Mata Pencaharian Kehidupan Masyarakat Transmigran Di Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir 1981-2000

21

2.3 Mata Pencaharian

Suku Melayu memenuhi kebutuhan hidupnya dengan berbagai macam jalan. Mereka mau melakukan apa saja yang penting mendapatkan penghasilan dengan jalan yang baik dan halal. Mayoritas suku Melayu adalah bekerja sebagai pencari kayu di hutan gambut, memancing ikan, menjala ikan dan menanam sayuran seadanya di lahan gambut. Letak Geografis Desa Suak Temenggung yang berada disekitar tepi sungai Rokan dan pedalaman hutan gambut tentu mempengaruhi sistem mata pencaharian masyarakat suku Melayu. Seperti layaknya daerah lain, pola pemukiman masyarakat suku Melayu yang tinggal disekitar tepi sungai Rokan ialah memanjang agar dapat mempermudah suku melayu untuk beraktivitas dan memenuhi kebutuhan hidup. Sungai Rokan adalah urat nadi perekonomian suku Melayu yang tinggal disekitar tepi sungai Rokan. Keadaan ini yang membuat suku Melayu lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara memancing ikan dan menjala ikan di sekitar sungai Rokan. Hasil tangkapan ikan inilah yang kemudian dijual oleh suku Melayu ke pusat kota Bagansiapiapi. 21 21 Andreas.T.Sipahutar, “Komunitas Tionghoa di Bagansiapiapi Tahun 1945-2001”, Skripsi, S-1 belum diterbitkan, Medan:Departemen Sejarah FIB USU, 2014. Ketika hasil tangkapan ikan banyak suku Melayu terkadang menjualnya kepada toke-toke Cina di kota Bagansiapiapi. Ketika tangkapan ikan itu sedikit suku Melayu yang tinggal disekitar sungai Rokan hanya menjual hasil tangkapan ikan kepada warga yang tinggal di sekitar kota Bagansiapiapi ataupun juga dikonsumsi sendiri. 22 Sebelum dilaksanakan Program Transmigrasi oleh Pemerintah Pusat, sungai Rokan pada saat itu masih memiliki berbagai jenis ikan yang dapat ditangkap, seperti ikan sepat, bulan-bulan dan lainnya. Dari hasil tangkapan ikan inilah suku Melayu yang tinggal di tepi sungai Rokan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dari realitas ekonomi, nyata sekali bahwa kehidupan suku Melayu di sekitar tepi sungai Rokan memang sangat rentan sebelum adanya Program Transmigrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat. Terlebih lagi ketika suku Melayu yang tinggal di sekitar tepi sungai Rokan semata-mata bergantung pada hasil penangkapan ikan dari sungai Rokan. Ketika sungai Rokan pasang suku Melayu semakin sulit mendapatkan hasil ikan yang maksimal, hal ini merupakan suatu ancaman bagi berlangsungnya kehidupan ekonomi mereka. Tetapi ketika sungai Rokan surut, hasil tangkapan ikan melimpah. Meskipun dari kegiatan memancing dan menjala ikan adakalanya memberikan hasil yang melimpah, namun tak jarang pula bahkan seringkali hasilnya hanya bisa menutupi kebutuhan satu hari saja. Sementara untuk esok harinya diserahkan pada hasil tangkapan yang akan dilakukan dan seterusnya. Suku Melayu yang tinggal di pedalaman hutan gambut pola pemukiman lebih tidak teratur, Jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain ± 20 m. Suku Melayu tinggal di pedalaman hutan gambut dengan komposisi tanah yang tersusun dari bahan organik, baik dengan ketebalan 45 cm maupun terdapat secara berlapis bersama tanah mineral pada ketebalan penampang 80 cm serta mempunyai tebal lapisan bahan organik 50 cm. Dengan keadaan tanah inilah yang mempengaruhi sistem mata pencaharian suku Melayu di pedalaman hutan gambut. Hutan gambut yang menjadi 23 urat nadi bagi suku Melayu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Suku Melayu mencari kayu bakar di hutan gambut. Kayu bakar tersebut diperoleh dengan cara menebang pohon baik yang berdiameter sedang atau kecil dengan peralatan seperti kuku kambing. Selain itu masyarakat suku Melayu juga mengambil ranting- ranting yang sudah jatuh ke tanah, hasil batang kayu yang masih basah yang dikumpulkan dari kawasan hutan gambut biasanya langsung di jemur di depan rumah. Setelah kering kayu bakar tersebut di potong-potong hingga berdiameter kurang lebih 3 – 4 cm dan dipotong sepanjang kurang lebih 40 – 50 cm. Kemudian kayu bakar diikat menjadi beberapa bagian, kayu yang sudah diikat inilah kemudian dijual oleh suku Melayu yang tinggal di pedalam hutan gambut kepada warga dipusat kota Bagansiapiapi dengan harga Rp 2.000,- hingga Rp 3.000,-. Per ikat kayu. Menjualnya tidaklah mudah melainkan mereka harus mengangkat kayu-kayu tersebut ketepi sungai Rokan, kemudian kayu-kayu yang sudah diikat diangkat menggunakan sampan melalui sungai Rokan hingga sampai kepusat kota Bagansiapiapi. Selain memenuhi kebutuhan hidup dengan cara mencari kayu bakar dikawasan hutan gambut, suku Melayu yang tinggal dipedalaman hutan gambut juga menjala ikan di muara sungai Rokan. Memancing dilahan gambut juga menjadi salah satu mata pencaharian suku Melayu untuk memenuhi kebutuhan hidup, sebab dilahan gambut kaya sekali akan ikan gabus dan ikan sepat siamnya. Hasil tangkapan ikan di sungai dan memancing inilah yang kemudian mereka jual ke kota Bagansiapiapi dan juga sebagian dikonsumsi oleh suku Melayu di pedalaman hutan gambut untuk kelangsungan hidup. Selain itu, suku melayu juga melakukan kegiatan diantaranya 24 mencari burung, mengelola lahan gambut untuk ditanami berbagai macam sayur untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti daun singkong, rimbang dan kangkung liar yang tumbuh di perairan lahan gambut. Sayuran ini juga dimanfaatkan oleh suku Melayu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pada saat hasil sayuran banyak, suku Melayu menjual sayuran-sayuran tersebut kepada warga dipusat kota Bagansiapiapi. 22 pada dasarnya masyarakat suku Melayu yang tinggal di kawasan pedalaman hutan gambut terbatas dalam beraktivitas, hal ini terlihat semata-mata hanya untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 22 Wawancara Tengku Azmi Hamzah. Desa Suak Temenggung Kecamatan Pakaitan Kabupaten Rokan Hilir, 3 Mei 2015. 25 BAB III KEHIDUPAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN DI DESA SUAK TEMENGGUNG TAHUN 1981-2000

3.1 Awal Kedatangan Transmigrasi