menguntungkan pihak produsen, sementara produsen memiliki posisi ekonomis yang lebih kuat.
66
2. Prinsip-Prinsip Pertanggungjawaban Pelaku Usaha
Prinsip tentang tanggung jawab merupakan hal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen
diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait.
Hans W. Micklitz berpendapat bahwa dalam perlindungan konsumen secara garis besar dapat ditempuh dua model kebijakan yaitu:
67
a. Kebijakan yang bersifat komplementer, yaitu kebijakan yang mewajibkan
pelaku usaha memberikan informasi yang memadai kepada konsumen hak atas informasi.
b. Kebijakan kompensatoris, yaitu kebijakan yang berisikan perlindungan
terhadap kepentingan ekonomi konsumen hak atas keamanan dan kesehatan. Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat
penting dalam hukum perlindungan konsumen.
Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut:
68
a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan
Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan fault liability or liability based on fault adalah prinsip yang cukup aman namun berlaku
dalam hukum pidana dan perdata. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHP, khususnya Pasal 1365, Pasal 1366, Pasal 1367, prinsip ini
66
Ibid.,
67
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit., hal 92
68
Shidarta, Op.Cit, hal 58-65
Universitas Sumatera Utara
dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabnya secara hukum jika ada unsur kesalahan
yang dilakukannya. Yang dimaksud kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum.
Pengertian “hukum”, tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga kepatutan dan kesusilaaan dalam masyarakat.
b. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab
Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab presumption oif liability principle, sampai tergugat dapat membuktikan,
sehingga tergugat tidak bersalah. Jadi beban pembuktian ada pada tergugat. Tampak beban pembuktian terbalik omkering van bewijslast diterima
dalam prinsip tersebut. Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengadopsi sistem pembuktian terbalik ini, sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 19, 22, 23 ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Dasar pemikiran dari Teori Pembalikan Beban Pembuktian
adalah seseorang dianggap tidak bersalah sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. Hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum
praduga tidak bersalah presumption of innocence yang lazim dikenal dengan hukum. Namun, jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak
asas demikian cukup relevan. Jika digunakan teori ini, maka yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada di pihak pelaku usaha
digugat tergugat ini yang harus menghadirkan bukti-bukti dirinya tidak bersalah. Tentu saja konsumen tidaklah berarti dapat sekehendak hati
Universitas Sumatera Utara
mengajukan gugatan-gugatan. Posisi konsumen sebagai penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha, jika konsumen gagal
menunjukkan kesalahan tergugat. c.
Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga untuk tidak
selalu bertanggung jawab presumption of non liability principle hanya dikenal dalam lingkungan transaksi konsumen yang sangat terbatas dan
pembatasan demikian biasanya secara common dibenarkan. d.
Prinsip tanggung jawab mutlak Prinsip tanggung jawab mutlak strict liability sering diidentikkan dengan
prinsip tanggung jawab absolut absolut liability. Kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi di atas. Ada pendapat
yang mengatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalah tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun ada
pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya keadaan force majure. Sebaliknya, absolute
liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya.
e. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan
Prinsip tanggung jawab dengan pembuktian liability of liability principle sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausal
eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam perjanjian cuci cetak film misalnya, ditentukan bila film yang dicuci cetak itu hilang atau
Universitas Sumatera Utara
rusak termasuk akibat kesalahan petugas, maka konsumen hanya dibatasi ganti kerugian sebesar sepuluh kali harga satu rol film baru. Prinsip
tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen, bila diterapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen yang baru, seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausula yang merugikan konsumen, termasuk membatasi
maksimal tanggung jawabnya. Jika ada pembatasan mutlak harus ada peraturan perundang-undangan yang jelas.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTANADI PROVINSI
SUMATERA UTARA
A. Sejarah Perusahaan Daerah Air Minum Provinsi Sumatera Utara.
Perusahaan Daerah Air Minum Tirtanadi adalah suatu perusahaan milik Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Sumatera Utara. Dulunya perusahaan ini
bernama “Nv. Water Leiding Maatschappij Ajer Beresih” yang merupakan milik pemerintah Hindia Belanda yang didirikan di Amsterdam. Pada masa itu Medan
ibu kota dari Sumatera Utara tumbuh menjadi kota besar, demikianlah kesan yang timbul pada saat itu ketika pusat pemerintahan di pindahkan dari Bengkalis sekitar
tahun 1886. Kota Medan semakin penting ketika Sultan Deli mendirikan istananya di sini. Parit-parit pembuangan kota mulai dibangun, perbaikan alat-alat
pemadam kebakaran dilakukan, penerangan kota yang menggunakan minyak tanah diganti dengan penerangan listrik.
Pembenahan dilakukan oleh Yayasan Dana Kota Praja, namun yayasan ini tidak dapat memenuhi peningkatan kebutuhan rumah tangga, kebutuhan pemadam
kebakaran dan untu kebutuhan penyemprotan parit-parit, dimana akhirnya Medan kekurangan air higienis. Air sungai Deli tidak lagi dapat digunakan untuk
keperluan rumah tangga. Air dari sumur-sumur tidak dapat digunakan tanpa penyaringan terlebih dahulu, parit-parit tidak dapat disemprot bersih sehingga
membahayakan kesehatan apabila musim hujan tiba. Dalam usahanya untuk memperkecil dana keperluan air bersih kota Medan pada awal tahun 1903 Deli
Universitas Sumatera Utara