BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kualitas anak masa kini merupakan penentu kualitas Sumber Daya Manusia SDM dimasa yang akan datang. Pembangunan manusia masa depan dimulai dengan
pembinaan anak masa sekarang. Untuk mempersiapkan SDM yang berkualitas di masa yang akan datang maka anak perlu dipersiapkan agar anak bisa tumbuh dan
berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuannya Narendra, dkk, 2002.
Anak sekolah merupakan generasi penerus bangsa dan modal pembangunan. Oleh karena itu tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya
penting yang dapat dilakukan untuk mempertinggi kualitas sumber daya anak sekolah dasar adalah dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi
sehari-hari, karena anak pada usia sekolah sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang cepat yang ditandai oleh pertambahan tinggi badan dan berat
badan Depkes RI, 1994. Pertumbuhan dan perkembangan anak merupakan hasil interaksi antara faktor
genetik-herediter-konstitusi dengan faktor lingkungan, baik lingkungan prenatal maupun lingkungan postnatal. Faktor lingkungan ini yang memberikan segala macam
kebutuhan yang merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh anak untuk tumbuh dan berkembang Narendra, dkk, 2002.
Masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira usia sebelas tahun atau dua belas tahun.
Karakter utama siswa sekolah dasar adalah mereka menampilkan perbedaan- perbedaan individual dalam banyak segi dan bidang, di antaranya, perbedaan dalam
intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa, perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik anak. Menurut Hutagalung 2008, pada usia enam sampai
pubertas 18 tahun, anak mulai memasuki dunia pengetahuan dan dunia kerja yang luas. Peristiwa penting pada tahap ini anak mulai masuk sekolah, mulai dihadapkan
dengan tekhnologi masyarakat, di samping itu proses belajar mereka tidak hanya terjadi di sekolah.
Pada tahun 1994, untuk pertama kalinya dilaksanakan pemantauan Tinggi Badan Anak Baru Masuk Sekolah TBABS di seluruh Indonesia, memberikan
gambaran rata-rata tinggi-badan dan prevalensi gangguan pertumbuhan anak usia sekolah. Secara nasional, rata-rata tinggi badan adalah 114,9 cm 91,0 terhadap
standar WHO-NCHS untuk anak laki-laki, sementara untuk anak perempuan 114,0 cm 90,6 terhadap standar WHO-NCHS. Sedangkan prevalensi gangguan
pertumbuhan adalah 32 untuk wilayah pedesaan dan 18 untuk wilayah perkotaan. Informasi ini dapat dijadikan sebagai data dasar evaluasi kecenderungan pertumbuhan
berikutnya Depkes, 1999. Pemantauan pertumbuhan merupakan salah satu kegiatan utama dalam bentuk
program perbaikan gizi, yang menitikberatkan pada upaya pencegahan dan peningkatan gizi. Kemiskinan dan kurang gizi yang saling berkaitan, akan
mempengaruhi tumbuh kembang, oleh karena itu pemantauan tumbuh kembang anak,
disertai perbaikan gizi masyarakat akan memberikan dampak positif terhadap tumbuh kembang anak dan juga pada peningkatan produktivitas, yang akhirnya akan
meningkatkan pendapatan perkapita Baliwati dkk, 2002. Menurut Sihadi 2004, makanan jajanan memegang peranan penting dalam
memberikan kontribusi tambahan untuk memenuhi kecukupan gizi, khususnya energi dan protein. Untuk memperoleh tambahan energi yang sudah mulai menurun sejak
beberapa jam masuk sekolah, maka semua anak memperolehnya dari makanan jajanan. Jika makanan jajanan yang dijual dilingkungan sekolah cukup baik mutu gizi
dan kebersihannya, anak-anak akan mendapat manfaat tambahan zat gizi. Bagi anak sekolah, makanan jajanan juga sebagai pengenalan akan beraneka jenis makanan
jajanan yang dapat menumbuhkan kebiasaan penganekaragaman makanan sejak kecil. Di Indonesia interpretasi status gizi dengan metode antropometri
menggunakan standart WHO 2007. Pengukuran antropometri dapat dilakukan oleh siapa saja lewat pemberian latihan sederhana. Sedangkan untuk tercapainya tumbuh
kembang yang optimal tergantung pada potensi biologiknya. Tingkat tercapainya potensi biologik seseorang merupakan hasil interaksi beberapa faktor yang saling
berkaitan, yaitu faktor genetik, lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial dan perilaku. Proses yang unik dan hasil faktor yang berbeda-beda yang memberikan ciri tersendiri
pada setiap anak Soetjiningsih, 1995. Berdasarkan data Susenas BPS 1999 secara nasional lebih dari 30 rumah
tangga rawan pangan di daerah perkotaan 27 dan pedesaan sekitar 33. Jumlah persentasi rawan pangan pada tingkat rumah tangga di pedesaan lebih tinggi
dibandingkan dengan perkotaan. Di pedesaan dijumpai 40-50 rumah tangga defisit
energi dan protein Handewi, dkk, 2004. Dari keadaan rawan pangan maka timbul masalah gizi, salah satunya status gizi pada anak sekolah dasar. Data di Sumatera
Utara masalah gizi anak sekolah dasar ditinjau dari TBU yaitu sebanyak 39,3 BPS, 1999.
Desa Lau Bekeri merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Kutalimbaru. Desa Lau Bekeri secara geografis merupakan desa yang penduduknya
mempunyai mata pencaharian sebagai petani, wiraswasta, PNS dan berdagang. Berdasarkan dari hasil interview terhadap beberapa siswa sekolah dasar di Desa Lau
Bekeri rata-rata orang tua bekerja setiap hari dari pagi sampai sore hari, karena kesibukan yang dialami oleh orang tua untuk memenuhi kebutuhan hidup, maka
timbul kebiasaan yaitu orang tua di desa tersebut kurang memperhatikan asupan gizi anaknya, misalnya anak-anaknya tidak dibiasakan untuk sarapan pagi, mereka hanya
diberi uang saku untuk membeli makanan di sekolah, sehingga anak membiasakan mengkonsumsi makanan yang dijual di warung, sementara keseimbangan gizi dan
kebersihannya kurang diperhatikan. Sedangkan untuk kondisi tubuh anak-anak di desa tersebut lebih banyak yang memiliki tubuh kurus itu disebabkan karena sepulang
sekolah anak-anak menghabiskan waktu hanya bermain. Pentingnya gizi bagi siswa, baik untuk pertumbuhan maupun perkembangan merupakan tugas bagi orang tua.
Pertumbuhan dan perkembangan bagi anak sekolah dasar merupakan hal yang sangat penting untuk menuju perkembangan selanjutnya.
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui pertumbuhan anak sekolah dasar dengan melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan anak dari
kelas satu sampai dengan kelas enam yang diukur dengan antropometri di Desa Lau Bekeri Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010.
1.2. Perumusan Masalah