Pengaruh Permukiman Kumuh Terhadap Lingkungan
budaya, lingkungan fisik serta dimensi politis. Di bidang penyelenggaraan pemerintahan, keberadaan lingkungan permukiman kumuh memberikan dampak citra
ketidakberdayaan, ketidakmampuan dan bahkan ketidakpedulian pemerintah terhadap pengaturan pelayanan kebutuhan-kebutuhan hidup dan penghidupan warga kota
maupun pendatang dan pelayanan untuk mendukung kegiatan sosial budaya, ekonomi, teknologi, ilmu pengetahuan, dan sebagainya.
Dampak terhadap tatanan sosial budaya kemasyarakatan adalah bahwa komunitas yang bermukim di lingkungan permukiman kumuh yang secara ekonomi
pada umumnya termasuk golongan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah, seringkali dianggap sebagai penyebab terjadinya degradasi kedisiplinan dan
ketidaktertiban dalam berbagai tatanan sosial kemasyarakatan Sri, 1988. Di bidang lingkunganhunian komunitas penghuni lingkungan permukiman
kumuh sebagian besar pekerjaan mereka adalah tergolong sebagai pekerjaan sektor informal yang tidak memerlukan keahlian tertentu, misalnya sebagai buruh kasarkuli
bangunan, sehingga pada umumnya tingkat penghasilan mereka sangat terbatas dan tidak mampu menyisihkan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan perumahan
dan permukiman sehingga mendorong terjadinya degradasi kualitas lingkungan yang pada gilirannya memunculkan terjadinya permukiman kumuh.
Dampak negatif permukiman kumuh daerah terpinggirkan adalah: menjadi penyakit dari keindahan kota dan pemborosan sumber daya kota; sumber berbagai
jenis penyakit epidemi; sumber penyakit psikis atau kejiwaan, seperti tidak suka
tinggal di rumah dan kerawanan sosial. Solusi penataannya membutuhkan peran semua pihak secara timbal balik, khususnya misi dinas terkait, LSM yang paham
kompleksitas permasalahan permukiman kumuh, baik dari segi teknis-teknologis ataupun sosial-budaya, dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat permukiman
kumuh itu sendiri. Faktor-faktor kendala pelaksanaan program: kendala dari pihak penentu kebijaksanaan, dipecahkan dengan perbaikan mental dan pemahaman
terhadap kebutuhan dari masyarakat miskin kota. Kendala dari masyarakat sasaran program dan alternatif yang harus dipecahkan, berupa: kepemilikan lahan, semangat
menetap, kemiskinan, kepribadian dan sikap fatalistik kelompok sosial ini
Sulistyawati, 2007.
Keberadaan komunitas yang bermukim di lingkungan permukiman kumuh ini akan cenderung menjadi lahan subur bagi kepentingan politis tertentu yang dapat
dijadikan sebagai alat negosiasi berbagai kepentingan. Fenomena ini apabila tidak diantisipasi secara lebih dini akan meningkatkan eskalasi permasalahan dan kinerja
pelayanan kota. Upaya penanganan permukiman kumuh telah diatur dalam Undang- Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, yang menyatakan
bahwa “untuk mendukung terwujudnya lingkungan permukiman yang memenuhi persyarakatan keamanan, kesehatan, kenyamanan dan keandalan bangunan, suatu
lingkungan permukiman yang tidak sesuai tata ruang, kepadatan bangunan sanggat tinggi, kualitas bangunan sangat rendah, prasaranan lingkungan tidak memenuhi
syarat dan rawan, yang dapat membahayakan kehidupan dan penghidupan masyarakat penghuni, dapat ditetapkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta yang
bersangkutan sebagai lingkungan permukiman kumuh yang tidak layak huni dan perlu diremajakan”.
Penanganan peremajaan lingkungan permukiman kumuh yang diatur dalam Inpres No. 5 Tahun 1990, tentang pedoman pelaksanaan peremajaan permukiman
kumuh di atas tanah negara dinyatakan bahwa “Pertimbangan peremajaan permukirnan kumuh adalah dalam rangka mempercepat peningkatan mutu kehidupan
masyarakat terutarna bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah yang bertempat tinggal di kawasan permukiman kumuh yang berada di atas tanah Negara”.
Hal ini disebabkan eksistensi permukiman kumuh tidak dapat dilepaskan dari ekosistim kota, dan justro merupakan potensi ketenagakerjaan yang menunjang tata
perekonomian kota Sri, 1988. Peremajaan permukiman kumuh dalam Inpres No. 5 Tahun 1990 tersebut adalah meliputi pembongkaran sebagian atau seluruh
permukiman kumuh yang sebagian besar atau selurahnya berada di atas tanah negara dan kemudian di tempat yang sama dibangun prasarana dan fasilitas rumah susun
serta bangunan-bangunan lain sesuai dengan rencana tata ruang kota yang bersangkutan Koestoer, 1997. Untuk mempereepat pelaksanaan peremajaan
permukiman kumuh tersebut, perlu didorong keikutsertaan Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan dan Perusahaan Swasta serta
masyarakat luas yang pelaksanaannya perlu dilakukan secara terkoordinasi dengan instansi-instansi terkait.
Selanjutnya kebijakan penanganan permukiman kumuh sesuai Surat Edaran Menpera No. 04SEMI93 Tahun 1993, dinyatakan bahwa perumahan dan
permukiman kumuh adalah lingkungan hunian dan usaha yang tidak layak huni yang keadaannya tidak memenuhi persyaratan teknis, sosial, kesehatan, keselamatan dan
kenyamanan serta tidak memenuhi persyaratan ekologis dan legal administratif yang penanganannya dilaksanakan melalui pola perbaikanpemugaran, peremajaan maupun
relokasi sesuai dengan tingkat kondisi permasalahan yang ada.