jika peran negara dapat difungsikan hanya sebagai pelayan publik dalam hal pengelolaan PLN.
2. PLN Sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara Perum
Status Perusahaan Listrik Negara PLN sebagai Perusahaan Umum Perum memiliki dasar hukum yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1990 tentang
Perusahaan Umum Perum Listrik Negara. Beberapa Peraturan Pemerintah yang mengatur status PLN sebagai Perum dari sejak diundangkannya UU No.15 Tahun
1985 tentang Ketenagalistrikan, diantaranya adalah: a.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1972 tentang Perusahaan Umum ”Listrik Negara” direvisi melalui;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 1981 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1972 tentang Perusahaan Umum ”Listrik Negara” direvisi melalui;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1990 tentang Perusahaan Umum
Perum Listrik Negara. PP ini masih berlaku hingga sekarang. Menurut Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang Tata
Cara Pembinaan dan Pengawasan Perjan, Perum dan Persero sebagaimana telah diubah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1983, pembinaan terhadap
Perum dilakukan oleh Menteri yang dibantu oleh dan menetapkan lebih lanjut kewenangan Direktur Jenderal sesuai dengan bidang tugasnya di mana Direktur
Jenderal menerima petunjuk dari dan melaporkan segala sesuatunya kepada Menteri.
Universitas Sumatera Utara
Ketika pada masa berlakunya PP No.17 Tahun 1990 tentang Perum Listrik Negara, undang-undang yang masih berlaku pada masa itu adalah UU No.15 Tahun
1985 tentang Ketenagalistrikan.
119
Kuasa Usaha Ketenagalistrikan adalah kewenangan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Badan Usaha Milik Negara yang diserahi tugas semata-
mata untuk melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dan diberi tugas untuk melakukan pekerjaan usaha penunjang tenaga
listrik. Dalam UU No.15 Tahun 1985 tentang
Ketenagalistrikan, PLN pada masa itu sudah berbentuk Badan Usaha Milik Negara BUMN yang semata-mata memiliki tugas untuk melaksanakan usaha penyediaan
tenaga listrik untuk kepentingan umum. Ketentuan seperti ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka 5 UU No.15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan yang menentukan:
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 5 UU No.15 Tahun 1985 tentang
Ketenagalistrikan di atas, status PLN sebagai Perum sebenarnya tidak murni merupakan perusahaan yang diserahi tugas untuk melaksanakan usaha penyediaan
tenaga listrik bagi kepentingan. Sebab berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 1967 tentang Pengarahan dan Penyederhanaan Perusahaan Negara Kedalam
Tiga Bentuk Usaha Negara, disebutkan dalam penjelasannya bahwa ciri penting dari makna usaha yang dijalankan Perum di samping melayani kepentingan umum
119
Ketentuan Penutup di Pasal 26 UU No.15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan, ditegaskan keberlakuan undang-undang ini pada saat diundangkan pada tanggal 30 Desember 1985
pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74 maka mulai berlaku lah undang- undang ini. Hal itu berarti Ordonansi tanggal 13 September 1890 tentang Ketentuan Mengenai
Pemasangan dan Penggunaan Saluran untuk Penerangan Listrik dan Pemindahan Tenaga dengan Listrik di Indonesia Bepalingen omtrent den aanleg en hetgebruik van geleidingen voor electrische
verlichting en het overbrengen vankracht door middel van electriciteit in Nederlandsch-Indie
yang dimuat dalam Staatsblad Tahun 1890 Nomor 190 yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
Ordonansi tanggal 8 Pebruari 1934 yang dimuat dalam Staatsblad Tahun 1934 Nomor 63, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Universitas Sumatera Utara
kepentingan-kepentingan produksi, distribusi dan konsumsi, secara keseluruhan sekaligus untuk memupuk keuntungan.
120
Berarti PLN dalam konteks Perum tidak semata-mata untuk penyediaan kepentingan umum walaupun ketentuan tujuan daripada PLN sebagaimana yang
ditegaskan dalam Pasal 3 UU No.15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata
serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi, namun karena PLN berstatus Perum berarti PLN juga bisa mencari keuntungan.
121
Tujuan menjadikan PLN dengan status sebagai Perum sejalan dengan tujuan pembangunan nasional sebagaimana yang disebutkan dalam konsideran UU No.15
Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, guna mewujudkan suatu masyarakat adil dan
makmur yang merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.
