sakit baru yang antara lain diperjuangkan oleh Resident van Batavia F. Butin Bik. Salah satu dari rumah sakit yang didirikan adalah rumah sakit jiwa yang didirikan di Sumatera Utara dengan nama Doorgangshuizen Voor Krankzinnigen.

2.3. Latar Belakang Historis


(26)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

mendirikan rumah sakit menghasilkan rumah sakit yang baru yang dikenal dengan nama Doorgangshuizen Voor Krankzinnigen (Rumah Sakit Jiwa). Rumah sakit tersebut didirikan pada masa Belanda pada tahun 1935. Sama seperti ketika Belanda mendirikan Militaire Hospitaal atau rumah sakit militer yang tidak mengizinkan masyarakat pribumi untuk menikmati pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut,

Doorgangshuizen Voor Krankzinnigen ini juga hanya diperuntukkan bagi kepentingan mereka. Siteuasi ini membuat masyarakat pribumi yang mengalami gangguan jiwa belum bisa menikmati rumah sakit jiwa tersebut. Selain itu, adanya stigma yang terjadi dalam masyarakat tentang penyakit jiwa membuat mereka merasa tidak perlu untuk berobat ke rumah sakit jiwa.

Seiring berjalannya waktu rumah sakit jiwa ini mengalami perpindahan tempat karena tidak hanya Belanda yang menguasai Indonesia, Jepang juga menguasai Indonesia sehingga kepemilikan rumah sakit jiwa di Sumatera Utara ini terus mengalami perpindahan tangan. Tahun 1943 kedudukan Belanda di Indonesia digantikan oleh Jepang. Namun, tidak lama ketika Jepang masih menjajah Indonesia, tentara sekutu kembali datang ke Indonesia.

Dengan adanya pendudukan tentara sekutu penderita gangguan jiwa Rumah Sakit Glugur dievakuasi ke Dolok Merangir selama 3 tahun. Pada tahun 1950 penderita gangguan jiwa dipindahkan oleh tentara Belanda ke bekas rumah sakit Harrison dan Crossfield, serta sebagian ditampung di rumah penjara pematang siantar. Dari tahun 1950 tersebut sampai dengan tahun 1958 dibuka poliklinik psikiatri di jalan Timor No.10 yang merupakan cabang dari Rumah Sakit Jiwa pematang siantar,kemudian dari tahun 1958


(27)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

sampai dengan 1981, rumah sakit ini dimanfaatkan sebagai Rumah Sakit Jiwa Medan dan menampung pasien rawat inap dari Pematang siantar.

Berdasarkan Surat Menkes. R Nomor 1897/Yankes/DKJ/78 dan dengan persetujuan Menteri Keuangan tanggal 8 Desember 1978 Nomor S-849/MK/001/1978 Rumah Sakit Jiwa di Medan di Ruislaag dan dipindahkan ke lokasi baru pada tanggal 5 Februari 1981 terletak di terusan Padang Bulan Km.10 Jl. Bekala Lama, Kampung Mangga Kecamatan Medan Johor. Dengan adanya pengembangan kota Medan, alamat Rumah Sakit Jiwa diganti dengan alamat baru yaitu Jl. Letjend. Djamin Ginting Km.10/Jl. Tali Air No.21 Medan, baru kemudian diresmikan pada 15 Oktober 1981 oleh Menteri Kesehatan RI, Dr. Suwardjono Suryaningrat yang merupakan Rumah Sakit Jiwa Departemen Kesehatan.

2.3.1 Sekilas Tentang Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa adalah penyakit mental yang membahayakan bagi penderita dan juga orang lain. Pada umumnya gangguan jiwa disebabkan oleh sebab-sebab jasmaniah (biologik), sebab-sebab kejiwaan (psikologik) dan sebab-sebab yang berdasarkan kebudayaan. Sebab biologik dapat dilihat dari keturunan, jasmaniah yang berhubungan dengan bentuk tubuh , misalnya yang bertubuh gemuk senderung menderita psikosa manik depresif, sedang yang kurus cenderung menjadi skizofreina.

Temperamen seseorang juga bisa mempengaruhi mental jika seseorang tersebut terlalu peka/sensitif. Selain itu penyakit dan cidera tubuh juga menjadi faktor penting penyebab gangguan jiwa secara biologik. Secara psikologik, bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya dikemudian hari.


(28)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

Secara sosio-kultural ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejiwaan seseorang. Beberapa faktor-faktor kebudayaan tersebut : kepincangan antar keinginan dengan kenyataan yang ada, ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi, perpindahan perpindahan kesatuan keluarga dan masalah golongan minoritas. Persebaran penyakit jiwa hampir di seluruh dunia karena tekanan-tekanan selalu dialami oleh setiap orang.

Penyakit jiwa ini mendapat stigma yang buruk dalam masyarakat karena mengucilkan dan menghukum mereka yang sebenarnya memerlukan pertolongan. Dalam masyrakat kita, ada beberapa keadaan yang merupakan stigma tersebut. Pertama, keyakinan atau kepercayaan bahwa gangguan jiwa itu disebabkan oleh guna-guna, tempat keramat, roh jahat, setan, sesaji yang salah, kutukan, banyak dosa, pusaka yang keramat, dan kekuatan gaib atau supranatural. Kedua, keyakinan atau kepercayaan bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang tidak dapt disembuhkan. Ketiga, keyakinan bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang bukan urusan medis. Keempat, keyakinan bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang selalu diturunkan.

Fakta-fakta yang dapat dilihat dari adanya stigma gangguan jiwa dapat kita lihat di Indonesia. Misalnya pada orang Jawa yang percaya bahwa gangguan jiwa berat dapat disebabkan oleh pengaruh setan atau kekuatan supranatural, korban ilmu hitam, melanggar pantangan, ketularan penderita psikosis lain. Selain masyarakat Jawa, masyarakat Madura beranggapan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh faktor yang teutama dari diri penderita, misalnya karena stres emosional, kelemahan mental dan spiritual, serta faktor organik herediter (yang diwariskan), selain faktor itu juga faktor ilmu hitam, sihir atau pengasihan dan kekuatan supranatural. Di daerah Sulawesi Selatan,


(29)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

dalam mengobati gangguan jiwa masih digunakan tenaga dukun. Sementara itu, kepercayaan bahwa gangguan jiwa dapat disebabkan oleh kekuatan gaib atau makhluk halus dapat juga dijumpai di Bali dan di Jambi.

