17
Terdapat beberapa buah pondok atau rumah panggung di dekat muara sungai Rokan dan juga di pedalaman hutan gambut yang dihuni oleh suku Melayu yang telah
lama tinggal disana dengan jumlah dua puluh keluarga. Desa Suak Temenggung berdekatan dengan muara Sungai Rokan, yang beriklim tropis dengan jumlah curah
hujan 2.710 mmtahun dan temperatur udaranya berkisar pada 24 -32
C. Musim kemarau di daerah ini umumnya terjadi pada bulan Februari sampai dengan Agustus.
Sedangkan musim penghujan terjadi pada bulan September sampai dengan januari dengan jumlah hari hujan rata-rata 52 hari.
18
Desa Suak Temenggung sebelum tahun 1981 dihuni oleh suku Melayu yang berjumlah dua puluh keluarga yang mendiami pondok atau rumah panggung. Total
keseluruhan penduduk pada saat itu ialah berjumlah 80 jiwa. Diantaranya terdiri atas 42 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 38 jiwa berjenis kelamin perempuan. Apabila
didata menurut klasifikasi umur terungkap bahwa sebanyak 5 jiwa berumur 0-5 tahun, 15 jiwa berumur 6-12 tahun, 20 jiwa berumur 20-25 tahun, 30 jiwa berumur
35-55 tahun, dan selebihnya berumur 60 tahun lebih. Ketika sungai Rokan pasang aliran air
akan mengaliri Desa Suak Temenggung sehingga menyebabkan banjir. Pada musim kemarau lahan gambut tetap berair, hal ini disebabkan dekatnya Desa Suak
Temenggung dengan muara sungai Rokan yang terus mengairi lahan gambut.
2.2 Keadaan Penduduk
19
18
Badan Pusat Statistik Kabupaten Rokan Hilir tahun 2009.
19
Badan Pusat Statistik Kabupaten Rokan Hilir tahun 1990.
18
Sebelum Program Transmigrasi dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, suku Melayu telah mendiami pondok atau rumah panggung ditepi sungai Rokan dan juga
pedalaman hutan gambut. Bentuk rumah rata-rata panggung dan terlihat kurang memenuhi standar rumah sehat dengan corak kayu dan atap dari daun purun,
pemandangan tersebut banyak dijumpai disepanjang pinggiran sungai dan dipedalaman kawasan hutan gambut
.
Suku Melayu mendirikan sendiri rumah mereka dengan bermodalkan bahan- bahan kayu yang mereka peroleh dari hutan gambut. Suku Melayu menebangi
sebagian semak belukar di hutan gambut dengan peralatan seadanya seperti parang. Kemudian kayu yang mereka peroleh dari hutan gambut mereka gunakan untuk
membangun rumah panggung di sekitar tepi sungai Rokan dan pedalaman hutan gambut. Rumah panggung yang mereka buat terdiri dari ruang tamu, kamar dan dapur
untuk memasak. Suku Melayu yang tinggal di tepi sungai Rokan dan pedalaman hutan gambut tidur beralaskan tikar yang terbuat dari jerami. Kehidupan suku Melayu
yang tinggal di tepi sungai Rokan dan pedalaman hutan gambut jauh dari keramaian kota serta sarana hiburan.
20
Kehidupan suku Melayu yang ada di Desa Suak Temenggung sebelum adanya Program Transmigrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat pada tahun 1981
terlihat dari segi pendidikan. Pada umumnya mereka msih buta huruf, anak-anak dari suku Melayu sendiri tidak pernah mengenyam bangku pendidikan. Hal ini
20
Wawancara Tengku Azmi Hamzah. Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir, 3Mei 2015.
19
dikarenakan kehidupan mereka yang jauh dari pusat kota dan ekonomi yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari saja. Sedangkan sekolah-
sekolah pada saat itu hanya ada di pusat kota yaitu Bagansiapiapi. Untuk menuju pusat kota Bagansiapiapi mereka harus melewati hutan gambut dan semak belukar,
kemudian menyeberangi muara Sungai Rokan dengan getek yang terbuat dari kayu. Kondisi ini membuat masyarakat suku Melayu di daerah tepi sungai Rokan dan
pedalaman hutan gambut tidak dapat meningkatkan kompetensi pendidikannya karena letak sekolah yang jauh dipusat kota dan juga keterbatasa ekonomi. Anak-
anak suku Melayu yang tinggal dipedalam sungai Rokan dan kawasan pedalaman hutan gambut hanya bisa membantu orang tua mereka memancing ikan dan menjala
ikan. Alhasil perekonomian masyarkat suku Melayu yang tinggal ditepi sungai Rokan dan pedalaman hutan gambut tidak meningkat dan untuk memperoleh kehidupan
yang layak. Walaupun demikian suku Melayu yang tinggal ditepi sungai Rokan dan
pedalaman hutan gambut telah mempunyai tatanan masyarakat berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yaitu anak-anak suku Melayu baik yang tinggal ditepi sungai
Rokan dan pedalaman kawasan hutan gambut hanya belajar dari bersosialisasi dengan tetangga dan saling menghormati. Selain itu mengaji di rumah adalah salah satu cara
yang dapat anak-anak suku melayu lakukan untuk menimba ilmu agama. Masyarakat suku Melayu yang tinggal di tepi sungai Rokan dan pedalaman
kawasan hutan gambut, kerap kesulitan mendapatkan air bersih. Hal ini terlihat dari kondisi tanahnya yang merupakan kawasan tanah gambut atau lahan basah yang
20
merupakan tanah yang tersusun dari bahan organik, baik dengan ketebalan 45 cm maupun terdapat secara berlapis bersama tanah mineral pada ketebalan penampang
80 cm serta mempunyai tebal lapisan bahan organik 50 cm. Kondisi airnya bewarna hitam dan sedikit berbau asam ditambah lagi dialiri aliran sungai rokan yang terus
menerus. Hal inilah yang kerap membuat masyarakat suku Melayu hanya bergantung pada air hujan untuk air minum dan kebutuhan harian. Ketika musim kemarau datang,
masyarakat suku Melayu terpaksa mengkonsumsi air yang berasal dari kawasan hutan gambut yang berbau asam dan bewarna hitam untuk kelangsungan hidup. Masyarakat
suku Melayu yang tinggal ditepi sungai Rokan dan kawasan hutan gambut semuanya beragama Islam, adat istiadat dominan yang dianut oleh masyarakat
tersebut adalah adat istiadat suku Melayu adat resam. Tidak ada sarana dan prasarana kesehatan di Desa Suak Temenggung seperti
puskesmas, apotek dan lainnya, ketika masyarakat suku Melayu sakit, mereka pada saat itu hanya menggunakan obat-obatan tradisional yang terbuat dari berbagai daun
yang tumbuh di hutan gambut yang mereka racik sendiri. Puskesmas dan rumah sakit pada saat itu hanya ada di pusat kota Bagansiapiapi yang letaknya sangat jauh dari
kediaman suku Melaya yang berada di pedalaman hutan gambut. Untuk menuju pusat kota Bagansiapiapi mereka harus melewati hutan gambut dan semak belukar,
kemudian menyeberangi muara Sungai Rokan dengan getek yang terbuat dari kayu.
21
2.3 Mata Pencaharian