Latar Belakang Analisis campur kode dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan manusia sehari-hari tidak pernah lepas dengan bahasa, ketika kita mendengarkan lagu yang merdu, menonton film yang bagus, membaca cerita yang menarik dan bercakap-cakap dengan keluarga dan teman, saat itulah kita menikmati bahasa. Tidak terbayangkan bagaimana jadinya manusia dan kehidupannya seandainya bahasa tidak dikaruniakan oleh Allah Swt kepada manusia. Oleh sebab itu, bahasa memainkan peranan penting dalam kehidupan. Namun, banyak orang tidak memperhatikan bahasa, barangkali karena akrabnya manusia dengan bahasa. Bloomfield dalam bukunya language menyatakan bahwa manusia jarang sekali memperhatikan bahasa dan lebih menganggapnya sebagai hal yang biasa tidak ubahnya seperti kita bernafas atau berjalan. Padahal pengaruh bahasa sangat luar biasa dan termasuk yang membedakan manusia dengan binatang. 1 Binatang berkomunikasi serta bertindak satu sama lain dengan beberapa bunyi suara saja, sebagaimana anjing hanya membuat dua atau tiga macam suara, misalnya menggonggong, menggeram, memeking sehingga dapat menyebabkan anjing lain melakukan perbuatan hanya dengan beberapa tanda yang berbeda-beda itu, burung-burung dapat mengucapkan kicauan peringatan bila menghadapi bahaya dan beberapa hewan lain seperti kera dapat mengeluarkan teriakan yang berbeda-beda bila ingin mengekspresikan tanda bahaya, kesenangan atau ketakutan. Akan tetapi, alat komunikasi yang beraneka ragam itu tidak bersifat artikulatoris dan simbolis sehingga berbeda dari bahasa manusia. Manusia telah diberikan Allah Swt alat-alat ujar organ of speech sehingga manusia dapat berkomunikasi dengan mengeluarkan bunyi-bunyi ujaran berbeda dan mempunyai 1 Leonardo Bloomfield, Language, Jakarta: PT GramediaPustaka Utama, 1995, h. 1. susunan dan arti yang sempurna. Singkatnya, bahasa manusia memiliki bunyi- bunyi yang berbeda dan berbeda pula artinya. Manusia dijuluki dengan bermacam-macam istilah seperti homo sapiens yang berarti ‗makhluk berpikir‘. Menurut Ernest Cassier dalam Robert Sibarani mengatakan manusia sebagai animal symbolicium yang secara umum mempunyai cakupan yang lebih luas daripada homo sapiens yaitu makhluk berpikir, sebab dalam kegiatan berpikirnya manusia harus menggunakan bahasa, tanpa kemampuan berbahasa, kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur tidak dapat dilakukan. 2 Manusia juga dijuluki homo sosio yang berarti makhluk bermasyarakat, masyarakat itu sendiri terdiri dari individu-individu yang secara keseluruhan saling berinteraksi, mempengaruhi dan saling bergantung. Dalam bermasyarakat inilah manusia tidak terlepas dengan kegiatan komunikasi dengan manusia lainnya, hal ini menunjukkan bahwa fungsi sosial bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Saat berinteraksi antarmanusia dengan manusia lainnya, pada keadaan tertentu akan didapati manusia yang mampu berbicara lebih dari satu bahasa, disebut dengan istilah bilingual atau bahkan ada manusia yang multilingual. Di Indonesia pada umumnya adalah masyarakat bilingual, yaitu menggunakan bahasa Indonesia dan menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pertama, banyak juga yang multilingual atau masyarakat aneka bahasa multilingual society, yaitu masyarakat yang menggunakan beberapa bahasa, baik menggunakan bahasa Indonesia, bahasa daerah dan juga bahasa asing lainnya, masyarakat demikian terjadi karena beberapa etnik ikut membentuk masyarakat, sehingga dari segi etnik bisa dikatakan sebagai masyarakat majemuk plural society, masyarakat demikian sekarang merajarela di dunia menjadi universal. Faktor masyarakat bilingual atau bahkan multilingual bisa disebabkan oleh beberapa sebab. Misalnya perkawinan, anak-anak yang berasal dari perkawinan campur –beda bangsa dan bahasa— sangat mungkin mampu memahami dan menggunakan beberapa bahasa yang berbeda. Faktor migrasi, yaitu perpindahan penduduk yang menyebabkan keanekabahasaan, kelompok kecil yang bermigrasi 2 Robert Sibarani, Hakikat Bahasa, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1992, h. 