Terjadinya stigma ini ternyata telah ada sejak lama dan tidak hanya milik bangsa Indonesia, tetapi terdapat juga di negara-negara lain. Di masa Babilonia, China, Mesir, dan Yunani Kuno terdapat pemikiran yang disebut demonologi, yaitu anggapan bahwa roh atau dewa dapat “mengambil alih” manusia sehingga manusia yang bersangkutan menjadi bertingkah laku aneh. Demikian pula pada masyarakat Yahudi Kuno, ditemukan keyakinan bahwa prilaku menyimpang disebabkan oleh roh jahat yang memasuki tubuh seseorang karena Tuhan telah mencabut perlindungan dari orang itu.

Di abad 20, kepercayaan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh kekuatan supranatural seperti roh atau arwah masih dijumpai, misalnya di Meksiko dan Filipina Dampak yang ditimbulkan dari adanya stigma ini seperti yang tertulis dalam sejarah perawatan pasien mental, terkenal adanya perlakuan dari masyarakat yang kejam,penuh penderitaan dengan cacian yang mengharukan dalam memperlakukan pasien. Sampai pada tahun tahun 1980-an, adanya stigma ini masih sangat dirasakan. Hal ini terbukti dengan adanya penolakan halus yang selalu dilakukan dan secara diam-diam tetap menganggap pasien sebagai sampah masyarakat. Keyakinan bahwa dokter tidak dapat mengobati penderita gila banyak dijumpai di Indonesia. Hampir dapat dipastikan bahwa dokter merupakan tempat pertolongan terakhir setelah usaha mendapatkan pertolongan atau pengobatan melalui dukun gagal 9

9

Prayitno, Dari Manusia, Perkembangan mental Emosional ke Manusia yang Lain dan


(30)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

Menurut Koentjaraningrat , nilai-nilai budaya telah meresapi individu sejak kecil sehingga berakar dalam alam jiwa yang bersangkutan. Sehingga apa yang sudah tertanam tidak dapat diganti dalam waktu yang singkat. Realita bahwa tahayul masih bertahan terus di masyarakat yang sudah modern dapat dijelaskan dengan berbagai teori. Misalnya, disebabkan oleh cara berpikir yang salah .10

1. suatu penyampaian informasi kesehatan jiwa dan penyakit jiwa oleh ahli di bidang kesehatan jiwa kepada pendengar awam

Stigma yang ada di masyarakat dapat diberantas dengan “ Penyuluhan Kesehatan” jiwa. Menurut Roan,konsep penyuluhan kesehatan jiwa pada umumnya diartikan sebagai berikut:

2. Penyebarluasan paham kesehatan jiwa secara sistematis 3. Suatu kempanye luas tentang kesehatan jiwa

Upaya menghilangkan stigma tidak hanya melibatkan psikiater, psikolog, perawat, dan pekerja sosial, tetapi juga melibatkan pemuka-pemuka masyarakat yang merupakan “orang kunci”. Misalnya, pemuka agama, dokter umum, guru, konselor di sekolah dan perguruan tinggi, perawat kesehatan, masyarakat serta perkumpulan sosial. Hal ini diusahakan agar stigma rumah sakit jiwa atau stigma gila tidak melekat terus pada penderita. Untuk menghilangkan stigma tersebut, maka perlu didirikan rumah sakit jiwa di tengah-tengah masyarakat, dimana fungsi rumah sakit jiwa tersebut dapat meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Melindungi para pasien terhadap segala kemungkinan yang merusakkan diri mereka sendiri, rumah tempat tinggal mereka, pekerjaan mereka dan lain-lainnya.

10


(31)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

2. Memudahkan keberadaan para pasien dengan memberi mereka perlindungan

terhadap faktor-faktor lingkungan yang memicu dan memperberat kesakitan mereka

3. Menyediakan perhatian yang mendukung, hubungan perseorangan, dan

kesempatan-kesempatan untuk pengungkapan diri serta konseling psikiatri. Dalam rangka mempermudah penyembuhan dan pemulihan kesakitan mental, rumah sakit tersebut merupakan sebuah lingkungan yang berpengaruh, yaitu melindungi, aman, dapat diperkirakan, hangat, memberikan perhatian, dan pemeliharaan.

BAB III

KEBERADAAN RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA

3.1 Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

Berdirinya Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara tidak terlepas dari besarnya peranan Belanda di Indonesia dengan cara mendirikan rumah sakit di Indonesia. Meskipun awalnya mereka mendirikan rumah sakit hanya untuk kepentingan mereka namun bangsa Indonesia bisa memanfaatkan rumah sakit tersebut untuk kepentingan rakyat. Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara ini mempunyai sejarah yang cukup panjang karena berkaitan dengan penjajahan kolonial di Indonesia. Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara ini awalnya berdiri di Glugur pada tahun 1935.


(32)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

Dalam tahun 1946, karena sebagian rumah sakit dipergunakan oleh tentara sekutu, maka berturut-turut pasien dipindahkan ke Dolok Merangir dan ke rumah penjara Pematang Siantar.

Pada tanggal 15 Juni 1958 rumah sakit ini pindah ke Jalan Timor no.10 Medan yang memiliki 250 buah tempat tidur dan hanya memiliki 1 orang dokter spesialis. Tenaga perawat dan bidan pada waktu itu mencapai 40 orang dengan fasilitas laboratorium farmasi, bimbingan sosial, dan psikologi. Rumah sakit ini kemudian dipindahkan lagi karena adanya perubahan tata kota, dimana rumah sakit yang baru berada di Jalan Tali Air No.21 Medan yang diresmikan pada tahun 1981. Pelayanan yang diberikan sejak tahun 1981 tidak jauh berbeda dari rumah sakit sebelumnya. Namun, perlahan rumah sakit ini mengalami perkembangan.

Adapun kondisi Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara ini yang beralamat di Jalan Letjend. Jamin Ginting No.10 mempunyai luas tanah 38.210 m2 dengan luas bangunan 9.410 m2. Rumah sakit ini merupakan satu-satunya Rumah Sakit Jiwa Pemerintah yang ada di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki kemampuan pelayanan diklasifikasikan kelas A. Selain melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa juga menyelenggarakan pendidikan.

Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara mempunyai visi dan misi yang baik dalam melayani pasiennya dimana visinya adalah menjadikan pelayanan kesehatan jiwa dan fisik yang terbaik secara profesionalisme untuk kepuasan masyarakat. Visi dapat dimiliki bila ada kemampuan untuk mengantisipasi masa depan dengan wawasan dan


(33)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

perspektif yang jernih. Selain itu, sebagai cita-cita, visi tidak juga dapat lepas dari nilai-nilai dasar universal maupun nilai-nilai-nilai-nilai dasar nasional.11

1. Melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa dan fisik yang terpadu. Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa dan fisik yang terpadu di rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan sehari-hari di Rumah Sakit Jiwa itu sendiri. Semua pihak yang terkait dalam rumah sakit tersebut, mulai dari pimpinan, para dokter, sampai profesional lainnya serta staf pada umumnya perlu menyadari kenyataan itu.

