92
Reusam bak BentaraLaksamana. Narit maja tersebut menyebutkan bahwa persoalan adat- istiadat, sistem pemerintahan, hendaklah disesuaikan dengan konvensi para raja dan
diserahkan sepenuhnya pada raja, Poteu Meureuhôm. Namun, Persoalan hukum diatur oleh ulama, Syiah Kuala. Karenanya, tidak berlebihan kalau para raja masa lalu ataupun saat
ini berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan, menghidupkan kembali, dan takut sekali melanggar adat walau kadang bertentangan dengan syariat Islam. Sikap ini
merupakan pengejawantahan pemikiran bahwa adat-istiadat yang ada dalam masyarakat idealnya dipertahankan, tidak diubah, sesuai dengan maksud narit maja, “Boh malairi ie
paseueng surôt, adat datôk nini beutaturôt” ‘buah malairi air pasang surut, adat nenek moyang hendaklah diturut’.
C. BentukWujud Sistem Kepemimpinan di Aceh Berdasarkan Qanun Meukuta Alam
Di dalam Qanun Meukuta alam ditekankan bahwa seorang penguasa diminta untuk menghormati dan merujuk kepada para ulama dalam urusan keagamaan, yang dalam
praktiknya kemudian para ulama ketika itu menempati berbagai posisi penting di kerajaan, dari posisi yang berbentuk Agama seperti qadhi, faqih, mufti, dan Shaykh al-Islam hingga
posisi politis seperti penasihat sultan, ketua dewan kerajaan dan wakil sultan. Ulama merujuk kepada kitab suci Al Qur’an, Hadis Rasulullah, Qias
Merujuk pada hal tersebut di atas, maka dapat kita lihat juga pada aspek kepemimpinan yang lain. Berdasarkan pendekatan historis, masyarakat Aceh dapat
dikelompokkan pada dua golongan kepemimpinan, yaitu golongan umara dan golongan
Universitas Sumatera Utara
93
ulama. Umara dapat diartikan sebagai pemerintah atau pejabat pelaksana pemerintah dalam suatu unit wilayah kekuasaan. Contohnya seperti jabatan sultan yang merupakan pimpinan
atau pejabat tertinggi dalam unit pemerintahan kerajaan, Uleebalang sebagai pimpinan unit pemerintahan Nanggroe negeri, Panglima Sagoe Panglima Sagi yang memimpin unit
pemerintahan Sagi di Aceh Besar, Imeum Mukim yang menjadi pimpinan unit pemerintahan Mukim dan Keuchik atau Geuchik yang menjadi pimpinan pada unit
pemerintahan Gampong kampung. Mereka semua atau pejabat tersebut di atas, dalam struktur pemerintahan di Aceh pada masa dahulu secara hierarkis dikenal sebagai lapisan
pemimpin adat, pemimpin keduniawian atau kelompok elite sekuler.
67
Tabel 1 Struktur Kepemimpinan Masyarakat Aceh
TingkatHirarki Jabatan
Pemimpin Agama Pemimpin Dunia
Negara Kadhi Malikul Adil
Sultan
67
Wawancara Tgk. Sulaiman Tuha Peet gampong Lhok Pawoh
Universitas Sumatera Utara
94
Keuleebalangan
Qadli Uleebalang
Mukim Imeum Mesjid
Imeum Mukim
Gampong Imeum Meunasah
teungku Keuchik
Sumber: Agus Budi Wibowo 2009
68
1. Teungku Meunasah, yang memimpin masalah-masalah yang berhubungan dengan
Sementara golongan ulama yang menjadi pimpinan yang mengurusi masalah- masalah keagamaan hukom atau syariat Islam dikenal sebagai pemimpin keagamaan atau
masuk kelompok elite religius. Oleh karena para ulama ini mengurusi hal-hal yang menyangkut keagamaan, maka mereka haruslah seorang cendekiawan yang berilmu agama
Islam, yang dalam istilah Aceh disebut ureueng malem. Dengan demikian tentunya sesuai dengan predikatsebutan ulama itu sendiri, yang berarti para ahli ilmu atau para ahli
pengetahuan. Adapun golongan atau kelompok ulama ini dapat disebut yaitu :
68
Wibowo, Agus Budi,.op.cit.
Universitas Sumatera Utara
95
keagamaan pada suatu unit pemerintahan Gampong kampung. 2.
