Dengan adanya pengaturan tersebut di atas seperti yang termuat dalam Pasal 3 UU Penanaman Modal, maka penanaman modal asing di lndonesia
diperkenankan melaksanakan usahanya dalam bentuk usaha kerja sama joint- venture
dengan pihak swasta nasional dalam bentuk dan cara kerjasama yang ditetapkan melalui peraturan pemerintah khususnya dalam hal komposisi
kepemilikan saham perusahaan.
87
2. Pengaturan joint venture dalam hukum penanaman modal
Pengaturan pemerintah dalam menetapkan bentuk usaha kerja sama joint venture
antara penanaman modal asing dengan modal nasional dalam penjabarannya dilaksanakan pertama kali melalui instruksi Presidium Kabinet
Nomor 36UIN6I967 yang ditetapkan dalam bentuk usaha kerja sama joint enterprise
perusahaan campuran yang juga merupakan salah satu bentuk usaha kerja sama joint-venture.
Gejala peningkatan kerja sama penanaman modal asing di Indonesia semakin ditingkatkan setelah pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan pada
tanggal 22 Januari 1974 yang berkaitan dengan masalah kerjasama penanaman modal asing dengan modal nasional Indonesia. Adapun kebijaksanaan tersebut
menyangkut 2 dua hal, yaitu: a. Meningkatkan peranan perimbangan partisipasi dalam pengelolaan modal
antara modal asing dengan modal nasional. b. Menyusun daftar skala prioritas penanaman modal.
Lebih lanjut kebijaksanaan tahun 1974 tersebut dijabarkan secara terperinci, di mana usaha-usaha peningkatan peranan dan partisipasi kerjasama
87
Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007, hal. 48.
Universitas Sumatera Utara
dengan pihak asing dalam hal penanaman modal khususnya usaha kerjasama dengan pihak asing dalam hal penanaman modal asing di Indonesia ditetapkan
beberapa syarat sebagai berikut:
88
a. Penanaman modal asing harus dalam bentuk joint- venture. b. Pcnyertaan pihak Indonesia dalam penanaman modal asing harus menjadi
51. c. Persyaratan penggunaan tenaga kerja, tenaga teknis maupun manajemen.
d. Kredit investasi hanya untuk pribumi. Dengan adanya pengaturan kebijaksanaan tahun 1974 tersebut, maka
penanaman modal khususnya penanaman modal asing di Indonesia yang akan melaksanakan usahanya diharuskan untuk melakukan usaha kerja sama joint
venture dengan modal nasional meskipun pengaturan tersebut sedikit
bertentangan dengan semangat yang ada dalam UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing PMA sebagaimana telah digantikan dengan Undang-
undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang pada prinsipnya memperkenankan adanya penanaman modal asing secara penuh direct-
investment. Pengaturan lain yang ditetapkan pemerintah Indonesia dalam hal
pelaksanaan usaha kerjasama joint-venture antara penanaman modal asing dengan modal nasional yang mengubah kebijaksanaan tahun 1974 yakni dengan
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 tentang Persyaratan Pemilikan Saham dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing yang ditetapkan
pemerintah pada tanggal 16 April 1992. Pengaturan tersebut diikuti pula dengan
88
Ibid., hal. 49.
Universitas Sumatera Utara
dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 32, 33 dan 34 Tahun 1992 yang bersangkut paut dengan masalah bidang usaha, tata cara penanaman modal serta
pertanahan untuk kegiatan penanaman modal asing. Dalam peraturan tersebut seperti yang tertuang dalam PP No. 17 Tahun
1992 tentang Persyaratan Pemilikan Saham dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing setidak-tidaknya mengatur 4 empat masalah pokok, yaitu:
a. Penentuan jumlahnilai minimum modal yang ditanam; b. Penentuan bentuk usaha;
c. Pengecualian terhadap ketentuan jumlahnilai minimum modal yang ditanam dan bentuk usaha; serta
d. Penggunaan laba perusahaan. Lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1994 sebagai
penyempurnaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1993 telah memberikan kelonggaran pada penanaman modal asing. Hal ini merupakan
strategi untuk meraih investor asing tanpa menghilangkan peran serta pengusaha Indonesia. Kebijaksanaan dari PP No. 20 Tahun 1994 adalah mengenai: saham
dalam penanaman modal asing bagi perusahaan sebelumnya diperkenankan 100, akan tetapi tidak menarik minat investor asing. Investor asing lebih
menginginkan liberalisasi PMA daripada pemberian insentif. Hal ini sesuai dengan pendapat Nindyo Pramono yang menyebutkan bahwa permasalahan utama
terletak pada masalah bagi hasil yang diperoleh dari investasi itu, masalah itu berpeluang pada kontradiksi kepentingan antara investor asing dengan pihak
penerima modal.
