xxxviii
BAB III ALI AUDAH DAN KARYA-KARYA TERJEMAHANNYA
A. Profil Ali Audah
Ia adalah Ali Audah, yang 14 Juli lalu genap berusia 87 tahun. Lahir di Bondowoso Jawa Timur. Seorang Ali Audah yang namanya terkenal sebagai
sastrawan, intelektual dan penerjemah andal ini ternyata tidak tamat madrasah ibtidaiyah. Karena menurutnya pada saat ia menjalani pendidikan formal, ada hal
yang tidak ia sukai di sekolah, yaitu perlakuan diskriminasi terhadapnya. Akhirnya saat duduk di kelas II madrasah, ia memutuskan untuk tidak
melanjutkan studinya di lembaga pendidikan manapun. Ia memilih untuk belajar secara mandiri-otodidak. Sejak kecil ia sangat gemar membaca, kemampuan
belajarnya keras, ia belajar sendiri, membaca buku apa saja. Mulai dari kertas koran pembungkus kue, sampai majalah bekas dan buku-buku pelajaran atau
bacaan sekolah teman sepermaiannya. Apalagi dekat tempat tinggalnya terdapat perpustakaan nasional. Di sana ia menghabiskan sepanjang waktu untuk
membaca. Ia sendiri lupa mengapa tertarik pada sastra, tapi buku sastra pertama kali yang ia baca adalah karya Marajoe Soekma dari Banjarmasin.
Tahun 1943, majalah sastrawan terbitan Malang memilih naskah drama karya Ali Audah sebagai yang terbaik, dan untuk pertama kali karyanya dimuat di
majalah. Majalah sastrawan merupakan majalah papan atas untuk komunitas sastra zaman itu. Sebagai hadiahnya ia dapat berlangganan majalah selama
setahun. Sejak saat itu rasa keingin-tahuannya semakin menyala. Buku jenis
xxxix apapun ia baca, mulai dari pengetahuan agama, sejarah dunia, hingga satra.
Praktis dalam setiap hari, selain membaca, mencatat peristiwa sejarah atau kosakata dan lain-lain.
47
Pada tahun 1949, di zaman revolusi ia mulai merintis karirnya dengan menerjemahkan cerita-cerita pendek dari bahasa Inggris ke dalam bahasa
Indonesia. Kemudian aktifitas ini beralih, ia pun menerjemahkan dari bahasa Arab-Indonesia. Peralihan ini berawal dari seorang sahabat Asrul Sani Alm yang
menganjurkan untuk menerjemahkan naskah-naskah berbahasa Arab. Karena pada saat itu penerjemahan Arab-Indonesia terbilang langka. Meski Ali Audah lahir
dari keluarga berdarah Arab, tidak serta merta ia tahu bahasa Arab dengan sendirinya. Oleh karena itu ia dengan keras mendidik dirinya agar mampu
menguasai bahasa Arab dengan baik. Bukan hanya dalam komunikasi, membaca dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia, tetapi juga menguasai seluk
beluk tata bahasanya. Setelah ia merasa yakin baru Ia mulai serius menerjemahkan karya-karya berbahasa Arab. Dalam menerjemahkan Arab-
Indonesia ia mulai dengan cerita-cerita pendek karya sastrawan Mesir modern seperti Najib Mahfudz, Taha Husain, Mahmud Tymor. Dan pada tahun 1955,
karya terjemahan Ali Audah mulai diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Nusantara di Bukit Tinggi. Untuk selanjutnya hasil karyanya banyak diterbitkan
oleh Pustaka Jaya, Pustaka Firdaus dan Lintera Internusa.
48
Keberhasilan Ali Audah bukanlah tanpa kerja keras. Ia mempunyai kemampuan membaca yang luar biasa diiringi dengan banyak latihan dan banyak
47
Wawancara Pribadi dengan Ali Audah, Bogor, 20 agustus 2007.
48
Ahmad Kholil, Firdaus, Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi, 2005, h. 14.
xl bertanya, sehingga dalam usia relatif muda ia sudah menumpahkan perhatian,
pemikiran dan teneganya ke dalam dunia penerjemahan terutama karya-karya satra. Kedekatannya dengan temen-temen sesama penggiat sastra pada dekade
1950-1960, memiliki pengaruh besar pula pada kariernya. Banyak hal yang berkesan selama awal-awal proses kreatif tersebut. Mereka sering berkumpul di
Balai Budaya, Jakarta. Sering memberi motivasi meskipun masing-masing dengan karakter dan sifat yang berbeda.
