34
Kelompok tani di Desa Suak Temenggung di bagi berdasarkan dusun dan atas dasar kesepakatan bersama. Sementara itu ketua kelompok dipilih langsung dengan
musyawarah bersama. Kelompok tani ini dibentuk pada tahun 1982 dengan tujuan membuka dan mengolah hutan gambut yang masih tersisa dari program transmigrasi
dengan luas 420 ha. Selain itu para kelompok tani juga rutin mengadakan gotong royong untuk membuka jalan-jalan yang masih sempit dan sangat sulit untuk dilalui,
hal ini mereka lakukan sekali dalam seminggu. Untuk mengelolah hutan gambut, para transmigran dan juga kelompok tani melakukan dengan beberapa tahap
pengolahan tanah gambut sebelum dapat ditanami menjadi lahan pertanian padi. Para transmigran dan juga kelompok tani yang sudah di bentuk mengolah hutan gambut
dengan peralatan seadaanya pada saat itu, sebab pada saat itu masih minimnya peralatan dan juga kehidupan mereka di wilayah tempat tinggal yang baru.
3.2 Pembukaan Lahan Gambut
Pembukaan lahan gambut berkaitan erat dengan program transmigrasi yang pada awalnya diarahkan untuk pengembangan tanaman pangan.
Keterbatasan lahan produktif menyebabkan ekstensifikasi pertanian mengarah pada lahan-lahan marjinal
seperi Lahan gambut
28
28
Lahan Gambut adalah lahan yang terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum. Lihat Muhammad Noor , Pertanian Lahan Gambut,
Yogyakarta: Kanisius, 2001, hlm. 1.
. Pembukaan lahan gambut untuk pertanian sudah di mulai sejak ratusan tahun yang lalu diawali di Kalimantan dan Sumatera. Mereka secara
berkelompok membuka hutan gambut baik di pedalam maupun di sepanjang sungai-
35
sungai besar. Hal ini dilakukan dengan cara-cara yang sangat sederhana sesuai pengetahuan yang dikuasai mereka pada saat itu. Begitu juga yang terjadi di Desa
Suak Temenggung, masyarakat transmigran dan juga kelompok tani yang telah dibentuk membuka kawasan hutan gambut sisa dari program transmigrasi yang ada di
Desa Suak Temenggung. Para transmigran membuka hutan gambut di Desa Sauk Temenggung dengan peralatan seperti kuku kambing, parang, kayu besar, dan juga
klewang. Hutan gambut yang sudah ditebang dan diolah nantinya akan dijadikan lahan pertanian pangan yaitu lahan pertanian padi. Pembukaan hutan gambut ini
sudah mendapat persetujuan dari pemerintah. Hutan gambut lebih baik dimanfaatkan dari pada tidak sama sekali dan tanpa ada yang mengolah. Proses yang mereka
lakukan dengan beberapa tahapan untuk mendapatkan hasil tanah gambut yang maksimal. Pembukaan lahan gambut diawali dengan menebang bagian hutan gambut
pedalaman secara bertahap dan kemudian dilakukan secara menyeluruh hingga ketepi sungai rokan.
3.2.1 Penebangan
Pembukaan dan pengolahan hutan gambut untuk dimanfaatkan dalam pengembangan pertanian tidaklah mudah, hal ini diperukan ektra kerja keras untuk
pengolahannya. Ditambah lagi bahwa sifat dari tanah gambut sendiri berair dan juga mudah terbakar. Kawasan hutan gambut yang ada di Desa Suak Temenggung juga
memiliki ciri tanah berair, sehingga dalam pengolahannya para transmigran dan kelompok tani memiliki pola umum dalam pembukaan hutan gambut tersebut.
Para
36
transmigran dan kelompok tani mengawali pembukaan hutan gambut sekitar tahun 1982 dengan penebangan dan penebasan seluruh vegetasi yang ada di hutan gambut.
Batang-batang pohon berukuran sedang dan juga semak belukar mereka tebang secara menyeluruh. Penebangan dan penebasan seluruh vegetasi yang ada di hutan
gambut dilakukan secara manual dengan peralatan seadanya yaitu berupa, kuku kambing, kayu besar, parang, dan juga klewang sehingga prestasi kerjanya jauh lebih
rendah dibanding dengan secara mekanis. Penebangan hutan gambut di Desa Suak Temenggung masih digunakan cara yang sangat sederhana, tidak menggunakan
mesin tetapi masih menggunakan peralatan tradisional. Semak belukar dan rumput- rumputan ditebang untuk memudahkan pengolahan tanah gambut.
