BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Akne Vulgaris 2.1.1. Definisi
Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosabasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis akne
vulgaris sering polimorfi; terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul, pustule, nodus, dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik
jaringan parut yang hipotrofik maupun yang hipertrofik Wasitaatmadja, 2008; Fulton, 2009; Harrison, 2008; Odom R B, James W D, Berger T G, 2000.
2.1.2. Epidemiologi
Karena hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini, maka sering dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis. Kligman mengatakan bahwa tidak
ada seorang pun artinya 100, yang sama sekali tidak pernah menderita penyakit ini. Penyakit ini memang jarang terdapat pada waktu lahir, namun ada kasus yang terjadi
pada masa bayi. Betapa pun baru pada masa remajalah akne vulgaris mendapat salah satu problem. Umumnya insiden terjadi sekitar umur 15-19 tahun pada pria dan pada
masa itu lesi yang predominan adalah komedo dan papul dan jarang terlihat lesi meradang. Pada populasi barat, diperkirakan 79-95 dari populasi dewasa mengalami
akne, 40 – 54 terjadi pada individu diatas umur 25 tahun, 12 dan 3 pada wanita dan pria umur pertengahan Cordain L, Lindeberg S, Hurtado M, Hill K, Eaton B,
Brand-Miller B, 2002; Dreno, 2002. Pada seorang gadis, akne vulgaris dapat terjadi pada masa premenarke. Setelah
masa remaja kelainan ini berangsur berkurang. Namun kadang-kadang terutama pada wanita, akne vulgaris menetap sampai dekade umur 30-an atau bahkan lebih. Walaupun
pada pria umumnya akne vulgaris lebih cepat berkurang, namun pada penelitian diketahui bahwa justru gejala akne vulgaris yang berat biasanya terjadi pada pria.
Diketahui pula bahwa Ras Oriental Jepang, Cina, Korea lebih jarang menderita akne vulgaris dibanding dengan Ras Kaukasia Eropa, Amerika, dan lebih sering terjadi
nodulo-kistik pada kulit putih daripada negro. Akne vulgaris mungkin familial, namun
Universitas Sumatera Utara
karena tingginya prevalensi penyakit hal ini sukar dibuktikan. Dari sebuah penelitian diketahui bahwa mereka yang bergenotip XYY mendapat akne vulgaris yang lebih
berat wasitaatmadja, 2008; James, 2005.
2.1.3. Etiologi
Etiologi pasti dari penyakit ini sendiri belum diketahui sampai sekarang, Secara sistematis, berikut ini dikemukakan beberapa faktor baik eksogen maupun endogen
yang disangka dapat mempengaruhi terbentuknya akne vulgaris seperti Wasitaatmadja, 2008; Fulton, 2009; Odom R B, James W D, Berger T G, 2000; Zaenglein A L, Graber
E M, Thiboutot D M, Strauss J S, 2003; Cunlife, 2002; Herane, 2002 : 1.
Faktor genetik, akne vulgaris mungkin merupakan penyakit genetik akibat adanya peningkatan kepekaan unit pilosebsea terhadap kadar androgen yang normal.
Adanya menduga bahkan faktor genetik ini berperan dalam menentukan bentuk dan gambaran klinis, penyebaran lesi dan durasi penyakit. Pada lebih 80
penderita mempunyai minimal seorang saudara kandung yang menderita akne vulgaris dan pada lebih dari 60 penderita mempunyai minimal salah satu orang
tua dengan akne vulgaris juga. Herane dan Ando 2005 menyatakan bahwa peningkatan sekresi sebum dijumpai pada mereka yang mengalami kromosom
yang abnormal , meliputi 46XYY, 46XY + 4p+; 14q- dan partial trisomy 13, dan hal ini berkatian dengan timbulnya akne nodulokistik.
2. Faktor ras, kemungkinan ras berperan dalam timbulnya akne vulgaris diajukan
karena melihat kenyataan adanya ras-ras tertentu seperti mongoloid yang lebih jarang menderita akne dibandingkan dengan kauscasian, orang kulit hitam pun
lebih dikenal dibanding dengan orang kulit putih. 3.
Faktor musim, suhu yang tinggi, kelembaban udara yang lebih besar, serta sinar ultra violet yang lebih banyak menyebabkan akne vulgaris lebih sering timbul
pada musim panas dibandingkan dengan musim dingin. Pada kulit kenaikan suhu udara 1 derajat celcius mengakibatkan kenaikan laju ekresi sebum naik sebanyak
10. 4.
Faktor makanan masih diperdebatkan, ada penyelidik yang setuju makanan berpengaruh pada timbulnya akne, adapula yang kontra. Jenis makanan yang
Universitas Sumatera Utara
sering dihubungkan dengan timbulnya akne adalah makanan tinggi lemak kacang, daging berlemak susu, es krim, makanan tinggi karbohidrat, makanan beryodida
tinggi makanan asal laut dan pedas. Menurut yang pro, makanan dapat merubah komposisi sebum dan menaikan produksi kelenjar sebasea.
5. Faktor infleksi, ada 3 tiga golongan mikroorganisme yang merupakan flora
normal kulit, P. Acne, S. Epidermidis, dan P. Ovale. Peran mikroba ini adalah membentuk enzim lipase yang dapat memecah trigliserida menjadi asam lemak
bebas yang bersifat komedogenik. 6.
Faktor psikis, seperti stress emosi pada sebagian penderita dapat menyebabkan kambuhnya akne, mungkin melalui mekanisme peningkatan produksi Androgen
dalam tubuh. 7.
Faktor endokrin atau hormonal yang merupakan faktor penting pada akne vulgaris. Pada penderita akne vulgaris derajat berat, kadar DHT ini 20 kali lebih banyak
dari normal. 8.
Faktor keaktifan kelenjar sebasea akan mempengaruhi banyak sedikitnya produksi sebum. Pada penderita akne vulgaris produksi sebumnya lebih tinggi dari normal.
2.1.4. Patogenesis