tersebut, Dwi Sutana membagi beberapa fungsi campur kode yaitu 1 untuk penghormatan, 2 untuk menegaskan suatu maksud tertentu, 3 untuk
menunjukkan identitas diri, dan 4 karena pengaruh materi pembicaraan.
19
Ciri-ciri yang menonjol dalam campur kode adalah kesantaian atau situasi informal. Dalam situasi berbahasa formal jarang terjadi campur kode, kalau
terdapat campur kode dalam keadaan itu karena tidak ada kata atau ungkapan yang tepat untuk menggantikan bahasa yang sedang dipakai sehingga perlu
memakai kata atau ungkapan dari bahasa daerah atau bahasa asing.
20
Dalam bahasa tulisan, hal ini kita nyatakan dengan mencetak miring atau
mengarisbawahi kataungkapan bahasa asing yang bersangkutan. Kadang-kadang terdapat juga campur kode ini bila pembicara ingin memamerkan
―keterpelajarannya‖ atau kedudukannya. Campur kode merupakan fenomena yang terjadi karena masuknya
serpihan unsur suatu bahasa ke dalam bahasa yang lain. Hal ini tidak berarti bahwa tidak ada sebab terjadinya campur kode. Ada kemungkinan campur kode
terjadi karena faktor individu, seperti ingin menunjukkan status, peran, dan kepakaran. Ada juga kemungkinan sebab kurangnya unsur bahasa yang
digunakan.
F. Pengertian Novel
Fiksi merupakan sebuah cerita, terkandung di dalamnya tujuan memberikan hiburan kepada pembaca, di samping adanya tujuan estetis, membaca
sebuah fiksi berarti menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. Novel dan cerita pendek dalam kesastraan Inggris dan Amerika disebut
karya fiksi. Novel sebutan dalam bahasa Inggris
–dan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia
— berasal dari bahasa Italia novella yang dalam bahasa Jerman novelle, secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil, dan
kemudian kemudian diartikan sebagai ‗cerita pendek dalam bentuk prosa‘.
19
Etik Yuliati, Skripsi: Alih Kode dan Campur Kode dalam Cerbung Dolanan Geni Karya Suwardi Endraswara, Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2010, h. 31.
20
Aslinda dan Leni Syafyahya, Op. Cit., h. 87.
Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet Inggris: novelette, yang berarti sebuah karya prosa fiksi
yang panjangnya cukup, tidak terlalu panjang, namun tidak juga terlalu pendek.
21
Dalam arti luas novel adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas, ukuran yang luas di sini dapat berarti cerita dengan plot alur yang kompleks,
suasana cerita yang beragam, dan setting cerita yang beragam pula. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, novel adalah karangan prosa
yang panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak sifat setiap pelaku.
22
Istilah novel dikenal di Indonesia setelah kemerdekaan, yakni setelah sastrawan Indonesia banyak beralih kepada bacaan-bacaan yang berbahasa
Inggris. Novel dan cerpen merupakan bentuk kesusastraan yang secara perbandingan adalah baru. Ia baru dikenal masyarakat kita kira-kira sejak
setengah abad yang lalu. Di negera Barat juga masih baru jika dibandingkan dengan bentuk-bentuk yang lain, seperti puisi yang sudah dikenal sejak dua ribu
tahun lalu, sedang fiksi ini di sana baru dikenal sejak dua ratus tahun yang lalu. Namun, masa hidupnya yang muda itu, ia telah mengalami perkembangan pesat.
23
Novel Indonesia secara resmi muncul setelah terbitnya buku Si Jamin dan Si Johan, tahun 1919, oleh Marari Siregar, yang merupakan novel saduran dari
novel Belanda, kemudian pada tahun berikutnya terbit novel Azab dan Sengsara oleh pengarang yang sama; sejak itu mulailah berkembang sastra fiksi yang
dinamai novel dalam khazanah sastra Indonesia. Edgar Allan Poe sastrawan kenamaan dari Amerika membedakan antara
cerpen dan novel, ia mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam
suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk sebuah novel. Dari segi panjang cerita, novel jauh lebih panjang dari pada cerpen. Oleh karena itu, novel
21
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005, h. 9
—10.
22
Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, Edisi ke-3, h. 788.
23
M. Atar Semi, Anatomi Sastra, Padang: Angkasa Raya, 1988, h. 33.
dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu yang lebih banyak, lebih rinci dan lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai
permasalahan yang lebih kompleks. Dalam cerpen krisis jiwa tidak usah mengakibatkan perubahan jalan nasib, panjang novel boleh dikatakan lebih
panjang dari cerita pendek, yang menegaskan ialah apa ada pergolakan jiwa dalamnya yang mengalih nasib manusia.
24
Di antara para ahli teori sastra kita memang ada yang membedakan antara novel dan roman, dengan mengatakan
bahwa novel mengungkapkan suatu konsentrasi pada suatu saat yang tegang dan pemusatan kehidupan yang tegas; sedangkan roman dikaitkan sebagai
menggambarkan kronik kehidupan yang lebih luas yang biasanya melukiskan peristiwa dari masa kanak-kanak sampai dewasa, sampai meninggal dunia.
H.B Jassin membedakan pengertian roman dan novel, roman melingkupi seluruh kehidupan pelaku-pelaku dilukiskan dari kecilnya hingga matinya, dari
ayunan hingga liang lahat. Novel menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari tokoh cerita, dimana kejadian-kejadian itu menimbulkan pergolakan batin yang
mengubah perjalanan nasib tokohnya.
25
Dengan demikian roman adalah cerita fiksi yang melukiskan kronik kehidupan tokoh-tokoh yang rinci dan mendalam, sedangkan novel adalah cerita
yang melukiskan suatu peristiwa yang luar biasa dari kehidupan tokoh cerita dan peristiwa tersebut menimbulkan krisispergolakan batin yang mengubah nasibnya.
Pada pengertian di atas dapat dibedakan bahwa novel adalah karya fiksi yang lebih kompleks daripada cerpen yang hanya mempunyai karakter, plot, dan
setting yang terbatas dan dapat dibaca sekali duduk dalam waktu kurang dari satu jam, dan novel menimbulkan perubahan nasib tokohnya. Sedangkan roman adalah
cerita fiksi yang menceritakan tokoh-tokohnya lebih lengkap, menggambarkan kronik kehidupan luas, biasanya diceritakan tokoh-tokohnya dari kecil hingga
meninggal.
24
H.B. Jassin, Tifa Penyair dan Daerahnya, Jakarta: Gunung Agung, 1985, Cet ke-7, h. 78
—79.
25
Widjojo dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, Bandung: UPI Press, 2006, h. 41.
G. Deskripsi dan Dialog a. Deskripsi