cenderung terhambat lebih disebabkan sistim komunikasi yang berjenjang, tertutup, tidak transparan, terkotak-kotak antara satu divisi kerja dengan divisi lain, yang
berakibat menutup gagasan, ide-ide cemerlang dan jenius. Gagasan-gagasan cerdas sering kali terhambat, tidak muncul ke permukaan, dan dapat berakibat terhadap
sumber daya menusia yang cerdas menjadi stress dan tertekan sehingga akan mengganggu kapasitas individualnya.
B. Kerangka Hukum dan Mekansime Kewajiban Pelaksanaan Pelayanan Umum
Hingga saat ini belum ada defenisi yang universal untuk menjelaskan Kewajiban Pelayanan Umum atau Public Service Obligation selanjutnya disingkat
PSO
151
PSO diartikan dalam Buku Laporan Akhir Prakarsa Strategis Percepatan Pembangunan Infrastruktur: Aspek Kebijakan Subsidi dan PSO, yaitu: sebagai suatu
kewajiban yang diberikan oleh pemerintah kepada satu atau lebih penyediaoperator jasa infrastruktur tertentu untuk memberikan pelayanan yang menjadi kepentingan
yang pada praktiknya diterjemahkan berbeda-beda dari sektor ke sektor lainnya, tergantung kepada karakteristik masing-masing sektor. Secara singkat
sebenarnya kewajiban pelayanan umum atau public service obligation berkaitan dengan kewajiban hukum dalam memberikan pelayanan secara merata kepada
seluruh anggota masyarakat oleh Pemerintah.
151
Istilah PSO tidak ditemukan defenisi yang dapat dijadikan ukuran baku.
Universitas Sumatera Utara
masyarakat luas dengan spesifikasi dan kondisi yang ditetapkan oleh pemerintah dengan tarif yang disubsidi.
152
PSO tidak sama dengan subsidi, meskipun PSO merupakan bagian dari subsidi tetapi ada perbedaan baik pengertian maupun mekanisme penyaluran dan
kepada siapa PSO diberikan. PSO dan subsidi bertujuan sama-sama untuk meringankan beban rakyat. Perbedaannya adalah, PSO merupakan biaya yang harus
dikeluarkan oleh Negara akibat disparitasperbedaan harga pokok penjualan BUMNswasta dengan harga atas produkjasa tertentu yang ditetapkan oleh
Pemerintah agar pelayanan produkjasa tetap terjamin dan terjangkau oleh sebagian besar masyarakat publik. Sedangkan subsidi adalah biaya yang harus dikeluarkan
oleh Negara akibat disparitasperbedaan harga pasar dengan harga atas produkjasa tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
miskin. Hal inilah yang dijadikan ukuran untuk membedakan antara PSO dengan subsidi.
153
Kegiatan yang terkait dengan PSO dalam kerangka hukum yang ada dalam perundang-undangan sudah menjadi kewajiban Pemerintah bahkan dalam konstitusi
kewajiban tersebut telah diamanatkan dalam UUD1945. Pemerintah dalam
152
Bappepanas, Laporan Akhir Prakarsa Strategis Percepatan Pembangunan Infrastruktur: Aspek Kebijakan Subsidi dan PSO, Jakarta: Kedeputian Sarana dan Prasarana Kementerian Negara
Perencanaan Pembangunan Bappenas, 2006, hal. 8.
153
Direktorat Jenderal Keuangan Kementerian Negara Republik Indonesia, http:www.anggaran.depkeu.go.idweb-content-list.asp?ContentId=193, diakses tanggal 11 Oktober
2012.
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan PSO tersebut harus pula menyesuaikan dengan kondisi dan mekanisme yang ada dan pendanaannya disesuaikan dengan kemampuan APBN.
154
Kerangka hukum kewajiban pelaksanaan PSO dalam perundang-undangan Negara Republik Indonesia, sebagai berikut:
155
1. Konstitusi UUD 1945:
Pasal 33 ayat 2: Cabang-cabang p[roduksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Pasal 34 ayat 3: Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
2. UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN:
Pasal 66 ayat 1: Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap
memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN. Pasal 66 ayat 2: Setiap penugasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus
terlebih dahulu mendapatkan persetujuan RUPSMenteri. Pejelasan Pasal 66 ayat 1: Meskipun BUMN didirikan dengan maksud dan
tujuan untuk mengejar keuntungan, tidak tertutup kemungkinan untuk hal-hal yang mendesak, BUMN diberikan penugasan khusus oleh pemerintah. Apabila
penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak fisibel, pemerintah harus
154
Bappepanas, Op. cit., hal. 157.
155
Eddy Satriya, Op. cit., Lampiran A L-1.
Universitas Sumatera Utara
memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut termasuk margin yang diharapkan.
