Pangan yang Aman
18.1. Pangan yang Aman
Untuk menghadapi tantangan pa-
Pangan yang aman adalah pa-
sar global, Indonesia harus mam-
ngan yang tidak mengandung ba-
pu menghasilkan produk pangan
haya bahaya kimiawi, dan ba-
yang aman, sehat, utuh, dan haya fisik dan biologis atau mi- halal (ASUH). Keamanan pa-
krobiologis.
ngan (food safety) merupakan tuntutan utama konsumen. Per-
Salah satu persyaratan kualitas
mintaan pangan cenderung me-
pangan adalah bebas dari mikro-
ningkat dari waktu ke waktu, se-
ba patogen seperti Salmonella
jalan dengan pertambahan pen-
sp.,
Staphylococcus aureus,
duduk, perkembangan eko-nomi,
Escherichia coli, dan Campylo-
perubahan pola hidup, pening-
bacter sp. (Tabel 18.1).
katan kesadaran akan gizi, dan perbaikan pendidikan masyara- kat.
Tabel 18.1 Batas maksimum cemaran mikroba pada produk pangan
Batas Maksimum
Jenis Mikroba
(CFU/g)
Escherichia coli
0 - 10 3
Staphylococcus aerius
0 – 5 x10 3
Clostridium perfringens 2 0 – 10 Vibrio cholerae
Negatif
V. parahaemolyticus
Kapang 4 50 – 10 Khamir 50
Coliform faecal
Sumber : Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2004)
18.1.1 Bahaya Biologis
ganggu menguntungkan, kebera-
Bahan pangan mengandung gizi
daan mikroba merugikan kerap
tinggi sehingga merupakan media
terjadi sehingga sering menimbul-
yang baik untuk pertumbuhan kan gangguan pada manusia. dan perkembangan berbagai mi-
ikroba patogen dapat ditemu-kan
kroba. Selain ada yang meng-
di mana saja, di tanah, air, udara, di mana saja, di tanah, air, udara,
ba, yang dapat berasal dari mi- kroflora alami, baik yang berasal dari lingkungan maupun yang masuk selama pemanenan atau pe-nyembelihan, distribusi, pena- nganan dan pengolahan pasca- panen, serta penyimpanan pro- duk.
Selain mikroba, sumber cemaran lain juga mungkin ditemukan da- lam bahan pangan baik cemaran hayati (biologis), kimia, atau fisik yang dapat menyebabkan gang- guan kesehatan pada manusia yang mengonsumsinya.
Bahaya biologis atau mikrobio- logis terdiri dari parasit (protozoa dan cacing), virus, dan bakteri patogen yang dapat tumbuh dan berkembang di dalam bahan pangan, sehingga dapat menye- babkan infeksi dan keracunan pada manusia. Beberapa bakteri patogen juga dapat menghasilkan toksin (racun), sehingga jika toksin tersebut terkonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan in- toksikasi. Intoksikasi adalah kon- disi dimana toksin sudah terben- tuk di dalam pangan atau bahan pangan, sehingga merupakan ke-
adaan yang lebih berbahaya. Se- kalipun pangan atau bahan pa- ngan sudah dipanaskan sebelum disantap, toksin yang sudah ter- bentuk masih tetap aktif dan bisa menyebabkan keracunan meski bakteri tersebut sudah tak ada dalam pangan.
Adanya virus dan protozoa dalam pangan atau bahan pangan ma- sih belum banyak yang diteliti dan diidentifikasi. Namun informasi tentang virus hepatitis A dan protozoa Entamoeba hystolitica telah diketahui dapat mencemari air. Cacing diketahui terdapat pada hasil-hasil peternakan, mi- salnya Fasciola hepatica yang ditemukan pada daging atau hati sapi. Adanya cemaran cacing ter- sebut akan mengakibatkan infek- si pada manusia jika mengkon- sumsi daging atau hati sapi yang tidak dimasak dengan baik.
