Analisis Hukum pada Status Perusahaan Listrik Negara Menjadi Persero

97,103,6 juta untuk tahun 2010 sampai dengan tahun 2019. Sektor ketenagalistrikan Indonesia setiap tahunnya antara tahun 2010-2019 membutuhkan dana investasi yang cukup besar dengan rata-rata sekitar US 9,7 juta per tahun. Upaya yang dilakukan sebagaimana yang direncanakan di dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik RUPTL tahun 2010-2019 disebutkan rencana akan kebutuhan investasi PT. PLN Persero US 61,3 juta akan dipenuhi dari berbagai sumber pendanaan, diantaranya: APBN sebagai penyertaan modal pemerintah ekuiti, pinjaman baru, dan dana internal. Sumber dana internal barasal dari laba usaha dan penyusutan aktiva tetap, sedangkan dana pinjaman dapat bersumber dari luar negeri, pinjaman Pemerintah melalui dana investasi, obligasi nasional maupun internasional, pinjaman komersial perbankan lainnya serta hibah luar negeri. 135

F. Analisis Hukum pada Status Perusahaan Listrik Negara Menjadi Persero

Sebagaimana diketahui bahwa perubahan status PLN menjadi Persero ditegaskan dalam Ketentuan Peralihan di Pasal 56 ayat 1 UU No.30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, menentukan pada saat undang-undang ini mulai berlaku: PT Perusahaan Listrik Negara Persero sebagai badan usaha milik negara yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Perum Listrik Negara menjadi Perusahaan Perseroan Persero dianggap telah memiliki izin usaha penyediaan tenaga listrik. 135 Ibid., hal. 95. Universitas Sumatera Utara Perubahan status PLN menjadi Persero juga didasarkan pada PP No.23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Perum Listrik Negara menjadi Perusahaan Perseroan Persero. Persero adalah Perusahaan Negara sebagaimana yang diatur dengan PP No.12 Tahun 1969 tentang Perusahaan Perseroan Persero 136 dan Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 KUHD. PP No.12 Tahun 1969 tentang Perusahaan Perseroan Persero ditetapkan unsur pemilikan Negara atas setiap usaha Negara yang berbentuk Persero disentralisir penatausahaannya kepada Menteri Keuangan. 137 Setelah berstatus menjadi PT. PLN Persero, pengelolaan sektor ketenagalistrikan tidak sepenuhnya mesti diatur oleh pemerintah tetapi kebijakan teknis pelaksanaannya dilaksanakan oleh PT. PLN Persero. Selanjutnya rencana kerja PLN terbentur pada perolehan mendapatkan persetujuan subsidi. Subsidi baru dapat diterima mesti melalui jalur-jalur birokrasi pemerintah. Dengan demikian PT. PLN Persero wajib tunduk pada ketentuan- ketentuan yang diatur dalam UUPT. Dimulai pengajuan subsidi dari pihak PT. PLN Persero sendiri kepada Menteri ESDM sebagai Menteri teknis, kemudian Menteri ESDM menyampaikan usulan tersebut kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BPPN untuk disampaikan kepada Kementerian Keuangan. Selanjutnya pengajuan subsidi tersebut harus pula mendapat persetujuan dari legislatif dan selanjutnya Kemenkeu sebagai 136 PP No.12 Tahun 1969 tentang Perusahaan Perseroan Persero merupakan peraturan pelaksana dari UU No.9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang. 137 Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1969 tentang Perusahaan Perseroan Persero. Universitas Sumatera Utara pemegang saham berwenang menentukan besaran subsidi yang akan dikeluarkan oleh Pemerintah. Diketahui bahwa penetapan status PLN dari Perum menjadi Persero pada awalnya ditetapkan dalam PP bukan melalui UU. PP tersebut dikeluarkan tahun 1994 PP No.23 Tahun 1994 pada tanggal 16 Juni 1994, 138 yang setahun kemudian tuntuk pada UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan. 139 Namun di antara tahun 1994 dan tahun 2009 pernah diundangkan UU No.20 Tahun 2002 tentang Ketegalistrikan yang mengatur dalam hal pengusahaan kelistrikan memberikan perlakuan yang sama kepada semua pelaku usaha listrik dan memberikan manfaat yang adil dan merata kepada semua konsumen listrik. Tetapi berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 15 Desember 2004 undang- undang tersebut dibatalkan, pengaturannya dikembalikan pada UU No.15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan di mana Pemerintah Republik Indonesia kembali ditetapkan sebagai Pemegang Kuasa Usaha Kelistrikan PKUK atau sebagai pemberi izin usaha kelistrikan. Kemudian baru dikeluarkan UU di tahun 2009 UU No.30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan sekaligus menguatkan dan mengatur lebih komprehensif pengusahaan tenaga listrik yang dikelola berdasarkan UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas UUPT. 140 138 PP No.23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Perum Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perseroan Persero sebagai peraturan pelaksana dari UU No.15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan UU ini sudah diganti melalui UU No.30 Tahun 2009. 139 UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan telah dicabut setelah berlakunya UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 140 Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Dep. ESDM, Op. cit., hal. 526. Universitas Sumatera Utara Dengan dikeluarkannya PP No.23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Perum Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perseroan Persero, maka berdasarkan Pasal 6 PP No.23 Tahun 1994, maka PP No.17 Tahun 1990 tentang Perusahaan Umum Perum Listrik Negara dinyatakan tidak berlaku lagi. Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan PP ini diatur oleh Menteri Keuangan dan Menteri Pertambangan dan Energi baik secara bersama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Bersamaan dengan dikeluarkannya PP No.23 Tahun 1994 tersebut, maka nama Perum Listrik Negara diubah menjadi PT. PLN. Persero dengan demikian pengelolaan usaha kelistrikan tunduk pada UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU No.30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara UU BUMN. Kondisi PLN setelah perubahan status Perum Listrik Negara menjadi PT. PLN Persero dalam hal ini akan diuraikan kondisi pengelolaannya berdasarkan UUPT. Menurut ketentuan dalam UUPT, PT.PLN Persero harus mengejar keuntungan semata-mata sebagaimana layaknya hakikat dari Persero itu sendiri. Perbedaan penting antara status Perum Listrik Negara sebelum dan sesudah menjadi PT. PLN Persero adalah terletak pada modal perusahaan. Pasal 8 PP No.17 Tahun 1990 tentang Perusahaan Umum Perum Listrik Negara, menentukan: 1. Modal Perusahaan adalah kekayaan Negara yang dipisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan tidak terbagi atas saham-saham. Universitas Sumatera Utara 2. Besarnya modal Perusahaan adalah sama dengan nilai seluruh kekayaan Negara yang telah tertanam dalam Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, berdasarkan penetapan Menteri Keuangan sesuai dengan hasil perhitungan yang dilakukan bersama oleh Departemen Keuangan dan Departemen yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagalistrikan. 3. Setiap penambahan modal yang berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan dilakukan dengan Peraturan Pemerintah. 4. Perusahaan dapat menambah modalnya dengan dana yang dibentuk dan dipupuk secara intern menurut ketentuan dalam Pasal 54. 5. Perusahaan tidak mengadakan cadangan diam atau cadangan rahasia. 6. Semua alat-alat likuid liquide yang tidak segera diperlukan oleh Perusahaan disimpan dalam bank milik Negara yang disetujui oleh Menteri. Modal Persero sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 PP No.23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Perum Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perseroan Persero, adalah: 1. Modal Perusahaan Perseroan Persero yang ditempatkan dan disetor pada saat pendiriannya berasal dari kekayaan Negara yang tertanam dalam Perusahaan Umum Perum Listrik Negara. 2. Nilai kekayaan Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan hasil perhitungan oleh Departemen Keuangan dan Departemen Pertambangan dan Energi. 3. Ketentuan-ketentuan lain mengenai permodalan Perusahaan Perseroan Persero diatur dalam Anggaran Dasarnya, termasuk ketentuan mengenai modal dasar Perusahaan Perseroan Persero yang terbagi atas saham-saham sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No.12 Tahun 1969 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1972. 4. Neraca pembukaan Perusahaan Perseroan Persero ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Pasal 1 ayat 1 UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menentukan Persero adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Universitas Sumatera Utara Modal Persero menurut Pasal 8 ayat 1 PP No.17 Tahun 1990 adalah kekayaan Negara yang dipisahkan dari APBN dan tidak terbagi atas saham-saham. Pemisahan dari kekayaan Negara seperti itu, tidak terdapat dalam ketentuan Pasal 3 ayat 1 PP No.23 Tahun 1994, melainkan hanya menyebutkan modal Persero ditempatkan dan disetor pada saat pendiriannya berasal dari kekayaan Negara yang tertanam dalam Perusahaan Umum Perum Listrik Negara. Penyertaan modal dalam PP No.23 Tahun 1994 tersebut dinilai tidak sesuai dengan hakikat perseroan yang modalnya terbagi atas saham. Walaupun dalam PP No.23 Tahun 1994 tersebut disebutkan pemisahan dari kekayaan negara, tetapi dalam Pasal 1 ayat 1 UU BUMN menetapkan BUMN merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Menurut Pasal 1 ayat 1 UU BUMN ini jelas disebutkan adanya pemisahan dari kekayaan Negara sebagai modal Persero. Berdasarkan ketentuan tersebut berarti modal dan saham-saham PT. PLN Persero merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian dan melakukan kegiatan usaha di bidang kelistrikan dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UUPT serta peraturan pelaksanaannya. Kendatipun pemerintah melalui menteri yang ditunjuk danatau diberi kuasa untuk mewakili pemerintah selaku pemegang saham negara pada PT. PLN Persero, yang ditemukan persoalan selanjutnya dalam PT. PLN Persero antara lain faktor Universitas Sumatera Utara birokrasi yang berbelit-belit dalam hal prosedur pemberian subsidi kepada PT. PLN Persero. Selanjutnya pemerintah melalui Kemenkeu masih menunjukkan pengaruh dominan sebagai pemegang saham dalam memutuskan pemberian subsidi melalui prosedur atau mekanisme subsidi yang lambat diberikan kepada PT. PLN Persero. Prosedur birokratisasi penyaluran subsidi yang rumit merupakan salah satu faktor penghambat pengembangan usaha ketenagalistrikan untuk memberikan pelayanan umum kepada masyarakat. Pengelolaan PT. PLN Persero diserahkan sepenuhnya kepada manajemen perusahaan untuk dikelola berdasarkan prinsip- prinsip bisnis. Namun karena PT. PLN Persero merupakan salah satu BUMN yang menyelenggarakan pelayanan umum maka dalam memperoleh subsidi dari Pemerintah masih tetap bergantung pada keputusan atau kebijakan pemerintah itu sendiri. Pada statusnya sebagai Perum, persoalan kebijakan pengusahaan listrik terhambat pada persoalan pola manajemen yang terdesentralisasi dan birokrasi yang rumit. Namun setelah menjadi PT. PLN Persero persoalan selanjutnya adalah menyangkut kebijakan pemberian subsidi yang cenderung lama dan mesti melalui birokrasi panjang. Pada kenyataannya subsidi untuk PT. PLN Persero mesti ditempuh melalui birokrasi panjang mulai dari tahap pengajuan subsidi dari pihak PT. PLN Persero sendiri kepada Menteri ESDM sebagai Menteri teknis, kemudian Menteri ESDM menyampaikan usulan tersebut kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional untuk disampaikan kepada Kementerian Keuangan, juga harus mendapat persetujuan dari DPR. Universitas Sumatera Utara Selanjutnya Kemenkeu sebagai pemegang saham berwenang menentukan besaran subsidi yang akan dikeluarkan oleh Pemerintah. Jika dengan pertimbangan Pemerintah cq Kementerian Keuangan tersebut disetujui maka permohonan pengajuan subsidi dari PT. PLN Persero tersebut baru kemudian bisa diberikan kepada PT. PLN Persero untuk dipergunakan menutupi beban biaya produksi. Berlarutnya mekanisme birokrasi demikian membutuhkan waktu yang lama untuk dapat direalisasi sementara kebutuhan akan pengembangan tenaga listrik sangat diperlukan sebagaimana yang direncanakan dalam RUPTL. Dengan kondisi demikian walaupun status PLN diubah menjadi PT. PLN Persero tetap saja pengembangan usaha ketenagalistrikan terkendala dalam memenuhi kewajibannya untuk melaksanakan PSO. Setelah PLN menjadi PT. PLN Persero dalam melaksanakan pengelolaan dengan mengedepankan prinsip-prinsip bisnis dengan melihat isu permasalahan bisnis pada substansinya, keputusan atau eksekusi bisnis dilakukan dengan lebih cepat, dan pengelolaan usaha dilakukan dengan lebih efisien dan efektif. Tetapi tidak bisa dipastikan dana yang dibutuhkan PT. PLN Persero dapat dilaksanakan secara efisien. Sebab di samping prosedur subsidi yang lama, juga ekusitas dari negara mesti melalui jalur borokrasi pemerintah serta ketidakpastian sumber dana pinjaman untuk pengembangan usaha. Universitas Sumatera Utara

BAB IV PENGELOLAAN PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA DENGAN STATUS

PERSERO YANG DIWAJIBKAN MELAKSANAKAN PUBLIC SERVICE OBLIGATION PSO

A. Persoalan-Persoalan Pengelolaan BUMN Sehingga Diubah Menjadi Persero

Sebagaimana diketahui bahwa perbedaan dan persamaan dari ciri-ciri Perjan, Perum, dan Persero sebagaimana telah di singgung di atas, berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1967 tentang Pengarahan dan Penyederhanaan Perusahaan Negara Kedalam Tiga Bentuk Usaha Negara di atas, bahwa ciri yang paling menonjol untuk Perjan adalah murni melaksanakan pelayanan semata-mata untuk kepentingan publik, sedangkan Perum dan Persero ciri utamanya mencari untung atau laba di samping Perum juga melaksanakan pelayanan publik dan Persero juga dapat ditugasi melaksanakan pelayanan publik. 141 Perusahaan-perusahaan BUMN terbagi dua kelompok: pertama, BUMN yang mempunyai posisi sebagai pelaksana Public Service Obligation PSO atau agent of development dan kedua BUMN yang non PSO yaitu BUMN yang semata-mata sebagai entitas bisnis. Pemerintah memberikan subsidi kepada BUMN PSO sedangkan untuk BUMN non PSO tidak ada tambahan dari negara. 142 Tetapi dalam hal PT. PLN Persero murni mencari untung atau laba, juga ditugasi untuk melaksanakan pelayanan publikPSO, dalam kapasitasnya sebagai salah satu BUMN yang mempunyai posisi sebagai pelaksana Public Service 141 Sugiharto, dkk., hal. 78. 142 Sugiharto, dkk., Op. cit., hal. 22. Universitas Sumatera Utara