Metode Penerjemahan Diagram – V

xiv

C. Metode Penerjemahan Diagram – V

Dalam diagram V, Newmark membagi metode penerjemahanya menjadi dua bagian yang saling berkaitan, yaitu; metode penerjemahan yang berbeda pada tingkat linguistik penulis dan metode penerjemahan yang berada pada tingkat linguistik pembaca. Pada diagram V, metode penerjemahan yang cenderung ke Bsu berada di sebelah kiri. Sedangkan yang di sebelah kanan adalah metode penerjemahan yang lebih menitik-beratkan pada Bsa. Metode penerjemahan Newmark dinamakan diagram V karena, semakin mengerucut jarak yang dihubungkan oleh garis putus-putus baik dari kiri ke kanan atau sebaliknya, maka akan semakin baik terjemahan yang dihasilkan. Berikut pengertian dari delapan metode penerjemahan yang dikemukakan oleh Newmark: 21 21 M. Syarif H, Teori dan Permasalahan Penerjemahan, Jakarta: 2007, h. 18-19. Bsa Bsu Adaptasi 5 1 Kata Perkata Bebas 6 2 Harfiah Idiomatik 7 3 Setia Komunikatif 8 4 Semantik xv 1. Penerjemahan kata demi kata word-for-word translation Penerjemahan kata perkata disebut juga interlinear translation, yaitu susunan kata Bsu dipertahankan dan kata-kata diterjemahkan satu persatu dengan makna yang paling umum, di luar konteks. Tujuan utama metode ini adalah untuk memahami mekanisme Bsu dengan baik maupun untuk menganalisis teks yang sulit sebagai proses penerjemahan. 2. Penerjemahan harfiah literal translation Dengan menggunakan metode harfiah, konstruksi gramatikal Bsu dikonversikan ke padanan Bsa yang paling dekat tetapi kata-kata leksikal masih diterjemahkan kata perkata, di luar konteks. Sebagai proses pra penerjemahan, metode ini dapat membantu penerjemah melihat masalah yang harus diatasi. Untuk menghindari kesalah-pahaman dan membingungkan pembaca Bsa, hendaknya penerjemah memberikan catatan kaki. 3. Penerjemahan setia faithful translation Penerjemah setia berupaya menghasilkan kembali makna kontekstual Bsu yang tepat. Dalam melaksanakan hal itu, penerjemah akan berhadapan dengan kendala struktur gramatikal Bsa. Dengan menggunakan metode ini, penerjemah mentransfer kata-kata kultural dan mempertahankan tingkat ketidak-wajaran gramatikal dan leksikal penyimpangan dari norma-norma Bsu dalam penerjemahan. Penerjemah berusaha setia sepenuhnya terhadap tujuan dan realisasi teks penulis Bsu. xvi 4. Penerjemahan semantik semantic translation Perbedaan antara penerjemahan setia dengan penerjemahan semantik adalah bahwa metode penerjemahan setia lebih kaku dan tidak berkompromi dengan kaidah, sedangkan metode penerjemahan semantik lebih luwes. Begitu pula metode ini sangat mempertimbangkan unsur estetika Bsu dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas wajar. 5. Penerjemahan adaptasi adaptation translation Metode ini disebut pula metode penerjemahan saduran. Metode ini merupakan bentuk penerjemahan “paling bebas”. Pada umumnya jenis ini dipakai pada penerjemahan drama atau puisi yang di mana tema, karakter, dan plot dipertahankan. Tetapi dalam penerjemahannya terjadi peralihan budaya Bsu ke budaya Bsa, dan teks aslinya ditulis kembali serta diadaptasi ke dalam Bsa. 6. Penerjemahan bebas free translation Metode ini merupakan penerjemahan yang mengutamakan isi dan mengabaikan bentuk teks Bsu. Biasanya metode ini berbentuk parafrase yang dapat lebih pendek atau lebih panjang dari teks aslinya dan biasa dipakai di kalangan media massa. xvii 7. Penerjemahan idiomatik idiomatic translation Metode ini bertujuan mereproduksi pesan dalam teks Bsu, tetapi sering dengan menggunakan pesan keakraban dengan ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya. Dengan demikian, banyak terjadi distorsi nuansa makna. Beberapa pakar penerjemah sekaliber dunia seperti Seleskovitch, misalnya, menyukai metode penerjemahan ini, yang diangggapnya “hidup” dan “alami dalam arti akrab”. 