Metode Penerjemahan Buku Abu Bakr As-Siddiq pada Bab Abu Bakr pada

lvi

BAB IV ANALISIS PENERJEMAHAN ALI AUDAH DALAM BUKU

ABU BAKR AS-SIDDIQ PADA BAB ABU BAKR PADA MASA NABI

D. Metode Penerjemahan Buku Abu Bakr As-Siddiq pada Bab Abu Bakr pada

Masa Nabi Dalam buku Abu Bakr As-Siddiq pada bab Abu Bakr pada Masa Nabi, penulis menganalisis metode penerjemahan yang digunakan oleh Ali Audah berdasarkan teori metode penerjemahan Newmark yang dikenal dengan diagram V. Ciri-ciri dari metode penerjemahan semantis, dapat diamati dari beberapa analisis teks terjemahan berikut, yang penulis sajikan dalam tabel terlampir. Tabel 4.1. Metode Penerjemahan Semantik No Bahasa sasaran Tsa Bahasa sumber Tsu 1 Abu Bakr pada Masa Nabi . 2 Cerita sekitar masa anak-anak dan remajanya tidak juga memuaskan. . 3 Setelah Abu Bakr menjadi tokoh sebagai muslim yang penting, baru nama ayahnya disebut- sebut. Ada pengaruh Abu Bakr dalam kehidupan ayahnya, namun pengaruh ayahnya dalam kehidupan Abu Bakr tidak ada. . 4 Kabilah dan kepemimpinannya . lvii 5 Banu Taim bin Murrah menyusun masalah diyat tebusan darah dan segala macam ganti rugi. . 6 Meskipun penulis-penulis kemudian ada yang menyimpulkan bahwa dijuluki begitu karena ia orang paling dini dalam Islam disbanding dengan yang lain ﺮ ﻜ ﺑ Pada kalimat pertama, kata diterjemahkan oleh Ali Audah “pada masa”. Terjemahan ini dipilih karena, akan terbaca lebih luwes oleh pembaca Tsa. Dibandingkan apabila diterjemahkan dengan “dalam kehidupan” yang menggunakan terjemahan setia, karena terjemahan seperti ini masih berpegang teguh pada arti dari kata per kata pada kalimat tersebut. Pada kata dalam kalimat di atas diterjemahkan “tidak juga memuaskan” Ali Audah tidak menerjemahkan dengan “tidak ada kekayaan di dalamnya”. Kecenderungan terjemahan tersebut, nampaknya karena ia tidak ingin menghilangkan unsur estetika yang terdapat pada Tsu, dan mengkompromikan makna Tsa, terjemahannya pun masih dalam batas wajar dan lebih nyaman dari pada jika diterjemahkan secara harfiah, karena pastinya akan terbaca sangat kaku. Dalam kalimat berikutnya, Ali Audah berupaya menghasilkan kembali makna kontekstual Tsu yang tepat dan jelas pada Tsa. Kalimat ِﻪ lviii Diterjemahkan “baru nama ayahnya disebut-sebut”, penerjemah tidak dibatasi oleh struktur gramatikal pada Tsu, misalnya diterjemahkan “nama ayahnya disebut setelah Abu Bakr menjadi tokoh muslim yang penting”. Kalimat diterjemahkan “ada pengaruh Abu Bakr dalam kehidupan ayahnya, namun pengaruh ayahnya dalam kehidupan Abu Bakr tidak ada”. Tampak terjemahan Tsa lebih panjang dari Tsu, karena Ali Audah menambahkan beberapa kata yang tidak terdapat dalam Tsu, namun disajikan dalam Tsa sebagai penekanan. Karena jika hanya diterjemahkan “ada pengaruh Abu Bakr dalam kehidupan ayahnya” saja. Kemungkinan pembaca Tsa tidak menangkap penekanan yang dimaksud oleh penulis asli. Kata bermuatan budaya yang sudah cukup dikenal oleh pembaca Tsa, seperti kata diterjemahkan oleh Ali Audah secara apa adanya. Terjemahannya pun lebih spesifik dan tamapak ringkas dibandingkan, bila diterjemahkan “kepemimpinan Abu bakr dalam kabilahnya”. Kata yang digarisbawahi diterjemahkan oleh Ali Audah dengan menambahkan kata “menyusun” pada terjemahannya. Ini dilakukan agar terjemahan terasa nyaman dibaca oleh pembaca Tsa. Karena apabila kata “menyusun” tidak dimunculkan, maka terjemahannnya menjadi “Banu Taim bin Murrah masalah diyat tebusan darah dan segala macam ganti rugi. Terjemahan seperti ini akan menjadi rancu dan sulit dipahami. Atau kalau diterjemahkan mengikuti bahasa sumbernya menjadi Masalah diyat dan segala lix bentuk ganti rugi milik Banu Taim”. Sedangkan untuk kata yang bermuatan budaya diterjemahkan dengan kata yang netral dan istilah fungsional. Ali Audah menerjemahkan kata ﺮ ﻜ ﺑ dengan “orang yang paling dini”, terjemahan tersebut merupakan padanan yang tepat untuk disesuaikan dengan kalimat di atas. Karena jika diterjemahkan dengan arti sebenarnya yang terdapat pada kamus, maka terjemahan untuk kata ﺮ ﻜ ﺑ adalah “perawan” yang pastinya akan terasa janggal bila diterjemahkan demikian. Dari beberapa terjemahan Ali Audah di atas, penulis dapat mengkategorikannya sebagai penerjemahan semantis. Hal ini berdasarkan dari ciri-ciri penerjemahan semantis yang tampak pada Tsa, yaitu; Hasil terjemahannya terbaca lebih luwes dan fleksibel, dibandingkan dari penerjemahan harfiah maupun setia. Terjemahannya juga mempertimbangkan unsur estetika dengan mengkompromikan makna pada Tsa, selama masih dalam batas wajar. Sedangkan untuk kata yang bermuatan budaya, diterjemahkan dengan kata yang netral atau istilah fungsional. Terjemahan juga dapat mereproduksi makna kontekstual Tsu yang tepat pada Tsa. Metode penerjemahan semantis mengutamakan makna, serta berorientasi pada Tsu.