Tahun 1972, Ia berhasil menerjemahkan buku setebal 800 halaman “Sejarah Hidup Muhammad” karya Husain Haekal. Dilanjutkan dengan “Sejarah
Abu Bakar”, “Umar bin Khatab”, “Ustman bin Affan” hingga “Ali bin Abi Thalib” yang semuanya ditulis oleh pengarang yang sama. Menurutnya inilah
buku terbaik yang pernah ia terjemahkan. Ketika itu, yang membuatnya tertarik untuk menerjemahkan karya-karya Muhammad Husain Haekal adalah karena
keindahan bahasanya dan latar belakang pengarangnya yang seorang sastrawan terkemuka dunia Arab. DR. Haekal juga seorang biografer yang memiliki
wawasan luas dan cermat dalam meneliti sampai hal-hal terkecil. Begitu pula, saat Ali Audah menerjemahkan tafsir karya Abdullah Yusuf Ali, ia dengan konsisten
menelusuri ayat demi ayat dari tafsir tersebut. Dan ketika ia kuarang dari separuhnya, Prof. Ismail al-Faruqi ulama Amerika kelahiran Pakistan mengadakan
perkumpulan bagi seluruh ulama yang pernah membaca tafsir al-Quran dalam bahasa Inggris. Untuk memilih tafsir terbaik versi Inggris, dan yang terpilih
adalah tafsir karya Abdullah Yusuf Ali, yang berjudul “The Holy Quran: Text, Translation and Commentary.” Kenyataan inilah yang membesarkan hatinya,
xli bahwa pilihannya tidahlah salah. Sebagai seorang penerjemah yang sangat tertarik
akan bidang sastra, Ia hanya menerjemahkan karya-karya sastra, biografi, dan sejarah. Baginya:”The History and Biography is a Part of Literature”, Sejarah
dan biografi adalah bagian dari sastra. Ia tidak pernah menerima pesanan terjemahan dari departemen atau penerbit manapun, sehingga ia sering dianggap
sebagai penerjemah idealis. Menurutnya sebelum menerjemahkan, ia harus mengetahui terlebih dahulu apa manfaat dan tujuan dari buku yang akan
diterjemahkan. Kemudian mencari buku yang berkaitan dengan bidang tersebut. Meskipun ia tidak mengetahui apakah hasil terjemahannya akan diterbitkan, tetapi
ia merasa berkewajiban menerjemahkannya. Syukur alhamdulillah, tidak ada satupun karya terjemahannya yang tidak diterbitkan. dan hingga saat ini karya-
karya terjemahannya banyak dibaca orang.
49
Pada tahun 1974, dibentuk organisasi bagi para penerjemah untuk pertama kalinya di Indonesia. Organisasi ini dinamakan Himpunan Penerjemah Indonesia
HPI, Ali Audah langsung ditunjuk sebagai ketuanya. Tahun 1976, ia mendapat tugas untuk mewakili Indonesia dalam konfrensi pengarang Asia-Afrika di
Bagdad dan konferensi UNESCO di Paris pada tahun yang sama. Bukan hanya menulis dan menerjemahkan, Ali Audah juga aktif dalam berbagai kegiatan yang
berkaitan dengan dunia intelektual, kebudayaan dan penerbitan. Diantaranya; ia pernah menjadi Direktur penerbit Tintamas, Jakarta 1961-1979, Anggota
Penasehat majalah Horison 1968-1992, Dekan Fakultas Syariah, Universitas Ibnu Khaldun 1966-1977, Pembantu Rektor II 1971-1982, kemudian
49
Wawancara Pribadi dengan Ali Audah.
xlii Pembantu Rektor I 1982-1985 Universitas Ibnu Khaldun, Bogor, ia juga pernah
menjadi anggota dewan kesenian Jakarta 1971-1980, Dosen di Institut Kesenian Jakarta 1971-1980, wakil ketua Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam
Swasta 1978-1984, anggota Badan Pertimbangan Buku Nasional Departemen Pendidikan 1978-1985, Dosen di Institut Pertanian Bogor, serta wakil ketua
yayasan Amal Mulia. Meskipun saat ini, ia tidak lagi disibukkan oleh segala profesi dan kegiatan organisasi, ia tetap aktif menulis cerita-cerita pendek,
terjemahan, artikel, kolom, kritik dan saran yang dimuat di berbagai harian ibukota seperti Pedoman, Abadi, Indonesia Raya, Kompas, Sinar Harapan, dan
beberapa majalah sastra dan budaya terkemuka seperti; Mimbar Indonesia, Siasat, Zenith, Indonesia, Budaya Jaya, Horison.
50
Kontribusi yang telah ia berikan bagi penerjemahan di Indonesia tidaklah sedikit. Tetapi ia beranggapan, apa yang telah dilakukannya tidak seberapa.
Karena dari awal ia tidak berniat untuk meraih penghargaan atau jabatan. Semua ia lakukan dengan niat tulus, semata-mata demi ilmu. Ia pun tidak paham, jika
pada akhirnya apa yang ia lakukan membuatnya mendapatkan tugas dan amanah di banyak tempat. Namun begitu ia selalu berpikir positif, bagaimanapun
tambahan aktifitas tersebut, jangan sampai menghalangi proses kreatif yang ia jalani. Justru sebaliknya, bisa memacu semangatnya untuk berkarya lebih banyak
lagi. Karena ia berprinsip, berambisi dalam menciptakan suatu karya boleh saja asal dilakukan dengan cara yang jujur.
50
www. google. comali audah, 28 januari 2008, pukul: 11.15 wib.
xliii
B. Karya-Karya Ali Audah