Imeum Mesjid Imam Mesjid, yaitu yang mengurusi masalah keagamaan pada tingkat pemerintahan mukim, yang bertindak sebagai imam sembahyang pada setiap
hari Jumat di sebuah mesjid pada wilayah mukim yang bersangkutan. 3.
Qadli kadli, yaitu orang yang memimpin pengadilan agama atau yang dipandang mengerti mengenai hukum agama pada tingkat kerajaan Kadhi Malikul Adil dan
juga pada tingkat Nanggroe yang disebut Kadli Uleebalang. 4.
Teungku-teungku, yaitu pengelola lembaga-lembaga pendidikan keagamaan seperti dayah dan rangkang, juga termasuk murid-muridnya. Bagi ulama yang sudah cukup
tinggi tingkat keilmuannya, disebut dengan istilah Teungku Chik, setingkat diatasnya diberi gelar dengan Teungku Syeikh Syaikhul Islamguru besar, aulia
waliyullah, dan seterusnya. Selain kepemimpinan yang telah disebutkan di atas terdapat pula beberapa bentuk
kepempimpinan pada tataran kampung atau gampong di Aceh. ”Keuchik” adalah pemimpin yang mengepalai sebuah Gampong kampung. Gampong merupakan bentuk teritorial
terkecil dari susunan Pemerintahan di Aceh, yang terdiri atas beberapa kelompok rumah tangga dan memiliki sebuah tempat kegiatan bersama, bermusyawarah dan beribadat bagi
warga yang disebut dengan ”Meunasah”. Di samping itu ada ”Balei” tempat lebih kecil dari Meunasah fungsinya hampir sama. Keuchik merupakan tokoh sentral Gampong, dalam
melaksanakan tugasnya dibantu oleh Waki dan Tuha Peut Gampong.
Universitas Sumatera Utara
96
Sistem pemerintahan yang ada dalam masyarakat Aceh diduga kuat berasal dari Qanun Asyi adat meukuta alam, sebuah undang-undang yang dibuat pada masa Sultan
Iskandar Muda 1607-1675 M.14 Undang-udang ini mengatur sistem pemerintah mulai pada level paling bawah gampong sampai pada level paling atas yaitu kesultanan. Pada
masa ini tidak ada batasan waktu tertentu bagi seorang keuchik, waki, maupun tuha peet dalam menjabat.
69
Ada syarat untuk menjadi pemimpin dan itu telah ditulis dalam Qanun Syara’ Al- Asyi, karena adat Aceh itu berdasarkan syariat Islam. Pada masa Sultan Shalahuddin
Syarat yang mesti dimiliki calon pemimpin gampong yang dalam istilah kitab “Tazkirah Thabaqat” disebut Geusyik boleh dinamakan sebagai syarat kunci. Sebab semua
jabatan lain terlebih dahulu juga harus memiliki syarat-syarat ini; selain harus pula mempunyai syarat-syarat khusus di bidang yang diembannya. Jadi, “syarat kunci” itu
selain berlaku untuk jabatan di bawah Geusyik, juga diterapkan buat jabatan yang tertinggi dalam kerajaan; terkecuali bagi Sultan Aceh. Jabatan di bawah Geusyik pada masa dahulu
sejumlah 10 orang, yakni Wakil Kuchik, Tuha Peuet, Imam Rawatib atau Teungku Meunasah dan 4 orang wakilnya. Sementara jabatan-jabatan di atas keuchik Kepala desa
banyak sekali seperti Kadli Malikul AdilJaksa Tinggi, Kerukun Katibul MulukSekretaris Negara, Kadli Mu’adham Hakim Agung, para Menteri, Hulubalang-hulubalang, para
Mukim, Panglima Laot dan lain-lain. Maka semua mereka itu wajib memiliki syarat-syarat kunci itu.
69
Wawancara tgk. Hamdan mantan keuchik sekaligus mukim gampong lhok pawoh
Universitas Sumatera Utara
97
Syamsu Syah 881 H beliau menyatakan, bahwa Aceh Islam. Adat istiadat, seni budaya harus sesuai dengan Islam, yang tidak sesuai dengan Islam harus dimodifikasi sehingga
sesuai dengan Islam. Dan yang tidak bisa dimodifikasi seperti penyembahan terhadap patung dan berhala itu wajib ditinggalkan.
Syarat untuk dapat dipilih dan lalu diangkat sebagai Geusyik tersebut 20 dua puluh macam kriterianya. Malah, kalau terus diperinci lagi akan menjadi 30 macam.
Namun, penyebutan istilah syarat dalam naskah lama ini, kalau dengan istilah bahasa Indonesia modern sekarang bisa bermakna: “Syarat dan TugasKewajiban.
Untuk lebih jelasnya, baiklah saya kutip syarat-syarat tersebut. Karena kitab “Struktur Kerajaan Aceh” itu tertulis dalam bahasa Melayu, maka akan saya kutip secara
langsung, karena bahasanya tidak berbeda jauh dari bahasa Indonesia. Syarat-syarat calon keuchik di Aceh tempoe dulu adalah sebagai berikut; yaitu:
1. Berumur sekurang-kurangnya 40 tahun.
2. Bukan bekas ‘abdi pemerdehkaan orang.
3. Mengetahui hukum wajib fardhu ‘ain dan hukum wajib fardhu kifayah.
4. Mengetahui hukum syarak Allah dan hukum syarak Rasulullah, dan hukum
syarak Qanun kerajaan Aceh. 5.
Mengetahui rukun Qanun kerajaan negeri negeri Aceh yang sepuluh perkara.
6. Bersifat malu.
Universitas Sumatera Utara
98
7. Memelihara lidah dari pada perkataan yang keji-keji.
8. Ahli ‘akal bijaksana, luas pikir, paham dalam.
9. Janganlah mendengar khabaran fitnah dan hasutan.
10. Janganlah thamak atas harta orang dengan merampas milik orang.
11. Handaklah memperdamaikan orang yang berkelahi, bantah dakwa-dakwi
dalam Gampong, yaitu Hukum dan Adat dan Resam, dan Qanun pada masing-masing hak, sekali-kali jangan bertukar-ukar.
12. Hendaklah menyembunyikan rahasia dirinya dan rahasia rakyat Gampong
pada tiap-tiap yang keji, yang memberi ‘ayib kejahatan sehingga jadi sampai haru-hara.
13. Dapat menikahkan orang dalam Gampong, apabila perlu datang masanya.
14. Qari dan fasih membaca Fatihah waktu jadi Imam Sembahyang Jamaah.
15. Dapat menunaikan fardlu kifayah, yaitu memandikan mayat, mengafani
mayat dan jadi imam sembahyang mayat dan lain-lain. 16.
Dapat menahan amarah serta sabar atas kepayahan. 17.
Jangan bersetia dan jangan bersahabat dengan orang yang jahil dan jahat perangainya. Tetapi wajib dengan menghardik dengan memberi nasehat
dengan mempertakut mereka itu. 18.
Dapat membahagikan harta zakat fitrah yang ada dalam Gampong; masing- masing HAK bahagian delapan; seperti perintah Allah dan Rasul Allah, dan
jangan merampas Hak Fakir-Miskin; mempergunakan pada tempat lain-lain yaitu memperbuat Mesjid-Mesjid dan Madrasah-Madrasah, atau
Universitas Sumatera Utara
99
memperbaiki sekalipun. Maka haramlah kerjanya itu, maka hukumnya yang demikian dhalim, maka yang boleh diambil satu saja, yaitu “Bulueng Meu-
Utang” namanya; buat keperluan memperbaiki yang tersebut. 19.
Peliharalah dirimu dari pada seterumu, dan musuhmu dengan lemah-lembut bijaksana. Dan
20. Janganlah berkhianat kepada sekalian manusia yang Islam atau kafir, baik
lahir atau bathin”. Lembaga adat gampong lainnya yang harus ada dalam sistem pemerintahan
gampong yaitu: Waki artinya Wakil Keuchik sebagai pejabat penyampai informasi kepada masyarakat atas perintah Keuchik dan berkewajiban mendampingi Keuchik dalam
menjalankan tugasnya sehari-hari. Ia memukul tambö bedug untuk memanggil orang menghadiri suatu musyawarah atau bersifat pengumuman lainnya.