Hasil kayu penebangan dan penebasan sebagian dimanfaatkan oleh para transmigran. Mereka memilah kayu yang dapat digunakan dengan kayu yang tidak
dapat digunakan. Kayu-kayu hasil penebangan hutan gambut yang hasilnya bagus dicincang dan diikat dengan tali jerami dan kemudian dimanfaatkan oleh para
transmigran untuk dijual ke pusat kota Bagansiapiapi. Sedangkan yang berupa ranting mereka cincang dan mereka sisihkan untuk nantinya akan dikeringkan dan dibakar.
Penebangan dimulai dengan menebang pohon-pohon yang berukuran sedang yang ada dikawasan hutan gambut terlebih dahulu, Hal ini dilakukan dalam jangka
waktu kurang lebih empat bulan. Para transmigran memulai penebangan pohon- pohon dikawasan hutan gambut dari pagi hingga sore hari. Kemudian setelah semua
pohon-pohon berukuran sedang telah selesai ditebang, dicincang dan disishkan, para
37
transmigran melanjutkan dengan menebas semak-semak belukar dan rumput-rumput yang tumbuh memenuhi hutan gambut. Peralatan yang digunakan juga masih sangat
tradisional yaitu dengan menggunakan klewang. Peralatan-peralatan ini mereka bawa dari pulau Jawa ketika mereka mengikuti program transmigrasi yang dilaksanakan
oleh Pemerintah Pusat. Setelah proses penebangan dikawasan hutan gambut selesai, para transmigran dan kelompok tani melanjutkan ketahap pengolahan hutan gambut
berikutnya, seperti pengeringan dan juga pembakaran.
3.2.2 Pengeringan
Proses pengeringan dilakukan memakan waktu selama kurang lebih dua bulan. Batang pohon, rumput dan juga semak belukar tersebut diserakan dan sedikit
dipisahkan dibawah terik matahari dengan tujuan cepat kering. Dalam proses pengeringan para transmigran dan kelompok tani juga harus memperhatikan kondisi
cuaca karena kondisi cuaca adalah salah satu faktor yang sangat menentukan. Beruntung pada saat itu tidak terjadi musim penghujan proses pengeringanpun sesuai
dengan hasil yang diharapkan. Dalam proses pengeringan, para transmigran dan juga kelompok tani mengumpulkan vegetasi yang sudah kering tersebut menjadi beberapa
bagian untuk selanjutnya akan dilakukan proses pembakaran dengan cara menggunakan api kecil.
38
3.2.3 Pembakaran
Para transmigran dan kelompok tani di Desa Suak Temenggung mengolah hasil hutan gambut yang sudah dikeringkan seperti pohon-pohon berukuran sedang
dan senak belukar . Pohon-pohon berukuran sedang dan semak belukar yang sudah ditebangi kemudian dibakar dengan menggunakan api kecil. Penggunaan api kecil ini
dengan cara membakar bekas potongan pohon-pohon dan semak belukar dengan tidak menggunakan minyak tanah atau apa pun. Pembakaran dilakukan dengan
menggunakan korek api. Pembakaran diawali dengan membakar bagian daun-daun rerumputan dan semak belukar yang sudah dikeringkan, kemudian disusul dengan
pembakaran potongan potongan pohon sedang yang sudah dikeringkan. Untuk mencegah api menjalar para transmigran terlebih dahulu sudah membuat jalur kosong
selebar 10 m. Pembuatan jalur ini menjamin bahwa api tidak akan merembet kelahan- lahan lainnya.
Dalam proses pembakaran, batang-batang pohon kayu tidak akan terbakar habis. Batang-batang kayu ini perlu dicincang ulang kemudian dikumpulkan dan
ditumpuk lalu dibakar lagi sampai tuntas oleh para transmigran. Pembakaran kedua ini dilakukan disekeliling tunggul-tunggul pohon yang masih berdiri, sehingga
sekaligus berfungsi membakar habis tunggul pohon tersebut. Sisa-sisa dari pembakaran pohon-pohon yang berukuran sedang dan semak belukar kemudian
diserak oleh para transmigran dan kelompok tani dilahan gambut yang sudah bersih dan selanjutnya ditanami pertanian padi.
39
3.3 Pertanian Padi