Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara 1981-1990, 2009. USU Repository © 2009
sampai dengan 1981, rumah sakit ini dimanfaatkan sebagai Rumah Sakit Jiwa Medan dan menampung pasien rawat inap dari Pematang siantar.
Berdasarkan Surat Menkes. R Nomor 1897YankesDKJ78 dan dengan persetujuan Menteri Keuangan tanggal 8 Desember 1978 Nomor S-849MK0011978
Rumah Sakit Jiwa di Medan di Ruislaag dan dipindahkan ke lokasi baru pada tanggal 5 Februari 1981 terletak di terusan Padang Bulan Km.10 Jl. Bekala Lama, Kampung
Mangga Kecamatan Medan Johor. Dengan adanya pengembangan kota Medan, alamat Rumah Sakit Jiwa diganti dengan alamat baru yaitu Jl. Letjend. Djamin Ginting
Km.10Jl. Tali Air No.21 Medan, baru kemudian diresmikan pada 15 Oktober 1981 oleh Menteri Kesehatan RI, Dr. Suwardjono Suryaningrat yang merupakan Rumah Sakit Jiwa
Departemen Kesehatan.
2.3.1 Sekilas Tentang Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa adalah penyakit mental yang membahayakan bagi penderita dan juga orang lain. Pada umumnya gangguan jiwa disebabkan oleh sebab-sebab jasmaniah
biologik, sebab-sebab kejiwaan psikologik dan sebab-sebab yang berdasarkan kebudayaan. Sebab biologik dapat dilihat dari keturunan, jasmaniah yang berhubungan
dengan bentuk tubuh , misalnya yang bertubuh gemuk senderung menderita psikosa manik depresif, sedang yang kurus cenderung menjadi skizofreina.
Temperamen seseorang juga bisa mempengaruhi mental jika seseorang tersebut terlalu pekasensitif. Selain itu penyakit dan cidera tubuh juga menjadi faktor penting
penyebab gangguan jiwa secara biologik. Secara psikologik, bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan yang dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan
sifatnya dikemudian hari.
Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara 1981-1990, 2009. USU Repository © 2009
Secara sosio-kultural ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejiwaan seseorang. Beberapa faktor-faktor kebudayaan tersebut : kepincangan antar keinginan
dengan kenyataan yang ada, ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi, perpindahan perpindahan kesatuan keluarga dan masalah golongan minoritas. Persebaran
penyakit jiwa hampir di seluruh dunia karena tekanan-tekanan selalu dialami oleh setiap orang.
Penyakit jiwa ini mendapat stigma yang buruk dalam masyarakat karena mengucilkan dan menghukum mereka yang sebenarnya memerlukan pertolongan. Dalam
masyrakat kita, ada beberapa keadaan yang merupakan stigma tersebut. Pertama, keyakinan atau kepercayaan bahwa gangguan jiwa itu disebabkan oleh guna-guna, tempat
keramat, roh jahat, setan, sesaji yang salah, kutukan, banyak dosa, pusaka yang keramat, dan kekuatan gaib atau supranatural. Kedua, keyakinan atau kepercayaan bahwa
gangguan jiwa merupakan penyakit yang tidak dapt disembuhkan. Ketiga, keyakinan bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang bukan urusan medis. Keempat,
keyakinan bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang selalu diturunkan. Fakta-fakta yang dapat dilihat dari adanya stigma gangguan jiwa dapat kita lihat
di Indonesia. Misalnya pada orang Jawa yang percaya bahwa gangguan jiwa berat dapat disebabkan oleh pengaruh setan atau kekuatan supranatural, korban ilmu hitam,
melanggar pantangan, ketularan penderita psikosis lain. Selain masyarakat Jawa, masyarakat Madura beranggapan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh faktor yang
teutama dari diri penderita, misalnya karena stres emosional, kelemahan mental dan spiritual, serta faktor organik herediter yang diwariskan, selain faktor itu juga faktor
ilmu hitam, sihir atau pengasihan dan kekuatan supranatural. Di daerah Sulawesi Selatan,
Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara 1981-1990, 2009. USU Repository © 2009
dalam mengobati gangguan jiwa masih digunakan tenaga dukun. Sementara itu, kepercayaan bahwa gangguan jiwa dapat disebabkan oleh kekuatan gaib atau makhluk
halus dapat juga dijumpai di Bali dan di Jambi. Terjadinya stigma ini ternyata telah ada sejak lama dan tidak hanya milik bangsa
Indonesia, tetapi terdapat juga di negara-negara lain. Di masa Babilonia, China, Mesir, dan Yunani Kuno terdapat pemikiran yang disebut demonologi, yaitu anggapan bahwa
roh atau dewa dapat “mengambil alih” manusia sehingga manusia yang bersangkutan menjadi bertingkah laku aneh. Demikian pula pada masyarakat Yahudi Kuno, ditemukan
keyakinan bahwa prilaku menyimpang disebabkan oleh roh jahat yang memasuki tubuh seseorang karena Tuhan telah mencabut perlindungan dari orang itu.