Imeum Meunasah yang lebih populer dengan panggilan Teungku Meunasah, merupakan pembantu Keuchik, dalam bidang agama Islam huköm termasuk memimpin
upacara keagamaan umumnya, kenduripesta, dan kemalangan kematian hingga penguburan pada setiap Gampong. Fungsi ini sangat dihormati dalam masyarakat
Gampong. Tuha Peut adalah suatu institusi perangkat Gampong yang terdiri dari empat orang
unsur ketokohan masyarakat, yang dituakan karena pengalaman, integritas, kearifan dan disegani dalam Gampong bersangkutan Dewan Empat. Mereka membantu Keuchik,
Universitas Sumatera Utara
100
memberi nasehatsaran atau tempat Keuchik meminta pendapatnasehat dalam mengambil kebijakankeputusan pelbagai masalah, terutama “bidang pengadilan” dalam hal sengketa.
Imeum Mukim adalah orang yang memimpin wilayah Mukim, wilayah gabungan dari beberapa Gampong yang berdekatan. Mukim berasal dari wilayah kesatuan penduduk
dalam melaksanakan sembahyang Jumat di sebuah Masjid. Imeum Mukim mulanya berasal dari fungsi Imam Mesjid. Karena perkembangan masyarakat, fungsi Imeum Mukim berubah
menjadi Kepala wilayah Mukim, mengkoordinir Keuchik-keuchik yang mengepalai Gampong. Sekarang Imeum Mukim merupakan elemen pemerintah sesuai dengan Qanun
No.4 Tahun 2003 Tentang Pemerintahan Mukim, sekaligus sebagai Kepala Adat, berwenang menyelesaikan sengketa adat di wilayahnya, sedangkan Imam Mesjid adalah
berfungsi mengelola urusan Mesjid agama. Keujruen Blang adalah seseorang atau lebih yang ditugasi Keuchik untuk mengurus
hal-hal yang berkenaan dengan pertanianpersawahanirigasi Gampong , seperti menetapkan waktu turun ke sawah, penetapan tatacaraadat istiadat upacara “khanduri”
turun ke sawah, penetapan lepas panen untuk lepas ternak luwaih blang pengaturan air ke sawah penduduk, dan lain-lain. Ia dibantu oleh keujrun lueng petugas saluran irigasi dari
sumber air sungai, waduk, dan sebagainya sampai ke areal persawahan dan distribusinya Panglima Laot Panglima Laut adalah orang yang mengatur para nelayan dalam
mencari ikan, tatacara pemasaran dan sistem pembagian hasil penangkapan ikan di laut, pengumpulan hasil laut dan keselamatan nelayan serta pelayaran termasuk malapetaka di
Universitas Sumatera Utara
101
laut. Peutua Seuneubök adalah seseorang yang diangkat untuk memimpin, pengaturan
dan penyelesaian persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pembukaan lahan hutan untuk areal perkebunan, misalya perkebunan lada, cengkeh, pala, karet, kopi, sawit, serta
mengumpulkan hasil hutan itu. Haria Peukan adalah seseorang pejabat pengurus pasar yang ditugasi untuk
mengatur Peukan Pasar dagang, mengutip pajak atau cukai yang disebut Cok Adat pada peukan-peukan tertentu sesuai adat peukan, termasuk hari-hari Peukan Uroe Gantoe ,
keseragaman takaran dan timbangan di Gampong atau Mukim. Haria Peukan disebut juga “Ureueng Cok Adat” dan bila muncul persoalan-persoalan di Peukan, maka Haria peukan
dapat mengatasinya atau menyelesaikannya. Syahbanda artinya Syahbandar. Dia adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi
dan mengepalai pelabuhankota dagang dalam wilayah hukum tertentu. Tugas utamanya adalah mengawasi kegiatan perdagangan ekspor impor, aturan dan ketertiban, keselamatan
pelayaran kapal-kapal yang masuk dan keluar dari pelabuhan dalam wilayah hukumnya dibantu sejumlah pejabat di setiap muara sungai yang disebut keujruen kuala.
Pawang Glé adalah seseorang yang mengatur dan mengurusi orang -orang yang mata pencaharian di Glegunung, menyangkut mencari rotan, mengumpulkan hasil hutan,
berburu rusa dan lain-lain dalam kesatuan wilayah hukum tertentu, termasuk kecelakaan atau malapetaka dan menjaga ketertiban pengelolaan hutan.
Universitas Sumatera Utara
102
D. Pemerintahan Gampong berdasarkan Qanun Nomor 5 Tahun 2003