89
89
Nindyo Pramono, Analisis Yuridis tentang Kebijaksanaan Modal Asing di Indonesia, Yogyakarta: Fakultas Hukum UGM, 1995, hal. 10.
Universitas Sumatera Utara
Setelah adanya PP No. 20 Tahun 1994 saham modal asing paling banyak adalah 95, selanjutnya jangka waktu penanaman modal pada PP No. 50 Tahun
1993 adalah dua puluh tahun, pada PP No. 20 Tahun 1994 ditambah menjadi 30 tahun. Kemudahan-kemudahan lainnya baik dari segi perizinan maupun
penentuan lokasi produksi diberikan pemerintah yang bertujuan untuk merangsang para investor, terlebih menghadapi pasar bebas dan globalisasi
perekonomian dunia. Pemerintah beralasan bahwa kebijaksanaan tersebut diambil karena saat ini negara sedang membutuhkan dana investasi, dari sejumlah itu,
73 diharapkan dari sektor swasta, selain itu kehadiran PMA diharapkan dapat memperluas lapangan kerja, meningkatkan produksi dan penerimaan negara serta
adanya percepatan adanya proses alih teknologi.
90
a. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan penanaman modal yang menerima penggabungan adalah sebagaimana
yang tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut. Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2010 tentang Daftar Bidang
Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal menyebutkan dalam hal terjadi perubahan kepemilikan
modal akibat penggabungan, pengambilalihan, atau peleburan dalam perusahaan penanaman modal yang bergerak di bidang usaha yang sama, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
b. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan penanaman modal yang mengambil alih adalah sebagaimana tercantum
dalam surat persetujuan perusahaan tersebut.
90
Pandji Anaroga, Perusahaan Multi Nasional: Penanaman Modal Asing, Jakarta: Pustaka Jaya, 1995, hal. 178.
Universitas Sumatera Utara
c. Batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan baru hasil peleburan adalah sebagaimana ketentuan yang berlaku pada
saat terbentuknya perusahaan baru hasil peleburan dimaksud Selain itu, diletakkan pula landasan bagi persetujuan penanaman modal
khususnya penanaman modal asing, yakni dengan memberikan batas minimum atas modal yang hendak ditanamkan. Dengan kata lain, pemerintah Indonesia
pada prinsipnya akan mengabulkan aplikasi penanaman modal asing jika memenuhi minimum modal tertentu, yaitu US 1.000.000,00. Namun ketentuan
tersebut tidak bersifat final, sebab untuk dapat dikabulkannya aplikasi tersebut masih ada syaratsyarat lain yang harus dipenuhi seperti bidang usaha, rencana
pengendalian lingkungan, struktur kepemilikan saham, dan yang lainnya. Mengenai ketentuan modal minimum yang harus ditanam reinvestasi hal itu pun
tidak mutlak, oleh kriteria ternyata masih diberikan pengecualian oleh peraturan tersebut.
91
Selanjutnya, dari peraturan tersebut diatur pula mengenai bentuk usaha bagi penanaman modal khususnya penanaman modal asing yang pada dasamya
harus dilakukan dalam bentuk kerjasama usaha patungan Joint-venture. Bila dicermati ketentuan tersebut yang menggunakan kata ”pada dasamya”
menunjukkan bahwa hal tersebut bertentangan dengan ketentuan UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing PMA sebagaimana telah diganti
dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang membolehkan penanaman modal asing secara langsung atau penuh 100
91
Ibid, hal. 52.
Universitas Sumatera Utara
meskipun bukan dalam bentuk usaha kerja sama Joint venture dengan modal nasional.
Adanya pengaturan tentang bidang kerja sama usaha patungan joint- venture
, diharapkan penanaman modal dapat lebih bergairah untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Kendati demikian dalam praktiknya penanaman modal di
Indonesia masih menemui berbagai hambatan yang bersifat teknis operasional meskipun iklim kerjasama telah diperbarui oleh pemerintah untuk menghilangkan
kekuatan pengusaha nasional dalam melakukan kerjasama usaha patungan joint- venture
dengan modal asing.
3. Bentuk-bentuk Kerjasama joint venture dalam Undang-undang