Di abad 20, kepercayaan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh kekuatan supranatural seperti roh atau arwah masih dijumpai, misalnya di Meksiko dan Filipina
Dampak yang ditimbulkan dari adanya stigma ini seperti yang tertulis dalam sejarah perawatan pasien mental, terkenal adanya perlakuan dari masyarakat yang kejam,penuh
penderitaan dengan cacian yang mengharukan dalam memperlakukan pasien. Sampai pada tahun tahun 1980-an, adanya stigma ini masih sangat dirasakan. Hal ini terbukti
dengan adanya penolakan halus yang selalu dilakukan dan secara diam-diam tetap menganggap pasien sebagai sampah masyarakat. Keyakinan bahwa dokter tidak dapat
mengobati penderita gila banyak dijumpai di Indonesia. Hampir dapat dipastikan bahwa dokter merupakan tempat pertolongan terakhir setelah usaha mendapatkan pertolongan
atau pengobatan melalui dukun gagal
9
9
Prayitno, Dari Manusia, Perkembangan mental Emosional ke Manusia yang Lain dan Pendekatan dalam Kesehatan Jiwa, Yogyakarta: RSJ Lali Jiwa Pakem Yogyakarta,1985. hal 35
Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara 1981-1990, 2009. USU Repository © 2009
Menurut Koentjaraningrat , nilai-nilai budaya telah meresapi individu sejak kecil sehingga berakar dalam alam jiwa yang bersangkutan. Sehingga apa yang sudah tertanam
tidak dapat diganti dalam waktu yang singkat. Realita bahwa tahayul masih bertahan terus di masyarakat yang sudah modern dapat dijelaskan dengan berbagai teori. Misalnya,
disebabkan oleh cara berpikir yang salah .
10
1. suatu penyampaian informasi kesehatan jiwa dan penyakit jiwa oleh ahli di bidang
kesehatan jiwa kepada pendengar awam Stigma yang ada di masyarakat dapat diberantas dengan “ Penyuluhan Kesehatan”
jiwa. Menurut Roan,konsep penyuluhan kesehatan jiwa pada umumnya diartikan sebagai berikut:
2. Penyebarluasan paham kesehatan jiwa secara sistematis
3. Suatu kempanye luas tentang kesehatan jiwa
Upaya menghilangkan stigma tidak hanya melibatkan psikiater, psikolog, perawat, dan pekerja sosial, tetapi juga melibatkan pemuka-pemuka masyarakat yang
merupakan “orang kunci”. Misalnya, pemuka agama, dokter umum, guru, konselor di sekolah dan perguruan tinggi, perawat kesehatan, masyarakat serta perkumpulan sosial.
Hal ini diusahakan agar stigma rumah sakit jiwa atau stigma gila tidak melekat terus pada penderita. Untuk menghilangkan stigma tersebut, maka perlu didirikan rumah sakit jiwa
di tengah-tengah masyarakat, dimana fungsi rumah sakit jiwa tersebut dapat meliputi hal- hal sebagai berikut:
1. Melindungi para pasien terhadap segala kemungkinan yang merusakkan diri
mereka sendiri, rumah tempat tinggal mereka, pekerjaan mereka dan lain-lainnya.
10
Dananjaya, Foklor Indonesia, Jakarta: Grafitipers, 1986. hal 54
Fitri Afriani S. : Rumah Sakit Jiwa Daerah Provins Sumatera Utara 1981-1990, 2009. USU Repository © 2009
2. Memudahkan keberadaan para pasien dengan memberi mereka perlindungan
terhadap faktor-faktor lingkungan yang memicu dan memperberat kesakitan mereka
3. Menyediakan perhatian yang mendukung, hubungan perseorangan, dan
kesempatan-kesempatan untuk pengungkapan diri serta konseling psikiatri. Dalam rangka mempermudah penyembuhan dan pemulihan kesakitan mental, rumah
sakit tersebut merupakan sebuah lingkungan yang berpengaruh, yaitu melindungi, aman, dapat diperkirakan, hangat, memberikan perhatian, dan pemeliharaan.
BAB III KEBERADAAN RUMAH SAKIT JIWA DAERAH