Penjelasan Pasal 66 ayat 2: Karena penugasan pada prinsipnya mengubah rencana kerja dan anggaran perusahaan yang telah ada, penugasan tersebut harus
diketahui dan disetujui pula oleh RUPSMenteri. 3.
PP No.45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengrusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara. Pasal 65 PP tersebut menentukan:
a. Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk
menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha BUMN;
b. Rencana penugasan khusus dimaksud pada ayat 1 dikaji bersama antara
BUMN, Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Teknis yang memberikan penugasan yang dikoordinasikan oleh Menteri Teknis yang memberikan
penugasan; c.
Apabila penugasan secara finansial tidak menguntungkan, Pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang dikeluarkan oleh BUMN
termasuk termasuk margin yang diharapkan sepajang dalam tingkat kewajaran sesuai dengan penugasan;
d. Setiap penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus terlebih dahulu
mendapatkan persetujuan dari RUPS untuk Persero dan dari Menteri untuk BUMN atau Perum;
Universitas Sumatera Utara
e. BUMN yang melaksanakan penugasan khusus Pemerintah harus secara tegas
melakukan pemisahan pembukuan mengenai penugasan tersebut dan pembukuan dalam rangka pencapaian sasaran usaha perusahaan; dan
f. Setelah pelaksanaan kewajiban pelayanan umum, Direksi wajib memberikan
laporan kepada RUPSMenteri, Menkeu dan Menteri Teknis. Dalam pejelasan Pasal 65 PP No.45 Tahun 2005 tentang Pendirian,
Pengrusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara, menjelasakan bahwa yang dimaksud dengan fungsi kemanfaatan umum
adalah penugasan yang diberikan oleh Pemerintah dalam rangka memberikan kewajiban pelayanan umum public service obligation yaitu berupa
kewajiban Pemerintah untuk menyediakan barang dan atau jasa tertentu yang sangat dibutuhkan masyarakat luas.
PT. PLN Persero merupakan salah satu perusahaan negara yang ditugaskan untuk melaksanakan PSO, sebagaimana yang disebut bahwa PT. PLN Persero
merupakan BUMN yang ditugasi khusus oleh Pemerintah untuk melaksanakan pelayanan umum. Dalam hal pelaksanaan PSO oleh PT. PLN Persero sebenarnya
dapat diartikan sebagai biaya yang harus dikeluarkan oleh Negara akibat disparitasperbedaan harga pokok penjualan BUMNswasta dengan harga atas
produkjasa tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah agar pelayanan produkjasa PLN tetap terjamin dan terjangkau oleh sebagian besar masyarakat publik untuk
memiliki listrik.
Universitas Sumatera Utara
Amanat dalam konstitusi UUD 1945 tersebut lebih jauh dijabarkan dalam perundang-undangan di bawahnya yang memberikan pedoman khusus mengenai
peranan Pemerintah dalam melaksanakan PSO. PT. PLN Persero mulai mengembangkan skema PSO pada tahun 2001 melalui pemberian kompensasi atas
kerugian akibat penyediaan listrik bagi pelanggan kecil dengan TDL yang rendah dengan menggunakan kapasitas sambungan 450 VA dengan konsumsi bulanan
sampai dengan 60 kWh. Dalam laporan Bappenas disebutkan bahwa skema PSO tidak benar-benar dilaksanakan sebagaimana mestinya, yang disebabkan karena
peraturannya tidak lengkap dengan petunjuk teknis pelaksanaan.
156
Pengaturan dalam PP No.45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara. khususnya di Pasal 65 PP
tersebut hanya dapat dipedomani tujuan sejauh mana sasaran yang hendak dicapai oleh BUMN dengan pertimbangan pada dua aspek penting yakni: aspek kepedulian
going concern terhadap perusahaan dan aspek tercapainya sasaran PSO. Sejauh mana pencapaian sasaran keberhasilan PSO dapat diketahui melalui
langkah monitoring dengan prinsip pelaksanaan 5 lima tepat, yaitu: tepat waktu, tepat sasaran, tepat kualitas, tepat kuantitas, tepat harga dari PSO. Sementara untuk
mengetahui aspek kepedulian going concern dapat dilakukan melalui monitoring terhadap perkembangan indikator-indikator perusahaan menurut kelaziman.
157
156
Bappepanas, Op. cit., hal. 7.
157
Ibid., hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
Dalam melaksanakan PSO pemerintah harus memperhatikan biaya yang harus dikeluarkan oleh Negara akibat disparitasperbedaan harga pokok penjualan listrik
dengan harga atas produkjasa kelistrikan yang ditetapkan oleh Pemerintah agar pelayanan produkjasa tetap terjamin dan terjangkau oleh sebagian besar masyarakat
publik untuk memperoleh listrik.
158
Sedangkan dalam melaksanakan subsidi pemerintah harus memperhatikan biaya yang harus dikeluarkan oleh Negara akibat disparitasperbedaan harga pasar
penjualan tenaga listrik dengan harga atas produkjasa kelistrikan yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga listrik.
