memberi kekuatan, menghilangkan rasa sakit pada tentara yang terluka sewaktu berperang atau ketika sedang berburu.
b. Narkotika Semisintetis. Narkotika semisintetis adalah narkotika alami yang diolah dan diambil zat
aktifnya intisarinya agar memiliki khasiat yang lebih kuat sehingga dimanfaatkan untuk kepentingan kedokteran.
1. Morfin: Dalam dunia kedokteran dipakai untuk menghilangkan rasa sakit atau pembiusan pada operasi pembedahan.
2. Kodein: Dipakai untuk obat penghilang batuk. 3. Heroin: Tidak dapat dipakai dalam dunia pengobatan karena daya
adiktifnya sangat besar dan manfaatnya secara medis belum ditemukan. Dalam perdagangan gelap, heroin diberi nama putaw,
atau petai. Bentuknya seperti tepung terigu, halus, putih dan agak kotor.
4. Kokain: Hasil olahan biji koka. c. Narkotika Semisintetis
Narkotika sintetis adalah narkotika palsu yang dibuat dari bahan kimia. Narkotika ini digunakan untuk pembiusan dan pengobatan bagi orang yang
menderita ketergantungan narkoba subtitusi. Selain pembiusan, narkotika sintetis diberikan oleh dokter untuk menghentikan kebiasannya melawan sugesti
atau sakaw. Narkotika sintetis berfungsi sebagai pengganti sementara. 1. Petidin: Obat bius lokal operasi kecil, sunat dan sebagainya
2. Methadone: Untuk pengobatan pecandu narkoba
3. Naltrexon: Untuk pengobatan pecandu narkoba 2. Psikotropika:
Adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun sintetis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku. Psikotropika adalah obat yang digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan
jiwa. Berdasarkan ilmu farmalogi, psikotropika dikelompokkan ke dalam tiga golongan. Yaitu:
1. Kelompok depresanpenekan syaraf pusat penenang atau obat tidur. Jika diminum obat ini dapat memberi rasa tenang, damai,
tentram, mengantuk. Obat ini juga dapat menghilangkan rasa gelisah. Contohnya adalah BK, Valium, rohipol dll.
2. Kelompok stimulanperangsang syaraf pusat anti tidur. Bila diminum obat ini mendatangkan rasa gembira, ingin selalu aktif,
badan terasa fit dan tidak merasa lapar. Daya kerja otak menjadi serba cepat, namun kurang terkendali. Contohnya adalah
amfetamin, ekstasi dan shabu. 3. Kelompok halusinogen adalah obat, zat, tanaman, makanan atau
minuman yang dapat menimbulkan khayalan. Bila diminum dapat mendatangkan khayalan tentang peristiwa yang mengerikan,
khalayalan tentang kenikmatan seks dsb. Kenikmatan didapat pemakai setelah ia sadar bahwa peristiwa mengerikan ukan
kenyataan atau kenikmatan-kenikmatan yang dialami walaupun
hanya khalayalan. Contohnya adalah kecubung, getah tanaman kaktus dan ganja.
3. Bahan adiktif lainnya Adalah bahan lain yang bukan narkotika dan psikotropika yang
penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan. Contohnya: 1. Rokok
2. Kelompokan alkohol dan minuman lain yang dapat memabukkan dan menimbulkan ketagihan.
3. Thinner dan zat-zat lain, seperti lem kayu, penghapus cair, aseton, cat, bensin, yang bila dihisap, dihirup dan dicium dapat
memabukkan.
BAB III GAMBARAN UMUM BADAN NARKOTIKA PROVINSI DKI JAKARTA
A. Sejarah Berdiri BNP DKI Jakarta
Program kampanye anti narkoba yang dilancarkan oleh pemerintah gencar dilaksanakan. Dengan adanya kampanye anti penyalahgunaan narkoba, banyak
masyarakat Indonesia kini mengetahui bahaya penyalahgunaan narkoba. Sosialisasi
untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat
akan bahaya
penyalahgunakan narkoba bukanlah merupakan hal baru. Indonesia sejak tahun 1971 telah melaksanakam tindakan-tindakan yang
bertujuan menanggulangi bahaya narkotika, kala itu pemerintahan Soeharto mengantisipasi dengan menerbitkan Instruksi Presiden Nomor: 61971 yang
menginstruksikan kepada Kabakin untuk mendirikan Badan Koordinasi, Bakolak Inpres 61971 yang menangani 6 enam masalah nasional, yang diantaranya
adalah penanggulangan penyalahgunaan narkoba. Dengan berkembangnya permasalahan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkoba yang semakin meningkat dan berdasarkan amanat Undang-Undang nomor 22 tahun 1997 tentang pemerintah Indonesia membentuk lembaga baru
melalui Keppres Nomor 116 tahun 1999 yaitu Badan Koordinasi Narkotika Nasional BKNN dan strategi serta mengkoordinasikan semua lembaga
departemen maupun nondepartemen. Pada periode ini didasarkan struktur organisasi belum berjalan dengan baik dan koordinasi hanya sebatas administrasi.