Adapun misi Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut:

Sejak Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara ini menjadi milik pemerintah yang berada di bawah pembinaan Direktorat Kesehatan Jiwa, pelayanan yang diberikan sudah jauh berbeda dibandingkan pada masa kolonial. Dimana Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara ini berupaya melaksanakan pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi dan profesional dengan dilandasi sentuhan manusiawi serta terjangkau bagi masyarakat.

2. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan gangguan jiwa dan

masalah psikososial di masyarakat. Untuk meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan tersebut maka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara ini melibatkan orang-orang yang profesional dalam bekerja. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan bersosialisasi dengan pasien

11


(34)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

gangguan jiwa, karena untuk menyembuhkan pasien gangguan jiwa dibutuhkan peran tenaga dokter dan perawat bahkan keluarga dari pasien.

3. Menyediakan dan mengembangkan fasilitas pendidikan, pelatihan dan

penelitian dalam bidang pelayanan kesehatan jiwa. Hal ini dilakukan agar orang-orang yang sudah dilatih dapat menangani masalah gangguan jiwa di masa mendatang.

4. Meningkatkan upaya profesionalisme dan sumber daya manusia melalui, ketrampilan dan etika profesi.12

Misi rumah sakit merupakan pernyataan mengenai mengapa sebuah rumah sakit didirikan, apa tugasnya dan untuk siapa rumah sakit tersebut melakukan kegiatan.

Dalam hal ini setiap tenaga kerja dituntut untuk bisa mempertanggungjawabkan tugas-tugas mereka.

13

1. Membantu Kepala Daerah dalam menyelengarakan pelayanan, pencegahan,

peningkatan, pemulihan dan rehabilitasi di bidang kesehatan jiwa bagi masyarakat Sumatera Utara. Dalam hal ini yang bertugas untuk membantu Kepala Daerah adalah Direktur, yang selalu mengupayakan peningkatan mutu di Rumah Sakit Jiwa. Serta mengadakan rehabilitasi dimana tugasnya pada rehabilitasi medis yaitu mengadakan pengobatan-pengobatan untuk pasien.

Selain visi dan misi setiap rumah sakit juga mempunyai tugas.

Adapun tugas pokok Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut:

12

Wawancara dengan Sahriwirda pada tanggal 28 November 2008 di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

13


(35)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

2. Sebagai tempat pendidikan, latihan dan penelitian, pengembangan bagi tenaga di bidang kesehatan jiwa. Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara menerima mahasiswa dari instansi lain yang ingin menambah wawasannya terhadap rumah sakit dan pasien serta menerima mahasiswa yang ingin melakukan praktek. Dimana, mereka dididik dan dilatih untuk bisa menjadi tenaga kerja di rumah sakit tersebut.

Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara didirikan dengan tujuan antara lain:

1. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pelayanan kesehatan jiwa dan kesehatan umum. Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara selalu berupaya untuk mengembangkan pelayanan kesehatan jiwa dan kesehatan umum dengan tidak mempersulit para pasien yang kekurangan dana karena Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara ini masuk kedalam anggaran APBD.

2. Mencegah masyarakat dari penyalahgunaan obat keras/narkoba. Hal ini

dibuktikan dengan dibangunnya ruangan rehabilitasi.

3. Meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia kesehatan jiwa. Sejak tahun 1981 Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara mengalami kekurangan tenaga kerja. Oleh sebab itu setiap tenaga kerja harus mampu bekerja optimal sehingga perlu ditingkatkan kompetensi sumber daya manusia.

4. Mengembangkan peran Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

sebagai pusat rujukan dan ilmu kesehatan jiwa di provinsi Sumatera Utara. Dengan kemampuan pelayanan yang dimiliki Rumah Sakit Jiwa ini telah mampu


(36)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

menjadi rumah sakit jiwa rujukan bagi rumah sakit lain yang ada di Provinsi Sumatera Utara.

3.2 Penyerapan Tenaga Kerja di Sektor Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

Kegiatan manajemen sumber daya manusia, atau disebut juga manajemen ketenagaan, di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara dapat meliputi berbagai proses seperti penerimaan pegawai, penempatan pegawai, kompensasi kerja, pengembangan mutu dan karier pegawai serta penghentian kerja di rumah sakit. Ruang lingkup manajemen tenaga kerja mulai dari perencanaan, seleksi, pelatihan, pengembangan, evaluasi, gaji, disiplin dan masa pensiun.14

Sejak tahun 1981 Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara ini hanya memiliki 1 orang dokter spesialis jiwa yang dibantu oleh tenaga perawat dan bidan sebanyak 40 orang. Baru pada tahun 1986 dokter spesialis bisa bertambah menjadi 2 orang. Dari hal ini dapat dilihat bahwa produksi dokter spesialis masih sangat rendah dibandingkan dengan kebutuhan. Hal ini sangat wajar sekitar 80% dari dokter spesialis yang bekerja di rumah sakit swasta adalah tenaga yang masih bekerja di rumah sakit pemerintah, sehingga sangat berpengaruh terhadap produktivitas mereka di rumah sakit pemerintah.

Untuk menjalankan operasionalnya, Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara harus di dukung oleh sumber daya manusia. Namun sejak tahun 1981-1990 Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara tetap mengalami kekurangan tenaga kerja.

15

14

Tjandra Yoga Aditama, Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Jakarta : Universitas Indonesia, 2003,hal 38.

15

Soedarmono Soejitno, opcit., hal 194


(37)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

rumah sakit swasta berdasarkan Permenkes No. 415a Tahun 1987 tentang Peningkatan Efisiensi Kerja Tenaga Medik di Rumah Sakit Pemerintah perlu diganti dengan peraturan yang memungkinkan rumah sakit dapat memanfaatkan dokter spesialis ke rumah sakit swasta.

Adapun pegawai yang bekerja di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara terdiri dari:

a. PNS berjumlah 77 orang. 16

b. Tenaga tidak tetap dengan masa bakti selama 3 tahun

c. Honorer dengan masa kerja 1 tahun anggaran dan dapat diagkat kembali Ketenagaan PNS tahun 1981-1990 adalah sebagai berikut

Pekerjaan Jumlah

Ahli penyakit dalam 1 orang

Ahli Jiwa 2 orang

Dokter Umum 1 orang

Dokter Gigi 2 orang

Apoteker 2 orang

Psikolog 2 orang

Sarjana Lainnya 5 orang

Perawatan 23 orang

Non Perawatan 8 orang

Non Medis 31 orang

16


(38)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

Jumlah 77 orang

Ketenagaan di luar data di atas terdiri dari Dokter PTT yang berjumlah 10 orang, Honorer berjumlah 16 orang yang terdiri dari satpam sebanyak 12 orang, administrasi sebanyak 4 orang, cleaning service sebanyak 2 orang dan juru masak sebanyak 2 orang.

Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa jumlah tenaga medis sangat kecil sekali bila dibandingkan dengan jumlah pasien penderita gangguan jiwa yang masuk setiap tahunnya pada tahun 1981-1990. Kebanyakan dari tenaga medis tidak tertarik untuk bekerja di rumah sakit jiwa karena gaji mereka yang sedikit dan harus berhadapan dengan penderita gangguan jiwa. Hal ini membuat rumah sakit jiwa sangat membutuhkan tenaga medis jika melihat jumlah pasien di rumah sakit jiwa ini. Sejak tahun 1981- 1984 rata-rata setiap tahunnya pasien yang masuk bisa mencapai 928 orang, dan pasien yang dirawat jalan sekitar 5793 orang. 17

Karena kurangnya tenaga medis, maka pihak rumah sakit menggunakan tenaga para penderita gangguan jiwa untuk membantu mengerjakan tugas-tugas yang dianggap mereka mampu untuk melakukannya. Tidak semua mereka bekerja, hanya penderita yang Dengan bertambahnya tahun jumlah pasien di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara terus meningkat. Hal itu bisa diketahui karena tahun 1985-1990 pasien yang masuk setiap tahunnya mencapai 974 dan pasien yang rawat jalan berkisar 6725. Rumah sakit seringkali menghadapi masalah kekurangan tenaga, jumlah tenaga yang dibutuhkan di rumah sakit terus meningkat karena pelayanan yang diberikan juga makin beragam serta makin canggih. Kurangnya tenaga dapat membuat beban kerja jadi bertambah, sehingga mutu kerja menjadi menurun.

17

Wawancara dengan Sahriwirda pada tanggal 28 November 2008 di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara


(39)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

hampir sembuh dan yang sadar yang membantu melakukan tugas-tugas seperti mengangkat air untuk membersihkan ruangan, membeli sesuatu, memotocopy dan lain-lain. Hal itu juga dilakukan sekaligus untuk melatih mental mereka.18

b. Kepala Sub Bidang Pelayanan Medis II

Upaya menanggulangi keluhan kurangnya pegawai adalah dengan mencoba menarik pegawai baru dengan memperbaiki kondisi lingkungan pekerjaan di rumah sakit, menaikkan kompensasi serta membuat jenjang karir yang jelas.

3.3. Manajemen Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

Agar dapat memberi pelayanan dengan baik maka dibutuhkan berbagai sumber daya, yang haru diatur dengan proses manajemen secara baik. Manajemen adalah suatu proses yang melibatkan hubungan interpersonal dan teknologi, yang akan digunakan untuk mencapai seluruh atau setidaknya sebagian tujuan organisasi dengan menggunakan tenaga manusia yang ada serta sumber daya lain dan teknologi yang tersedia. Adapun sistem manajemen Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut:

- Direktur dan Wakil Direktur

- Kepala Bagian Sekretariat dibantu oleh:

a. Kepala Sub Bagian Penyusunan Program dan Pelaporan b. Kepala Sub Bagian Keuangan

c. Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian

- Kepala Bidang Pelayanan Medis dibantu oleh: a. Kepala Sub Bidang Pelayanan Medis I

18

Wawancara dengan Tiurma Tarigan pada tanggal 6 Oktober 2008 di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara


(40)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

c. Kepala Sub Bidang Pelayanan Medis III - Kepala Bidang Keperawatan dibantu oleh:

a. Kepala Sub Bidang Keperawatan I b. Kepala Sub Bidang Keperawatan II c. Kepala Sub Bidang Keperawatan III - Kepala Bidang Penunjang Medis dibantu oleh:

a. Kepala Sub Bidang Penunjang Medis I b. Kepala Sub Bidang Penunjang Medis II c. Kepala Sub Bidang Penunjang Medis III - Kelompok Jabatan Fungsional.19

B. Kepala bagian sekretariat yang dibantu oleh bagian penyusunan program dan pelaporan bertugas untuk menyusun program-program yang akan diambil untuk tahun berikutnya yang kemudian kepala bagian program memberikan setiap laporan yang ada Masing-masing bagian ini mempunyai tugas-tugas yang harus dijalankan antara lain:

A. Direktur yang bertugas untuk membantu Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara dalam melaksanakan pelayanan kesehatan, terutama pelayanan terhadap penderita gangguan jiwa, sebagai arsitek penyusunan visi organisasi, sebagai pembentuk budaya organisasi, sebagai pemimpin dalam mengembangkan manajemen strategis dan pengamat untuk memahami lingkungan. Sedangkan wakil direktur turut mendukung dan membantu setiap program yang ingin dilakukan oleh direktur.

19

Wawancara dengan Sahriwirda pada tanggal 28 November 2008 di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara


(41)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

kepada sekretariat, serta menghimpun bahan/data dari semua seksi lainnya untuk menyusun program dan laporan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.

Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas menghimpun data dan informasi serta melakukan penyusunan anggaran, pengelolaan keuangan termasuk pengelolaan dan pembayaran gaji pegawai, perbendaharaan, verifikasi, melakukan kegiatan akuntansi keuangan, mobilisasi dana dan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris. Segala urusan keuangan baik menyangkut administrasi rumah sakit, dana yang masuk dari pemerintah atau dari pihak lain semua diatur oleh bagian keuangan.

Dan kepala sub bagian umum mempunyai tugas melaksanakan urusan ketatausahaan surat menyurat, tata usaha pimpinan, kearsipan, perpustakaan, hubungan masyarakat, informasi, publikasi, penyusunan program kerja, penyusunan

peraturan-peraturan perundangan, urusan kerumah-tanggaan, pemeliharaan, perawatan

perlengkapan, pergudangan, kebersihan halaman dan taman, pengelolaan kendaraan, keamanan, pelaporan dan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris. Sub Bagian

Kepegawaian mempunyai tugas menyelenggarakan administrasi kepegawaian,

pengembangan karier, urusan pendidikan dan pelatihan pegawai, peningkatan kinerja, pembinaan disiplin, kesejahteraan pegawai, dan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris.

C. Kepala bidang pelayanan medis yang dibantu oleh sub bidang pelayanan medis mempunyai tugas mengoordinasikan semua kegiatan pelayanan medis, melakukan pemantauan, pengawasan penggunaan fasilitas, pengawasan, pengendalian, penerimaan dan pemulangan pasien. Mencatat jumlah pasien yang masuk dan dirawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, mengatur pembagian kelas para pasien dan


(42)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

mengatur setiap fasilitas yang ada di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. D. Kepala bagian keperawatan mempunyai tugas mengoordinasikan dan melakukan bimbingan pelaksanaan asuhan dan pelayanan keperawatan, secara bermutu, beretika, profesional, dan manusiawi. Sub bidang keperawatan I mempunyai tugas mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan asuhan dan pelayanan keperawatan secara bermutu, beretika, profesional, Instalasi Gawat Darurat.