159
Berdasarkan pengertian PSO dan subsidi tersebut di atas, maka untuk melaksanakan ketentuan Pasal 66 ayat 1 UU BUMN, maka pemerintah harus
mengeluarkan dana PSO kepada PT. PLN Persero untuk melaksanakan fungsinya menyelenggarakan pelayanan publik. Tetapi pada kenyataannya Pemerintah hanya
memberikan subsidi kepada PT. PLN Persero yang semestinya subsidi diberikan bukan karena perbedaan harga pokok penjualan listrik dengan harga atas produkjasa
kelistrikan melainkan akibat perbedaan harga pasar penjualan tenaga listrik dengan harga atas produkjasa kelistrikan.
Subsidi dapat diberikan kepada PT. PLN Persero jika harga pokok penjualan tidak sebanding dengan harga pasar yang terjadi oleh karena adanya pesaing dari
158
Direktorat Jenderal Keuangan Kementerian Negara Republik Indonesia, http:www.anggaran.depkeu.go.idweb-content-list.asp?ContentId=193, diakses tanggal 11 Oktober
2012.
159
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
perusahaan-perusahaan listrik swasta. Tetapi perusahaan-perusahaan listrik swasta tidak menunjukkan kompetitor yang signifikan mempengaruhi harga penjualan listrik
PT. PLN Persero melainkan PT. PLN Persero masih mendominasi pengusahaan ketenagalistrikan saat ini. Bahkan perusahaan-perusahaan listrik swasta menjual
tenaga listrik kepada PT. PLN Persero untuk selanjutnya didistribusi kepada masyarakat.
Oleh sebab itu, berdasarkan pembedaan yang prinsipal antara PSO dan subsidi sebagaimana di atas, seharusnya PT. PLN Persero menerima dana PSO bukan dana
subsidi untuk menyelenggarakan fungsinya sebagai agent of development. Penugasahan khusus yang diberikan Pemerintah kepada PT. PLN Persero untuk
menyelenggarakan pelayanan umum PSO semestinya yang diberikan adalah dana PSO bukan berupa subsidi.
Namun hal inilah yang menjadi perdebatan yang berkepanjangan, sebab kerangka hukum PSO tidak diatur secara tersendiri baik dalam suatu undang-undang
khusus maupun tidak diatur dalam sebuah Peraturan Pemerintah atau dalam bentuk Inpres. Dengan kondisikan demikian, fakta menunjukkan bahwa pemberian subsidi
kepada PT. PLN Persero selalu dinilai dalam rangka melaksanakan PSO yang hanya diterjemahkan dalam satu pasal yaitu Pasal 66 UU BUMN tanpa diatur mekanisme
teknisnya. Eddy Satriya berpendapat bahwa dalam kenyataannya Pemerintah
mengeluarkan dana untuk menyelenggarakan PSO mesti melalui mekanisme yang
Universitas Sumatera Utara
melibatkan lima pelaku utama yang terikat dalam menyelenggarakan PSO antara lain:
160
1. Departemen teknis yang bertugas menginterpretasikan kebijakan umum
pemerintah ke dalam penugasan PSO secara speksifik; 2.
Departeman keuangan, yang mengevaluasi permintaan dana PSO dari departemen teknis dan mengajukan anggaran tahunan kepada DPR untuk
mendapatkan persetujuan; 3.
Menteri Negara BUMN yang menyetujui kesepakatan kompensasi dan PSO atas nama BUMN;
4. DPR yang menyetujui RAPBN yang didalamnya terdapat alokasi PSO;
5. Badan Penyusunan Perencanaan Nasional BAPPENAS yang menyiapkan
Rencana Kegiatan Pemerintah RKP dan terlibat dalam proses konsultasi penyusunan RAPBN sebelum disampaikan kepada DPR.
Sebenarnya dalam mekanisme dari kelima pelaku utama yang disebutkan di atas, pada kenyataannya bukan dalam rangka melaksanakan PSO tetapi mekanisme
itu untuk melaksanakan pemberian subsidi kepada PT. PLN Persero. Hal itupun subsidi untuk PT. PLN Persero mesti ditempuh melalui birokrasi panjang mulai dari
tahap pengajuan subsidi dari pihak PT. PLN Persero sendiri kepada Menteri ESDM sebagai Menteri teknis, kemudian Menteri ESDM menyampaikan usulan tersebut
kepada Badan Perencanaan Pembangunan NasionaL untuk disampaikan kepada Kementerian Keuangan. Selanjutnya Kemenkeu sebagai pemegang saham akan
menentukan jumlah nominal subsidi yang akan dikeluarkan oleh Pemerintah.
160
Ibid., hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
C. Pengelolaan PLN dengan Status Persero yang Diwajibkan Melaksanakan Public Service Obligation