8. Penerjemahan komunikatif communicative translation Berupa penerjemahan yang memberikan makna kontekstual Bsu yang tepat sedemikian rupa, sehingga isi dan bahasanya dapat diterima dan dimengerti oleh pembaca Bsa. Menurut Machali, metode ini sesuai dengan namanya, memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yaitu khalayak pembaca dan tujuan penerjemahan. Maka melalui metode ini suatu versi Tsu dapat diterjemahkan dalam beberapa versi Tsa, sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut di atas. Di samping empat macam metode penerjemahan yang penekanannya pada Bsu, dan juga empat macam metode yang penekanannya pada Bsa. Terdapat hal lain sebagai pertimbangan dalam menentukan metode apa yang akan digunakan dalam proses penerjemahan. Seperti hal-hal lain yang berkaitan dengan Bsa, yaitu; a siapakah khalayak pembaca versi Bsa, misalnya apakah mereka tenaga ahli dalam bidang tertentu atau masyarakat umum. b tujuan penerjemahan, misalnya untuk tujuan ilmiah atau popular. c kewajaran penyampaian, misalnya apakah xviii bahasanya terasa kaku, alami ataukah tidak. Dengan demikian, penerjemah dapat memilih metode yang sesuai dengan keinginan terjemahannya. Menurut Newmark, hanya metode semantik dan komunikatiflah yang dapat memenuhi tujuan utama penerjemahan, yaitu keakuratan dan keekonomisan. Pada umumnya, menurut Newmark, penerjemahan semantik digunakan untuk menerjemahkan teks-teks ekspresif, sedangkan penerjemahan komunikatif untuk teks-teks vokatif dan informatif. Untuk memudahkan pendefinisian metode penerjemahan yang digunakan Ali Audah, penulis menyuguhkan karakteristik-karakteristik metode penerjemahan Newmark yang dikutip dari buku diktat, Teori dan Permasalahan Penerjemahan, yang disusun oleh Moch. Syarif Hidayatullah. 22 Terjemahan kata demi kata 1. Kata-kata Tsa langsung diletakan di bawah versi Tsu. 2. Kata-kata dalam Tsu diterjemahkan di luar konteks. 3. Kata-kata yang bersifat cultural diterjemahkan apa adanya. 4. Digunakan untuk penerjemahan analisis dan tahap pengalihan untuk Tsu yang sukar dipahami. Terjemahan harfiah 1. Konstruksi gramatikal Tsu dicarikan padanannya yang terdekat dalam Tsa. 2. Penerjemahan kata-kata Tsu masih dilakukan terpisah dari konteks. 3. Biasanya digunakan pada tahap awal pengalihan 22 M. Syarif H, Teori dan Permasalahan Penerjemahan, h, 23-25. xix Terjemahan setia 1. Mereproduksi makna kontekstual, tetapi masih dibatasi oleh struktur gramatikalnya. 2. Kata-kata yang bermuatan budaya dialih bahasakan, tetapi penyimpangan dari segi tata bahasa dan diksi masih tetap dibiarkan. 3. Berpegang teguh pada maksud dan tujuan Tsu, sehingga agak kaku dan terasa asing. 4. Tidak berkompromi dengan kaidah Tsa. 5. Pada tahap awal pengalihan. Terjemahan semantis 1. Lebih luwes dan lebih fleksibel dari penerjemahan setia. 2. Mempertimbangkan unsur estetika Tsu dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas wajar. 3. Kata yang hanya sedikit bermuatan budaya diterjemahkan dengan kata yang netral atau istilah fungsional. Terjemahan adaptasi 1. Paling bebas dan paling dekat dengan Bsa 2. Tidak mengorbankan hal-hal penting dalam Tsu, seperti tema, karakter, atau alur. 3. Digunakan untuk penerjemahan drama, puisi, atau film. 4. Terjadi peralihan budaya Tsu ke budaya Tsa. 5. Terjadi penyesuaian ke dalam Tsu. xx Terjemahan bebas 1. Mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk Bsu. 2. Biasanya berbentuk paraphrase yang dapat lebih panjang atau pendek dari aslinya. 3. Untuk keperluan media massa. 4. Bentuk retorik seperti alur atau bentuk kalimatnya sudah berubah sama sekali. 5. Terjadi perubahan drastis. 6. Diragukan sebagai kerja penerjemahan karena menggunakan bahasa yang bersangkutan. Terjemahan idiomatis a. Mereproduksi pesan dalam teks Bsu. b. Sering menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya. c. Banyak terjadi distorsi nuansa makna. d. Lebih hidup dan lebih terasa nyaman dibaca. Terjemahan komunikatif 1. Mereproduksi makna kontekstual yang demikian rupa. 2. Aspek kebahasan dan aspek isi lansung dapat langsung dapat dimengerti oleh pembaca. 3. Memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi pembaca dan tujuan penerjemahan. 4. Dapat memberikan variasi penerjemahan yang disesuaikan dengan prinsip- prinsip komunikasi. xxi

D. Perangkat Penerjemahan