2. Metode Penerjemahan Komunikatif

Penulis dapat menilai bahwa Ali Audah juga menggunakan metode penerjemahan komunikatif pada terjemahannya ini, terlihat dari cirri-ciri lx penerjemahan komunikatif, yaitu penerjemahan yang memperhatikan prinsip- prinsip komunikasi. Berikut beberapa contoh kalimat dari penerjemahan komunikatif yang terlampir pada tabel dibawah ini. Tabel 4.2 Metode Penerjemahan Komunikatif No Bahasa sasaranTsa Bahasa sumberTsu 1 Sumber-sumber yang sampai kepada kita, mengenai masa kecil Abu Bakr tidak banyak membantu untuk mengenal pribadinya dalam situasi kehidupan saat itu. . 2 Apa yang diceritakan tentang kedua orangtuanya tidak lebih dari sekedar menyebut nama saja. . 3 Pada zaman jahiliah masalah penebusan darah ini ditangan Abu Bakr tatkala posisinya cukup kuat dan dia juga memegang pimpinan kabilahnya. . 4 Oleh karena itu, bila ia harus menanggung sesuatu tebusan dan ia meminta bantuan Quraisy, mereka pun percaya dan mau memberikan tebusan itu yang tak akan dipenuhi sekiranya orang lain yang memintanya. . Ali Audah menggunakan metode penerjemahan komunikatif pada kalimat diterjemahkan “mengenai masa kecil Abu Bakr tidak banyak membantu untuk mengenal pribadinya dalam situasi kehidupan saat itu.” Hal ini dikarenakan, ia cenderung mementingkan pembaca Tsa agar dapat lxi langsung memahami pemikiran dan kandungan pesan yang terdapat pada Tsu. Pada kalimat yang digarisbawahi, ia melakukan parafrase yang tepat dan tidak keluar dari konteks Tsu. Jika diterjemahkan secara apa adanya, maka terjemahannya akan menjadi “mengenai masa kecil Abu Bakr” terjemahan tersebut tidak dapat memberikan informasi yang cukup mengenai kondisi masa kecil Abu Bakr yang memang tidak banyak diungkapkan dalam sejarah hidupnya. Kata diterjemahkan “tidak lebih dari sekedar menyebut nama saja”. Ali Audah mengutamakan maksud dari penulis Tsu, meski tidak harus sama persis kata dan gaya bahasa, asalkan pembaca Tsa mendapat pesan yang sama dengan pembaca Tsu. Terjemahannya pun tampak lebih ringkas dari pada Tsu serta cukup informatif. Ia tidak menerjemahkan kalimat tersebut dengan “tidak menyebut nama mereka berdua”, karena akan terasa janggal dan tidak sesuai dengan prinsip komunikasi bagi kalangan pembaca Tsa. Kata diterjemahkan oleh Ali Audah dengan “di tangan Abu Bakr”, bukan “kepada Abu Bakr atau ke Abu Bakr”. Karena penerjemah memprioritaskan pembaca Tsa agar dapat memahami pikiran dan kandungan budaya Tsu, di sini ia memberikan padanan yang tepat untuk kata . Untuk kalimat berikutnya yang diterjemahkan “bila ia harus menanggung sesuatu tebusan dan ia meminta bantuan Quraisy”, Ali Audah mereproduksi makna kontekstual Tsu ke dalam Tsa meski tidak harus persis sama kata dan gaya bahasa. Di sini penerjemah memberi variasi lxii terjemahan dengan memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yaitu khalayak pembaca dan tujuan penerjemahan. Ia menambahkan kata “harus dan bantuan”, agar isi dan bahasanya dapat dapat diterima dan dimengerti oleh pembaca Tsa. Pada prinsipnya penerjemahan komunikatif berupaya memberikan makna kontekstual Tsu yang tepat sedemikian rupa. Sehingga isi dan bahasanya dapat diterima oleh pembaca Tsa. Metode ini sesuai dengan namanya yaitu memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yang disini adalah khalayak pembaca Tsa dan tujuan dari penerjemahan. Maka melalui metode ini, suatu versi Tsu dapat diterjemahkan menjadi versi Tsa sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut di atas. Dalam metode penerjemahan komunikatif ini penekanannya pada Tsa serta lebih mengutamakan pesan dari penulis asli. Selain menggunakan metode penerjemahan semantik dan komunikatif, Ali Audah juga menggunakan penerjemahan bebas. Berikut terlampir pada tabel beberapa contoh kalimat yang menjadi ciri dari metode penerjemahan bebas. Tabel 4.3 Metode Penerjemahan Bebas No Bahasa sasaran Tsa Bahasa sumber Tsu 1 Masa kecil dan terbatasnya berita. Sumber-sumber yang sampai kepada kita mengenai masa kecil Abu Bakr tidak banyak membantu untuk mengenal pribadinya dalam situasi kehidupan saat ini. Cerita sekitar masa anak-anak dan remajanya tidak juga memuaskan. Apa yang diceritakan tentang kedua orang tuanya tidak lebih dari sekedar menyebut nama saja. Setelah Abu Bakr menjadi muslim yang penting, baru nama ayahnya disebut- sebut. Ada pengaruh Abu Bakr dalam kehidupan ayahnya, namun pengaruh ayahnya dalam kehidupan Abu Bakr tidak ada. . . . lxiii Tetapi yang menjadi perhatian sejarawan waktu itu justru yang menyangkut kabilahnya serta kedudukannya di tengah-tengah masyarakat Quraisy. Tak bedanya mereka itu dalam hal ini dengan sejarah Arab umumnya. Dengan melihat pertaliannya pada salah satu kabilah, sudah cukup untuk mengetahui watak dan akhlak mereka. Adakalanya yang demikian ini baik, dan kadang juga mereka percaya pada prinsip keturunan itu berguna untuk menentukan kecenderungan mereka, kendati yang lain menganggap penilaian demikian sudah berlebihan, dan ini yang membuat mereka tidak cermat dalam meneliti. . 2 Setiap kabilah yang tinggal di Mekah punya keistimewaan tersendiri, yakni ada tidaknya hubungannya dengan sesuatu jabatan di Kabah, Untuk Banu Abd Manaf tugasnya siqâyat dan rifâdat, untuk banu Abdid-Dar, liwâ, hijâbat, dan nadwat, yang sudah berjalan sejak sebelum Hasyim, kakek Nabi labir. Sedangkan pimpinan tentara dipegang oleh Banu Makhzum, nenek moyang Khalid bin Walid, dan Banu Taim bin Murrah menyusun masalah diat tebusan darah dan segala macam ganti rugi. ﳌ ﻴ ﻘ ﺔ ﻤ ﲟ ، ﳌ . 3 Disebut juga, bahwa sebelum Islam ia bernama Abdul Kabah. Setelah masuk Islam oleh Rasullah ia dipanggil Abdullah. Ada juga vang mengatakan bahwa tadinya ia bernama Atiq. karena dari pihak ibunya tak pernah ada anak laki-laki yang hidup. Lalu ibunya bernazar jika ia melahirkan anak laki- laki akan diberi nama Abdul Kabah dan akan disedekahkan kepada Kabah. Sesudah Abu Bakr hidup dan menjadi besar, ia diberi nama Atiq. Seolah ia telah dibebaskan dari maut. Tetapi sumber-sumber itu lebih jauh menyebutkan bahwa Atiq itu bukan namanya, melainkan suatu julukan karena warna kulitnva yang putih. Sumber yang lain lagi malah menyebutkan. Bahwa ketika Aisyah putrinya ditanyai: mengapa Abu Bakr diberi nama Atiq ia menjawab: Rasulullah memandang kepadanya lalu katanya: ini yang dibebaskan Allah dari api neraka; atau karena suatu hari Abu Bakr datang dengan sahabat-sahabatnya lalu Rasulullah berkata: Barang siapa yang ingin melihat orang yans dibebaskan dari neraka lihatlah ini. Mengenai gelar Abu Bakr yang dibawanya dalam hidup sehari-hari sumber-sumber itu tidak menyebutkan alasannya, meskipun penulis-penulis kemudian ada yang menyimpulkan bahwa dijuluki begitu karena ia orang paling dini dalam Islam dibanding dengan yang lain. . . lxiv Kalimat “ ” diterjemahkan oleh Ali Audah dengan “masa kecil dan terbatasnya berita”. Padahal kata “terbatasnya berita” tidak terdapat pada Tsu. Jika Ali Audah hanya menerjemahkan “masa kecil Abu Bakr” tanpa