Latar Belakang Masalah Ali audah dan metode penerjemahanya : analisis terjemahan buku abu bakar as-diqqiq karya M.husain haekal pada bab abu bakar pada masa nabi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di antara deretan penerjemah di tanah air, nama Ali Audah tentu bukanlah nama asing. Khususnya bagi mereka yang dekat dengan dunia penerjemahan. Penerjemah kelahiran Bondowoso tahun 1924 ini, sejak kecil sangat gemar akan buku. Ia menghabisknan hari-harinya dengan membaca dan menulis. Karena memang ia tak pernah belajar di sebuah lembaga pendidikan, bahkan pesantren pun tidak. Ali Audah belajar secara mandiri-otodidak, motivasinya hanya untuk mempelajari ilmu pengetahuan. Ali Audah membaca semua jenis buku. Mulai dari buku pengetahuan agama, sejarah dunia, terutama sastra Indonesia. Dari sinilah ia merasa memiliki kelemahan, yaitu penguasaan bahasa asing. Padahal bahasa asing adalah satu- satunya alat untuk mempelajari karya-karya bermutu sekaliber dunia. Kemudian, Ali Audah menambah bacaan sastra, terutama sastra modern dan sastra Inggris. Ia juga mempelajari ilmu bahasa. Meskipun belajarnya tidak berstruktur, karena tidak memakai metodologi belajar. Justru dengan cara itu, ia menjadi tertantang untuk bisa menguasai hal tersebut. Tahun 1950, Ali Audah pindah ke Jakarta. Di Jakarta ia semakin leluasa berburu buku-buku sastra karya pengarang pribumi. Ia sangat mengagumi sastrawan Nur Sutan Iskandar dan Sutan Takdir Ali Syahbana. Pada akhirnya, kekaguman Ali Audah itu memberi motivasi tersendiri yaitu, “bagaimana caranya ii ikut mewarnai dunia sastra Indonesia”, kemudian timbul keinginan untuk menulis. Tulisannya baik cerpen maupun esai, mulai diterima di surat kabar dan majalah. Ia pun mulai menerjemahkan karya sastra asing, meski pada awalnya Ali Audah menerjemahkan buku-buku sastra berbahasa Inggris. Namun kemudian, ia mulai menerjemahkan karya sastra Arab modern. Ini dilakukan karena pada saat itu penerjemahan dari Arab-Indonesia masih sangat sedikit. Ternyata pilihan Ali Audah untuk menerjemahkan teks Arab-Indonesia tidaklah keliru. Terbukti hingga saat ini karya-karya terjemahannya banyak dibaca orang. Bukan hanya itu, ia juga memiliki peran penting dalam perkembangan penerjemahan di Indonesia. Misalnya dalam organisasi, menjadi ketua Himpunan Penerjemah Indonesia HPI, ketua Dewan Kesenian Jakarta, menjadi delegasi Indonesia dalam Konferensi Pengarang Asia-Afrika di Bagdad dan Konferensi UNESCO di Paris. 1 Sebagai tokoh yang mempunyai banyak pengalaman, pengetahuan luas, dan peran yang cukup terhadap dunia penerjemahan. Tentu banyak hal positif yang dapat diambil darinya. Serta penting kiranya mengetahui sejauh mana kontribusi Ali Audah dalam dunia penerjemahan. Karena alasan tersebut, penulis tertarik untuk menuangkan dalam bentuk skripsi dengan judul, “Ali Audah dan Metode Penerjemahannya Analisis Terjemahan Buku Abu Bakr As-Siddiq Karya M. Husain Haekal pada Bab Abu Bakr pada Masa Nabi.” 1 Wawancara Pribadi dengan Ali Audah, Bogor, 20 Agustus 2007. iii

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah