Pengaturan Prinsip Product Liability dalam Undang-Undang No.8 Tahun

BAB IV PENERAPAN PRINSIP

PRODUCT LIABILITY OLEH PDAM TIRTANADI PROVINSI SUMATERA UTARA DALAM MENINGKATKAN KUALITAS AIR MINUM YANG DIDISTRIBUSIKAN KEPADA KONSUMEN

A. Pengaturan Prinsip Product Liability dalam Undang-Undang No.8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Perundang- undangan lainnya Terkait dengan Kualitas Air Minum yang Dihasilkan PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara Perlindungan konsumen merupakan suatu hal baru di Indonesia, dimana Indonesia berupaya untuk melaksanakan perlindungan konsumen tersebutmelalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Perlindungan terhadap hak-hak konsumen adalah masalah yang sangat serius. Salah satu aspek dari perlindungan konsumen mengenai kualitas air minum yang didistribusikan PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara adalah persoalan tentang tanggung jawab PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara sebagai produsen atas kerugian sebagai akibat yang ditimbulkan oleh produk yang dihasilkannya yakni air. Disini PDAM Tirtanadi harus memperhatikan dengan seksama kualitas air yang dihasilkan untuk distribusikan kepada konsumen. Karena air yang dihasilkan oleh PDAM Tirtanadi akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Universitas Sumatera Utara Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen.Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait. 70 Pengaturan prinsip product liability sesungguhnya telah diatur secara tegas dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 19 yang menyebutkan sebagai berikut: Prinsip tanggung jawab produkproduk liability tersebut, dapat dilihat dalam bentuk tanggung jawab pelaku usaha terhadap setiap produk barang danatau jasa yang dipasarkannya kepada konsumen, yang telah menimbulkan kerugian kepada konsumen. 71 1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,pencemaran danatau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barangdanatau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. 2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupapengembalian uang atau penggantian barang danatau jasa yang sejenisatau setara nilainya atau perawatan kesehatan danatau pemberiansantunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanganyang berlaku. 3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 hari setelahtanggal transaksi. 4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkanpembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. 5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlakuapabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebutmerupakan kesalahan konsumen. 70 Yusuf Shofie. Perlindungan Konsumen Dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, cetakan III Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 297 71 Adrian Sutedi, Op.Cit., hal 90 Universitas Sumatera Utara Dengan memperhatikan substansi Pasal 19 ayat 1 UUPK dapat diketahui bahwa tanggung jawab pelaku usaha yakni PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara, meliputi: 72 1. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan. 2. Tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran. 3. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen. Berdasarkan hal ini, maka adanya produk barangjasa yang cacat bukan merupakan satu-satunya dasar pertanggungjawaban pelaku usaha. Hal ini berarti bahwa tanggung jawab pelaku usaha meliputi segala kerugian yang dialami konsumen. Sedangkan pada substansi Pasal 19 ayat 2, terdapat kelemahan yang isinya merugikan konsumen, terutama dalam hal konsumen menderita suatu penyakit. Melalui pasal tersebut konsumen hanya mendapatkan salah satu bentuk penggantian kerugian yaitu ganti rugi atas harga barang atau hanya berupa perawatan kesehatan, padahal konsumen telah menderita kerugian bukan hanya kerugian atas harga barang tetapi juga kerugian yang timbul dari biaya perawatan. Untuk itu, seharusnya Pasal 19 ayat 2 ini menentukan bahwa pemberian ganti kerugian dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barangjasa, yang setara nilainya atau perawatan kesehatan atau pemberian santunan dapat diberikan sekaligus kepada konsumen. Kelemahan yang juga sulit diterima karena sangat merugikan konsumen yaitu ketentuan Pasal 19 ayat 3 yang menentukan pemberian ganti kerugian dalam tenggang waktu 7 tujuh hari setelah transaksi. Apabila ketentuan ini dipertahankan, maka konsumen yang mengkonsumsi barang 72 Ahmadi Miru, Op.Cit, hal 126 Universitas Sumatera Utara di hari kedelapan setelah transaksi tidak akan mendapatkan penggantian kerugian dari pelaku usaha, walaupun secara nyata konsumen yang bersangkutan telah menderita kerugian. Oleh karena itu, agar Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini dapat memberikan perlindungan yang maksimal tanpa mengabaikan kepentingan pelaku usaha, maka seharusnya Pasal 19 ayat 3 menentukan bahwa tenggang waktu pemberian ganti kerugian kepada konsumen adalah 7 tujuh hari setelah terjadinya kerugian, dan bukan 7 tujuh hari setelah tranksaksi. 