87. ke daerah atau negara lain tentu saja menyebabkan bahasa ibu mereka tidak berfungsi di daerah baru. Selain itu, faktor pendidikan. Sekolah biasanya mengajarkan bahasa asing kepada anak-anak yang menyebabkan si anak menjadi bilingual atau bahkan multilingual, misalnya pada zaman Belanda di Indonesia anak-anak tidak diizinkan memakai bahasa daerah bahkan pengantarnya harus bahasa Belanda. Begitu pula dengan zaman sekarang, anak-anak yang belajar di pesantren diwajibkan berbahasa pengantar bahasa Inggris bahkan bahasa Arab sehingga sangat mungkin si anak menguasai beberapa bahasa asing. Bahkan orang yang belajar di luar negeri harus mampu menyesuaikan diri dengan bahasa tertentu tempat ia menuntut ilmu, orang demikian menjadi bilingual atau multilingual. Pada masyarakat terbuka, artinya para anggota masyarakat dapat menerima kedatangan anggota dari masyarakat lain, baik dari satu atau lebih masyarakat, hidup bersama-sama dan berpengaruh terhadap masyarakat bahasa lain, maka akan terjadi apa yang disebut kontak bahasa. Hal yang paling menonjol yang bisa terjadi dari adanya kontak bahasa adalah terdapatnya bilingualisme dan multilingualsime dengan berbagai macam peristiwa bahasa misalnya alih kode dan campur kode. Peristiwa campur kode atau bahkan alih kode yang biasa terjadi dalam komunikasi percakapan lisan, juga dapat terjadi pada percakapan atau dialog bahasa lisan yang dituliskan antartokoh dalam novel atau karya sastra lainnya. Seorang penulis novel yang sering melakukan campur kode dalam mengisi dialog-dialog tokohnya adalah Habiburrahman El Shirazy. Pada novelnya yang berjudul Ketika Cinta Bertasbih selain sering terjadi peristiwa campur kode dialog para tokohnya sering pula terjadi campur kode bentuk deskripsi, yaitu penulis sendiri melakukan peristiwa campur kode dalam menggambarkan cerita kepada pembaca, sehingga kemultilingualannya mempengaruhi karya sastranya. Peristiwa campur kode bukan hanya pada karya Habiburrahman El Shirazy, menurut sepengetahuan peneliti, para penulis novel yang juga pernah melakukan peristiwa campur kode dalam karyanya, baik itu campur kode bahasa daerah ataupun bahasa asing di antaranya, Umar Kayam dalam karyanya “Para Priyayi ‖, Mas Marco Kartodikromo dalam karyanya ―Student Hidjo‖, Helvy Tiana Rosa ―Ketika Mas Gagah Berubah”, Andrea Hirata ―Edensor‖, dan Fira Basuki dalam karyanya “Pintu”. Pemilihan novel Ketika Cinta Bertasbih sebagai objek penelitian berdasarkan beberapa alasan. Pertama, Novel Ketika Cinta Bertasbih dikarang oleh salah satu sastrawan terkenal sekaligus sebagai dai yang telah menghasilkan novel-novel yang digemari pembaca, novel Ketika Cinta Bertasbih juga sarat dengan perjuangan hidup, cinta, dan nilai-nilai moral dan agama yang berguna bagi pembaca terutama generasi muda. Kedua, penulis adalah seorang multilingual menguasai bahasa Jawa sebagai bahasa pertama, bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua, bahkan menguasai bahasa Arab sebagai bahasa ketiga. Kemampuan penulis menguasai bahasa Arab dilatarbelakangi oleh faktor pendidikan penulis yang meraih gelar S1 di Kairo —Mesir, faktor pendidikan penulislah yang mempengaruhi kemampuan berbahasa penulis terhadap hasil karyanya, terutama dalam menuliskan dialog tokoh-tokohnya. Ketiga, Novel Ketika Cinta Bertasbih berdasarkan temuan peneliti, penulis sering memunculkan beberapa peristiwa kebahasaan, yaitu bahasa daerah Jawa, bahasa asing Arab dan Inggris yang berupa campur kode baik berbentuk dialog antartokoh maupun bentuk deskripsi. Novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy merupakan novel dwilogi pembangun jiwa yang sangat menarik, peneliti tertarik untuk menganalisis peristiwa campur kode pada novel tersebut, yaitu campur kode dalam deskripsi cerita dan campur kode dialog tokoh yang meliputi penyisipan unsur yang berwujud kata, frasa, klausa, baster, kata ulang, dan ungkapan atau idiom, baik campur kode bahasa asing Arab dan Inggris maupun campur kode bahasa daerah Jawa.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah