Penerimaan Daerah Belanja Modal

Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah KabupatenKota Di Sumatera Utara, 2010. Bertitik tolak dari permasalahan tersebut diatas, maka beberapa hal yang perlu mendapat perhatian pemerintah daerah dalam menyusun dan melaksanakan APBD adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan pendapatan pajak dan retribusi tanpa harus menambah beban masyarakat, tetapi melalui penyederhanaan pungutan, efisiensi biaya administrasi pungutan, memperkecil jumlah tunggakan, dan menegakkan sanksi hukum bagi para penghindar pajak, 2. Meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan penghematan di bidang belanja daerah sesuai prioritas, 3. Memprioritaskan anggaran untuk membiayai kegiatanproyek pada dinas teknis yang bertanggung jawab melayani masyarakat secara langsung, 4. Menciptakan pemerintahan daerah yang bersih dan berwibawa dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme KKN.

B. Penerimaan Daerah

Menurut PP RI No. 58 Tahun 2005 tentang penerimaan daerah adalah: Peneriman daerah adalah hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Secara umum sumber pendapatan daerah otonom adalah: 1. Pendapatan Asli Daerah PAD, 2. Dana Perimbangan merupakan dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah.Dana Perimbangan terdiri atas: Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah KabupatenKota Di Sumatera Utara, 2010. a. Dana Alokasi Umum DAU, b. Dana Alokasi Khusus DAK, c. Dana Bagi Hasil Pajak , d. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam, 3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah, terdiri dari hibah, dana darurat, dana otonomi khusus, serta bantuan dari Provinsi atau Daerah lain, 4. Penerimaan Pembangunan sebagai komponen yang bersumber dari pinjaman pemerintah daerah, 5. Dana sektoral, jenis dana ini tidak dimuat dalam APBD namun masih merupakan bagian dari sumber penerimaan daerah.

C. Transfer Pemerintah Pusat – Dana Perimbangan

Dalam rangka menciptakan suatu sistem perimbangan keuangan yang profesional, demokratis, adil, dan transparan berdasarkan atas pembagian pemerintahan antara pemerintah pusat dan daerah, maka diundangkan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Undang-Undang tersebut antara lain mengatur tentang dana perimbangan yang merupakan aspek penting dalam sistem perimbangan antara pemerintah pusat dan daerah. Dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintahan daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Undang-Undang No 25 Tahun 1999 mengatur hal-hal yang berkenaan dengan keuangan negara dan daerah utamanya bagi hasil penerimaan Negara dan transfer Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah KabupatenKota Di Sumatera Utara, 2010. dana dari pemerintah pusat APBN kepada pemerintah daerah APBD. Transfer Pemerintah Pusat berupa dana perimbangan terdiri dari: 1. Dana Alokasi Umum DAU, 2. Dana Alokasi Khusus DAK, 3. Dana Bagi Hasil Pajak, 4. Dana Bagi Hasil Sumberdaya Alam.

1. Dana Alokasi Umum DAU

Dana Alokasi Umum merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemeratan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi UU No. 33 tahun 2004 . Dari definisi ini paling tidak dapat disimpulkan bahwa DAU merupakan sarana untuk mengatasi ketimpangan fiskal antar daerah dan disisi lain juga sebagai sumber pembiayaan daerah. Hal ini berarti pemberian DAU lebih diprioritaskan pada daerah yang mempunyai kapasitas fiskal rendah. Daerah yang mempunyai kapasitas fiskal tinggi justru akan mendapat jumlah DAU yang lebih kecil, sehingga diharapkan dapat mengurangi disparitas fiskal antar daerah dalam memasuki era otonomi. Alokasi DAU untuk daerah dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut: DAU = CF + AD Dimana: DAU = Dana Alokasi Umum, Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah KabupatenKota Di Sumatera Utara, 2010. AD = Alokasi Dasar. Proporsi DAU antar daerah provinsi dan kabupatenkota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupatenkota. DAU antar daerah celah fiskal DAU Provinsi = ∑ provinsi cf provinsi Cf Dimana: CF Provinsi = Celah Fiskal suatu daerah Provinsi, ∑ CF Provinsi = Total celah fiskal seluruh Provinsi. DAU atas daerah celah fiskaluntuk suatu daerah kabupatenkota DAU kabkota = bobot kabkota x DAU kabkota Bobot DAU kabkota = ∑ kota kab CF kota kab cf Adapun cara menghitung dana alokasi umum menurut ketentuan adalah sebagai berikut: a. Dana alokasi umum DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25 dari penerimaan dalam negeri yang sitetapkan dalam APBN. b. Dana alokasi umum DAU untuk daerah propinsi dan untuk daerah kabupatenkota ditetapkan masing-masing 10 dan 90 dari dana alokasi umum sebagaimana ditetapkan diatas. c. Dari dana alokasi DAU untuk suatu daerah kabupatenkota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk daerah kabupatenkota yang ditetapkan APBN denga porsi daerah kabupatenkota yang bersangkutan. Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah KabupatenKota Di Sumatera Utara, 2010. d. Porsi daerah kabupatenkota sebagaimana dimaksud diatas merupakan proporsi bobot daerah kabupatenkota diseluruh indonesia. Dana alokasi umum DAU dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah, sehingga perbedaan antara daerah yang maju dengan daerah yang belum berkembang dapat diperkecil.