Penyebab bahaya biologis adalah bakteri, virus, parasit, ragi dan jamur. Bahaya biologis dapat di- sebabkan pencemaran terhadap air yang digunakan dalam pena- nganan bahan pangan, penggu- naan peralatan dan wadah yang tidak higienis, cara penanganan yang tidak aseptis, pekerja yang terinfeksi karena kurangnya fasili- tas toilet dan pencuci tangan, kurangnya praktek kebersihan, dan penyakit yang diderita, peng- gunaan kemasan yang tidak steril atau tercemar oleh kotoran dari binatang pengerat, burung, dan serangga. Dapat juga disebab- Penyebab bahaya biologis adalah bakteri, virus, parasit, ragi dan jamur. Bahaya biologis dapat di- sebabkan pencemaran terhadap air yang digunakan dalam pena- nganan bahan pangan, penggu- naan peralatan dan wadah yang tidak higienis, cara penanganan yang tidak aseptis, pekerja yang terinfeksi karena kurangnya fasili- tas toilet dan pencuci tangan, kurangnya praktek kebersihan, dan penyakit yang diderita, peng- gunaan kemasan yang tidak steril atau tercemar oleh kotoran dari binatang pengerat, burung, dan serangga. Dapat juga disebab-
18.1.1.2 Cemaran Mikroba
tidak higienis karena terkontami-
pada Unggas
nasi oleh sistem sirkulasi pendi- Seperti daging hewani lainnya, ngin.
daging unggas cocok sebagai media perkembangan mikroba, karena unggas cenderung berada
18.1.1.1 Cemaran Mikroba
di lingkungan yang kotor. Selain
hidup dalam kondisi kotor, cemar- Pangan asal ternak berisiko tinggi
Pada Produk Ternak
an daging unggas di Indonesia terhadap cemaran mikroba pem-
juga dapat disebabkan oleh busuk atau patogen yang berba-
rendahnya tingkat pengetahuan haya bagi kesehatan manusia. peternak, kebersihan kandang,
Dengan karakteristik yang khas, serta sanitasi air dan pakan. produk ternak merupakan media
Sanitasi kandang yang kurang yang disukai mikroba sebagai baik dapat menyebabkan timbul- tempat tumbuh dan berkembang.
nya cemaran mikroba patogen yang tidak diinginkan.
Setelah dipotong, mikroba mulai merusak jaringan sehingga ba-
Karkas ayam mentah paling han pangan hewani cepat meng-
sering dikaitkan dengan cemaran alami kerusakan bila tidak men-
Salmonella dan Campylobacter dapat penanganan yang baik. yang dapat menginfeksi manusia. Mikroba pada produk ternak ter-
Campylobacter jejuni merupakan utama berasal dari saluran pen-
salah satu bakteri patogen yang cernaan.
mencemari ayam maupun kar- kasnya. Cemaran bakteri ini pada
Beberapa jenis penyakit yang ayam tidak menyebabkan penya- ditimbulkan oleh pangan asal ter-
kit, tetapi mengakibatkan penya- nak adalah penyakit antraks, sal-
kit yang dikenal dengan nama monelosis, brucellosis, tuber-
campylobacteriosis pada manu- kulosis, klostridiosis, dan penyakit
sia. Penyakit tersebut ditandai akibat cemaran Staphylococcus
dengan diare yang hebat disertai aureus.
demam, kurang nafsu makan, muntah, dan leukositosis.
Bakteri patogen dari daging yang tercemar dapat mencemari bahan
Beberapa kasus penyakit yang pangan lain seperti sayuran dan
diakibatkan oleh cemaran mikro- buah-buahan, dan pangan siap
ba patogen (foodborne diseases) santap bila bahan pangan terse-
pada daging unggas maupun pro- but diletakkan berdekatan de-
duk olahannya antara lain kasus ngan daging yang tercemar.
penularan penyakit yang disebab- kan oleh Salmonella enteritidis melalui daging ayam, telur, dan penularan penyakit yang disebab- kan oleh Salmonella enteritidis melalui daging ayam, telur, dan
digunakan sebagai bahan sate di daerah Sleman Yogyakarta telah tercemar S. aures sebanyak
mencapai 11,40% pada daging 6 1,60 x 10 CFU/g. Pada kasus dan 1,40% pada telur.
keracunan pangan, biasanya jumlah S. aureus sudah menca-
Kasus lain disebabkan oleh mi- 8 pai 10 CFU/g atau lebih. Karkas kroba Campylobacter. Cemaran
ayam yang digunakan sebagai Campylobacter jejuni, salah satu
bahan dasar pembuatan ayam spesies Campylobacter, di Indo-
panggang bumbu sate memiliki nesia cukup tinggi. Sekitar total bakteri 6,50 x 10 7 CFU/g dan
−100% daging ayam yang di- 5 total S. aureus 7,30 x 10 CFU/g. pasarkan tercemar bakteri C.
jejuni. Sekitar 70% kasus cam- Populasi awal dari mikroba pato- pylobacteriosis pada manusia di-
gen sangat menentukan keaman- sebabkan oleh cemaran C. jejuni
an pangan yang dihasilkan. Po- pada karkas ayam.
pulasi awal yang tinggi berpotensi besar menimbulkan masalah kea-
Bakteri patogen yang juga sering manan pangan, tergantung lama- mencemari daging ayam dan pro-
nya waktu antara penyiapan duk olahannya adalah Salmo-
dengan konsumsi. Batas maksi- nella. Hal ini perlu mendapat
mum cemaran mikroba dalam perhatian karena S. aureus mam-
karkas ayam mentah berdasar- pu memproduksi enterotoksin kan SK Dirjen POM No. 03726/8/ yang tahan terhadap panas. SK/VII/85 adalah 10 6 CFU/g dan Bergdoll (1990) menyatakan, S.
harus negatif dari Salmonella sp. aureus 10 5 CFU/g merupakan
pedoman terhadap kerawanan Perkembangan industri jasa boga adanya toksin tersebut. Namun
di Indonesia perlu mendapatkan berdasarkan hasil penelitian, en-
perhatian, terutama dalam kaitan- terotoksin belum dapat terdeteksi
nya dengan penyediaan pangan
pada total S. aureus >10 6 CFU/g.
yang berasal dari unggas. Produk olahan unggas seperti sate ayam,
Karkas ayam yang digunakan un- ayam panggang maupun ayam tuk membuat bakso ayam sudah
opor yang diproduksi oleh industri tercemar S. aureus 1,40 x 10 5 jasa boga berisiko tercemar mi-
CFU/g dengan total bakteri 1,90 x
kroba.
10 7 CFU/g. Berdasarkan SNI 01- 3818-1995, cemaran S. aureus
Pembuatan sate ayam memerlu- dalam produk bakso maksimal 1
kan waktu penyiapan cukup pan- x 10 2 CFU/g, total bakteri mak- jang sehingga menyebabkan pro-
simal 1 x 10 5 CFU/g, dan negatif duk ini rentan terhadap cemaran terhadap Salmonella.
mikroba.
Produk pangan lainnya dari in- asal hewani disajikan dalam dustri jasa boga yang biasa disa-
keadaan panas sehingga dapat jikan dalam acara perkawinan menekan populasi mikroba. atau pertemuan adalah ayam panggang bumbu sate.
18.1.1.3 Cemaran Mikroba pada
Pemanasan dapat menurunkan
Telur
total S. aureus menjadi 4,30 x 10 3 Telur merupakan produk unggas CFU/g dan total bakteri menjadi
yang selalu dihubungkan dengan 6,40 x 10 5 CFU/g. Walaupun total
cemaran Salmonella yang ber- mikroba selama pengolahan me-
asal dari kotoran ayam dalam nurun, angka tersebut masih kloaka atau dalam kandang. Se- tinggi. Proses pemasakan atau cara alami, cangkang telur meru- pemanasan dapat menurunkan pakan pencegah yang baik terha-
cemaran mikroba menjadi 10 3 dap cemaran mikroba. Cemaran CFU/g dan negatif terhadap bakteri dapat terjadi pada kondisi Salmonella sp.
suhu dan kelembapan yang ting- gi.
Dalam pembuatan sate ayam ada beberapa tahap yang perlu Cemaran pada telur bebek lebih diperhatikan sebagai titik kendali
banyak dibanding pada telur kritis, yaitu tahap penyiapan (pe-
ayam. Apabila penanganan telur motongan dan penusukan), pem-
tidak dilakukan dengan baik, bekuan, pemanggangan, serta misalnya kotoran unggas masih pengangkutan dan penyajian.
menempel pada cangkang telur, maka kemungkinan Salmonella
Pada akhir tahap perebusan, total dapat mencemari telur, terutama bakteri pada karkas ayam me-
saat telur dipecah. Cemaran
nurun menjadi 1,70 x 10 6 CFU/g
mikroba tersebut dapat dikurangi
dengan cara mencuci dan me- (Harmayani et al. 1996). Setelah
dan total S. aureus < 10 3 CFU/g
ngemas telur sebelum dipasar- pembakaran, total S. aureus kan.
berkurang lagi menjadi 5 x 10 2
CFU/g. Namun populasi S.aureus
18.1.1.4 Cemaran Mikroba meningkat menjadi 1,50 x 10 4 pada Daging Sapi
CFU/g selama proses pengang- Daging sapi mudah rusak karena kutan dan menunggu waktu disa-
merupakan media yang cocok jikan (pada suhu kamar selama
bagi pertumbuhan mikroba. Hal 7,50 jam).
ini cukup beralasan karena tinggi- nya kandungan air dan gizi se-
Penyajian merupakan tahap pen- perti lemak dan protein. ting yang perlu mendapat per-
Kerusakan daging dapat disebab- hatian. Sebaiknya bahan pangan
kan oleh perubahan dalam da- kan oleh perubahan dalam da-
dan kuda. Susu mengandung (eksternal).
protein, lemak, laktosa, mineral, vitamin, dan sejumlah enzim.
Daging yang tercemar mikroba Susu yang berasal dari sapi melebihi ambang batas akan sehat dapat tercemar mikroba menjadi berlendir, berjamur, daya
non patogen yang khas segera simpannya menurun, berbau bu-
setelah diperah. Pencemaran da- suk dan rasa tidak enak serta
pat berasal dari sapi, peralatan menyebabkan gangguan kese-
pemerahan, ruang penyimpanan hatan bila dikonsumsi. Beberapa
yang kurang bersih, debu, udara, mikroba patogen yang biasa lalat dan penanganan oleh manu- mencemari daging adalah E.coli,
sia.
Salmonella, dan Staphylococcus sp.
Untuk dapat dikonsumsi, susu harus memenuhi persyaratan ke-
Mikroba yang terkandung pada amanan pangan karena susu daging sapi dapat berasal dari
mudah terkontaminasi mikroba peternakan dan rumah potong (bakteri, kapang, dan khamir), hewan yang tidak higienis. Oleh
baik patogen maupun non pa- karena itu, sanitasi atau keber-
togen dari lingkungan (peralatan sihan lingkungan kandang ternak
pemerahan, operator, dan ter- maupun rumah potong hewan nak), residu pestisida, logam be- perlu mendapat perhatian. Pro-
rat dan aflatoksin dari pakan ser- ses pengolahan daging yang cu-
ta residu antibiotik saat pengobat- kup lama juga memungkinkan an penyakit pada ternak. Kan- terjadinya cemaran mikroba pada
dungan mikroba yang tinggi produk olahannya.
menyebabkan susu cepat rusak sehingga Industri Pengolahan
Produk olahan daging seperti kor- Susu (IPS) kadang-kadang tidak net dan sosis harus memenuhi
dapat menerima atau membeli syarat mutu yang sudah ditetap-
susu dari peternak. Akibatnya, kan. Berdasarkan SNI 01-3820-
sebagian besar IPS mengguna- 1995, cemaran Salmonella pada
kan bahan dasar susu impor. sosis daging harus negatif, Clos- tridium perfringens negatif, dan S.