122
Memperhatikan konsideran huruf a dan huruf b UU No.15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan tampaknya pembuat undang-undang menjadikan salah satu
upaya meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dengan menjadikan status PLN sebagai Perum sebab tenaga listrik sangat penting untuk mendorong
peningkatan kegiatan ekonomi pada khususnya. Oleh karenanya usaha penyediaan
120
Lihat Lampiran Penjelasan Mengenai Ciri-Ciri Pokok dari Ketiga Bentuk Usaha Negara dalam huruf A angka 1 Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 1967 tentang Pengarahan dan
Penyederhanaan Perusahaan Negara Kedalam Tiga Bentuk Usaha Negara.
121
Bandingkan dengan Penjelasan huruf A angka 1 Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 1967 tentang Pengarahan dan Penyederhanaan Perusahaan Negara Kedalam Tiga Bentuk Usaha Negara.
122
Konsideran huruf a UU No.15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan.
Universitas Sumatera Utara
tenaga listrik, pemanfaatan, dan pengelolaannya dijadikan statusnya sebagai Perum agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata dengan mutu
pelayanan yang baik.
123
Dalam upaya memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, tenaga listrik merupakan cabang produksi yang penting bagi negara sebagai
salah satu hasil pemanfaatan kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak perlu dipergunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Status PLN
sebagai Perum sejalan dengan yang diamanatkan di dalam Pasal 33 UUD 1945, berikut ini:
a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan; b.
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasasi hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;
c. Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; d.
Perekonomian diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional;
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ini diatur dalam undang-undang.
Terkait dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 di atas, khususnya pada ayat 5 mengenai pelaksanaan lebih lanjut diatur dalam undang-undang, yaitu UU No.15
Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan. Dalam undang-undang ini sekalipun status PLN sebagai Perum berarti tidak murni perusahaan yang menyelenggarakan
pelayanan kepentingan umum untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
123
Konsideran huruf b UU No.15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan.
Universitas Sumatera Utara
Demikian pula sekalipun setelah diundangkannya UU No.30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan yang baru dan berlaku hingga sekarang, status PLN juga
tidak murni melaksanakan pelayanan umum melainkan pengelolaannya dengan serta merta didasarkan pada pengelolaan Perusahaan Perseroan Persero. Pengelolaan
dalam status PLN sebagai Perum dan sebagai Persero, PLN tetap mencari untung di samping PLN juga melaksanakan pelayanan umum untuk kesejahteraan rakyat.
Dalam status PLN sebagai Perum, PLN bukan lagi memiliki tugas dan fungsinya sebagai perusahaan negara yang murni melaksanakan pelayanan bagi
kepentingan umum. Walaupun konsideran huruf e UU No.30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, legislatif mempertimbangkan perubahan itu karena UU No.15
Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan keadaan dan perubahan dalam kehidupan masyarakat sehingga perlu
diganti dengan undang-undang yang baru, namun tetap saja kedua undang-undang ini menganut tujuan mencari untung profit oriented.
Dalam status PLN sebagai Perum dikaitkan dengan konsep negara kesejahteraan welfare state sesungguhnya PLN merupakan bagian penting dalam
Negara Republik Indonesia untuk mensejahterakan rakyatnya dengan cara menyediakan tenaga listrik bagi rakyat untuk mendorong peningkatan kegiatan
ekonomi masyarakat pada khususnya namun PLN juga berorientasi mencari keuntungan.
Hal itu sangat jelas dan tegas ditentukan sifat PLN sebagai Perum dalam Pasal 5 ayat 1 PP No.17 Tahun 1990 tentang Perum Listrik Negara, bersifat usaha yaitu
Universitas Sumatera Utara
menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum dan ”sekaligus memupuk keuntungan” berdasarkan prinsip pengelolaan PLN dengan maksud mengusahakan
keuntungan agar dapat membiayai pengembangan penyediaan tenaga listrik untuk melayani kebutuhan masyarakat.
Menurut PP No.17 Tahun 1990 tentang Perum Listrik Negara pada Pasal 3 ayat 1 ditegaskan PLN sebagai BUMN di bidang ketenagalistrikan diserahi tugas
semata-mata untuk melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dan dapat diberi tugas untuk melakukan pekerjaan usaha penunjang tenaga
listrik. Namun norma pengaturan ini berbeda prinsip dengan ketentuan pada Pasal 5 ayat 1 PP No.17 Tahun 1990 tentang Perum Listrik Negara yang juga memberikan
kesempatan kepada PLN untuk mencari untung. Demikian pula dalam hal penegasan tujuan PLN yang disebutkan dalam Pasal
3 UU No.15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta
mendorong peningkatan kegiatan ekonomi, kemudian dipertegas dalam Pasal 5 ayat 2 PP No.17 Tahun 1990 tentang Perum Listrik Negara, dengan tujuan untuk:
a. Meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata
serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi; b.
