Pengertian Product Liability Product Liability sebagai Bentuk Pertanggungjawaban Pelaku Usaha

6. Bersedia untuk diputus sambungan air minum apabila melakukan pelanggaran sesuai ketentuan PDAM Tirtanadi. Apabila dalam kontrak pelanggan tidak mengatur secara seimbang antara hak, kewajiban dan tanggung jawab masing-masing pihak, maka pelanggan mengajukan tuntutan ganti kerugian atas kerugian yang dialaminya. Kenyataannya, campur tangan pemerintah dan pemerintahan daerah dalam perjanjian baku sering kali terjadi, misalnya untuk perjanjian pengadaan barang dan lapangan agraria, seperti dalam hal hak pengelolaan tanah atau pemberian hak pakai. Akan tetapi, untuk perjanjian keperdataan yang dibuat oleh notaris tentu tidak harus distandarkan. Perjanjian-perjanjian yang disebut terakhir tumbuh melalui kebiasaan dan permintaan masyarakat sendiri. Campur tangan pemerintah lebih diharapkan pada perjanjian yang berskala luas yang dimaksud berkaitan dengan kepentingan massal. Karena itu, jika diserahkan sepenuhnya pembuatannya secara sepihak kepada produsenpelaku usaha, dikhawatirkan akan dibuat klausul eksonerasi yang merugikan masyarakat banyak. 50

B. Product Liability sebagai Bentuk Pertanggungjawaban Pelaku Usaha

1. Pengertian Product Liability

Permasalahan yang dihadapi konsumen di Indonesia, seperti juga yang dialami konsumen di negara-negara berkembang lainnya. Hal ini dapat dilihat dari semua pihak baik pengusaha, pemerintah, maupun konsumen itu sendiri tentang pentingnya perlindungan konsumen. Pengusaha menyadari bahwa mereka harus 50 Ibid., hal 48 Universitas Sumatera Utara menghargai hak-hak konsumen, memproduksi barang dan jasa yang berkualitas, aman dimakandigunakan, mengikuti standar yang berlaku, dengan harga yang sesuai reasonable. Pemerintah menyadari bahwa diperluka Undang-Undang serta Peratura-Peraturan di segala sektor yang berkaitan dengan berpindahnya barang dan jas dari pengusaha ke konsumen. Pemerintah juga bertugas untuk mengawasi berjalannya Peraturan serta Undang-Undang tersebut dengan baik. 51 Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengakomodasi dua prinsip penting, yakni tanggung jawab produk product liability dan tanggung jawab profesional professional liability. Kedua permasalahan ini sebenarnya termasuk dalam prinsip-prinsip tentang tanggung jawab, tetapi dibahas secara terpisah karena perlu diberikan penguraian sendiri. 52 Istilah Product Liability Tanggung Jawab Produk baru dikenal sekitar 60 enam puluh tahun yang lalu dalam dunia perasuransian di Amerika Serikat, sehubungan dengan dimulainya produksi bahan makanan secara besar-besaran. Baik kalangan produsen producer and manufacture maupun penjual seller, distributor mengasuransikan barang-barangnya terhadap kemungkinan adanya resiko akibat produk-produk yang cacat atau menimbulkan kerugian tehadap konsumen. Produk secara umum diartikan sebagai barang yang secara nyata dapat dilihat, dipegang tangible goods, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Namun dalam kaitan dengan masalah tanggung jawab produk product liability produk bukan hanya berupa tangible goods tapi juga termasuk yang 51 Ibid., hal 62-63 52 Shidarta, Op.Cit., hal. 65 Universitas Sumatera Utara bersifat intangible goods seperti listrik, produk alami misalnya makanan binatang piaraan dengan jenis binatang lain, tulisan misalnya peta penerbangan yang diproduksi secara masal, atau perlengkapan tetap pada rumah real estate misalnya rumah. Selanjutnya, termasuk dalam pengertian produk tersebut tidak semata-mata suatu produk yang sudah jadi secara keseluruhan, tapi juga termasuk komponen suku cadang. Tanggung jawab produk product liability, menurut Hursh bahwa, “Product liability is the liability of manufacturer, processor or non- manufacturing seller for injury to the person or property of a buyer third party, caused by product which has been sold. Perkins Coie juga menyatakan Product Liability: The liability of the manufacturer or others in the chain of distribution of a product to a person injured by the use of product”. 53 Kemudian Agnes M.Toar mendefinisikan product liability sebagai tanggung jawab para produsen untuk produk yang dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkan atau menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut. Tanggung jawab disini diartikan sebagai tanggung jawab akibat dari adanya hubungan kontraktual perjanjian atau tanggung jawab menurut undang-undang dengan prinsip perbuatan melawan hukum. 54 Product liability adalah suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang menghasilkan suatu produk producer, manufacture atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk processor, assembler atau orang atau badan yang menjual atau mendistribusikan produk tersebut. Bahkan dilihat dari konvensi tentang product liability di atas, berlakunya konvensi tersebut diperluas terhadap orangbadan 53 Adrian Sutedi, Op.Cit., hal 64 54 Adrian Sutedi, loc.cit. Universitas Sumatera Utara yang terlibat dalam rangkaian komersial tentang persiapan atau penyebaran dari produk, termasuk para pengusaha, bengkel dan pergudangan. 55 Tanggung jawab tersebut sehubungan dengan produk yang cacat sehingga menyebabkan atau turut menyebabkan kerugian bagi pihak lain konsumen, baik kerugian badaniah, kematian maupun harta benda. 56 Product liability ini dapat diklasifikasikan ke dalam hal-hal yang berkaitan dengan berikut ini: 57 a. Proses produksi,yaitu yang menyangkut tanggung jawab produsen atas produk yang dihasilkannya bila menimbulkan kerugian bagi konsumen. Misalnya antara lain menyangkut produk yang cacat, baik cacat desain maupun cacat produk. b. Promosi niaga iklan, yaitu yang menyangkut tanggung jawab produsen atas promosi niaga iklan tentang hal ihwal produk yang dipasarkan bila menimbulkan kerugian bagi konsumen. c. Praktik perdagangan yang tidak jujur, seperti persaingan curang, pemalsuan, penipuan, dan periklanan yang menyesatkan. Dasar gugatan untuk tanggung jawab produk dapat dilakukan atas landasan adanya: 58 a. Pelanggaran jaminan breach of warranty b. Kelalaian negligence c. Tanggung jawab mutlak strict liability Ketentuan tanggung jawab produk ini dikenal dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, yaitu dalam Pasal 1504 yang berbunyi “Si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada barang yang dijual, yang membuat barang itu tak sanggup untuk pemakaian yang dimaksud, atau yang demikian mengurangi pemakaian itu sehingga, seandainya si pembeli mengetahui cacat itu, ia sama sekali tidak 55 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit., hal 101 56 Adrian Sutedi, Op.Cit., hal 101 hal 65 57 Ibid., hal 72 58 Shidarta, Op.Cit., hal 66 Universitas Sumatera Utara akan mebeli barangnya, atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang”. Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen secara lebih tegas merumuskan tanggung jawab produk ini dengan menyatakan, “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, danatau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang danatau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”. 59 Tanggung jawab produk, barang jasa meletakkan beban tanggung jawab pembuktian produk itu kepada pelaku usaha pembuat produk produsen itu. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang mengatur bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam perkara ini, menjadi beban dan tanggung pelaku usaha. Hukum tentang tanggung jawab produk ini termasuk dalam perbuatan melanggar hukum, tetapi diimbuhi dengan tanggung jawab mutlak strict liability, tanpa melihat apakah ada unsur kesalahan pada pihak pelaku. Dalam kondisi demikian terlihat bahwa caveat emptor konsumen bertanggung jawab telah ditinggalkan dan kini berlaku caveat venditor pelaku usaha bertanggung jawab. Ketentuan yang mengatur hal tersebut, yaitu perbuatan-perbuatan pelaku usaha yang berakibat menimbulkan kerugian danatau membahayakan konsumen diatur dalam Pasal 4, Pasal 5 , Pasal 7 sampai dengan Pasal 17, Pasal 19 samap dengan Pasal 21 dan Pasal 24 sampai dengan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 59 Ibid., hal 67 Universitas Sumatera Utara Seperti dikemukakan di atas, jika dilihat secara sepintas, nampak bahwa apa yang diatur dengan ketentuan product liability telah diatur pula dalam KUH Perdata. 60 Hanya saja, jika dilihat dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang menyatakan, “Segala perbuatan yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang bersalah untuk mengganti kerugian yang di derita orang atau pelaku usaha tersebut. Jadi, persaingan usaha tidak sehat yang di lakukan secara curang harus terbukti secara subjektif dan akibatnya merugikan konsumen secara langsung dan pelaku usaha secara tidak langsung”. 61 Hal ini berarti, bila seorang konsumen menderita kerugian ingin menuntut pihak produsen termasuk pedagang, grosir, distributor, dan agen, maka pihak korban tersebut akan menghadapi beberapa kendala yang akan menyulitkannya untuk memperoleh unsur kesalahan yang dilakukan oleh pihak produsen. Jika konsumen tidak berhasil membuktikan kesalahan produsen, maka gugatan konsumen akan gagal. Oleh karena berbagai kesulitan yang dihadapi oleh konsumen tersebut, maka sejak tahun 1960-an, di Amerika Serikat diberlakukan prinsip tanggung jawab mutlak strict liability principle. Dengan diterapkannya prinsip tanggung jawab mutlak ini, maka setiap konsumen yang merasa dirugikan akibat produk atau barang yang cacat atau tidak aman dapat menuntut kompensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau tidaknya adanya unsur kesalahan di pihak produsen. 62 60 Adrian Sutedi, Op.Cit., hal.67 61 Ibid., hal. 36 62 Ibid. Hal 68 Universitas Sumatera Utara Alasan-alasan mengapa prinsip tanggung jawab mutlak strict liability diterapkan dalam hukum perlindungan konsumen adalah sebagai berikut: 63 a. Di antara korbankonsumen di satu pihak dan produsen di lain pihak, beban kerugian risiko seharusnya ditanggung oleh pihak yang memproduksi mengeluarkan barang-barang cacat berbahaya tersebut di pasaran. b. Dengan menempatkan mengedarkan barang-barang di pasaran, berarti produsen menjamin bahwa barang-barang tersebut aman dan pantas untuk dipergunakan dan bilamana terbukti tidak demikian, dia harus bertanggung jawab. c. Sebenarnya tanpa menerapkan prinsip tanggung jawab mutlak pun produsen yang melakukan kesalahan tersebut dapat dituntut melauli proses penuntutan beruntun, yaitu konsumen kepada pedagang eceran, pengecer kepada grosir, grosir kepada distributor, distributor kepada agen, dan agen kepada produsen. Penerapan strict liability dimaksudkan untuk menghilangkan proses yang panjang ini. Hukum tentang product liability, pihak korban konsumen yang akan menuntut kompensasi pada dasarnya hanya diharuskan menunjukkan tiga hal, yaitu: 64 a. Produk tersebut telah cacat pada waktu diserahkan oleh produsen. b. Cacat tersebut telah cacat telah menyebabkan atau turut menyebabkan kerugian kecelakaan. c. Adanya kerugian. Namun, juga diakui secara umum bahwa pihak korban konsumen harus menunjukkan bahwa pada waktu terjadinya kerugian, produk tersebut pada prinsipnya berada dalam keadaan seperti waktu diserahkan oleh produsen artinya tidak ada modifikasi-modifikasi. Meskipun sistem tanggung jawab pada product liability berlaku prinsip strict liability, pihak produsen dapat membebaskan diri dari tanggung jawabnya, baik untuk seluruhnya atau untuk sebagian. 63 Zulham. Op.Cit, hal. 98 64 Adrian, Op. Cit., hal 69 Universitas Sumatera Utara Hal-hal yang dapat membebaskan tanggung jawab produsen tersebut adalah sebagai berikut: 65 a. Jika produsen tidak mengedarkan produknya put into circulation b. Cacat yang menyebabkan kerugian tersebut tidak ada pada saat produk diedarkan oleh produsen atau terjadinya cacat tersebut baru timbul kemudian. c. Bahwa produk tersebut tidak dibuat oleh produsen baik untuk dijual atau diedarkan untuk tujuan ekonomis maupun dibuat atau diedarkan dalam rangka bisnis. d. Bahwa terjadinya cacat pada produk tersebut akibat keharusan memenuhi kewajiban yang ditentukan dalam peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. e. Bahwa secara ilmiah dan teknis state of scientific an technical knowledge, state or art defense pada saat produk tersebut diedarkan tidak mungkin cacat. f. Dalam hal produsen dari suatu komponen, bahwa cacat tersebut disebabkan oleh desain dari produk itu sendiri di mana komponen telah dicocokkan atau disebabkan kesalahan pada petunjuk yang diberikan oleh pihak produsen tersebut. g. Bila pihak yang menderita kerugian atau pihak ketiga turut menyebabkan terjadinya kerugian tersebut contributory negligence. h. Kerugian yang terjadi diakibatkan oleh Acts of God atau force majeur. Namun demikian, dengan diterapkannya prinsip strict liability dalam hukum tentang product liability tidak berarti pihak produsen tidak mendapat perlindungan. Pihak produsen juga dapat mengasuransikan tanggung jawabnya sehingga secara ekonomis dia tidak mengalami kerugian yang berarti. Pentingnya hukum tentang tanggung jawab produsen product liability yang menganut prinsip tanggung jawab mutlak strict lliability adalah dalam mengantisipasi kecenderungan dunia dewasa ini yang lebih menaruh perhatian pada perlindungan konsumen dari kerugian yang diderita akibat produk yang cacat. Hal ini disebabkan karena sistem hukum yang berlaku dewasa ini dipandang terlalu 65 Ibid., hal 70 Universitas Sumatera Utara menguntungkan pihak produsen, sementara produsen memiliki posisi ekonomis yang lebih kuat. 66

2. Prinsip-Prinsip Pertanggungjawaban Pelaku Usaha