Teori Kontruksi Sosial KERANGKA TEORI
Selain itu juga kita sering menemui berita yang ditayangkan di media massa berbeda dengan realitas yang terjadi di lapangan, atau suatu berita tidak
sesuai dengan harapan narasumber. Hal ini membuktikan bahwa teori kontruksi sosial media massa terjadi, dengan penulis naskah sebagai pembentuk realitas
tersebut. Kendati demikian seorang wartawan tidaklah semena-mena membentuk
realitas tersebut sesuai keinginannya, akan tetapi seorang wartawan terlebih dahulu diarahkan oleh pihak redaksi dalam membentuk suatu realitas sosial,
sedangkan pihak redaksi dalam mengarahkan suatu realitas yang akan dikontruksi tentu akan berdasarkan ideologi, kepentingan owner, dan visi misi media tersebut.
Dalam teori kontruksi sosial media massa realitas sosial tidak terbentuk secara tiba-tiba akan tetapi harus melalui proses tahapan-tahapan. Tahapan yang
pertama yaitu tahapan menyiapkan bahan materi kontruksi tahap pertama ini lumrahnya dilakukan oleh pihak redaksi media massa, lalu didistribusikan kepada
desk editor atau kordinator liputan dan berujung kepada wartawan yang pertama mengkontruksi realitas sosial, dalam tahapan ini biasanya media massa
memfokuskan isu yang berhubungan dengan tahta, harta, dan wanita, selain itu media massa memfokuskan kepada isu yang menyentuh perasaan banyak orang,
sensitifitas, sensualitas, dan hal kengerian, dalam tahapan ini ada hal penting yang menjadi dasar dalam penyiapan materi kontruksi yakni keberpihakan media massa
kepada kapitalis, keberpihakan semu kapada masyarakat, dan keberpihakan kepada kepentingan umum
20
. Yang kedua yaitu tahapan sebaran kontruksi, prinsip dasarnya adalah
bahwa setiap informasi harus disampaikan kepada masyarakat dan setiap informasi yang dianggap penting oleh media massa dianggap penting pula oleh
masyarakat, dalam tahapan ini biasanya media massa menggunakan strategi real time, akan tetapi konsep real time ini berbeda antara media elektronik dan media
cetak, jika media elektronik mendefinisikan real time sebagai sesuatu yang harus segera disiarkan, pada waktu itu juga informasi sampai kepada khalayak,
sedangkan real time menurut media cetak yaitu konsep yang sifatnya tertunda yakni konsep yang terdiri dari harian, mingguan, dan bulanan
21
. Tahap ketiga yaitu tahapan pembentukan kontruksi realitas di mana suatu
pemberitaan disebarkan kepada masyarakat lalu dari pemberitaan tersebut membentuk kontruksi di masyarakat, di dalam terjadinya pembentukan kontruksi
di mana masyarakat menganggap bahwa apa yang disajikan media massa sebagai sebuah realitas kebenaran, dengan kata lain bahwa masyarakat menganggap media
massa yang membenarkan suatu kejadian, selain itu dalam pembentukan kontruksi realitas suatu masyarakat bersedia pikiran-pikirannya dikontruksi oleh media
massa dengan pilihan seseorang menjadi pembaca atau penonton maupun pendengar konten dari media massa, tidak hanya itu pembentukan kontruksi
realitas menjadikan suatu masyarakat menjadi konsumtif, maksudnya media
20
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi“ Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunik asi di Masyarakat”, h. 205
21
Burhan Bungin, So siologi Komunikasi “ Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat”, h. 207
massa sudah menjadi bagian dari kebutuhan hidup suatu masyarakat bahkan tiada hari tanpa menonton televisi, tiada hari tanpa membaca koran sampai mereka
tidak bisa beraktivitas sebelum menonton atau membaca televisi dan koran
22
. Tahapan yang keempat yaitu pembentukan kontruksi citra, di mana
kontruksi ini dibangun dengan dua model yaitu model good news dan bad news, model good news yaitu pembentukan kontruksi di mana suatu kontruksi
menghasilkan pemberitaan yang baik bahkan lebih baik dari apa yang terjadi, sedangkan model bad news yaitu suatu pemberitaan yang dikontruksi dengan
menjelek-jelekan objek
pemberitaan sehingga terkesan lebih buruk dari
sesungguhnya
23
. Tahap yang terakhir yaitu tahap konfirmasi yakni khalayak memberikan
argumentasi kepada media massa karena keinginannya untuk terlibat dalam mengkontruksi sebuah realitas
24
. Dari kelima tahapan di atas bahwa realitas yang dibangun oleh media
massa haruslah melalui tahapan-tahapan yang di atas karena semua tahapan memiliki fungsi yang berkesinambungan dengan tahapan yang satu dan
seterusnya, apabila salah satunya tidak dilakukan oleh media massa sebagai pengkontruksi realitas sosial maka kontruksi sosial sedikit kemungkinan akan
terjadi.
22
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi “Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat”, h. 208
23
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi “Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat”, h. 209
24
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi“Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat”, h. 210
Dalam pembentukan realitas sosial ada dua model realitas dibentuk oleh media massa, yaitu model peta analog dan model refleksi realitas, model peta
analog adalah model di mana media massa membentuk realitas sosial berdasarkan kontruksi sosial media massa dengan menganalogikan sebuah kejadian dengan
rasional, dengan kata lain melebih- lebihkan suatu kejadian
25
. Contoh baru-baru ini empat artis tertangkap oleh BNN, pada saat itu
semua media massa memberitakan tentang empat artis yang terlibat narkoba, bahwa empat artis dan sejumlah rekan-rekannya sedang berpesta narkoba di
kediaman seorang artis tersebut, menurut berita yang disiarkan keempat artis tersebut sebelumnya sudah diincar oleh petugas tiga bulan lalu, dua hari kemudian
dua artis dan beberapa orang yang tertangkap ketika kejadian itu dilepaskan oleh petugas BNN karena tidak terbukti menggunakan narkoba, kemudian dua artis
tersebut membantah bahwa pada kejadian itu terjadi pesta narkoba. Model selanjutnya yaitu model refleksi realitas yaitu merefleksikan
kehidupan yang terjadi di masyarakat dengan kehidupan yang tak pernah terjadi dan seolah-olah kehidupan yang tidak pernah terjadi itu dianggap ada dan pernah
terjadi
26
. Seperti contoh banyak kita temui di film-film, dan sinetron, misalkan
dalam sinetron laga Indosiar di mana seseorang bisa terbang, menghilang, atau seorang pemeran dalam sinetron tersebut sudah meninggal dan bisa hidup
kembali, atau dalam film Avatar di mana kita diperlihatkan dengan keadaan planet
25
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi“Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat”, h. 212
26
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi “Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat”, h.214
lain di luar bumi lalu manusia di planet tersebut persis dengan bentuknya, namun semua itu hanyalah kontruksi belaka pada kenyataannya tidak pernah terjadi tapi
seakan-akan kita yang menonton kejadian tersebut memang benar terjadi.