Pemberkatan Dalam Gereja Perkawinan pada Pasangan yang melakukan Adat “Nangkih” di Desa Suka Dame

75 menjadi beban mental bagi mereka, dan biasanya baru beberapa tahun dapat dibayarkan ketika dana untuk pesta sudah ada. Adapun adat upacara perkawinan karo terbagi atas tiga tingkatan berdasarkan biaya yang dikeluarkan, yaitu: 1. Sintua atau upacara besar, yaitu upacara perkawinan dilakukan secara meriah, mewah dan besar-besaran. 2. Sintengah, yaitu upacara perkawinan dilakukan secara menengah atau biasa-biasa saja. 3. Singuda, yaitu upacara perkawinan dilakukan secara sederhana hanya untuk mendungi adat supaya tidak ada utang adatnya.

4.4.2 Pemberkatan Dalam Gereja

Sebelum masyarakat karo mengenal agama khususnya di desa Suka Dame, orang karo yang menikah hanya melalui proses adat karo. Namun setelah masyarakat karo mengenal dan mempunyai kepercayaan atau agama seperti agama Kristen, mereka yang ingin menikah juga disahkan melalui proses pemberkatan di gereja. Hal ini karena dalam agama Kristen seseorang dikatakan sah menikah bila telah melakukan pemberkatan oleh pendeta di gereja. Seseorang yang melakukan nangkih dapat diberkati di gereja apabila saat nangkih si laki-laki juga membawa perempuan ke rumah salah satu serayan gereja atau pertua pengurus gereja. Oleh sebab itu, dalam perkembangannya sekarang, seseorang yang nangkih juga ada yang membawa perempuan langsung ke rumah serayan atau pertua untuk Universitas Sumatera Utara 76 memberitahukan maksudnya, dimana serayan yang akan memberitahu orang tua dan anak beru dari pihak laki-laki. Tetapi untuk desa Suka Dame, kebanyakan mereka yang nangkih tetap pergi ke rumah anak beru, dan anak beru yang membawa mereka ke rumah serayan atau pertua untuk memberitahukan keinginan mereka untuk menikah. Mereka yang memberitahukan rumah serayan keinginan mereka untuk menikah adalah mereka yang ingin juga pernikahannya diberkati di dalam gereja dan dianggap sah menurut agama. Namun untuk itu mereka juga harus memenuhi aturan dari gereja , yaitu: 1. Mereka yang melakukan nangkih harus memberitahukan serayan atau pertua gereja dan pihak perempuan yang nangkih harus tinggal di rumah pertua dan bukan di rumah laki-laki untuk menghindari zinnah dan pernikahannya dianggap tidak suci lagi. 2. Mereka yang melakukan nangkih selama belum di sahkan dalam bentuk pernikahan dilarang pergi berdua-duaan ke ladang, rumah dan sebagainya , dimana harus ada yang menemani baik itu teman, saudara atau keluarga. 3. Jika si laki-laki dan perempuan tidak satu agama atau satu agama tapi beda gereja, maka si perempuan harus berlajar terlebih dahulu lebih kurang dua bulan, ataupun mereka satu agama dan satu gereja tetapi belum dibaptis atau ngawan naik sidi maka mereka juga harus belajar dulu dan dingawankan baru bisa diberkati dalam gereja. Aturan ini dibuat sesuai dengan pengajaran agama kekristenan, dimana aturan ini menjadi syarat bagi mereka yang nangkih untuk dapat diberkati di gereja. Hal ini berbeda dengan mereka yang tidak melakukan nangkih karena mereka hanya harus menaati peraturan ketiga yang jika mereka beda agama atau gereja harus melalui Universitas Sumatera Utara 77 proses belajar begitu juga jika mereka belum dibaptis atau ngawan di gereja. Aturan gereja yang jelas ini dalam praktek dan pelaksanaan ini juga masih cacat dan sulit terlaksana dengan mestinya seperti hukum negara kita. Seperti yang dikatakan Bapak pertua Tandan Sinulingga 50 tahun, dimana ada beberapa dari mereka yang nangkih sebenarnya tidak memenuhi syarat tetapi tetap dibaptis di gereja. Hal inidari penjelasan beliau, bisa disebabkan beberapa faktor yaitu: a. Masih adanya tali persaudaraan diantara serayan gereja dengan orang tua yang nangkih atau antara pikaris pendeta dengan orang tua yang nangkih. Dimana pihak orang tua memohon kepada pihak serayan dan pendeta untuk mau memberkati anaknya dan menerima anaknya di dalam gereja. Biasanya untuk menjaga tali persaudaraan suapaya tidak rusak serayan setuju memberkati anaknya dan dianggap sebagai sebuah pertobatan kepada sang anak dan ketika sudah menikah sang anak diwajibkan aktif di dalam gereja b. Adanya faktor kepentingan keberlangsungan gereja, dimana gereja-gereja terutama yang berada di perkampungan relatif merupakan gereja kecil dengan jemaat yang masih sedikit. Sehingga mereka yang nangkih tidak diterima gereja dan tidak diberkati maka lama kelamaan anggota gerejanya semakin sedikit bahkan bisa habis karena tidak menutup kemungkinan, mereka yang anaknya nangkih tetapi ditolak untuk diberkati gereja, pihak orang tua dan keluarganya menjadi marah dan kecewa sehingga tidak mau lagi pergi ke gereja dan ikut kegiatan gereja sehingga gereja bisa kehilangan jemaatnya. Universitas Sumatera Utara 78

BAB V HASIL DAN INTERPRETASI DATA