Mengusahakan keuntungan agar dapat membiayai pengembangan penyediaan tenaga listrik untuk melayani kebutuhan masyarakat; dan
c. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik yang
belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. Tampak dalam tujuan PLN di atas menurut PP ini PLN tidak semata-mata
untuk melaksanakan pelayanan umum demi kesejahteraan rakyat namun di samping
Universitas Sumatera Utara
itu PLN juga harus mengusahakan keuntungan agar dapat membiayai pengembangan penyediaan tenaga listrik untuk melayani kebutuhan masyarakat dengan
melaksanakan kegiatan usaha atau perintis kegiatan-kegiatan usaha karena berhubung penyediaan tenaga listrik yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan
koperasi. Penegasan tujuan tersebut juga ditemukan dalam Pasal 2 ayat 2 UU No.30
Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, yang menentukan: “Pembangunan ketenagalistrikan bertujuan untuk menjamin ketersediaan tenaga listrik dalam jumlah
yang cukup, kualitas yang baik, dan harga yang wajar dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mewujudkan
pembangunan yang berkelanjutan”. Tetapi UU No.30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan mendasarkan ketentuan peralihannya pada PP No.23 Tahun 1994
tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Perum Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perseroan Persero yang pada bahagian konsideran huruf a dan Pasal 1
ayat 1 PP No.23 Tahun 1994, Perum Listrik Negara yang didirikan dengan PP No.17 Tahun 1990 dialihkan bentuknya menjadi Perusahaan Perseroan Persero
sekaligus menyatakan PP No.17 Tahun 1990 tentang Perum Listrik Negara tidak berlaku lagi sebagai dasar hukum PLN sebagai Perum.
Beralihnya status PLN dari Perum menjadi Persero menjadi bias yang tajam dari tujuan hakikat PLN sebagai Persero. Ketika Pemerintah mengeluarkan PP No.23
Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Perum Listrik Negara menjadi Perusahaan Perseroan Persero, yang kemudian setelah digantinya UU
Universitas Sumatera Utara
No.15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan melalui UU No.30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan seperti terdapat pada Pasal 56 UU No.30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan, menjadikan PLN semakin kuat untuk dikelola berdasarkan hukum Persero UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hakikat Persero dalam
UU No.40 Tahun 2007 sesungguhnya perusahaan harus dikelola berdasarkan prinsip ekonomi yakni mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya.
E. Kondisi Perusahaan Listrik Negara Sesudah Menjadi Persero 1. Kondisi PT. PLN Persero Pada Periode Tahun 2005-2009
Sebelum krisis tahun 19971998 penjualan tenaga listrik dalam beberapa tahun mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, rata-rata 13 per tahun. Namun
setelah krisis ekonomi, perkembangan penjualan tenaga listrik mengalami pertumbuhan relatif lebih rendah yaitu 6,1 dengan rincian diperlihatkan pada tabel
1 berikut ini:
Tabel 1 Penjualan Tenaga Listrik PT. PLN Persero Tahun 2005-2009
124
No Wilayah
2005 2006
2007 2008
2009 Rata-
Rata
1. Jawa-Bali
Growth 85,39
6,79 89,04
4,28 95,62
7,39 100,77
5,39 104,11
3,31 5,4
2. Sumatera
Growth 12,45
7,23 13,61
9,33 14,69
7,92 16,44
11,87 17,62
7,22 8,7
3. Kalimantan
Growth 3,48
6,61 3,64
4,59 3,92
7,63 4,24
8,15 4,65
9,56 7,3
4. Sulawesi
3,31 3,57
3,93 4,22
4,59
124
PT. PLN Persero, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT. PLN Persero 2010- 2019
, Jakarta: PT. PLN Persero Kantor Pusat, 2010, hal. 20.
Universitas Sumatera Utara
Growth 6,65
7,64 10,21
7,30 8,77
8,1 5.