Pertumbuhan mikroba dalam su-
aureus maksimal 10 2 koloni/g.
su dapat menurunkan mutu dan keamanan pangan susu, yang
18.1.1.5 Cemaran Mikroba
ditandai oleh perubahan rasa,
aroma, warna, konsistensi, dan Susu merupakan bahan pangan
pada Susu
penampakan. Oleh karena itu, yang berasal dari sekresi kelenjar
susu segar perlu mendapat pena- ambing pada hewan mamalia nganan dengan benar, antara lain susu segar perlu mendapat pena- ambing pada hewan mamalia nganan dengan benar, antara lain
kandungan mikroba hingga 0 −10 3 ada. Apabila tidak tersedia pen-
CFU/g susu. Berdasarkan SNI dingin, setelah diperah susu da-
01-6366-2000, susu pasteurisasi pat diberi senyawa thiosianat dan
yang dihasilkan oleh produsen hidrogen peroksida untuk me-
susu aman dikonsumsi. Proses maksimalkan kerja laktoperok-
pengolahan susu memungkinkan sidase (enzim dalam susu yang
terjadinya cemaran mikroba pada bersifat bakteriostatik). Namun, produk olahannya. penggunaan senyawa tersebut masih dikaji terutama efektivitas dan residunya.
18.1.1.6 Cemaran Mikroba Pada Produk Tanaman Pangan
Mikroba patogen yang umum Kapang merupakan jenis mikroba mencemari susu adalah E. coli.
yang menyerang tanaman pa- Standar Nasional Indonesia 01-
ngan, terutama serealia dan 6366 tahun 2000 mensyaratkan
kacang-kacangan. Serangan ka- bakteri E. coli tidak terdapat pang dapat terjadi saat tanaman dalam susu dan produk olahan-
masih di ladang (cemaran pra- nya. SNI ini mensyaratkan am-
panen), maupun selama pena- bang batas cemaran mikroba nganan pascapanen. Kapang yang diperbolehkan dalam susu
yang umum mencemari serealia adalah 3 x 10 4 CFU/g. Syarat
dan kacang-kacangan adalah mutu produk olahan susu seperti
Aspergillus flavus dan A. Para- keju dan susu bubuk ditetapkan
siticus yang sangat berbahaya dalam SNI 01-2980-1992 dan bagi kesehatan manusia. SNI 01-3775-1995.
Bakteri E.coli dalam air susu maupun produk olahannya dapat menyebabkan diare pada manu- sia bila dikonsumsi. Beberapa bakteri patogen yang umum men- cemari susu adalah Brucella sp., Bacillus cereus, Listeria mono- cytogenes, Campylobacter sp., Staphylococcus aureus, dan Salmonella sp.
Bahan baku susu pasteurisasi di
beberapa produsen susu me- Gambar 18.1. Cemaran Aspergillus ngandung total mikroba 10 4 −10 6 pada tongkol jagung (Sumber Rahayu, 2006)
Kedua jenis kapang ini dapat menghasilkan aflatoksin yang merupakan secondary metabolic products dan bersifat toksik bagi manusia. Aflatoksin merupakan molekul kecil yang tidak suka ter- hadap air, tahan terhadap per- lakuan fisik, kimia maupun biolo- gis dan tahan terhadap suhu ting- gi. Aflatoksin yang umum dijum- pai adalah aflatoksin B1, B2, G1, G2, M1, dan M2. Dari enam jenis aflatoksin tersebut, yang paling berbahaya bagi kesehatan manu- sia adalah aflatoksin B1. Selain aflatoksin, fumonisin juga meru- pakan salah satu mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang dari spe- sies Fusarium moniliforme.