73 Ketentuan dari prinsip-prinsip tanggung jawab produkproduk liability tersebut, dapat diimplementasikan dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah prinsip tanggung jawab produk berdasarkan kelalaiankesalahan, dimana prinsip ini bermula dari asumsi bahwa apabila produsen tidak melakukan kesalahan, maka konsumen tidak akan mengalami kerugian atau dengan kata lain, apabila konsumen mengalami kerugian, berarti produsen telah melakukan kesalahan. Namun rumusan prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan yang terkandung dalam Pasal 19 tersebut berbeda dengan rumusan perbuatan melawan hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdatayaitu: 74 1. Pasal 1365 KUHPerdata memuat dasar tanggung jawab karena kelalaian atau kesalahan seseorang, namun dalam Pasal 19 ayat 1 tidak mencantumkan kata “kesalahan,” dimana Pasal 19 ayat 1 mengatur bahwa tanggung jawab 73 Ahmadi Meru dan Sutarman Yodo, Op.Cit., hal 127 74 Ibid., hal 141 Universitas Sumatera Utara pelaku usaha muncul apabila konsumen mengalami kerugian akibat mengkonsumsi produk yang diperdagangkan pelaku usaha. 2. Pasal 1365 KUHPerdata tidak mengatur jangka waktu pembayaran, sedangkan dalam Pasal 19 ayat 3 mengatur tentang jangka waktu pembayaran, dimana batas waktu 7 hari ini untuk memberikan kesempatan kepada produsen untuk membayar atau mencari solusi lain termasuk penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Ketentuan Pasal 19 di atas kemudian dikembangkan pada Pasal 23 yang menyatakan bahwa “Pelaku usaha yang menolak danatau tidak memberi tanggapan danatau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1, ayat 2, ayat 3 dan ayat 4 dapat digugat melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.” Pasal 23 tersebut menganut prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab presumption of liabillity principle yang merupakan modifikasi dari prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan dengan beban pembuktian terbalik.Hal ini menggambarkan bahwa jika sikap produsen yang menolak untuk membayar ganti rugi kepada konsumen, maka membuka peluang bagi konsumen untuk mengajukan gugatan ke pengadilan atau menyelesaikan sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa. Oleh karena itu, sesungguhnya pembinaan tanggung jawab produk product liability dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen harus mampu mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai dengan tingkat kemajuan pembangunan di segala bidang, sehingga tercapai keadilan dan kepastian hukum yang mengarah kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat Universitas Sumatera Utara sebagai konsumen. 75 Dengan diberlakukannya prinsip product liability ini, diharapkan pelaku usaha yaitu PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara menyadari betapa pentingnya menjaga kualitas produk-produk yang dihasilkannya yakni air bersih karena jika tidak, selain akan merugikan konsumen juga akan sangat besar resiko yang harus ditanggungnya. 76 Untuk menghindarkan kerugian akibat dari pemakaian barang danatau jasa, maka dalam Pasal 8 UUPK ditentukan berbagai larangan bagi pelaku usaha yaitu: 77 1. Pelaku usaha dilarang memproduksi danatau memperdagangkan barang danatau jasa yang: a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih, atau netto,dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut. c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya. d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewahan, atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label etiket, atau keterangan barang, danatau jasa tersebut. e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan koma, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang danatau jasa tersebut. f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang danatau jasa tersebut. g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu. h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label. i. Tidak memasang label atau membuat penjelsan barang yang memuat nama barang, ukuran, beratisi bersih, netto, komposisi, aturan pakai, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasangdibuat. j. Tidak mencantuimkan informasi danatau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 75 Adrian Sutedi, Op.Cit., hal.31 76 Celina Tri Siwi Kristiyanti,Op.Cit., hal. 107 77 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op. Cit, hal 63-65 Universitas Sumatera Utara 2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat, bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang yang dimaksud. 