Sub bidang keperawatan II mempunyai tugas mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan, asuhan dan pelayanan keperawatan secara bermutu, beretika, profesional, pada Instalasi kesehatan jiwa dewasa dan lanjut usia, dan Instalasi rehabilitasi medis. Sub bidang keperawatan III mempunyai tugas mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan asuhan dan pelayanan keperawatan secara bermutu, beretika, profesional, pada Instalasi kesehatan jiwa anak dan remaja, dan Instalasi gangguan mental organik.

E. Kepala bidang penunjang medis mempunyai tugas mengoordinasikan dan melakukan bimbingan pelaksanaan kegiatan pemantauan, pengendalian, dan pengawasan penggunaan fasilitas. Sub bidang penunjang medis I mempunyai tugas mengoordinasikan penyusunan kebutuhan tenaga, alat dan fasilitas; penyiapan bimbingan pelaksanaan kegiatan, pemantauan, pengendalian dan pengawasan pelayanan pada Instalasi laboratorium dan Instalasi farmasi. Sub bidang penunjang medis II mempunyai tugas mengoordinasikan penyusunan kebutuhan tenaga, alat dan fasilitas; penyiapan bimbingan pelaksanaan kegiatan, pemantauan pengendalian dan pengawasan pelayanan pada Instalasi dapur gizi dan Instalasi pemeliharaan sarana. Sub bidang penunjang medis III mempunyai tugas mengoordinasikan penyusunan kebutuhan tenaga, alat, fasilitas, dan pengawasan pelayanan pada Instalasi kesehatan jiwa Masyarakat dan mendukung


(43)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

kegiatan-kegiatan pembinaan kesehatan jiwa masyarakat.

F. Kelompok jabatan fungsional bertugas untuk membantu dan melengkapi setiap kinerja yang dilakukan oleh masing-masing kepala bidang.

3.3.1 Kepemimpinan Rumah Sakit

Pimpinan rumah sakit sebagai pemimpin lembaga merupakan pihak yang bertanggung jawab dalam usaha pengembangan lembaga secara strategis. Pengembangan organisasi tidak akan berjalan tanpa ada usaha pimpinan dan seluruh staf. Pimpinan rumah sakit harus memahami perkembangan lingkungan yang ada. Ia harus siap mendapat tekanan dari berbagai pihak, masyarakat, pasien dan staf di rumah sakit itu sendiri.20

1. Dr. Jokojama yang memimpin mulai dari tahun 1944 sampai dengan 1945. Beliau merupkan pimpinan Rumah Sakit Jiwa pada saat Indonesia masih dikuasai oleh Jepang. Pada masa kepemimpinannya Rumah Sakit Jiwa masih berada di Glugur dengan nama “ Doorgangshuizen Voor Krankzinnigen” ( Rumah Sakit Jiwa) dengan kapasitas pada waktu 26 tempat tidur.

Adapun pimpinan R sejak awal berdirinya sampai 1990 adalah sebagai berikut:

2. Dr. Slamet Martodirejo yang memimpin mulai tahun 1945 sampai

dengan 1948. pada tahun ini Rumah Sakit Jiwa Glugur diduduki oleh Sekutu. Pada tahun tersebut, penderita gangguan jiwa dievakuasi ke Dolok Merangir ± 100 km dari Medan ke arah Pematang Siantar dan selama ±3 tahun berada di Dolok Merangir

20


(44)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

3. Dr. Merowa yang memimpin hanya 1 tahun yaitu pada tahun 1948. Tidak banyak hal yang berkembang pada rumah sakit.

4. Dr. Sokrage memimpin pada tahun 1949. Pada masa beliau memimpin R tidak banyak mengalami perkembangan.

5. Dr. Blokbergen yang memimpin pada tahun 1950. pada masa

kepemimpinannya penderita gangguan jiwa dipindahkan lagi ke bekas Rumah Sakit harrison dan Crossfield, serta sebagian ditampung di rumah penjara Pematang Siantar

6. Prof. Dr. Mohammad Ildrem yang memimpin mulai tahun 1950

sampai dengan 1965. Pada masa ini dari tahun 1950 sampai dengan tahun 1958 dibuka poliklinik psikiatri

7. Dr. Djamaluddin Sodjuangon yang memimpin mulai dari tahun 1965 sampai dengan 1986. pada tahun 1958 sampai dengan 1981 Rumah sakit Jiwa yang awalnya berada di Glugur berpindah tempat ke jalan Timor No.10 Medan yang dimanfaatkan sebagai Rumah Sakit Jiwa dan menampung pasien rawat inap dari Pematang Siantar dengan kapasitas 200 tempat tidur. Karena ada perubahan tata kota maka diadakan Ruislaag, dan Rumah Sakit Jiwa dipindahkan ke Jl. Tali Air No.21 P. Bulan Medan pada tanggal 5 Februari 1981

8. Dr.Djamal Eka Perangin-angin yangmemimpin mulai tahun 1986 21 Dalam perannya sebagai pemimpin, seorang pemimpin diharapkan mampu

melihat dan menafsirkan perubahan lingkungan dan membina hubungan dengan pihak

21

Wawancara dengan Sahriwirda pada tanggal 30 Oktober 2008 di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.


(45)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

luar. Saat sumber daya untuk kegiatan rumah sakit dibutuhkan, maka peran pemimpin untuk menggerakkan penggalian sumber dana menjadi sangat penting. Dalam hal ini pimpinan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, harus mampu melihat dampak kekurangan sumber daya keuangan terhadap kinerja.22

Antara motif ekonomi dan sosial merupakan hal yang selalu diperhatikan dalam pembuatan tarif yang dibayar para pasien sesuai dengan kelas kamar dan fasilitas yang dipergunakan. Dalam melayani pasiennya, Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara menghadapi berbagai kendala yang menyebabkan pelayanan rumah sakit ini kurang lancar. Kendala itu tidak hanya dari pihak rumah sakit, tapi juga dari dalam diri pasien itu sendiri. Dari pihak rumah sakit kemdala-kendala itu masih ada dari sejak berdirinya Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, yang dapat dilihat dari beberapa faktor antara lain:

3.3.2 Hambatan Yang Dihadapi Rumah Sakit

Modal atau dana merupakan salah satu faktor yang sangat penting selain sumber daya manusia dalam menyelenggarakan suatu usaha. Walaupun harus diakui bahwa setiap usaha itu berbeda-beda dalam memandang uang sebagai modal yang mendukung suatu usaha itu, namun disadari atau tidak jika tidak ada uang sebagai modal suatu usaha tidak dapat lancar dalam penyelenggaraannya. Motif sosial yang telah ada dalam usaha penyelenggaraan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara ini sejak didirikan bukan lantas tidak memikirkan motif ekonomi, karena bagaimanapun rumah sakit tidak akan bisa menjalankan tugasnya bila tidak ada uang sebagai modal untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan medis sebagaimana mestinya.