Indonesia Bagian Timur
Growth 1,45
10,57 1,61
10,81 1,81
12,27 1,96
8,33 2,15
9,91 10,4
6. Indonesia Total
Growth 109,09
6,88 111,48
5,08 119,97
7,62 127,63
6,38 133,11
4,30 6,1
Sumber: PT. PLN Persero Kantor Pusat Jakarta Tahun 2010
Berdasarkan tabel 1 di atas diperlihatkan bahwa pertumbuhan penjualan di Jawa Bali relatif rendah, namun pertumbuhan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan
Indonesia Bagian Timur tetap tinggi. Kecenderungan pertumbuhan penjualan yang rendah di Jawa Bali disebabkan karena pada periode 2005-2009 penambahan
kapasitas pembangkit relatif kecil hanya sekitar 3.000 MW atau rata-rata 600 MW per tahun sehingga penjualan dikendalikan atau ditekan mengakibatkan daftar
tunggu penyambungan baru meningkat, tarif multiguna dan program Demand Side Management
DSM serta partisipasi pembiayaan penyambungan. Adanya krisis finansial global yang terjadi pada tahun 2008 hingga akhir tahun 2009 mengakibatkan
penjualan tenaga listrik tahun 2009 di Jawa-Bali hanya tumbuh 3,31. Keterbatasan kemampuan PT. PLN Persero dalam membangun jaringan transmisi, gardu induk,
trafo dan sistem distribusi juga menjadi faktor rendahnya penjualan.
125
Meskipun penjualan tenaga listrik di Sumatera tergolong tinggi, rata-rata 8,7 per tahun namun kondisi tersebut tidak seimbang dengan penambahan kapasitas
pembangkit yang hanya tumbuh rata-rata 3,3 per tahun sehingga di banyak daerah terjadi krisis daya yang kronis dan penjualan harus ditahan. Penjualan tenaga listrik di
Kalimantan tumbuh rata-rata 7,3 per tahun, sedangkan penambahan kapasitas
125
Ibid., hal. 21.
Universitas Sumatera Utara
pembangkit rata-rata hanya 1 per tahun sehingga di banyak daerah masih terjadi krisis daya dan penjualan ditahan.
Demikian pula penjualan tenaga listrik di Sulawesi tumbuh rata-rata 8,1 per tahun sementara penambahan kapasitas pembangkit rata-rata hanya 2,4 per tahun,
hal ini juga telah mengakibatkan krisis yang cukup parah kususnya di Sulawesi Selatan. Meskipun penjualan tenaga listrik di Indonesia Bagian Timur tumbuh paling
tinggi, rata-rata 10,4 per tahun, namun juga tidak seimbang dengan penambahan kapasitas pembangkit yang hanya tumbuh rata-rata 2,1 per tahun. Hal ini juga
mengakibatkan krisis kelistrikan yang parah di banyak daerah dan penjualan ditahan. Pertumbuhan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Bagian
Timur diperkirakan masih berpotensi untuk meningkat jauh lebih tinggi karena daftar tunggu yang tinggi akibat keterbatasan sisi pasokan dan rasio elektrifikasi yang masih
rendah, sedangkan pertumbuhan di Jawa-Bali diperkirakan akan pulih kembali dari dampak krisis keuangan global mulai tahun 2010.
Kondisi PT. PLN Persero dalam periode tahun 2005-2009 dari sisi jumlah pelanggan, Rasio Elektrifikasi, Pertumbuhan Beban Puncak, Kondisi Sistem
Pembangkitan, dan Kondisi Sistem Distribusi, diuraikan berikut ini:
126
a. Jumlah Pelanggan. Realisasi jumlah pelanggan selama periode tahun 2005-
2009 mengalami peningkatan dari 34,4 juta menjadi 41,0 juta atau bertambah rata-rata 1,12 juta tiap tahunnya. Penambahan jumlah terbesar masih berada
pada sektor rumah tangga rata-rata 0,98 juta per tahun, diikuti sektor bisnis
126
Ibid., hal. 21-34.
Universitas Sumatera Utara
rata-rata 67 ribu pelanggan per tahun, sektor publik rata-rata 95 ribu pelanggan per tahun dan terakhir sektor industri rata-rata 270 pelanggan per
tahun. b.
Rasio Elektrifikasi. Untuk Rasio Elektrifikasi RE dari tahun ke tahun mengalami kenaikan, yaitu dari 58,3 pada tahun 2005 menjadi 65,0 pada
tahun 2009. Rasio Elektrifikasi di Jawa - Bali, dan Sumatera sekitar 1,1 per tahun, Sulawesi tergolong rendah yakni 0,5 per tahun disebabkan
keterbatasan kemampuan pembangkit. Sedangkan Rasio Elektrifikasi untuk Indonesia Bagian Timur mengalami pertumbuhan sangat rendah, hanya 0,1
per tahun juga disebabkan keterbatasan kemampuan pembangkit, pemanfaatan sumber daya energi terbarukan masih terbatas dan jauh dari pemukiman
penduduk.
127
c. Pertumbuhan Beban Puncak di Jawa Bali yakni rata-rata 10,0 dan
pertumbuhan tinggi terjadi di Sumatera yakni 11,3. Sedangkan di Kalimantan hanya tumbuh rata-rata 6 disebabkan karena pertumbuhan
beban masih terkendala oleh keterbatasan pasokan dari pembangkit yang ada. d.
Kondisi Sistem Pembangkitan pada tahun 2009, kapasitas terpasang pembangkit PLN dan Independent Power Producer IPP di Indonesia sebesar
30.320 MW yang terdiri dari 22.906 MW di Sistem Jawa Bali, serta kapasitas terpasang untuk wilayah operasi Indonesia Bagian Barat dan Indonesia Bagian
127
Ibid., hal. 22. Rasio Elektrifikasi RE adalah jumlah rumah tanggah yang sudah berlistrik dibagi dengan jumlah rumah tangga yang ada.
Universitas Sumatera Utara
Timur sebesar 7,414 MW. Sistem transmisi untuk wilayah Indonesia Bagian Barat dan Timur dalam kurun waktu lima tahun menunjukkan perkembangan
yang cukup berarti terutama di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi dengan selesainya beberapa proyek transmisi. Sedangkan sistem lainnya di Nusa
Tenggara, Maluku, dan Papua belum memiliki saluran transmisi. Pembangunan gardu induk meningkat 23,2 per tahun di mana kapasitas
terpasang gardu induk pada tahun 2005 sekitar 7.129 MVA meningkat menjadi 8.895 MVA pada tahun 2009. Pembangunan sarana transmisi untuk
wilayah Indonesia Bagian Barat dan Timur meningkat 84,3 per tahun di mana panjang saluran transmisi pada tahun 2005 sekitar 7.378 kms meningkat
menjadi 13.594 kms pada tahun 2009. e.
Kondisi Sistem Distribusi untuk periode tahun 2005-2009 disisi investasi di jaringan distribusi sangat terbatas, sementara permintaan sambung baru dan
tambah daya seluruh Indonesia cenderung naik dari tahun ke tahun sehingga tahun 2009 daftar tunggu mencapai 6.000 MVA di mana untuk di daerah
khusus Metropolitan Jakarta saja jumlahnya mencapai 4.000 MVA. Dengan kondisi ini PT. PLN Persero terpaksa menerapkan partisipasi dari pelanggan
atau calon pelanggan untuk membiayai investasi pembiayaan penyambungan. Masalah-masalah lain yang mendesak dihadapi PT. PLN Persero
diantaranya masalah kelistrikan di Indonesia Bagian Barat dan Indonesia Bagian Timur, baik pada sistem interkoneksi yang cukup besar maupun sistem isolated yang
kecil, mengalami krisis pada tahun 2010, krisis tersebut disebabkan oleh keterbatasan
Universitas Sumatera Utara
kemampuan pembangkit-pembangkit PLN dan IPP dalam memenuhi kebutuhan. Hal ini ditandai dengan adanya pemadaman bergilir yang cukup parah dan upaya jangka
pendek yang dilakukan PT. PLN Persero dengan menyewa pembangkit dan pembelian excess power dari captive.
Kondisi krisis yang terjadi di Jawa-Bali, sebagai akibat dari adanya bottleneck
pada sistem transmisi yang memasok Jakarta Metropolitan dan Pulau Bali. Bottleneck
terjadi karena adanya gangguan pada salah satu trafo Interbus Tranformer yang terpasang di daerah sekitar Jakarta. Karena pada saat itu tidak tersedia cadangan
IBT untuk mengganti IBT yang rusak, menyebabkan terjadinya pemadaman di sebagian kawasan Jakarta. Sedangkan krisis yang terjadi di Bali disebabkan oleh
terbatasnya kemampuan pembangkit di Bali, khususnya selama PLTG unit terbesar menjalani pemeliharaan dan keterbatasan kabel laut yang menyalurkan listrik dari
pulau Jawa. Selain masalah-masalah di atas, masih banyak masalah-masalah lain yang
mendesak sedang di hadapi oleh PT. PLN Persero misalnya, masalah yang mendesak untuk daerah krisis untuk wilayah Indonesia Bagian Barat dan Indonesia
Bagian Timur terjadi karena keterlambatan penyelesaian proyek pembangkit tenaga listrik, baik proyek yang dikerjakan PLN maupun proyek yang dikerjakan oleh swasta
IPP. Penyebab keterlambatan disebabkan berbagai hal, antara lain kesulitan pendanaan dan kendala pengerjaan di lapangan, mengakibatkan proyek yang sudah
Universitas Sumatera Utara
dijadwalkan tidak dapat di operasikan tepat waktu.
128
2. Kebutuhan PT. PLN Persero Terhadap Dana Investasi