Berdasarkan keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK.00.05.1.4057 tanggal 9 September 2004, batas maksimum kandungan aflatoksin B1 dan aflatoksin total pada pro- duk olahan jagung dan kacang tanah masing-masing adalah 20 ppb dan 35 ppb. Sementara itu Codex Alimentarius Commission pada tahun 2003 menentukan ba- tas maksimum kandungan afla- toksin total pada kacang tanah yang akan diproses sebesar 15 ppb. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan keamanan pangan di Indonesia masih jauh di bawah negara maju.
Cemaran A. flavus pada saat bu- didaya dipengaruhi oleh bebera- pa faktor, antara lain suhu tanah, lengas tanah, kandungan unsur
hara dalam tanah (Zn dan Ca), serta hama dan penyakit. A. flavus akan lebih kompetitif jika lengas tanah rendah, kelemba- ban udara tinggi (90 −98%), dan suhu tanah 17 −42°C.
Cemaran aflatoksin pada jagung bergantung pada kondisi ling- kungan dan perlakuan pascapa- nen. Kandungan aflatoksin total pada jagung pipil lebih tinggi di- banding jagung tongkol. Dari sampel yang diuji, semua sampel tercemar oleh aflatoksin B1 serta 31% tercemar aflatoksin B2 dengan total aflatoksin berkisar antara 48,10–213,80 ppb.
Jagung yang tercemar aflatoksin, apabila digunakan sebagai pakan maka aflatoksin akan masuk ke dalam tubuh ternak (unggas dan ruminansia) dan terakumulasi pa-
da daging maupun hati. Cemaran aflatoksin juga dijumpai pada kacang tanah dan produk olahannya seperti bumbu pecel. Cemaran aflatoksin pada kacang tanah di tingkat petani maupun pengecer dapat mencapai lebih dari 100 ppb. Cemaran aflatoksin pada bumbu pecel dapat menca- pai rata-rata 41,60 ppb dan pada enting-enting gepuk 20,80 ppb.
18.1.1.7 Cemaran Mikroba Pada Buah dan Sayur
Buah dan sayur dapat tercemar oleh bakteri patogen yang ber- asal dari air yang tercemar lim- bah, tanah, atau kotoran hewan yang digunakan sebagai pupuk.
Tingkat cemaran akan meningkat Tingkat cemaran mikroba pada pada bagian tanaman yang ada
beberapa jenis sayuran cukup di dalam tanah atau dekat tinggi, yaitu 5,80 x 101 hingga dengan tanah. Mikroba tertentu
1,80 x 103 CFU/g padahal seperti Liver fluke dan Fasciola
persyaratan kontaminasi E. coli hepatica akan berpindah dari dalam produk pangan harus ne- tanah ke selada air akibat peng-
gatif. Tingkat cemaran mikroba gunaan kotoran kambing atau tergantung dari lamanya waktu domba yang tercemar sebagai sejak sayuran dipanen hingga pupuk. Air irigasi yang tercemar
dipasarkan karena memungkin- Shigella sp., Salmonella sp., E.
kan mikroba tumbuh dan berkem- coli, dan Vibrio cholerae dapat
bang (Tabel 18.2). Penanganan mencemari buah dan sayur. Sela-
dan pemasakan yang baik dan in itu, bakteri Bacillus sp.,
benar dapat mematikan bakteri Clostridium sp., dan Listeria mo-
patogen tersebut, kecuali bakteri nocytogenes dapat mencemari
pembentuk spora. buah dan sayur melalui tanah.