menambahkan kata “terbatasnya berita”, tentu pembaca Tsa tidak mengetahui bahwa memang hanya sedikit informasi yang menceritakan masa kecil Abu Bakr pada saat itu. Begitu pula pada kalimat-kalimat berikut yang terdapat pada paragraf pertama. a. Tetapi yang menjadi perhatian sejarawan waktu itu justru yang menyangkut kabilahnya serta kedudukannya di tengah-tengah masyarakat Quraisy. b. Tak bedanya mereka itu dalam hal ini dengan sejarah Arab umumnya. c. Dengan melihat pertaliannya pada salah satu kabilah, sudah cukup untuk mengetahui watak dan akhlak mereka. d. Adakalanya yang demikian ini baik, dan kadang juga mereka percaya pada prinsip keturunan itu berguna untuk menentukan kecenderungan mereka, kendati yang lain menganggap penilaian demikian sudah berlebihan, dan ini yang membuat mereka tidak cermat dalam meneliti. Kalimat-kalimat di atas tidak terdapat pada Tsu, namun oleh penerjemah dihadirkan pada Tsa. Dari sini penulis menyatakan, bahwa pada terjemahan ini penerjemah menggunakan metode penerjemahan bebas. Ia menambahkan kalimat informatif yang tidak terdapat pada Tsu. Tujuannya untuk memberikan informasi yang lebih lengkap kepada pembaca Tsa. Namun menurut penulis metode penerjemahan bebas umumnya diterapkan pada penerjemahan media massa. Akan lxv lebih baik jika terjemahan kalimat informatif tadi disajikan dalam bentuk footnote atau kutipan. Agar pembaca Tsa mengetahui bahwa yang disajikan oleh penerjemah merupakan gagasan dan pemikiran yang berasal dari penerjemah sendiri dan itu tidak terdapat pada Tsu. Pada contoh kalimat berikutnya, ، . Pada terjemahannya, Ali Audah kembali menghadirkan terjemahan informatif yang dimilikinya dari sumber lain, yang kemudian disampaikan sebagai penghubung antara kalimat sebelum dan sesudahnya. Ini dilakukan agar pembaca Tsa mendapat informasi yang lengkap dan terperinci. Karena apabila penerjemah tidak memberikan informasi tambahan mengenai konteks yang terdapat pada Tsu, tentu pembaca Tsa tidak dapat memahami konteks kebudayaan tersebut secara lengkap. Metode ini lebih berpihak pada Tsa. Untuk contoh terakhir dari penerjemahan bebas adalah kalimat berikut, َ , penulis kembali mendapati bahwa Ali Audah banyak menggunakan metode penerjemahan bebas. Ini dapat dilihat dari terjemahannya yang berbentuk parafrase, ia bukan hanya sekedar mengutamakan isi Tsu, tetapi ia juga merubah bentuk retorik seperti alur atau bentuk kalimat Tsu secara drastis. Kalimat-kalimat yang digarisbawahi tidak terdapat pada Tsu. Kalimat tersebut berupa informasi tambahan yang dituliskan penerjemah dari referensi lain. Ini dilakukan untuk lxvi memberikan pengetahuan baru dan mendalam mengenai konteks yang diterjemahkan. Sehingga pembaca Tsa dapat memahami teks secara mempuni. Namun dalam penerjemahan bebas yang dilakukan Ali Audah, penulis menilai bahwa apa yang dilakukannya tidaklah tepat. Karena ia terlalu banyak menambah kalimat-kalimat yang tidak terdapat pada Tsu, sehingga Tsa keluar dari konteks Tsu. Hal ini tidak dibenarkan, karena tidak sesuai dengan prinsip dan hakikat penerjemahan itu sendiri, yang menyatakan bahwa “penerjemahan merupakan usaha mereproduksi makna, ide, pikiran suatu teks dari satu bahasa ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksudkan penulis aslinya. Seorang penerjemah tidak dibenarkan memasukkan ide atau gagasannya sendiri ke dalam Tsu. Demikian pula sebaliknya, ia tidak boleh membuang atau menghilangkan ide atau maksud dari penulis asli.

B. Perangkat Penerjemahan