Sedang operasionalisasi masih sporadis dan sektoral pada masing-masing anggota departemen lembaga BNN.
Karena lembaga yang ada hanya bersifat koordinatif dan administratif, maka dinilai kurang efektif sehingga memerlukan lembaga yang lebih
operasional. Untuk itu berdasarkan Keppres nomor 17 tahun 2002 dan Inpres Nomor 3 tahun 2002, Undang-Undang nomor 5 tahun 1997, Undang-Undang
nomor 22 tahun 1997, dan ketetapan MPR nomor IV MPR 2002 tentang Rekomendasi atas laporan pelaksanaan keputusan MPR RI tahun 2002, Badan
Koordinasi Narkotika Nasional BKNN diubah menjadi Badan Narkotika Nasional BNN dengan memiliki 25 anggota di departemen serta lembaga
pemerintah terkait dengan Kapolri selaku ketua Ex. Officio yang bertanggung jawab langsung kepada presiden. Tugas pokoknya adalah mengkoordinasikan
instansi pemerintah terkait dalam menyusun kebijaksanaan dan pelaksanaan dibidang ketersediaan dan P4GN pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika dengan membentuk satgas-satgas yang bersifat operasional.
39
Sejak perubahan status kelembagaan menjadi BNN pada tahun 2002 maka Polri secara khusus telah memperbantukan satu Direktorat yaitu Direktorat IV
Narkoba Bareskrim Polri untuk mendukung tugas operasional dibawah kendali BNN. Disamping itu BNN pun sudah diakui sebagai vocal point untuk masalah
Narkoba oleh badan-badan internasional atau dunia. Sebagai pelaksanaan lebih lanjut pasal 11 keputusan Presiden no 17 tahun
2002 tentang Badan Narkotika Nasional, maka dibentuklah Badan Narkotika Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta no 54 tahun
39
Data diperoleh dari arsip profil Badan Narkotika Nasional
2002. Didirikannya Badan Narkotika Provinsi ini sebagai bentuk nyata dari keseriusan pemerintah dalam menanggulangi bahaya penyalahgunaan narkoba.
Dasar hukum yang manjadi acuan didirikannya Badan Narkotika Provinsi DKI Jakarta adalah, keputusan bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara,
Menteri Dalam Negeri dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku ketuan
BNN nomor:
04SKBM.PAN122003 dan
nomor: 01SKBXII2003BNN. Tentang pedoman kelembagaan Badan Narkotika
Provinsi dan Badan Narkotika KabupatenKotamadya.
40
Selain Badan
Narkotika Provinsi
dan Badan
Narkotika KabupatenKotamadya, untuk membantu penanggulangan penyalahgunaan
narkoba di tingkat kecamatan dibentuk Unit Narkotika Kecamatan UNK. sedangkan di tingkat terkecil yakni kelurahan dibentuk Pos Penanggulangan
Narkotika Kelurahan P2NK. Hal ini agar penanggulangan penyalahgunaan narkoba dapat berjalan
dengan optimal hingga lingkup terkecil, yakni kelurahan. Dengan adanya koordinasi antara Badan Narkotika Provinsi dengan Badan Narkotika Kabupaten,
kecamatan dan
kelurahan, diharapkan
pencegahan, pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika P4GN mencapai hasil yang optimal.
B. Visi dan Misi
Dalam sebuah organisasi Visi dan Misi adalah sebagai arah dan tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi tersebut. Baik berupa tujuan jangka pendek
40
Data diperoleh dari Arsip Profil Dan Kinerja Badan Narkotika Provinsi DKI Jakarta