Tabel 18.2. Tingkat cemaran mikroba pada beberapa jenis sayuran
Wilayah A Wilayah B
Petani Pasar Pasar Petani Pasar Pasar Tradisional Swalayan
Tradisional Swalayan
3.14 x 10 7 4.60 x 10 Kubis 7 2.80 x 10 7 1.40 x 10 7 4.30 x 10 5 4.50 x 10 5
Tomat
1.70 x 10 4 2.50 x 10 7 2.00 x 10 4 5.40 x 10 4 1.40 x 10 5 3.30 x 10 4
Wortel
4.20 x 10 4 5.70 x 10 7 1.90 x 10 7 1.80 x 10 7 6.10 x 10 5 7.40 x 10 5
Sumber : Modifikasi dari Rahayu dan Djaafar, 2007
18.1.1.8 Cemaran Mikroba
ikan terjadi segera setelah ikan
Pada Produk Perikanan
keluar dari air, namun aktivitas Seperti produk hewani lainnya, mikroba yang akan merusak da- ikan merupakan sumber pangan
ging ikan baru terjadi setelah ikan yang mudah rusak. Dengan kan-
melewati fase rigor mortis. dungan air dan protein tinggi, ikan merupakan tempat sangat Kerusakan pada ikan dapat dise- cocok sebagai media untuk per-
babkan oleh faktor internal (isi tumbuhan mikroba baik patogen
perut) dan eksternal (lingkungan), maupun nonpatogen. Kerusakan
maupun cara penanganan di atas maupun cara penanganan di atas
Kerusakan ikan ditandai dengan adanya lendir di permukaan ikan, insang memudar (tidak merah), mata tidak bening, berbau busuk, dan sisik mudah terkelupas. Ikan dari perairan pantai sering kali tercemar oleh bakteri Vibrio parahaemolyticus
yang dapat
menular pada saat transportasi maupun pemasaran. Bakteri sering mengkontaminasi produk perikanan umumnya merupakan bakteri Vibrio vulnificus dan V. Cholerae. Menurut Badan Penga- wasan Obat dan Makanan, cemaran bakteri Vibrio sp. dalam produk pangan harus negatif, artinya tidak boleh ada. Bakteri patogen lainnya adalah yaitu Proteus morganii, Klebsiella pneumoniae, dan Hafnia alvei. Tiga spesies bakteri tersebut sering mencemari ikan laut dari famili Scombroidei yang banyak terdapat di perairan Indonesia.
Kasus keracunan histamin pada mulanya lebih dikenal sebagai keracunan scombroid karena me- libatkan ikan dari famili Scom- broidei, yaitu tuna, bonito, tongkol, mackerel, dan seerfish. Jenis ikan tersebut mengandung histidin bebas dalam jumlah be- sar pada dagingnya, yang pada kondisi tertentu dapat diubah menjadi histamin karena adanya aktivitas enzim histidine dekarbo- ksilase dari bakteri yang men- cemari ikan tersebut. Gejala
keracunan histamin dimulai bebe- rapa menit sampai beberapa jam setelah ikan dikonsumsi.
Beberapa jenis ikan mengandung racun secara alami. Ikan-ikan tersebut digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu : (1) Ciguatera; (2) Pupper Fish; dan Paralytic Shellfish Poisoning. Keterangan mengenai kelompok ikan ini sudah dijelaskan pada bab 3
18.1.2 Bahaya Kimiawi
Bahaya kimia pada umumnya disebabkan oleh adanya residu atau bahan kimia yang dapat menimbulkan terjadinya intok- sikasi. Bahan kimia penyebab keracunan diantaranya logam be- rat (timbal/Pb dan raksa/Hg). Cemaran-cemaran tersebut bera- sal dari cemaran industri, residu pestisida, hormon, dan anti- biotika. Terbentuknya toksin aki- bat pertumbuhan dan perkem- bangan jamur atau ka-pang penghasil toksin jugaz termasuk dalam bahaya kimia. Beberapa jamur atau kapang penghasil tok- sin (mikotoksin) adalah Asper- gillus sp., Penicllium sp., dan Fu - sarium sp., yang dapat meng- hasilkan aflatoksin, patulin, okrato ksin, zearalenon, dan okratoksin.
18.1.3 Bahaya Fisik
Bahaya fisik terdiri potongan ka- yu, batu, logam, rambut, dan kuku yang kemungkinan berasal dari bahan baku yang tercemar, peralatan yang telah aus, atau juga dari para pekerja pengolah Bahaya fisik terdiri potongan ka- yu, batu, logam, rambut, dan kuku yang kemungkinan berasal dari bahan baku yang tercemar, peralatan yang telah aus, atau juga dari para pekerja pengolah