22


(46)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

a. Dari pihak rumah sakit

- Dana

Kurangnya dana yang tersedia sangat mempengaruhi perkembangan rumah sakit, karena untuk menjalankan suatu usaha, dana merupakan bagian yang sangat penting. Kurangnya dana ini dapat dilihat dari:

1. Anggaran belanja Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara yang belum memadai, meskipun rumah sakit ini menerima dana dari APBDSU, namun masih sangat kurang mengingat banyaknya pegawai dan dokter spesialis kejiwaan yang harus mendapat penghargaan layak karena dedikasinya yang kuat mengangani pasien jiwa

2. Usulan perobahan besaran pola tarif yang Perdanya belum

terealisasi. Hal ini mempersulit upaya rumah sakit untuk melakukan pengembangan. Sejak rumah sakit jiwa ini didirikan, peralatan seperti tempat tidur dan fasilitas lainnya tidak pernah diremajakan sehingga kerap rusak

- Sumber Daya Manusia

Rumah sakit sebagai institusi pelayanan masyarakat padat modal, padat teknologi yang dalam pelayanan sehari-hari melibatkan sumber daya manusia dengan berbagai jenis keahlian, jangkauan kapasitas dan kualitas pelayanan sangat tergantung pada kapasitas dan kulitas tenaga atau sumber


(47)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

daya manusia di institusi pelayanan tersebut.23

b. Dari Pasien

Sumber daya manusia yang dimaksud disini adalah sumber daya manusia yang bisa menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya ataupun orang-orang yangahli dalam bidang masing-masing dengan istilah lain profesional dalam menjalankan tugasnya. Tenaga medis yang kurang menyebabkan penanganan terhadap pasien dapat terhambat. Perbandingan jumlah pasien dan tenaga medis tidak seimbang. Pada umumnya tenaga medis dan dokter mau bekerja kalau ada dana khusus yang disebut dana “ Pardiem”. Biasanya dana ini muncul apabila ada sumbangan dari pihak luar. Kalau hanya mengandalkan dana dari pemerintah maka biasanya mereka hanya sekedar mempertahankan status mereka sebagai pegawai saja. Adapun Sumber Daya Manusia yang masih kurang dapat kita lihat seperti: Tenaga Medis khususnya ahli penyakit dalam, Tenaga Perawatan, Tenaga akuntansi, Tenaga Komputer, Tenaga Satpam, Tenaga Kebersihan.

- Lahan

Lahan rumah sakit yang sangat kurang seiring dengan semakin banyaknya jumlah pasien yang masuk setiap tahunnya. Lahan rumah sakit hanya seluas

3,8 ha, yang idealnya minimal 10 ha. Rumah Sakit Jiwa Bengkulu dengan pasien berjumlah sekitar 60 orang, berdiri di atas lahan 17 ha dan memiliki fasilitas pendukung yang cukup lengkap, sedangkan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara hanya seluas 3,8 ha.

23

Editor Tjandra Yoga Aditama, Tri Hastuti, Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Jakarta : UI Press, 2002, hal.6


(48)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

Dari dalam diri pasien itu sendiri sering muncul masalah. Ada pasien yang tidak memiliki keluarga sehingga mereka sangat kekurangan motivasi. Tidak adanya yang memberi motivasi menyebabkan pasien tidak semangat untuk berobat sehingga penyakitnya sulit untuk disembuhkan. Keluarga biasanya sangat berperan dalam kesembuhan pasien, karena setiap pasien membutuhkan dukungan agar mereka bisa sembuh. Selain itu, banyak pasien yang telah sembuh tapi tidak memiliki keluarga memutuskan untuk tetap tinggal di rumah sakit, karena mereka ditinggalkan oleh keluarganya dan tidak mempunyai tempat tinggal.

Adanya stigma atau anggapan negatif dan penolakan masyarakat terhadap individu yang berlatar belakang kejiwaan atau gangguan jiwa membuat mereka, para penderita gangguan jiwa dikucilkan dari masyarakat. Sehingga setiap pasien yang berobat ke rumah sakit jiwa ada kesan negatif yang diberikan oleh masyarakat. Faktor ekonomi para penderita gangguan jiwa juga menjadi salah satu penghambat dari kelancaran pelayanan dalam rumah sakit. Pasien yang berada di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara mempunyai persoalan ekonomi yang berbeda-beda, namun pada umumnya pasien jiwa yang di rawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara itu adalah pasien jiwa yang tidak mampu mengatasi tekanan ekonomi.

3.3.3 Subsidi Bagi Rumah Sakit dan Pasien

Dalam menjalankan pelayanan rumah sakit dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Biaya tersebut tidak hanya digunakan untuk membiayai perawatan rumah sakit tetapi juga


(49)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

pasien yang membutuhkan bantuan. Sejak berdirinya rumah sakit jiwa, pada tahun-tahun pertama, kebutuhan pasien ditanggung oleh keluarga masing-masing dan juga oleh zending. Seiring berjalannya waktu bantuan keluarga berkurang bahkan akhirnya tidak ada lagi sama sekali, karena banyak pasien yang dirawat rata-rata orang yang tidak mampu, dan itu juga menjadi salah satu latar belakang mereka menderita gangguan jiwa dimana mereka selalu menghadapi persoalan ekonomi. Untuk itu mereka hanya berharap pada bantuan pemerintah dan masyarakat yang peduli dengan mereka.

Subsidi Pemerintah

Subsidi pemerintah terutama pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit menurut konsep negara kesejahteraan merupakan public goods yang harus dibiayai oleh pemerintah. Konsep ini membutuhkan masyarakat yang taat dan kuat membayar pajak atau pemerintah yang mempunyai sumber daya ekonomi yang kuat seperti Brunei dan Kuwait. Di negara kaya ada model lain dimana bantuan pelayanan rumah sakit melalui mekanisme pajak hanya diberikan untuk keluarga miskin, sedangkan bagi yang mampu diharapkanmembayar sendiri melalui mekanisme asuransi kesehatan ataupun membayar langsung.

Dengan model ini dikenal konsep Social Safety Net (jaring Pengaman Sosial). Konsep ini menekankan kepada mereka yang miskin akan tetap mendapat pelayaan dari ruamh sakit pemerintah ataupun rumah sakit swasta. Di Indonesia, jumlah dana subsidi tidak cukup untuk memenuhi harapan berbagai pihak. Dana pembiayaan kesehatan yang diberikan pemerintah pusat terbagi menjadi dua yaitu:

1. Dana yang langsung dari pemerintah pusat dan dipergunakan di provinsi atau kabupaten/kota


(50)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

2. Dana yang diberikan ke Pemerintah Daerah dan masuk sebagai APBD

Sumber dana yang diperoleh Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara adalah dari APBD dan ASKES. Sumber dana itu digunakan untuk:

- Pasien umum non jiwa - Pasien jiwa

- Pasien askes PNS - Pasien Askeskin

Adapun rincian keuangan dapat kita lihat, dimana pada tahun 1981-1990 jumlah pendapatan rumah sakit dilihat dari pendapatan bruto maka rata-rata pertahunnya adalah Rp.447.030.320, dan bantuan dari APBD sekitar Rp. 3.223.191.870 sedangkan biaya yang keluar pertahun Rp. 3.161.432.440. Di dalamnya termasuk untuk biaya operasional dan obat-obatan serta fasilitas-fasilitas rumah sakit.24

Pemberian layanan kessehatan tidak hanya dimaksudkan sebagai sarana pengobatan tetapi secara khusus diarahkan bagi terciptanya kondisi pendukung

Subsidi Non Pemerintah

Untuk mendukung misi sosialnya di samping dana subsidi pemerintah, rumah sakit menerima peluang untuk menerima sumbangan dari masyarakat. Dilihat dari perkembangan rumah sakit zending yang dimulai abad 19 saat mulai memberikan pelayanan kesehatan kepada penduduk pribumi. Usaha tersebut dimulai oleh para utusan zending yang datang lebih awal dan dikenal dengan sebutan Zendeling Leerar (utusan Pekabar injil), serta zending onderwijser (utusan guru). Kemudian,diikuti oleh zendeling Diacon (utusan mantri perawat),dan Zendeling Arts (utusan dokter).

24

Wawancara dengan Saridanur pada tanggal 3 November 2008 di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara


(51)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

kesuksesan misi keagamaan. Dalam perkembangan selanjutnya, khususnya setelah Pemerintah Hindia Belanda meninggalkan Indonesia, maka pengelolaan pelayanan kesehatan dan rumah sakit di ambil alih oleh Pemerintah Indonesia dan lembaga-lembaga keagamaan (pihak swasta). Dana untuk sebuah rumah sakit diperoleh dari sumbangan kemanusiaan. Hal ini tidak mengherankan jika dilihat dari awal berdirinya rumah sakit di Indonesia khususnya para zending yang mengambil dana dari summbangan kemanusiaan.

3.4 Fasilitas rumah sakit jiwa

Sesuai fungsinya, dimana rumah sakit adalah sebagai tempat untuk merawat orang sakit, pelayanan kesehatan, maka harus tersedia fasilitas-fasilitas yang memadai. DR. T.M. Panjaitan, SKM dalam bukunya yang berjudul Standar Pelayanan Rumah Sakit menerangkan bahwa rumah sakit yang standar harus memiliki farmasi, laboratorium, bank darah, radiologi, rehabilitas medis, pelayanan gizi dan lain-lain.

Meskipun Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara belum memenuhi semua kriteria seperti apa yang dituturkan oleh DR.T.M. Panjaitan tersebut. Akan tetapi Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara bisa menjalankan tugasnya sesuai dengan fungsinya. Sejak R pindah ke Jalan Tali Air pada tahun 1981, maka fasilitas yang ada pada rumah sakit jiwa sebelumnya dipindahkan ke rumah sakit jiwa yang baru yakni di jalan Tali Air.

Adapun fasilitas-fasilitas yang ada di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara pada tahun 1981-1990 adalah ruang rawat inap dengan kapasitas 250 tempat tidur yang dibagi menjadi 4 ruangan, ruang rawat jalan 1 buah, gedung farmasi/apotik 1 buah, laboratoium 1 buah, gedung administrasi 1 buah yang dibagi menjadi 2 tingkat. Sejak tahun 1981 Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara


(52)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

ini juga melayani bimbingan sosial dan psikologi sehingga ada 1 buah ruangan untuk psikologi, apotik 1 buah, mesjid 1 buah, dapur masak 1 buah, ruang control 1 buah, mesin setrika 1 buah, mesin cuci 1 buah, dan peralatan lainnya seperti meja-meja dan kursi yang tidak dapat dihitung jumlahnya karena kursi-kursi yang rusak langsung diganti.

Rumah sakit jiwa pada tahun 1981-1990 tidak mengalami penambahan fasilitas yang terlalu penting karena dana yang kurang sehingga fasilitas yang sudah ada, itulah yang mereka pakai. Fasilitas yang disediakan oleh pihak rumah sakit ini dinilai masih kurang. Masih banyak sekali yang harus ditambahkan. Misalnya saja mobil ambulance agar dapat digunakan sewaktu-waktu bila diperlukan.

BAB IV

PERANAN RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI SUMATERA UTARA


(53)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

Peranan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara tidak hanya dirasakan manfaatnya oleh pasiennya saja tetapi masyarakat umum. Penanganan rumah sakit sebagai tempat rehabilitasi bagi penderita gangguan jiwa sangat membantu penderita gangguan jiwa. Melihat jumlah pasien gangguan jiwa di rumah sakit jiwa ini dari tahun 1981-1990, bukan tidak mungkin penderita gangguan jiwa akan semakin banyak jumlahnya jika tidak ditanggulangi. Rumah sakit jiwa pada umumnya berusaha untuk mengobati para penderita gangguan jiwa dengan bantuan para dokter jiwa. Untuk menyembuhkan pasien maka diperlukan proses rehabilitasi. Ada tiga permasalahan pokok yang dihadapi, yaitu:25

2. Menyediakan wahana yang terapeutis bila mereka sedang dalam remisi (tidak kambuh). Dalam menyediakan wahana tersebut tenaga pelaksana harus turut membantu mengarahkan para pasien, namun tetap dilihat dari kondisi mental pasien.Setiap kegiatan dalam wahana ini merupakan proses yang berkesinambungan, dilaksanakan oleh berbagai macam tenaga pelaksana (fungsional dan struktural) yang bekerjasama dalam satu team-work

1. Mencegah kekambuhan atau paling tidak memperpendek proses rehabilitasi tersebut agar pasien dapat dipulangkan atau disalurkan ke masyarakat, sehingga untuk memperpedek proses rehabilitasinya dilakukan berbagai pendidikan dan latihan serta penyuluhan dan bimbingan kejuruan; termasuk di sini pendidikan dan latihan agar dapat hidup mandiri, mengurus diri, mobilitas dan komunikasi, serta juga untuk mendapat ketrampilan kerja tertentu (kerajinan, pertukangan, pertanian, industri dan lain-lain).