2. Dana Bagi Hasil Pajak

Dana Bagi Hasil Pajak adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, dan Pajak Penghasilan Pasal 21. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan PBB yang dikenakan atas objek pajak bumi dan bangunan adalah sebesar 0,5. Dasar pengenaan pajaknya adalah Nilai Jual Objek Pajak NJOP. Dasar perhitungan pajaknya adalah Nilai Jual Kena Pajak NJKP yang ditetapkan serendah-rendahnya 20 dan setinggi-tingginya 100. Ketentuan dalam peraturan pemerintah nomor 25 tahun 2002: a. Sebesar 40 dari NJOP untuk objek pajak perkebunan, pajak kehutanan, dan pertambangan, b. Untuk objek pajak lainya sebesar 40 dari NJOPnya Rp1.000.000.000,00 atau lebih, dan 20 dari NJOP apabila NJOP kurang dari Rp1.000.000.000,00. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembagian hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan PBB dan penyaluranya diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang dimaksud dengan peraturan perundang- Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah KabupatenKota Di Sumatera Utara, 2010. undangan yang berlaku adalah Peraturan Pemerintah tentang pembagian hasil penerimaan PBB antara pusat dan daerah dan Keputusan Menteri keuangan yang menindak lanjuti peraturan pemerintah tersebut. Penerimaan negara dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dibagi dengan imbangan 20 untuk pemerintah pusat dan 80 untuk daerah. Dana Bagi Hasil Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan DBH BPHTB untuk daerah sebesar 80 dibagi untuk daerah dengan rincian: a. 16 untuk provinsi yang bersangkutan b. 64 untuk kabupatenkota yang bersangkutan Selanjutnya bagian pemerintah sebesar 20 dialokasikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupatenkota. Bagian pemerintah dari penerimaan BPHTB Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk kabupatenkota di seluruh Indonesia. Alokasi pembagian didasarkan atas realisasi penerimaan BPHTB tahun anggaran berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyaluran dan penerimaan BPHTB diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan. Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh pasal 25 dan pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri WPOPDN dan PPh pasal 21 dibagi dengan imbangan 60 untuk kabupatenkota dan 40 untuk provinsi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan pasal 8 PP Nomor 55 tahun 2005 tentang dana perimbangan, “Penerimaan negara dari PPh WPOPDN Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPH pasal 21 dibagikan kepada daerah sebesar 20 Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah KabupatenKota Di Sumatera Utara, 2010. dengan rincian 8 untuk provinsi yang bersangkutan dan 12 untuk kabupatenkota dalam provinsi yang bersangkutan”.

3. Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam

Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi. a. Pembagian penerimaan negara yang berasal dari sumber daya alam kehutanan ditetapkan sebagai berikut: 1 20 untuk pemerintah dan 80 untuk daerah. Yang diperoleh dari penerimaan Iuran Hak Pengusahaan Hutan dan provisi Sumber Daya Hutan, 2 Bagian negara dari penerimaan negara iuran hak penguasaan hutan dibagi dengan perincian 16 untuk daerah yang bersangkutan dan 64 untuk daerah kabupatenkota penghasil, 3 Bagian daerah dari penerimaan negara provisi sumber daya hutan dibagi dengan perincian 16 untuk daerah yang bersangkutan, 32 untuk daerah kabupatenkota penghasil, dan 32 untuk daerah kabupatenkota penghasil lainya dalam provinsi yang bersangkutan, 4 penerimaan kehutanan yang berasal dari dana reboisasi dibagi dengan imbangan sebesar 60 untuk pemerintah dan 40 untuk daerah. b. Penerimaan pertambangan umum yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan, dibagi dengan imbangan 20 untuk pemerintah dan 80 untuk Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah KabupatenKota Di Sumatera Utara, 2010. daerah. Yang diperoleh dari penerimaan iuran tetap Land-rent dan penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi Royalti. 1 Bagian daerah dari penerimaan negara iuran tetap, dibagi dengan perincian 16 untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan 64 untuk daerah kabupatenkota penghasil, 2 Bagian daerah dari penerimaan negara iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi, dibagi dengan perincian 16 untuk daerah provinsi yang bersangkutan, 32 untuk kabupatenkota penghasil, dan 32 untuk daerah kabupatenkota penghasil lainya dalam provinsi yang bersangkutan, 3 Bagian kabupaten dalam provinsi yang bersangkutan, dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk semua kabupatenkota dalam provinsi yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan penerimaan iuran tetap land-rent adalah seluruh penerimaan iuran yang diterima negara sebagai imbalan atas kesempatan penyelidikan umum, eksplorasi atau eksploitasi pada suatu wilayah kuasa pertambangan. Yang dimakud dengan penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi royalti adalah iuran produksi yang diterima negara dalam hal pemegang kuasa pertambangan eksplorasi mendapat hasil berupa bahan galian yang tergali atas kesempatan eksplorasi yang diberikan kepadanya serta atas hasil yang diperoleh dari usaha pertambangan eksploitasi royalti satu atau lebih bahan galian. c. Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor perikanan terdiri dari: 1 Penerimaan pungutan pengusahaan perikanan, Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah KabupatenKota Di Sumatera Utara, 2010. 2 Penerimaan pungutan hasil perikanan. Dana bagi hasil perikanan untuk daerah sebesar 80 dibagi dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupatenkota.Bagian daerah dari penerimaan negara sektor perikanan dibagikan dengan sama besar kepada kabupatenkota di seluruh indonesia. d. Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas yang dibagikan ke daerah adalah penerimaan negara dari sumber daya alam sektor pertambangan dan gas alam dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainya. DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi dibagi dengan imbangan: 1 84,5 untuk pemerintah, 2 15,5 untuk daerah. DBH pertambangan minyak bumi sebesar 15 dibagi dengan rincian: 1 3 untuk provinsi yang bersangkutan, 2 6 untuk kabupatenkota penghasil, 3 6 untuk seluruh kabupatenkota lainya dalam provinsi yang bersangkutan. DBH pertambangan minyak bumi sebesar 0,5 dibagi dengan rincian: 1 0,1 untuk provinsi yang bersangkutan, 2 0,2 untuk kabupatenkota penghasil, 3 0,2 untuk seluruh kabupatenkota lainya dalam provinsi yang bersangkutan. DBH Sumber Daya Alam Pertambangn Gas Bumi dibagi dengan imbangan: 1 69,5 untuk pemerintah, 2 30,5 untuk daerah. Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah KabupatenKota Di Sumatera Utara, 2010. DBH Pertambangan Gas Bumi sebesar 30 dibagi dengan rincian: 1 6 untuk povinsi yang bersangkutan, 2 12 untuk kabupatenkota penghasil, 3 12 untuk seluruh kabupatenkota lainya dalam provinsi yang bersangkutan. DBH pertambangan Gas Bumi sebesar 0,5 dibagi dengan rincian: 1 0,1 untuk provinsi yang bersangkutan, 2 0,2 untuk kabupatenkota penghasil, 3 0,2 untuk seluruh kabupatenkota lainya dalam provinsi yang bersangkutan. DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Panas Bimi dibagi dengan imbangan: 1 20 untuk pemerintah, 2 80 untuk daerah. DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Panas Bumi sebesar 80 dibagi dengan rincian: 1 16 untuk provinsi yang bersangkutan, 2 32 untuk kabupatenkota penghasil, 3 32 untuk seluruh kabupatenkota lainya dalam provinsi yang bersangkutan. Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas alam berasal dari kegiatan operasi pertamina sendiri, kegiatan kontrak bagi hasil Production Sharing Contract dan kontrak kerja sama selain Kontrak Bagi Hasil. Komponen pajak adalah pajak-pajak dalam kegiatan pertambangan minyak dan gas alam dan pungutan-pungutan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah KabupatenKota Di Sumatera Utara, 2010.

D. Belanja Modal

1. Pengertian Belanja Modal Menurut Halim 2004: 73, “Belanja Modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum”. Belanja Modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas di berbagai sektor, produktifitas masyarakat diharapkan menjadi semakin tinggi dan pada gilirannya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan dalam sektor pelayanan kepada publik akan merangsang masyarakat untuk lebih aktif dan bergairah dalam bekerja karena ditunjang oleh fasilitas yang memadai selain itu investor juga akan tertarik kepada daerah karena fasilitas yang diberikan oleh daerah. 2. Klasifikasi Belanja Modal Belanja Modal dibagi kedalam 5 bagian yang terdiri dari: i. Belanja Modal Tanah Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan, pembelian, pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurukan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah KabupatenKota Di Sumatera Utara, 2010. pengeluaran lainya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai. ii. Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberiakn manfaat lebih dari 12 dua belas bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai. iii. Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan, dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai. iv. Belanja Modal Jalan, Irigasi, dan Jaringan Belanja Modal Jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan, dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai. Gunawan Simanjuntak : Pengaruh Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Belanja Modal Pemerintah KabupatenKota Di Sumatera Utara, 2010. v. Belanja Modal Fisik lainya Belanja Modal fisik lainya adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan, penambahan, penggantian, peningkatan pembangunan, pembuatan, serta perawatan terhadap fisik lainya yang tidak dapat dikategorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung, dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan. Termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal modal kontrak sewa beli, pembelian, barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah. Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas pu blik.

E. Tinjauan Penelitian Terdahulu