3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar. 4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat 1 dan ayat 2 dilarang memperdagangkan barang danatau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran. Pentingnya penerapan prinsip tanggung produk product liabilityPDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera untuk memberikan perlindungan kepada konsumen karena: 1. Semakin rumitnya teknologi dalam pembuatan produk, maka akan standar tanggung jawab berdasarkan kelalaian atau kesalahan produsen akan sulit diketahui oleh konsumen untuk memperoleh ganti kerugian. 2. Prinsip tanggung jawab mutlak mengurangi atau menghilangkan tuntutan pembuktian atas kesalahankelalaian atau unsur wanprestasi oleh produsen. 3. Prinsip tanggung jawab mutlak mencegah produsen membuat produk-produk yang tidak aman. 4. Prinsip tanggung jawab mutlak lebih adil bagi pihak yang mengalami kerugian akibat produk yang cacat karena pada dasarnya produsen berada pada posisi yang lebih baik daripada konsumen. Hak konsumen di Indonesia belum mencukupi hak yang harus di terima oleh konsumen yang terkandung dalam UUPK. Bertambahnya pengaduan yang tercatat oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI, salah satu penyebabnya adalah banyaknya konsumen yang memberikan pengaduan atas ketidakpuasaanya terhadap barang jasa yang digunakan kepada pihak pelaku Universitas Sumatera Utara usaha namun konsumen harus mengikuti prosedur yang panjang utnuk mendapatkan kepuasan pelayanan bagi konsumen, sedangkan menurut Pasal 5 ayat 7 UUPK menyatakan bahwa “Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif”. Tetapi pada kenyataanya para konsumen belum mendapatkan apa yang terkadung dalam pasal tersebut dan sering kali pengaduan konsumen diabaikan oleh pelaku usaha yang memicu para konsumen untuk melapor kepada YLKI. 78 Oleh karena itu PDAM Tirtanadi sebagai pelaku usaha akan lebih berhati- hati dalam memproduksi produknya yakni air bersih sebelum di lempar ke pasaran sehingga para konsumen, tidak akan ragu-ragu mengkonsumsinya, karena air adalah kebutuhan dasar primer yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang menduduki urutan kedua setelah udara. Kebutuhan masyarakat akan air minum layak dan aman untuk dikonsumsi semakin meningkat setiap hari sedangkan ketersediaan air layak minum yang berkualitas dan terjamin dari segi kesehatan semakin sulit diperoleh. Hal ini juga dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk yang meningkat sangat cepat serta kuantitas dan kualitas air tanah yang mengalami penurunan yang cukup tajam yang dapat disebabkan adanya kerusakan alam dan resiko pencemaran yang semakin tinggi. PDAM Tirtanadi Sumatera Utara dalam penyelenggaraan pelayanan air minum, harus memperhatikan kualitas air minum yang didistribusikan ke pelanggan apakah layak konsumsi atau tidak layak konsumsi, seperti kondisi air baku yang mengandung zat kimia berbahaya akibat perilaku negatif masyarakat 78 Hasil Wawancara dengan Abu Bakar Shiddiq, Ketua YLKI, pada tanggal 16 September 2013 Universitas Sumatera Utara yang mencari ikan di sungai dengan menggunakan zat kimia, sehingga air tidak dapat disterilkan dan tidak layak dikonsumsi walaupun dengan cara dimasak. Apabila kondisi air baku sudah tercemar, maka PDAM seharusnya tidak mengolah air baku tersebut menjadi air minum. PDAM Tirtanadi sebagai produsen wajib menjamin air minum yang diproduksinya aman bagi kesehatan, sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas kesehatan”. Sebagai konsumen, masyarakat juga harus mengerti benar bagaimana kualitas air minum yang dihasilkan PDAM Tirtanadi untuk dikonsumsinya apakah air tersebut telah memenuhi syarat dan kualitas air minum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492MENKESPERIV2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum Pasal 1 ayat 1 yang menyatakan “Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum”, sedangkan dalam Pasal 3ayat 1 berbunyi “Air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisik mikrobiologi, kimiawi, dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan”. Parameter wajib merupakan persyaratan kualitas air minum yang wajib diikuti dan ditaati oleh seluruh penyelenggara air minum. Sementara pemerintah dapat menetapkan parameter tambahan sesuai dengan kondisi kualitas lingkungan daerah masing-masing dengan mengacu pada parameter tambahan sebagaimana Universitas Sumatera Utara diatur dalam PERMENKES Nomor 492 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Susunan parameter wajib dan parameter tambahan dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 1 Parameter Wajib No. Jenis Parameter Satuan Kadar Maksimum yang Diperbolehkan 1 Parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan a. Parameter Mikrobiologi 1 E.coli jumlah per 100 ml sampel 2 Total bakteri jumlah per 100 ml sampel b. Kimia Organik 1 Arsen mgl 0,01 2 Fluorida mgl 1,5 3 Total Kromium mgl 0,05 4 Kadmium mgl 0,003 5 Nitrit mgl 3 6 Nitrat mgl 50 7 Sianida mgl 0,07 8 Selenium mgl 0,01 Universitas Sumatera Utara 2 Parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan a. Parameter Fisik 1 Bau tidak berbau 2 Warna TCU 15 3 Total zat padat terlarut mgl 500 4 Kekeruhan NTU 5 5 Rasa tidak berasa 6 Suhu ˚C suhu udara ± 3 b. Parameter Kimiawi 1 Aluminium mgl 0,2 2 Besi mgl 0,3 3 Kesadahan mgl 500 4 Khlorida mgl 250 5 Mangan mgl 0,4 6 Ph 6,5 - 8,5 7 Seng mgl 3 8 Sulfat mgl 250 9 Tembaga mgl 2 10 Amonia mgl 1,5 Tabel 2 Parameter Tambahan No Jenis Parameter Satuan Kadar Maksimum yang Diperbolehkan 1 KIMIAWI a Bahan Anorganik Air Raksa mgl 0,001 Antimon mgl 0,02 Barium mgl 0,7 Boron mgl 0,5 Milybdenum mgl 0,07 Nikel mgl 0,07 Sodium mgl 200 Timbal mgl 0,1 Uranium mgl 0,015 Universitas Sumatera Utara b Bahan Organik Zat organik mgl 10 Deterjen mgl 0,05 Chlorinated alkanes Carbon tetrachloride mgl 0,004 Dichloromet hane mgl 0,02 1,2 Dichloromet hane mgl 0,05 Chlorinated ethenes 1,2 Dichloroethane mgl 0,05 Trichloroethene mgl 0,02 Tetrachloroethene mgl 0,04 Aromatic hydrocarbons Benzene mgl 0,01 Toluene mgl 0,7 Xylenes mgl 0,5 Ethylbenzene mgl 0,3 Styrene mgl 0,02 Chlorinated Benzenes 1,2-Dichlorobenzene 1,2-DCB mgl 1 1,4- Dichlorobenzene 1,2-DCB mgl 0,3 Lain-lain Di2-ethyilhexyl Phthalate mgl 0,008 Acerylamide mgl 0,0005 Epichlorohydrine mgl 0,0004 Hexachlorobutadiene mgl 0,0006 Ethylenediaminetetraacetic Acid mgl 0,6 Nitrilotriocetic Acid mgl 0,2 Universitas Sumatera Utara c Pestisida Alachlor mgl 0,02 Aldicarb mgl 0,01 Aldrin dan Dieldrin mgl 0,00003 Atrazine mgl 0,002 Carbofuran mgl 0,007 Chlordane mgl 0,0002 Chlorotoluron mgl 0,03 DDT mgl 0,001 1,2 -Dibromo-3-chloropropane DBCP mgl 0,001 2,4-Dichlorophenoxyacetic Acid 2,4-D mgl 0,03 1,2- Dichloropropane mgl 0,04 Isoproturon mgl 0,009 Lindane mgl 0,002 MCPA mgl 0,002 Methoxvchlor mgl 0,02 Metholachlor mgl 0,01 Molinate mgl 0,006 Pendimethalin mgl 0,02 Pentachlorophenol PCP mgl 0,009 Permethrin mgl 0,3 Simazine mgl 0,002 Trifluralin mgl 0,02 Chlorophenoxy Herbicides selain 2,4-D dan MCPA 2,4-DB mgl 0,09 Dichlorprop mgl 0,1 Fenoprop mgl 0,009 Mecoprop mgl 0,001 2,4,5-Trichlorophenoxyacetic Acid mgl 0,009 Universitas Sumatera Utara d Desinfektan dan hasil sampingannya Desinfektan Chlorine mgl 5 Hasil Sampingan Bromate mgl 0,01 Chlorate mgl 0,7 Chlorite mgl 0,7 Chlorophenols 2,4,6-Trichlorophenol 2,4,6-TCP mgl 0,2 Bromoform mgl 0,1 Dibromnochloromethane DBCM mgl 0,1 Bromodichloromethane BDCM mgl 0,06 Chloroform mgl 0,3 Chlorinated Acetic Acids Dichloroacetic Acid mgl 0,05 Trichloroacetic Acid mgl 0,02 Chloral Hydrate Halogenated Acetonitrilies Dichloroacetonitrile mgl 0,02 Dibromoacetonitrile mgl 0,01 Cyanogen Chloride sebagai CN mgl 0,01 2 RADIOKTIFITAS Gross Alpha Activity bgl 0,1 Gross Beta Activity bgl 1 Universitas Sumatera Utara Untuk menjaga kualitas air minum yang dikonsumsi masyarakat dilakukan pengawasan kualitas air minum secara eksternal maupun internal yang diatur dalam Pasal 4 ayat 2 PERMENKES Nomor 492 Tahun 2010 Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum yang berbunyi “Pengawasan kualitas air minum secara eksternal merupakan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan KabupatenKota atau oleh KKP Kantor Kesehatan Pelanuhan khusus untuk wilayah kerja KKP” dan ayat 3 berbunyi “Pengawasan kualitas air minum secara internal merupakan pengawasan yang dilaksanakan oleh penyelenggara air minum untuk menjamin kualitas air minum yang diproduksi memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam peraturan ini”.

B. Penerapan Prinsip Product Liability Perusahaan Daerah Air Minum