25

Kusumanto Setyonegoro , Tinjauan Kesehatan Jiwa Mengenai Disabilitas Psikososial dan

Rehabilitasinya, Simposium Rehabilitasi, Palembang, 1981. hal 24


(54)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

3. Kesibukan atau pekerjaan yang teratur yang membebaskan mantan penderita tersebut dari keadaan sakit. Dalam proses rehabilitasi pasien perlu melakukan kesibukan atau kegiatan-kegiatan yang kecil agar dapat melatih kemampuan mental mereka. Jika mereka tidak melakukan kegiatan maka mereka akan lebih banyak diam dan merenung yang justru akan memperparah keadaan,sehingga dengan adanya kesibukan para penderita ganguan jiwa dapat mengurangi rasa sakit dalam diri mereka.

Melihat dari permasalahan yang dihadapi maka Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara berusaha memberikan yang terbaik untuk melindungi para pasien. Dimana, dari setiap bidangnya pihak rumah sakit harus memberikan sesuatu yang maksimal. Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara telah melihat hal-hal yang dianggap penting untuk sebuah rumah sakit dan untuk kesembuhan pasien. Oleh sebab itu sejak berdirinya Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, ada beberapa fungsi yang bisa kita lihat, antara lain: 26

pemulangan pasien, penyiapan bimbingan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga medis, tenaga paramedis dan tenaga non medis, penyiapan bimbingan pelaksanaan kegiatan penelitian dan pengembangan pemeliharaan mutu pelayanan dan penerapan Melaksanakan pelayanan medis: dimana fungsinya adalah pengoordinasian penyusunan kebutuhan tenaga medis, paramedis perawatan dan paramedis non perawatan, serta non medis, alat, dan obat-obatan untuk pelayanan medis, penyusunan kebutuhan penyediaan tenaga dan fasilitas, pelayanan medis, pendidikan, pelatihan, penerapan, standar dan akreditasi, penelitian dan pengembangan, serta pemantauan dan pengawasan penggunaannya, pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penerimaan dan

26


(1)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik; Ilmu Sejarah dan Historiografi, Jakarta: Gramedia, 1985

Aditama, Tjandra Yoga, Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Jakarta: UI-Press, 2003 Azwar, Azmi, Pengantar Administrasi Kesehatan, Jakarta: Gramedia, 1985

Dananjaya, Foklor Indonesia, Jakarta: Grafitipers, 1986

Departemen Kesehatan RI, Pedoman Kerja Badan Pembina Kesehatan Masyarakat, Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1983

Gottschalk, Louis, Understanding History, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto, Jakarta: Gramedia, 1985

Jacobalis, Masa Depan Etika Rumah Sakit Dalam Era Kompetisi, Jogyakarta: Gadjah Mada University Pers,1996.

Kartono, Kartini, Patologi Sosial 3,: gangguan-gangguan kejiwaan, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1997.

Setyonegoro, Kusumanto, Tinjauan Kesehatan Jiwa Mengenai Disabilitas Psikososial

dan Rehabilitasinya, Simposium Rehabilitasi, Palembang: 1981

Maramis, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Surabaya: Airlangga University Press, 1995 Panjaitan, T.M Standar Pelayanan Rumah Sakit : Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam

Malik, Medan: Tanpa Penerbit, 1997.

Prayitno, Perkembangan Mental Emosional ke Manusia yang lain dan Pendekatan dalam

Kesehatan Jiwa, Yogyakarta: Jilid I, RSJ Lali Jiwa Pakem Yogyakarta, 1985


(2)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

__________, “Upaya Pencegahan Dalam Kesehatan Jiwa”, Cermin Dunia Kedokteran, Jakarta: Tanpa Penerbit, 1984

Saleh, “ Bentuk-bentuk Pengobatan Tradisional di Sulawesi Selatan”, Lokakarya tentang

Penelitian Praktek Pengobatan Tradisional Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1983

Soejitno, Soedarmono, (ed), Reformasi Perumahsakitan Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002.

Soerkanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali, Jakarta, 1982

Soewandi, Simtomatologi dalam Psikiatri, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada,1997.

Suratmin, Pola-pola Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat Daerah Bali, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1990

Trisnantoro, Laksono, Aspek Strategis Manajemen Rumah Sakit, “ Antara Misi Sosial

dan Tekanan Pasar”, Jogyakarta: ANDI, 2005.

_________________, “ Memahami Penggunaan Ilmu Ekonomi Dalam Manajemen

Rumah Sakit”,Jogyakarta: Gadjah Mada University Pers, Anggota IKAPI, 2004

_________________, “Rumah Sakit Sebagai Lembaga Usaha yang Sosial, Jakarta: PERSI, 1999


(3)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR INFORMAN

Nama : Nurhaidah

Umur : 47 Tahun

Pekerjaan : PNS / Kasubbid Diklat dan Litbang di Struktural Penunjang Medik III

Alamat : Komplek Rumah Sakit Jiwa

Nama : Sahriwirda

Umur : 45 Tahun

Pekerjaan : Bagian Diklat Medik

Alamat : Komplek Rumah Sakit Jiwa

Nama : Saridanur

Umur : 47 Tahun

Pekerjaan : Arsiparis Keuangan / staf keuangan

Alamat : Komplek Rumah Sakit Jiwa

Nama : Sri Suryani

Umur : 49 Tahun

Pekerjaan : Kasubbid Penunjang Medis I

Alamat : Komlek Kejaksaan Jl.Rinti Raya

Nama : Tiurma Tarigan

Umur : 80 Tahun

Pekerjaan : Bertani


(4)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

Lampiran 1 Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara


(5)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

Tabel

no nama jumlah

1 Ruang rawat inap dengan kapasitas 200 tempat tidur 4 ruang

2 Ruang rawat jalan 1

3 Gedung farmasi/apotik 1

4 laboratorium 1

5 Gedung administrasi 2

6 Ruang gigi dan mulut 1

7 Ruang psikologi 1

8 Gedung fisioterapi 1

9 Gedung elektromedik 1

10 Gedung IGD 1

11. Gedung administrasi 2lantai

12 Ruang narkoba 1

13 Ruang umum 1

14 Ruang Brain maping 1

15 fotocopy 1

16 apotik 1

17 Rumah dinas 12

18 mesjid 1


(6)

Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara (1981-1990), 2009. USU Repository © 2009

20 Ruang control 1

21 Mesin setrika 1

22 Pengolahan air limbah ( Pal) 1

23 Mesin cuci 1

24 Asrama mahasiswa 1

JUMLAH 40

Sumber: Staff Tata Usaha Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi SumateraUtara tahun 1981-1990

Lampiran 5 Fasilitas-fasilitas yang ada di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara